Pengertian Takdir
Hidup adalah misteri, yaitu tidak dapat diketahui hal yang akan terjadi
di masa yang akan datang. Bisa jadi hari ini manusia merasa senang, dan esok
hari bisa sedih, bisa jadi pagi terang siang hari jadi gelap. Tak ada yang dapat
maupun kelompok.
dimintai pertanggung jawaban atas segala yang diketahui dan yang diberi
manusia yang sholeh dan baik sehingga Allah memberi mereka tugas jauh di
Hal terpenting yang harus diketahui oleh manusia yakni apa yang
terdapat dalam qadha dan qadar telah ditetapkan oleh Allah. Pada rukun
iman juga menyebutkan bahwa qadha dan qadar termasuk hal yang harus
harus juga mengetahui bahwa penciptaan dan perintah hanyalah hak Allah.
takdir melalui cahaya wahyu. Perlu diketahui, dengan fikiran dan iman
tak serupa. Jika disebutkan qadha saja, maka memiliki makna qadar,
demikian pula sebaliknya. Tapi, jika kata qadha dan qadar diungkapkan serta
yang telah ditetapkan dan ditentukan Allah pada makhluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan,
pembentukan, penetapan, maupun perubahan
terhadap sesuatu. Sedangkan qadar memiliki makna yaitu sesuatu yang telah
semua menjadi takdir dari Allah. Takdir itu merupakan ketetapan, ilmu,
kehendak dan ciptaan Allah, sehingga tidak ada atom atau yang lebih kecil
darinya yang bergerak kecuali sejalan dengan kehendak, ilmu dan kekuasaan
Allah. Tiada daya dan kekuasaan kecuali hanya milik Allah. Semua tindakan,
perbuatan, diam, dan gerakan bergantung pada Allah dan bukan pada
manusia.
kehidupan yang manusia dijalani saat ini, takdir wajib diimani oleh setiap
muslim karena iman kepada takdir merupakan salah satu dari rukun iman.
1 Taufik Rahman, Tauhid Ilmu Kalam, ( Bandung: CV Pustaka Setia, 2013 ). Hal. 153
Kata qadar secara etimologis adalah bentuk masdar dari kata qadara
yang berarti ukuran atau ketentuan, dalam hal ini qadar adalah ukuran atau
2 Arif Munandar Riswanto, Buku Pintar Islam, ( Bandung: PT Mizan Pustaka, 2010 ). Hal.
42
mubram dan mu’allaq. Takdir mubram adalah ketentuan atau hukum qadha
dan qadar Allah yang pasti akan terjadi kepada siapapun yakni merupakan
suatu hukum yang pasti dan tidak bias di hindari, seperti ketentuan tentang
takdir yang kejadiannya tergantung pada usaha manusia dan hal ini tidak
3 Rusydi, Sukses dengan menguak rahasia Qadha dan Qadar, ( Jakarta: Zikeul hakim,
2015). Hal. 24
kemampuan yang dimilikinya.4 Dalam hal ini ibarat manusia berada dalam
jembatan mana yang akan ia lalui. Pilihan itu tetap terbatas dalam jembatan dan tidak bisa lewat atau
keluar dari batas tersebut dengan artian kehidupan
takdir ialah segala yang terjadi di dalam dunia ini, baik terhadap langit dan
bumi, maupun isinya adalah atas kehendak-Nya.8 Allah juga telah
menyiapkan segala sesuatu untuk apa yang Dia kehendaki, baik berupa
segala sesuatu yang terjadi pada manusia sudah di tetapkan sejak zaman
azali.
segala sesuatu yang terjadi dalam alam ini, atau terjadi pada diri manusia,
baik dan buruk, naik dan jatuh, senang dan sakit, dan segala gerak-gerik
hidup manusia semua tidak lepas daripada takdir atau ketentuan Allah.10
Dalam pendapat ini dapat diketahui bahwa Allah adalah Maha Kuasa
8Tengku Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Alquranul majdid An-Nur Vol 3, ( Jakarta: Cakrawala
9Tengku Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Alquranul majdid An-Nur Vol 2. Hal. 557
10 Buya Hamka, Pelajaran Agama Islam, ( Jakarta : PT Bulan Bintang, 1984 ). Hal 332
kuasaan Allah dalam proses penciptaan manusia tidak terlepas dari campur
rahim, terdapat proses pertama yaitu mempertemukan air mani dan ovum
dan proses itu di lakukan oleh manusia.12 Dalam hal ini dapat diambil
lebih utama.
ketetapan, ilmu, kehendak dan ciptaan Allah, sehingga tidak ada atom atau
yang lebih kecil darinya yang bergerak kecuali sejalan dengan kehendak, ilmu
dan kekuasaan Allah. Tiada daya dan kekuasaan kecuali hanya milik Allah.
Semua tindakan, perbuatan, diam, dan gerakan bergantung pada Allah dan
bukan pada manusia. Meskipun manusia yang bergerak, dan yang melakukan
2.Konsep Takdir
kehendak –Nya. Namun, manusia diberi hak untuk berusaha sekuat tenaga, Allah Swt
Takdir merupakan sebuah ketetapan Allah Swt yang meliputi segala kejadian
yang terjadi di alam ini baik itu mengenai kadar dan ukurannya, tempat maupun
waktunya. Hal ini menunujukkan Takdir sebagai tanda dari kekuasaan Allah Swt yang
Takdir merupakan ketentuan Allah Swt yang mutlak, menurut Jan Ahmad Wassil
dalam bukunya “memahami isi kandungan al-Qur’an” makna takdir selalu dikaitkan
dengan istilah sunnatullah dan hidayah. Di bawah ini akan menjelaskan mengenai
1. Sunnatullah
Allah Swt. Sunnatullah itu mencakup hukum-hukum alam syahadat mengenai bendabenda mati, seperti
kejadian alam semesta dan sunnatullah yang mencakup kejadiankejadian yang berkenaan dengan alam
ghaib, seperti kejadian yang berkaitan dengan
roh.10
Sebagai seorang muslim, kita diwajibkan untuk menuntut ilmu. Ketika kita
dalam ayat al-Qur’an. Dengan begitu, ilmu yang kita dapat akan menambah keimanan
dan ketakwaan kita kepada Allah Swt. Ada beberapa hal yang harus dipegang dalam
a. Sunnatullah akan tetap berlaku dalam setiap kejadian yang terjadi di alam ini.
8 A. Munir, Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), hlm. 38.
9 Rian Hidayat El-Bantany, Kamus Pengetahuan Islam Lengkap (Depok: Mutiara Allamah
10 Jan Ahmad Wassil, Memahami Isi Kandungan Al-Qur’an, op,cit., hlm. 192.
Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali
Semua kejadian alam di dunia ini terjadi menurut sunnatullah, kecuali Allah
Swt berkehendak lain, dan sumber dari segala ilmu adalah al-Qur’an. Jadi, segala
kebenarannya.
c. Penciptaan langit dan bumi ini memiliki hikmah. Seperti yang diterangkan dalam
وما خلقنا السماء و األرض و ما بينهما طال ذلك ظن الذين كفروا فويل للذين كفروا من النار
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara
keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir,
Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka”.
Hikmah yang diberikan dengan penciptaan langit dan bumi adalah salah satunya
untuk pelajaran bagi manusia, agar manusia berpikir tentang kehidupannya dan
berkaitan dengan hukum Allah Swt bagi alam raya ciptaan-Nya. Dengan kata lain seluruh
alam raya ini terwujud dengan adanya hukum keseimbangan, maka kita tidak boleh
melanggar hukum itu. Bahkan dalam masalah timbangan pun kita harus berlaku jujur,
karena dengan tidak berlaku jujur itu berarti melanggar hukum alam. Menurut
manusia agar selalu jujur dalam melakukan timbangan ialah bahwa kita selalu
memperhatikan rasa keadilan dan kejujuran. Jika tidak, berarti kita melanggar dan
merugikan hukum seluruh alam. Ini menunujukan reaksi keberatan dari seluruh alam
12 Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 41.
Arnesih – Konsep Takdir Dalam Al-Qur’an
2. Hidayah
Hidayah adalah sebuah petunjuk dari Allah Swt kepada orang yang Allah Swt
kehendaki, hidayah ini tidak bisa kita cerna dengan akal kita karena hidayah itu sama saja
dengan roh manusia yang bersifat ghaib dan kemampuan kita sangatlah terbatas akan hal
itu. Sebenarnya kita bisa mengetahui hidayah itu dengan mempelajari ilmu tentang jiwa,
psikologi, yakni ilmu mempelajari perilaku manusia. Akan tetapi ilmu ini amat minim
berbeda dengan takdir, kalau takdir untuk alam syahadat dan hidayah untuk alam ghaib.
13
Penentuan hidayah berdasarkan keadaan akhir yang akan dituju, setelah itu
baru memperhatikan keadaan awal. Karena sesungguhnya hidayah itu disampaikan oleh
malaikat kepada orang yang dikehendaki Allah Swt melalui hati nurani. Karena hati
nurani tempat yang bisa menerima ajakan malaikat dan menolak bisikan syetan, yang
merupakan gambaran dari perbuatan Tuhan. Dari sini timbullah banyak perbedaan
tentang perbuatan manusia. Yang pertama oleh kelompok Jabariyah yang menganut
aliran teosentris, fatalisme atau predestination. Yang mana berpendapat bahwa manusia
tidak mempunyai wewenang, kekuasaan atau pilihan karena segala perbuatannya itu atas
13 Jan Ahmad Wassil, Memahami Isi Kandungan Al-Qur’an, op,cit., hlm. 198.
dasar keterpaksaan. Manusia itu tidak lain ibarat robot yang tidak mempunyai gerak
sendiri. 15
Pendapat yang kedua oleh kelompok qadariyah atau mu’tazilah yang menganut
aliran antroposentris atau free will yang mengatakan bahwa perbuatan manusia itu terjadi
karena maksud dan motivasi manusia itu sendiri. Kalau suatu perbuatan tidak terjadi, itu
perbuatan tersebut. Dengan kata lain, perbuatan manusia bukan perbuatan Tuhan.16
Dan kelompok yang ketiga, yaitu kelompok asy’ariyah yang mana kelompok ini
berpendapat, manusia tidak kuasa untuk menciptakan sesuatu akan tetapi manusia
mempunyai kuasa untuk melakukan suatu perbuatan. Karena hanya Allah lah yang maha
pencipta.
Sains merupakan ilmu tentang tatanan alam semesta, secara bahasa sains adalah
tersusun dan teratur. Sains juga termasuk kesatuan dari pengetahuan spiritual tentang
alam, seperti pengetahuan orang Islam mengenai terciptanya alam sebagai wujud adanya
Allah Swt, pengetahuan tentang pencipta dan yang diciptakan, hubungan antara Allah
Swt dengan dunia, ini merupakan kesatuan dari sains dan pengetahuan spiritual.
Pengetahuan spiritual adalah pengetahuan tentang dunia ruh, dalam Islam pengetahuan
ini mengenai pengetahuan tentang Tuhan dan keesan-Nya. Menurut Ibnu Sina
sebagaimana dikutip oleh Osman Bakar sains bisa dikatakan sains sejati apabila ia
menelisik misteri ciptaan Allah Swt, karena manusia memiliki indera yang terdiri dari
mata, telinga, peraba, pengecap dan hidung yang sangat terbatas kemampuannya. Indera
15 M.Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam (Jakarta: Amzah, 2011),
hlm. 235.
16 M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam (Jakarta: Amzah, 2011),
hlm. 244.
17 Osman Bakar, Tauhid Dan Sains (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), hlm. 75.
dibatasi oleh ruang, waktu dan jarak. Akal pikiran yang bersumber pada otak tidak akan
mampu menguak misteri kehidupan yang dihadapinya, karena manusia hanyalah ciptaan
Allah Swt yang diberi akal untuk berpikir akan kekuasaan Allah agar lebih menguatkan
Allah Swt menciptakan manusia pertama kali dijadikan seorang diri, kemudian
Allah Swt menjadikan seorang istri untuk menemani yang mana keduanya diciptakan dari
bahan yang sama yakni tanah. Dari kedua manusia inilah Allah Swt menciptakan
Allah Swt menciptakan jasad terlebih dahulu lalu barulah Allah Swt meniupkan
roh ke dalam jasad tersebut. Kemudian Allah Swt menyempurnakan kejadiannya dengan
adanya pendengaran,penglihatan dan hati. Firman Allah Swt dalam surat As-Sajadah
(32): 9
ثم سوىه و نفخ فيه من روحه و جعل لكم السمع و األبصار و األفئدة قليال ما تشكرون
dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu
Lalu Allah Swt menciptakan manusia dari keturunan manusia pertama yakni dari
air mani. Air mani bercampur dengan sel telur, kemudian disimpan di tempat yang aman.
Lalu air mani itu dijadikan segumpal darah, dan darah itu dijadikan segumpal daging,
terus daging dijadikan tulang dan tulang itu dibalut dengan daging, lalu ditiupakannya
roh.
َح َّد ثَـَنا َأُبو َبْك ِر ْبُن َأبِي َشيْـَبَة َح َّد ثَـَنا َأُبو ُمَع اِوَيَة َوَوِكيٌع ح و َح َّد ثَـَنا مَُح َّم ُد ْبُن َع ْبِد َِّا ْبِن نَُميٍْر الَْهْم َدانِي ُّ َو الَّلْفُظ َلُه َح َّد ثَـَنا
َُّا َْأل
َأبِي َو َأُبو ُمَع اِوَيَة َوَوِكيٌع َقاُلوا َح َّد ثَـَنا ا ْع َم ُش َع ْن َز ْيِد ْبِن َو ْهٍب َع ْن َع ْبِد َِّا َقاَل َح َّد ثَـَنا َر ُسوُل َِّا َص َّلى َع َلْيِه َو َس َّلَم
ُأ ُْج
َو ُهَو الَّصاِد ُق اْلَم ْص ُدوُق ِإَّن َأَحَد ُك ْم ي َم ُع َخ ْلُقُه فِي َبْطِن ِّمِه َأْر َبِع يَن يَـْو ًم ا ثَُّم َيُك وُن فِي َذ ِلَك َع َلَقًة ِم ْثَل َذ ِلَك ثَُّم َيُك وُن فِي
18 Zaky Mubarak…(et al), Akidah Islam (Jogjakarta: UII Press, 1998), hlm. 14.
19 Ibid, hlm. 6.
َذ ِلَك ُم ْض َغ ًة ِم ْثَل َذ ِلَك ثَُّم يُـْر َس ُل اْلَم َلُك فَـيَـنْـُفُخ ِفيِه الُّر وَح َو يُـْؤ َم ُرَِ ْر َبِع َك ِلَم اٍت ِبَك ْتِب ِرْز ِقِه َو َأَج ِلِه َو َع َم ِلِه َو َش ِقٌّي َأْو
َسِع يٌد.
”Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah; Telah
menceritakan kepada kami Bapakku dan Abu Mu'awiyah dan Waki' mereka
berkata; Telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Zaid bin Wahb dari
seorang manusia mulai diciptakan dalam perut ibunya setelah diproses selama
empat puluh hari. Kemudian menjadi segumpal daging pada empat puluh hari
berikutnya. Lalu menjadi segumpal daging pada empat puluh hari berikutnya.
Setelah empat puluh hari berikutnya, Allah pun mengutus seorang malaikat untuk
Hadis di atas menjelaskan janin diproses selama 120 hari atau 4 bulan dalam
rahim ibu, kemudian ditiupkan roh kepadanya oleh malaikat atas perintah Allah Swt.
Setelah roh ditiupkan, maka ditulislah untunya 4 hal, yaitu tentang rezekinya, ajalnya,
Penafsiran Ayat-Ayat Tentang Takdir Menurut Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir AlMaraghi dan Tafsir Al-Azhar.
penulis mengkategorikan ayat-ayat tersebut ke dalam empat kategori yang terdiri dari:
pertama, takdir tentang waktu. Adapun ayat-ayat yang tergolong di dalamnya antara lain:
QS. Al-Muzammil: 20, QS. Thaha:40, QS. Al-Isra’: 99, QS. Al-Ma’arij: 4, QS. AlBaqarah: 259. Kedua,
menjelaskan takdir tentang manusia. Ayat-ayat yang tergolong di
dalamnya antara lain: QS. Al-Fajr: 16, QS. ‘Abasa: 19, QS. Al-Qadr: 1-3, QS. AlQiyamah: 4,40, QS. Al-
Mursalat: 22,23, QS. Al-Balad: 5, QS. Al-Isra’: 30, QS. AsSyura: 50, Al-Ahqaf: 33, QS. An-Nahl: 70,75,76,
QS. Ar-Rūm: 54, QS. Al-Ankabut: 20,
20 Imam Abi Al-Husein Muslim bin Al-Hajaj bin Muslim Al-Qusyairi Al-Naisaburi, Al-Jami’
Jabariyah adalah sebuah ideologi dan sekte bidah di dalam akidah yang muncul pada abad ke-2 hijriah di
Khurasan.
Jabariyah memiliki keyakinan bahwa setiap manusia terpaksa oleh takdir tanpa memiliki pilihan dan
usaha dalam perbuatannya.
Tokoh utamanya adalah Ja’ad bin Dirham dan Jahm bin Shafwan. Menurut Asy-Syahrastani 548 H/1153
M, Jabariyah adalah paham yang menafikan perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyerahkan
perbuatan tersebut kepada Allah.
Artinya, manusia tidak punya andil sama sekali dalam melakukan perbuatannya, Tuhanlah yang
menentukan segala-galanya.
Keyakinan Jabariyah bertolak belakang dengan keyakinan Qadariyah namun keduanya dikatakan
menyimpang dari akidah Ahlussunnah yang berada dipertengahan, karena menurut akidah Ahlussunnah
mengenai takdir bahwa setiap manusia memiliki pilihan dan kebebasan dalam menentukan kehendak.
Manusia diperintahkan untuk berusaha yakni diperintah berbuat baik dan dilarang berbuat kejahatan,
dijanjikan pahala atau diancam siksa atas konsekuensi dari perbuatannya, sementara apapun yang akan
dilakukannya sudah ditetapkan (telah tertulis) dalam takdirnya, yang mana setiap makhluk tidak pernah
mengetahui bagaimana takdirnya (baik atau buruk) kecuali setelah terjadinya (berlakunya) takdir itu.
Negara-negara atheis, baik di Barat maupun di Timur, terutama di China, soal Qadariah dan Jabariah
tentu saja bukan ranah mereka sebab dasar berpikirnya adalah “Rasio”.
Mereka menggunakan akal sehat (commonsence), bahwa wabah virus corona berasal dari sebab akibat
(causalitas) dan perlu dilawan dengan pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Mereka mempercayai bahwa kehidupan berjalan secara natural, tanpa ada pengaruh supranatural. Virus
Corona dapat dilihat, logis dan bisa dicari jalan keluarnya melalui riset berbasis ilmu pengetahuan dan
teknlogi.
Mereka tidak memerlukan penguasa yang bernama Tuhan yang disebut membatasi kebebasan untuk
melalui ekperimen.
Faham Atheis bisa menjelaskan berbagai persoalan dunia melalui ilmu pengetahuan dan cara berfikir
yang logis. Bagi mereka, faham agama hanya menginformasikan apa yang harus di lakukan dan bukan
bagaimana melakukannya.
Sehingga buat mereka hal ini membanggakan karena mereka bebas menggali semua bidang keilmuan
dengan menjunjung kebebasan berfikir.
yang keenam, atau terakhir adalah, iman kepada takdir atau qodho dan qodar Allah SWT. Kajian tentang
rukun iman disebut dengan ilmu kalam atau ilmu ushuluddin, ilmu tentang pokok-pokok agama. Dalam
istilah lain disebut theologi.
Ulama dan mantan anggota Komisi Ukhuwah MUI DKI Jakarta, KH Drs Syarifuddin Mahfudz MSi
menjelaskan Jabariyah berpendapat bahwa takdir adalah sesuatu yang telah diatur tanpa ada daya
manusia sebagai pelaku kehidupan. Jabariyah adalah paham yang menafikan perbuatan manusia dan
menyerahkan perbuatan tersebut kepada Allah SWT. Artinya, manusia tidak punya andil sama sekali
dalam melakukan perbuataannya. Tuhanlah yang menentukan segala-galanya. Istilah Jabariyah berasal
dari kata Jabara yang berarti al-zamahu bi fi’lih, yaitu berkewajiban atau terpaksa dalam perbuatannya.
Manusia tidak mempunyai kemampuan dan kebebasan untuk melakukan sesuatu atau meninggalkan
suatu perbuatan. Sebaliknya ia terpaksa melakukan kehendak atau perbuataannya sebagaimana telah
ditetapkan Tuhan sejak zaman azali. Dalam filsafat barat aliran ini disebut Fathalisme atau
Predestination.
Jabarish berpendapat bahwa qada dan qadar Tuhan yang berlaku bagi segenap alam tidak memberi
peluang bagi adanya kebebasan manusia untuk berbuat sesuai kehendaknya. Paham ini menganggap
semua takdir itu dari Allah.
Semua sudah diatur oleh Allah swt, sehingga tidak ada ruang bagi ikhtiar manusia. Manusia hanya
menjalani nasib.
Misalnya dalam kasus wabah corona , mereka berkata “takutlah kepada Allah jangan takut sama
corona”.
Paham Jabariyah ini banyak dianut di Indonesia, contohnya dalam kasus Covid-19 banyak mereka yang
berpendapat bahwa kalau Allah menghendaki, walaupun shalat Jum’at atau Tarawih di Masjid, atau
bergaul dengan banyak orang, tidak menjalankan prokes, virus corona tidak akan menyerang kita.
Beberapa ayat Al Qur’an mereka jadikan sebagai dalil, di antaranya dalam surat Al Anfal (8):17 sebagai
berikut :
َفَلْم َتْقُتُلْو ُهْم َو َلِكَّن َهللا َقَتَلُهْم َو مَا َر َم ْيَت إذ َر َم ْيَت َو َلِكَّن َهللا َر َم ى َوِلُيْبِلَي اْلُم ْؤ ِمِنْيَن ِم ْنُه َبَالًء َح َس نًا إَّن َهللا َسِم ْيٌع َع ِلْيٌم.
“Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka , akan tetapi Allahlah yang membunuh
mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allahlah yang melempar. (Allah
berbuat demikian untuk membinasakan mereka), dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang
mukmin, dengan kemenangan yang baik.Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “.
Qadariyah telah mendapatkan pengikut yang cukup, namun seiring jalannya waktu paham Qadariyah
mendapat tantangan keras dari umat Islam kala itu. Reaksi keras ini diakibatkan oleh dua hal. Pertama,
pada saat itu masyarakat Arab sebelum dan sesudah beragama Islam telah dipengaruhi oleh paham
fatalis. Sedangkan kehidupan mereka sederhana dan jauh dari ilmu pengetahuan. Mereka hanya
mengalah pada keganasan alam yang panas serta tanah dan gunung yang gersang. Sehingga mereka
merasa lemah dan susah menghadapi kesukaran hidup yang ditimbulkan oleh alasan sekelilingnya. Maka
dari itu, ketika paham Qadariyah dikembangkan, mereka tidak menerimanya dan menganggap paham
Qadariyah bertentangan dengan doktrin Islam. Kedua, tantangan dari pemerintah. Menurut Abdul Rozak
dan Rosihon Anwar (2012:90) mengatakan tantangan ini dikarenakan saat itu para pejabat pemerintah
menganut paham Jabariyah.
Selain itu, pemerintah menganggap bahwa paham Qadariyah berusaha menyebarkan paham dinamis
dan daya kritis masyarakat yang bisa berdampak menggulingkan mereka dari tahta kerajaan. Sehingga
saat itu pemerintah langsung mengambil tindakan dengan alasan demi ketertiban umum. Ma'bad al-
Juhni dan beberapa pengikutnya ditangkap dan dia sendiri dihukum mati di Damaskus (80 H/690 M).
Setelah peristiwa ini, paham Qadariyah semakin surut.
Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal, masalah pembahasan Qadariyah disatukan dengan pembahasan
doktrin Mu'tazilah. Karena antara dua paham ini memiliki persamaan filsafat, yaitu sama-sama percaya
bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan yang tidak diintervensi oleh
Tuhan. Sehingga masyarakat sering menjuluki kaum Qadariyah Mu'tazilah.
Sebagian orang Qadariyah mengatakan bahwa semua perbuatan manusia yang baik itu berasal dari
Allah Swt., sedangkan perbuatan manusia yang buruk itu manusia sendiri yang menciptakan dan tidak
ada sangkut-pautnya dengan Allah Swt. Karena pendapat ini, paham Qadariyah dijuluki Majusi yang
dirujuk pada salah satu hadis nabi, dimana julukan tersebut membuat negatif nama Qadariyah sendiri.
Menurut Sahilun Nasir (2012:140) dikatakan Majusi karena mereka beranggapan adanya dua pencipta,
yaitu pencipta kebaikan dan keburukan dan hal ini persis dengan ajaran agama Majusi yang mengatakan
adanya dewa terang/siang (kebaikan) dan dewa gelap/malam (keburukan).
Recommended by
Doktrin pokok dari paham Qadariyah pada dasarnya menyatakan bahwa Allah tidak menciptakan amal
perbuatan manusia. Segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat jahat
atau baik. Jadi, apabila seseorang diberi ganjaran, baik balasan surga atau neraka kelak di akhirat
berdasarkan pilihan pribadinya, bukan oleh takdir Tuhan. Bagi mereka tidak ada alasan yang tepat dalam
menyandarkan segala perbuatan manusia pada perbuatan Tuhan. Doktrin ini mempunyai doktrin Islam
sebagai pijakannya, seperti surat Al-Kahfi ayat 29 salah satunya.
Konsep takdir dalam perspektif paham Qadariyah bukan dalam pengertian takdir yang umum dipakai
oleh bangsa Arab kala itu, yakni paham yang menyatakan nasib manusia telah ditentukan terlebih
dahulu. Dimana dalam perbuatannya, manusia bertindak menurut nasib yang telah ia tentukan.
Sedangkan dalam paham Qadariyah, takdir adalah ketentuan Allah yang berlaku untuk alam semesta
beserta seluruh isinya semenjak ajal, yakni sunatullah.
Selain doktrin mengenai perbuatan manusia, ada pula doktrin-doktrin lain yang dibawa oleh paham
Qadariyah, seperti mereka mengatakan bahwa Allah itu Esa dalam arti Allah tidak memiliki sifat-sifat
azali. Selain itu, mereka juga mengatakan bahwa pelaku dosa besar adalah fasik, bukan kafir dan bukan
pula mukmin. Mereka akan kekal di neraka.