Anda di halaman 1dari 17

1.

Pengertian Takdir

Hidup adalah misteri, yaitu tidak dapat diketahui hal yang akan terjadi

di masa yang akan datang. Bisa jadi hari ini manusia merasa senang, dan esok

hari bisa sedih, bisa jadi pagi terang siang hari jadi gelap. Tak ada yang dapat

mengetahui kecuali sang Khaliq yang Maha mengetahui. Manusia adalah

makhluk yang bertanggung jawab atas perbuatannya sebagai individu

maupun kelompok.

Manusia tidak dituntut atas segala yang tidak diketahuinya. Ia

dimintai pertanggung jawaban atas segala yang diketahui dan yang diberi

kesempatan untuk mengetahuinya melalui rasul-rasul Allah. Sebagian

manusia yang sholeh dan baik sehingga Allah memberi mereka tugas jauh di

luar kemampuan manusia umumnya. Namun, mereka membutuhkan energi

tambahan untuk menunaikan tugas tersebut.

Hal terpenting yang harus diketahui oleh manusia yakni apa yang

terdapat dalam qadha dan qadar telah ditetapkan oleh Allah. Pada rukun

iman juga menyebutkan bahwa qadha dan qadar termasuk hal yang harus

diimani. Dengan takdir, terlihatlah ketentuan dan ketetapan Allah, manusia

harus juga mengetahui bahwa penciptaan dan perintah hanyalah hak Allah.

Ketika masalah takdir diarahkan kepada aspek perbuatan, sifat-sifat, dan

perintah Allah, maka selamatlah orang-orang yang memahami permasalah

takdir melalui cahaya wahyu. Perlu diketahui, dengan fikiran dan iman

mereka menjauhkan diri dari pendapat orang-orang yang tersesat, serta

keraguan orang-orang yang ragu.

Jika membahas permasalahan tentang takdir maka, kita sering


mendengar istilah qadha dan qadar. Dua istilah yang mirip tapi tak sama dan

tak serupa. Jika disebutkan qadha saja, maka memiliki makna qadar,

demikian pula sebaliknya. Tapi, jika kata qadha dan qadar diungkapkan serta

disebutkan bersamaan, maka qadha makna yang terkandung yakni sesuatu

yang telah ditetapkan dan ditentukan Allah pada makhluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan,
pembentukan, penetapan, maupun perubahan

terhadap sesuatu. Sedangkan qadar memiliki makna yaitu sesuatu yang telah

ditentukan Allah sejak zaman azali.

Penciptaan adalah takdir, baik itu penciptaan di awal maupun di akhir,

semua menjadi takdir dari Allah. Takdir itu merupakan ketetapan, ilmu,

kehendak dan ciptaan Allah, sehingga tidak ada atom atau yang lebih kecil

darinya yang bergerak kecuali sejalan dengan kehendak, ilmu dan kekuasaan

Allah. Tiada daya dan kekuasaan kecuali hanya milik Allah. Semua tindakan,

perbuatan, diam, dan gerakan bergantung pada Allah dan bukan pada

manusia.

Kata “takdir” maka yang terlintas difikiran yakni berhubungan dengan

qadha dan qadar. Takdir merupakan kekuasaan dari Allah terhadap

kehidupan yang manusia dijalani saat ini, takdir wajib diimani oleh setiap

muslim karena iman kepada takdir merupakan salah satu dari rukun iman.

Dalam istilah lain, takdir adalah qadar (al-qadar khaiuruhu wa syarruhu).1

Qadha juga memiliki pengertian kehendak atau ketetapan hukum Allah

terhadap segala sesuatu, tetapi belum nyata.

1 Taufik Rahman, Tauhid Ilmu Kalam, ( Bandung: CV Pustaka Setia, 2013 ). Hal. 153

Kata qadar secara etimologis adalah bentuk masdar dari kata qadara
yang berarti ukuran atau ketentuan, dalam hal ini qadar adalah ukuran atau

ketentuan Allah terhadap segala sesuatu.²

2 Arif Munandar Riswanto, Buku Pintar Islam, ( Bandung: PT Mizan Pustaka, 2010 ). Hal.

42

Perlu diketahui bahwa takdir terbagi menjadi dua yakni takdir

mubram dan mu’allaq. Takdir mubram adalah ketentuan atau hukum qadha

dan qadar Allah yang pasti akan terjadi kepada siapapun yakni merupakan

suatu hukum yang pasti dan tidak bias di hindari, seperti ketentuan tentang

kelahiran, kematian, serta hari kiamat. Sementara takdir mu’allaq adalah

takdir yang kejadiannya tergantung pada usaha manusia dan hal ini tidak

terlepas dari kehendak Allah.³

3 Rusydi, Sukses dengan menguak rahasia Qadha dan Qadar, ( Jakarta: Zikeul hakim,

2015). Hal. 24

Manusia hanya dapat menerima segala apa yang terjadi sebatas

kemampuan yang dimilikinya.4 Dalam hal ini ibarat manusia berada dalam

suatu jembatan penyebrangan, manusia boleh memilih dan berikhtiar dari

jembatan mana yang akan ia lalui. Pilihan itu tetap terbatas dalam jembatan dan tidak bisa lewat atau
keluar dari batas tersebut dengan artian kehidupan

manusia berada dalam lingkaran takdir Allah.

Pandangan para Mufasir tentang Takdir

Hasbi As-Shiddiqy dalam Tafsir An-Nur beliau berpendapat bahwa

takdir ialah segala yang terjadi di dalam dunia ini, baik terhadap langit dan
bumi, maupun isinya adalah atas kehendak-Nya.8 Allah juga telah

menyiapkan segala sesuatu untuk apa yang Dia kehendaki, baik berupa

ketentuan-ketentuan yang diberikan ukuran yang telah ditetapkan untuk

masing-masing manusia.9 Jadi, dalam pendapat ini dapat diketahui bahwa

segala sesuatu yang terjadi pada manusia sudah di tetapkan sejak zaman

azali.

Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar berpendapat bahwa takdir ialah

segala sesuatu yang terjadi dalam alam ini, atau terjadi pada diri manusia,

baik dan buruk, naik dan jatuh, senang dan sakit, dan segala gerak-gerik

hidup manusia semua tidak lepas daripada takdir atau ketentuan Allah.10

Dalam pendapat ini dapat diketahui bahwa Allah adalah Maha Kuasa

terhadap segala sesuatu.

8Tengku Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Alquranul majdid An-Nur Vol 3, ( Jakarta: Cakrawala

Publishing, 2011 ). Hal. 240

9Tengku Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Alquranul majdid An-Nur Vol 2. Hal. 557

10 Buya Hamka, Pelajaran Agama Islam, ( Jakarta : PT Bulan Bintang, 1984 ). Hal 332

Sayyid Quthub dalam Tafsir Fi Zilalil Qur’an berpendapat bahwa

kuasaan Allah dalam proses penciptaan manusia tidak terlepas dari campur

tangan manusia, karena sebelum ada proses penciptaan manusia di dalam

rahim, terdapat proses pertama yaitu mempertemukan air mani dan ovum

dan proses itu di lakukan oleh manusia.12 Dalam hal ini dapat diambil

kesimpulan bahwa saat manusia berkehendak maka Kehendak Allah yang

lebih utama.

Ar-Razi mengatakan bahwa penciptaan adalah takdir, baik itu


penciptaan di awal maupun di akhir, meskipun berbeda bentuk, rupa dan lain

sebagainya semua menjadi takdir dari Allah. Takdir itu merupakan

ketetapan, ilmu, kehendak dan ciptaan Allah, sehingga tidak ada atom atau

yang lebih kecil darinya yang bergerak kecuali sejalan dengan kehendak, ilmu

dan kekuasaan Allah. Tiada daya dan kekuasaan kecuali hanya milik Allah.

Semua tindakan, perbuatan, diam, dan gerakan bergantung pada Allah dan

bukan pada manusia. Meskipun manusia yang bergerak, dan yang melakukan

sesuatu hal, itu semua atas kehendak dan kekuasaan Allah.

2.Konsep Takdir

Arnesih – Konsep Takdir Dalam Al-Qur’an

(Studi Tafsir Tematik) | 121

kehendak –Nya. Namun, manusia diberi hak untuk berusaha sekuat tenaga, Allah Swt

lah yang menentukan.8

Takdir merupakan sebuah ketetapan Allah Swt yang meliputi segala kejadian

yang terjadi di alam ini baik itu mengenai kadar dan ukurannya, tempat maupun

waktunya. Hal ini menunujukkan Takdir sebagai tanda dari kekuasaan Allah Swt yang

harus kita yakini.9

B. Kaitan Takdir dengan Sunnatullah dan Hidayah

Takdir merupakan ketentuan Allah Swt yang mutlak, menurut Jan Ahmad Wassil

dalam bukunya “memahami isi kandungan al-Qur’an” makna takdir selalu dikaitkan

dengan istilah sunnatullah dan hidayah. Di bawah ini akan menjelaskan mengenai

sunnatullah dan hidayah.

1. Sunnatullah

Di dalam al-Qur’an takdir selalu dikaitkan dengan sunnatullah, ungkapan


sunnatullah sudah tidak asing lagi dan sudah lazim dipergunakan untuk hukum-hukum

Allah Swt. Sunnatullah itu mencakup hukum-hukum alam syahadat mengenai bendabenda mati, seperti
kejadian alam semesta dan sunnatullah yang mencakup kejadiankejadian yang berkenaan dengan alam
ghaib, seperti kejadian yang berkaitan dengan

roh.10

Sebagai seorang muslim, kita diwajibkan untuk menuntut ilmu. Ketika kita

memperoleh ilmu pengetahuan hendaknya kita selalu selaraskan dengan keterangan

dalam ayat al-Qur’an. Dengan begitu, ilmu yang kita dapat akan menambah keimanan

dan ketakwaan kita kepada Allah Swt. Ada beberapa hal yang harus dipegang dalam

menelaah ilmu pengetahuan berdasarkan al-Qur’an adalah:

a. Sunnatullah akan tetap berlaku dalam setiap kejadian yang terjadi di alam ini.

Seperti yang diterangkan dalam Q.S. Al-Fath (48): 23:

‫سنة هللا التى قد خلت من قبل و لن تجد لسنة هللا تبديال‬

8 A. Munir, Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), hlm. 38.

9 Rian Hidayat El-Bantany, Kamus Pengetahuan Islam Lengkap (Depok: Mutiara Allamah

Utama, 2014), hlm. 540.

10 Jan Ahmad Wassil, Memahami Isi Kandungan Al-Qur’an, op,cit., hlm. 192.

Arnesih – Konsep Takdir Dalam Al-Qur’an

(Studi Tafsir Tematik) | 122

Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali

tiada akan menemukan peubahan bagi sunnatullah itu.

Semua kejadian alam di dunia ini terjadi menurut sunnatullah, kecuali Allah

Swt berkehendak lain, dan sumber dari segala ilmu adalah al-Qur’an. Jadi, segala

sesuatu yang kita temukan harus diselaraskan dengan al-Qur’an.

b. Allah Swt memerintahkan manusia untuk menelaah dan mempelajari ilmu


pengetahuan untuk menambah keimanan. Karena, orang yang tidak beriman akan

berusaha mengingkari kebenaran al-Qur’an walaupun mereka mengetahui

kebenarannya.

c. Penciptaan langit dan bumi ini memiliki hikmah. Seperti yang diterangkan dalam

Q.S. Shad (38): 27

‫وما خلقنا السماء و األرض و ما بينهما طال ذلك ظن الذين كفروا فويل للذين كفروا من النار‬

“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara

keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir,

Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka”.

Hikmah yang diberikan dengan penciptaan langit dan bumi adalah salah satunya

untuk pelajaran bagi manusia, agar manusia berpikir tentang kehidupannya dan

mempunyai tujuan hidup yang lebih terarah.11

Sunnatullah juga berkaitan dengan keadilan, keadilan ini dalam al-Qur’an

berkaitan dengan hukum Allah Swt bagi alam raya ciptaan-Nya. Dengan kata lain seluruh

alam raya ini terwujud dengan adanya hukum keseimbangan, maka kita tidak boleh

melanggar hukum itu. Bahkan dalam masalah timbangan pun kita harus berlaku jujur,

karena dengan tidak berlaku jujur itu berarti melanggar hukum alam. Menurut

Zamakhsyari sebagaimana dikutip oleh Nurcholish Madjid Allah Swt memerintahkan

manusia agar selalu jujur dalam melakukan timbangan ialah bahwa kita selalu

memperhatikan rasa keadilan dan kejujuran. Jika tidak, berarti kita melanggar dan

merugikan hukum seluruh alam. Ini menunujukan reaksi keberatan dari seluruh alam

tentang sikap tidak adil dan tidak jujur. 12

11 Ridwan Abdullah Sani, Sains Berbasis Al-Qur’an, op.cit, hlm. 20.

12 Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 41.
Arnesih – Konsep Takdir Dalam Al-Qur’an

(Studi Tafsir Tematik) | 123

2. Hidayah

Hidayah adalah sebuah petunjuk dari Allah Swt kepada orang yang Allah Swt

kehendaki, hidayah ini tidak bisa kita cerna dengan akal kita karena hidayah itu sama saja

dengan roh manusia yang bersifat ghaib dan kemampuan kita sangatlah terbatas akan hal

itu. Sebenarnya kita bisa mengetahui hidayah itu dengan mempelajari ilmu tentang jiwa,

psikologi, yakni ilmu mempelajari perilaku manusia. Akan tetapi ilmu ini amat minim

untuk mengungkapkan peristiwa seseorang mendapat hidayah. Karena hidayah itu

berbeda dengan takdir, kalau takdir untuk alam syahadat dan hidayah untuk alam ghaib.

13

Firman Allah swt Q.S. Al-Lail: 12-13

‫إن علينا للهدى و إن لنا لألخرة و األولى‬

”Sesungguhnya kewajiban kamilah memberi petunjuk, dan sesungguhnya

kepunyaan kamilah akhirat dan dunia

Penentuan hidayah berdasarkan keadaan akhir yang akan dituju, setelah itu

baru memperhatikan keadaan awal. Karena sesungguhnya hidayah itu disampaikan oleh

malaikat kepada orang yang dikehendaki Allah Swt melalui hati nurani. Karena hati

nurani tempat yang bisa menerima ajakan malaikat dan menolak bisikan syetan, yang

berfungsi membantu orang tersebut mencari jalan kebenaran. 14

TAKDIR PERSPEKTIF TEOLOGIS DAN SAINS

A. Takdir Perspektif Teologis

Takdir berkaitan erat dengan perbuatan manusia, karena perbuatan manusia

merupakan gambaran dari perbuatan Tuhan. Dari sini timbullah banyak perbedaan

tentang perbuatan manusia. Yang pertama oleh kelompok Jabariyah yang menganut
aliran teosentris, fatalisme atau predestination. Yang mana berpendapat bahwa manusia

tidak mempunyai wewenang, kekuasaan atau pilihan karena segala perbuatannya itu atas

13 Jan Ahmad Wassil, Memahami Isi Kandungan Al-Qur’an, op,cit., hlm. 198.

14 Ibid, hlm. 196.

Diya al-Afkar Vol. 4 No.01 Juni 2016

Arnesih – Konsep Takdir Dalam Al-Qur’an

(Studi Tafsir Tematik) | 124

dasar keterpaksaan. Manusia itu tidak lain ibarat robot yang tidak mempunyai gerak

sendiri. 15

Pendapat yang kedua oleh kelompok qadariyah atau mu’tazilah yang menganut

aliran antroposentris atau free will yang mengatakan bahwa perbuatan manusia itu terjadi

karena maksud dan motivasi manusia itu sendiri. Kalau suatu perbuatan tidak terjadi, itu

karena manusia tidak menghendaki terjadi atau keengganan manusia melakukan

perbuatan tersebut. Dengan kata lain, perbuatan manusia bukan perbuatan Tuhan.16

Dan kelompok yang ketiga, yaitu kelompok asy’ariyah yang mana kelompok ini

dikatakan kelompok yang menengahi kedua kelompok tersebut. Adapun asy’ariyah

berpendapat, manusia tidak kuasa untuk menciptakan sesuatu akan tetapi manusia

mempunyai kuasa untuk melakukan suatu perbuatan. Karena hanya Allah lah yang maha

pencipta.

B. Takdir Perspektif Sains

Sains merupakan ilmu tentang tatanan alam semesta, secara bahasa sains adalah

tersusun dan teratur. Sains juga termasuk kesatuan dari pengetahuan spiritual tentang

alam, seperti pengetahuan orang Islam mengenai terciptanya alam sebagai wujud adanya

Allah Swt, pengetahuan tentang pencipta dan yang diciptakan, hubungan antara Allah

Swt dengan dunia, ini merupakan kesatuan dari sains dan pengetahuan spiritual.
Pengetahuan spiritual adalah pengetahuan tentang dunia ruh, dalam Islam pengetahuan

ini mengenai pengetahuan tentang Tuhan dan keesan-Nya. Menurut Ibnu Sina

sebagaimana dikutip oleh Osman Bakar sains bisa dikatakan sains sejati apabila ia

menghubungkan pengetahuan alam semesta dengan pengetahuan tentang yang

menciptakan alam yakni Allah Swt.17

Dengan mempelajari ilmu tentang alam, manusia memiliki keterbatasan untuk

menelisik misteri ciptaan Allah Swt, karena manusia memiliki indera yang terdiri dari

mata, telinga, peraba, pengecap dan hidung yang sangat terbatas kemampuannya. Indera

15 M.Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam (Jakarta: Amzah, 2011),

hlm. 235.

16 M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam (Jakarta: Amzah, 2011),

hlm. 244.

17 Osman Bakar, Tauhid Dan Sains (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), hlm. 75.

Arnesih – Konsep Takdir Dalam Al-Qur’an

(Studi Tafsir Tematik) | 125

dibatasi oleh ruang, waktu dan jarak. Akal pikiran yang bersumber pada otak tidak akan

mampu menguak misteri kehidupan yang dihadapinya, karena manusia hanyalah ciptaan

Allah Swt yang diberi akal untuk berpikir akan kekuasaan Allah agar lebih menguatkan

keimanan kita kepada Allah Swt.18

Allah Swt menciptakan manusia pertama kali dijadikan seorang diri, kemudian

Allah Swt menjadikan seorang istri untuk menemani yang mana keduanya diciptakan dari

bahan yang sama yakni tanah. Dari kedua manusia inilah Allah Swt menciptakan

keturunannya sampai banyak.19

Allah Swt menciptakan jasad terlebih dahulu lalu barulah Allah Swt meniupkan
roh ke dalam jasad tersebut. Kemudian Allah Swt menyempurnakan kejadiannya dengan

adanya pendengaran,penglihatan dan hati. Firman Allah Swt dalam surat As-Sajadah

(32): 9

‫ثم سوىه و نفخ فيه من روحه و جعل لكم السمع و األبصار و األفئدة قليال ما تشكرون‬

“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya

dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu

sedikit sekali bersyukur.”

Lalu Allah Swt menciptakan manusia dari keturunan manusia pertama yakni dari

air mani. Air mani bercampur dengan sel telur, kemudian disimpan di tempat yang aman.

Lalu air mani itu dijadikan segumpal darah, dan darah itu dijadikan segumpal daging,

terus daging dijadikan tulang dan tulang itu dibalut dengan daging, lalu ditiupakannya

roh.

Rasulullah saw bersabda dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Muslim:

‫َح َّد ثَـَنا َأُبو َبْك ِر ْبُن َأبِي َشيْـَبَة َح َّد ثَـَنا َأُبو ُمَع اِوَيَة َوَوِكيٌع ح و َح َّد ثَـَنا مَُح َّم ُد ْبُن َع ْبِد َِّا ْبِن نَُميٍْر الَْهْم َدانِي ُّ َو الَّلْفُظ َلُه َح َّد ثَـَنا‬
‫َُّا‬ ‫َْأل‬
‫َأبِي َو َأُبو ُمَع اِوَيَة َوَوِكيٌع َقاُلوا َح َّد ثَـَنا ا ْع َم ُش َع ْن َز ْيِد ْبِن َو ْهٍب َع ْن َع ْبِد َِّا َقاَل َح َّد ثَـَنا َر ُسوُل َِّا َص َّلى َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
‫ُأ‬ ‫ُْج‬
‫َو ُهَو الَّصاِد ُق اْلَم ْص ُدوُق ِإَّن َأَحَد ُك ْم ي َم ُع َخ ْلُقُه فِي َبْطِن ِّمِه َأْر َبِع يَن يَـْو ًم ا ثَُّم َيُك وُن فِي َذ ِلَك َع َلَقًة ِم ْثَل َذ ِلَك ثَُّم َيُك وُن فِي‬

18 Zaky Mubarak…(et al), Akidah Islam (Jogjakarta: UII Press, 1998), hlm. 14.

19 Ibid, hlm. 6.

Diya al-Afkar Vol. 4 No.01 Juni 2016

Arnesih – Konsep Takdir Dalam Al-Qur’an

(Studi Tafsir Tematik) | 126

‫َذ ِلَك ُم ْض َغ ًة ِم ْثَل َذ ِلَك ثَُّم يُـْر َس ُل اْلَم َلُك فَـيَـنْـُفُخ ِفيِه الُّر وَح َو يُـْؤ َم ُرَِ ْر َبِع َك ِلَم اٍت ِبَك ْتِب ِرْز ِقِه َو َأَج ِلِه َو َع َم ِلِه َو َش ِقٌّي َأْو‬

‫ َسِع يٌد‬.

”Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah; Telah

menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dan Waki'; Demikian juga

diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami


Muhammad bin 'Abdullah bin Numair Al Mahdani dan lafazh ini miliknya; Telah

menceritakan kepada kami Bapakku dan Abu Mu'awiyah dan Waki' mereka

berkata; Telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Zaid bin Wahb dari

'Abdullah dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Rasulullah shallallahu

'alaihi wasallam yaitu -Ash Shadiq Al Mashduq-(seorang yang jujur

menyampaikan dan berita yang disampaikannya adalah benar): 'Sesungguhnya

seorang manusia mulai diciptakan dalam perut ibunya setelah diproses selama

empat puluh hari. Kemudian menjadi segumpal daging pada empat puluh hari

berikutnya. Lalu menjadi segumpal daging pada empat puluh hari berikutnya.

Setelah empat puluh hari berikutnya, Allah pun mengutus seorang malaikat untuk

menghembuskan ruh ke dalam dirinya dan diperintahkan untuk menulis empat

hal; rezekinya, ajalnya, amalnya, dan sengsara atau bahagianya.”20

Hadis di atas menjelaskan janin diproses selama 120 hari atau 4 bulan dalam

rahim ibu, kemudian ditiupkan roh kepadanya oleh malaikat atas perintah Allah Swt.

Setelah roh ditiupkan, maka ditulislah untunya 4 hal, yaitu tentang rezekinya, ajalnya,

amalnya dan celaka atau bahagianya.21

Penafsiran Ayat-Ayat Tentang Takdir Menurut Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir AlMaraghi dan Tafsir Al-Azhar.

Setelah penulis menemukan ayat-ayat tentang takdir dalam al-Qur’an, maka

penulis mengkategorikan ayat-ayat tersebut ke dalam empat kategori yang terdiri dari:

pertama, takdir tentang waktu. Adapun ayat-ayat yang tergolong di dalamnya antara lain:

QS. Al-Muzammil: 20, QS. Thaha:40, QS. Al-Isra’: 99, QS. Al-Ma’arij: 4, QS. AlBaqarah: 259. Kedua,
menjelaskan takdir tentang manusia. Ayat-ayat yang tergolong di

dalamnya antara lain: QS. Al-Fajr: 16, QS. ‘Abasa: 19, QS. Al-Qadr: 1-3, QS. AlQiyamah: 4,40, QS. Al-
Mursalat: 22,23, QS. Al-Balad: 5, QS. Al-Isra’: 30, QS. AsSyura: 50, Al-Ahqaf: 33, QS. An-Nahl: 70,75,76,
QS. Ar-Rūm: 54, QS. Al-Ankabut: 20,

20 Imam Abi Al-Husein Muslim bin Al-Hajaj bin Muslim Al-Qusyairi Al-Naisaburi, Al-Jami’

Ash-Shahih, (Libanon: Dar Al-Fikr, Tanpa Tahun), hlm. 44.


21 Zaky Mubarak…(et al), Akidah Islam, op.cit, hlm. 10.

Diya al-Afkar Vol. 4 No.01 Juni 2016

3. Pemikiran jabariyah tentang takdir

Jabariyah adalah sebuah ideologi dan sekte bidah di dalam akidah yang muncul pada abad ke-2 hijriah di
Khurasan.

Jabariyah memiliki keyakinan bahwa setiap manusia terpaksa oleh takdir tanpa memiliki pilihan dan
usaha dalam perbuatannya.

Tokoh utamanya adalah Ja’ad bin Dirham dan Jahm bin Shafwan. Menurut Asy-Syahrastani 548 H/1153
M, Jabariyah adalah paham yang menafikan perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyerahkan
perbuatan tersebut kepada Allah.

Artinya, manusia tidak punya andil sama sekali dalam melakukan perbuatannya, Tuhanlah yang
menentukan segala-galanya.

Keyakinan Jabariyah bertolak belakang dengan keyakinan Qadariyah namun keduanya dikatakan
menyimpang dari akidah Ahlussunnah yang berada dipertengahan, karena menurut akidah Ahlussunnah
mengenai takdir bahwa setiap manusia memiliki pilihan dan kebebasan dalam menentukan kehendak.

Manusia diperintahkan untuk berusaha yakni diperintah berbuat baik dan dilarang berbuat kejahatan,
dijanjikan pahala atau diancam siksa atas konsekuensi dari perbuatannya, sementara apapun yang akan
dilakukannya sudah ditetapkan (telah tertulis) dalam takdirnya, yang mana setiap makhluk tidak pernah
mengetahui bagaimana takdirnya (baik atau buruk) kecuali setelah terjadinya (berlakunya) takdir itu.
Negara-negara atheis, baik di Barat maupun di Timur, terutama di China, soal Qadariah dan Jabariah
tentu saja bukan ranah mereka sebab dasar berpikirnya adalah “Rasio”.

Mereka menggunakan akal sehat (commonsence), bahwa wabah virus corona berasal dari sebab akibat
(causalitas) dan perlu dilawan dengan pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Mereka mempercayai bahwa kehidupan berjalan secara natural, tanpa ada pengaruh supranatural. Virus
Corona dapat dilihat, logis dan bisa dicari jalan keluarnya melalui riset berbasis ilmu pengetahuan dan
teknlogi.

Mereka tidak memerlukan penguasa yang bernama Tuhan yang disebut membatasi kebebasan untuk
melalui ekperimen.

Faham Atheis bisa menjelaskan berbagai persoalan dunia melalui ilmu pengetahuan dan cara berfikir
yang logis. Bagi mereka, faham agama hanya menginformasikan apa yang harus di lakukan dan bukan
bagaimana melakukannya.

Sehingga buat mereka hal ini membanggakan karena mereka bebas menggali semua bidang keilmuan
dengan menjunjung kebebasan berfikir.

yang keenam, atau terakhir adalah, iman kepada takdir atau qodho dan qodar Allah SWT. Kajian tentang
rukun iman disebut dengan ilmu kalam atau ilmu ushuluddin, ilmu tentang pokok-pokok agama. Dalam
istilah lain disebut theologi.

Ulama dan mantan anggota Komisi Ukhuwah MUI DKI Jakarta, KH Drs Syarifuddin Mahfudz MSi
menjelaskan Jabariyah berpendapat bahwa takdir adalah sesuatu yang telah diatur tanpa ada daya
manusia sebagai pelaku kehidupan. Jabariyah adalah paham yang menafikan perbuatan manusia dan
menyerahkan perbuatan tersebut kepada Allah SWT. Artinya, manusia tidak punya andil sama sekali
dalam melakukan perbuataannya. Tuhanlah yang menentukan segala-galanya. Istilah Jabariyah berasal
dari kata Jabara yang berarti al-zamahu bi fi’lih, yaitu berkewajiban atau terpaksa dalam perbuatannya.

Manusia tidak mempunyai kemampuan dan kebebasan untuk melakukan sesuatu atau meninggalkan
suatu perbuatan. Sebaliknya ia terpaksa melakukan kehendak atau perbuataannya sebagaimana telah
ditetapkan Tuhan sejak zaman azali. Dalam filsafat barat aliran ini disebut Fathalisme atau
Predestination.

Jabarish berpendapat bahwa qada dan qadar Tuhan yang berlaku bagi segenap alam tidak memberi
peluang bagi adanya kebebasan manusia untuk berbuat sesuai kehendaknya. Paham ini menganggap
semua takdir itu dari Allah.

Semua sudah diatur oleh Allah swt, sehingga tidak ada ruang bagi ikhtiar manusia. Manusia hanya
menjalani nasib.

Misalnya dalam kasus wabah corona , mereka berkata “takutlah kepada Allah jangan takut sama
corona”.

Paham Jabariyah ini banyak dianut di Indonesia, contohnya dalam kasus Covid-19 banyak mereka yang
berpendapat bahwa kalau Allah menghendaki, walaupun shalat Jum’at atau Tarawih di Masjid, atau
bergaul dengan banyak orang, tidak menjalankan prokes, virus corona tidak akan menyerang kita.

Beberapa ayat Al Qur’an mereka jadikan sebagai dalil, di antaranya dalam surat Al Anfal (8):17 sebagai
berikut :

‫ َفَلْم َتْقُتُلْو ُهْم َو َلِكَّن َهللا َقَتَلُهْم َو مَا َر َم ْيَت إذ َر َم ْيَت َو َلِكَّن َهللا َر َم ى َوِلُيْبِلَي اْلُم ْؤ ِمِنْيَن ِم ْنُه َبَالًء َح َس نًا إَّن َهللا َسِم ْيٌع َع ِلْيٌم‬.

“Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka , akan tetapi Allahlah yang membunuh
mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allahlah yang melempar. (Allah
berbuat demikian untuk membinasakan mereka), dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang
mukmin, dengan kemenangan yang baik.Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “.

4.Pemikiran Qadariyah tentang takdir

Qadariyah telah mendapatkan pengikut yang cukup, namun seiring jalannya waktu paham Qadariyah
mendapat tantangan keras dari umat Islam kala itu. Reaksi keras ini diakibatkan oleh dua hal. Pertama,
pada saat itu masyarakat Arab sebelum dan sesudah beragama Islam telah dipengaruhi oleh paham
fatalis. Sedangkan kehidupan mereka sederhana dan jauh dari ilmu pengetahuan. Mereka hanya
mengalah pada keganasan alam yang panas serta tanah dan gunung yang gersang. Sehingga mereka
merasa lemah dan susah menghadapi kesukaran hidup yang ditimbulkan oleh alasan sekelilingnya. Maka
dari itu, ketika paham Qadariyah dikembangkan, mereka tidak menerimanya dan menganggap paham
Qadariyah bertentangan dengan doktrin Islam. Kedua, tantangan dari pemerintah. Menurut Abdul Rozak
dan Rosihon Anwar (2012:90) mengatakan tantangan ini dikarenakan saat itu para pejabat pemerintah
menganut paham Jabariyah.

Selain itu, pemerintah menganggap bahwa paham Qadariyah berusaha menyebarkan paham dinamis
dan daya kritis masyarakat yang bisa berdampak menggulingkan mereka dari tahta kerajaan. Sehingga
saat itu pemerintah langsung mengambil tindakan dengan alasan demi ketertiban umum. Ma'bad al-
Juhni dan beberapa pengikutnya ditangkap dan dia sendiri dihukum mati di Damaskus (80 H/690 M).
Setelah peristiwa ini, paham Qadariyah semakin surut.

Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal, masalah pembahasan Qadariyah disatukan dengan pembahasan
doktrin Mu'tazilah. Karena antara dua paham ini memiliki persamaan filsafat, yaitu sama-sama percaya
bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan yang tidak diintervensi oleh
Tuhan. Sehingga masyarakat sering menjuluki kaum Qadariyah Mu'tazilah.

Sebagian orang Qadariyah mengatakan bahwa semua perbuatan manusia yang baik itu berasal dari
Allah Swt., sedangkan perbuatan manusia yang buruk itu manusia sendiri yang menciptakan dan tidak
ada sangkut-pautnya dengan Allah Swt. Karena pendapat ini, paham Qadariyah dijuluki Majusi yang
dirujuk pada salah satu hadis nabi, dimana julukan tersebut membuat negatif nama Qadariyah sendiri.
Menurut Sahilun Nasir (2012:140) dikatakan Majusi karena mereka beranggapan adanya dua pencipta,
yaitu pencipta kebaikan dan keburukan dan hal ini persis dengan ajaran agama Majusi yang mengatakan
adanya dewa terang/siang (kebaikan) dan dewa gelap/malam (keburukan).

Gadis sekolah itu melahirkan tepat di pelajaran

Recommended by

Doktrin pokok dari paham Qadariyah pada dasarnya menyatakan bahwa Allah tidak menciptakan amal
perbuatan manusia. Segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat jahat
atau baik. Jadi, apabila seseorang diberi ganjaran, baik balasan surga atau neraka kelak di akhirat
berdasarkan pilihan pribadinya, bukan oleh takdir Tuhan. Bagi mereka tidak ada alasan yang tepat dalam
menyandarkan segala perbuatan manusia pada perbuatan Tuhan. Doktrin ini mempunyai doktrin Islam
sebagai pijakannya, seperti surat Al-Kahfi ayat 29 salah satunya.

Konsep takdir dalam perspektif paham Qadariyah bukan dalam pengertian takdir yang umum dipakai
oleh bangsa Arab kala itu, yakni paham yang menyatakan nasib manusia telah ditentukan terlebih
dahulu. Dimana dalam perbuatannya, manusia bertindak menurut nasib yang telah ia tentukan.
Sedangkan dalam paham Qadariyah, takdir adalah ketentuan Allah yang berlaku untuk alam semesta
beserta seluruh isinya semenjak ajal, yakni sunatullah.

Selain doktrin mengenai perbuatan manusia, ada pula doktrin-doktrin lain yang dibawa oleh paham
Qadariyah, seperti mereka mengatakan bahwa Allah itu Esa dalam arti Allah tidak memiliki sifat-sifat
azali. Selain itu, mereka juga mengatakan bahwa pelaku dosa besar adalah fasik, bukan kafir dan bukan
pula mukmin. Mereka akan kekal di neraka.

Anda mungkin juga menyukai