Anda di halaman 1dari 12

TAKDIR ALLAH SWT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Ilmu Tauhid

Disusun Oleh:
Kelompok 10

Aqila Muthmainna (2020202040)

Dosen Pengampu:

Nyimas Yunierti Prihatin, S.Ag., M.Pd.I.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

TAHUN AJARAN 1444 H/2023 M


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap makhluk yang ada di dunia ini semuanya tidak terlepas dari
ketentuan Allah yang telah ditetapkan sebelumnya. Begitu juga dengan
manusia yang Allah ciptakan untuk menempati dan mengurus alam dunia
ini sudah Allah tentukan Takdir-nya masing-masing, baik dan buruknya
sekalipun. Takdir itu pada umumnya dibagi kedalam dua bagian, adaTakdir
yang tidak bisa dirubah dan ada jugaTakdir yang bisa dirubah dengan
catatan atas izin dan kehendak Allah SWT.Takdir yang tidak bisa dirubah
misalnya kelahiran sampai kematian itu tidak bisa dirubah. Takdir yang
bisa dirubah misalnya orang miskin bisa menjadi kaya dengan kerja
kerasnya dan orang bodoh bisa menjadi pintar dengan belajarnya yang
sungguh-sungguh dengan catatan atas izin dan kehendak Allah SWT.
Terkadang ada manusia yang suka menyalahkan terhadap Takdir
Allah ketika ada suatu kejanggalan dalam hidupnya.Padahal Takdir Allah
tidak ada yang salah hanya saja manusia sendiri yang salah dalam hidup ini.
Karena dalam suatu hadits juga sudah dijelaskan bahwa tidak ada yang
dapat merubah suatu Takdir kecuali dengan do’a. Maka dari itu kita sebagai
manusia yang telah ditentukan Takdir baik dan buruknya dianjurkan untuk
berdo’a untuk merubah Takdir itu.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi takdir?
2. Bagaimana meningkatkan konsep takdir pada mutu SDM?
3. Bagaimana pemikiran Jabariyah dan Qadariyah tentang takdir?

2
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian takdir
2. Untuk mengetahui konsep takdir pada mutu SDM
3. Untuk mengetahui pemikiran Jabariyah dan Qadariyah mengenai takdir.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Takdir
Kata Takdir terambil dari kata Qaddara berasal dari akar kata
“qadara” yang antara lain berarti; mengukur, memberi kadar atau ukuran,
sehingga jika anda berkata “Allah telah menakdirkan demikian”, maka itu
berarti, “Allah telah memberi kadar/ukuran/batas tertentu dalam diri, sifat,
atau kemampuan maksimal makhluk-Nya. Dalam kamus Al-Munawwir,
takdir berarti mendapat, kemampuan/kekuatan, membagi, perkiraan,
taksiran, harga/nilai, ukuran, ketentuan, batasan, dan derajat/tingkatan.1
Dari sekian banyak ayat Alqur’an dipahami bahwa semua makhluk telah
ditetapkan takdirnya oleh Allah. Mereka tidak dapat melampaui batas
ketetapan itu, dan Allah Swt. menuntun dan menunjukkan mereka mereka
arah yang seharusnya mereka tuju. Begitu dipahami antara lain dari ayat-
ayat permulaan Surat Al-A’la ayat 1 – 3:2

ْ ‫) َوالَّ ِّذ‬٢( ‫س ّٰو ۖى‬


)٣( ‫ي قَد ََّر فَ َه ٰد ۖى‬ ْ ‫ ) الَّ ِّذ‬١ ( ‫اْل ْعلَ ۙى‬
َ َ‫ي َخلَقَ ف‬ َ ْ َ‫ح اس َْم َربِّك‬
ِّ ِّ‫سب‬
َ

Artinya: “Sucikanlah Nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, yang


menciptakan (semua makhluk) dan menyempurnakannya, yang memberi
takdir kemudian mengarahkanya”

Kata qadar dan takdir mempunyai perbedaan makna. Kata qadar


menurut M. Quraish Shihab, mempunyai beberapa makna, diantaranya
ketetapan, mulia dan sempit. Beliau memaknakan kata qadar dengan
ketetapan dan mulia, karena ia berdasar pada ayat Allah Swt, dalam surah
Al-Qadr Allah berfirman:

1
Mursyid, Ali, et al. Takdir Dalam Perspektif Badiuzzaman Said Nursi (Studi Kritis Kitab
Risâlah Nȗr). 2018. hal. 19
2
Thalib, Muh Dahlan. Takdir Dan Sunnatullah (Suatu Kajian Tafsir Maudhu’i). AL-
ISHLAH: Jurnal Pendidikan Islam, 2015, 13.1. hal. 31-32

4
َ ِّ‫) لَ ْيلَةُ ْالقَد ِّْر ەۙ َخي ٌْر مِّ ْن ا َ ْلف‬٢( ‫َو َما ٓ اَد ْٰرىكَ َما لَ ْيلَةُ ْالقَد ِۗ ِّْر‬
)٣( ‫ش ْه ِۗر‬

Artinya: ”Malam ketetapan takdir manusia atau malam mulia


karena pada malam itu Allah menetapkan takdir seseorang”

M. Quraish Shihab menyimpulkan bahwa ‫ قادر‬dan ‫ مقتدر‬adalah


sifat-sifat Allah Yang Maha Kuasa itu, tetapi kudrat dan kekuasaanNya
yang ditunjuk oleh sifat ini lebih banyak ditujukan kepada para
pembangkang dan yang tidak beriman, sebagai ancaman atau siksa kepada
mereka.

Hasbi As-Shiddiqy dalam Tafsir An-Nur beliau berpendapat bahwa


takdir ialah segala yang terjadi di dalam dunia ini, baik terhadap langit dan
bumi, maupun isinya adalah atas kehendak-Nya.3 Allah juga telah
menyiapkan segala sesuatu untuk apa yang Dia kehendaki, baik berupa
ketentuan-ketentuan yang diberikan ukuran yang telah ditetapkan untuk
masing-masing manusia. Jadi, dalam pendapat ini dapat diketahui bahwa
segala sesuatu yang terjadi pada manusia sudah di tetapkan sejak zaman
azali.

Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar berpendapat bahwa takdir ialah


segala sesuatu yang terjadi dalam alam ini, atau terjadi pada diri manusia,
baik dan buruk, naik dan jatuh, senang dan sakit, dan segala gerak-gerik
hidup manusia semua tidak lepas daripada takdir atau ketentuan Allah.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa segala yang mawjud dan terjadi di


alam semesta ini adalah karena qadha Allah yang masing-masing telah
ditentukan kadar atau takdirnya. Manusia tidak mempunyai kekuasaan
mutlak atas segala usahanya, tetapi takdir Allah yang berlaku secara mutlak.

3
Amiruddin, M. Takdir Dalam Alquran. Al-Kauniyah, 2021, 2.2. hal. 8

5
B. Konsep Takdir dalam Meningkatkan SDM
Sebagai mahluk Tuhan yang ditetapkan sebagai wakil Tuhan
manusia berbeda dengan batu, tumbuhan maupun binatang. Batu ketika
menggelinding dari sebuah ketinggian bergerak berdasarkan tarikan
gravitasi bumi tanpa ikhtiar sedikitpun begitu pula halnya tumbuhan yang
tumbuh hanya dibawah kondisi tertentu atau sebagai mana binatang yang
bertindak berdasarkan naluri alamiahnya. Ketiga mahluk-mahluk ini
bergerak atau bertindak tidak berdasarkan ikhtiari. Namun bagi manusia, ia
merupakan mahluk yang senantiasa diperhadapkan pada berbagai pilihan-
pilihan, dan hanya dengan adanya sintesa antara ilmu dan kehendak yang
berasal dari tuhan ia dapat berikhtiar (memilih) yang terbaik diantara
pilihan-pilihan tersebut.
Kaitan dengan peningkatan mutu sumber daya manusia, takdir
adalah pengetahuan sempurna yang dimiliki Allah tentang seluruh kejadian
masa lalu atau masa depan. Kebanyakan orang mempertanyakan bagaimana
Allah dapat mengetahui peristiwa yang belum terjadi, dan ini membuat
mereka gagal memahami kebenaran takdir. "Kejadian yang belum terjadi"
hanya belum dialami oleh manusia. Allah tidak terikat ruang ataupun waktu,
karena Dialah pencipta keduanya. Oleh sebab itu, masa lalu, masa
mendatang, dan sekarang, seluruhnya sama bagi Allah; bagi-Nya segala
sesuatu telah berjalan dan telah selesai. Perlu diperhatikan pula kedangkalan
dan penyimpangan pemahaman masyarakat tentang takdir. Mereka
berkeyakinan bahwa Allah telah menentukan "takdir" setiap manusia, tetapi
takdir ini terkadang dapat diubah oleh manusia itu sendiri. Akan tetapi, tidak
ada seorang pun yang dapat mengubah takdirnya.
Orang yang kembali dari gerbang kematian tidak mati karena ia
ditakdirkan tidak mati saat itu. Mereka yang mengatakan "saya telah
mengalahkan takdir saya" berarti telah menipu diri sendiri. Takdir mereka
pulalah sehingga mereka berkata demikian dan mempertahankan pemikiran
seperti itu. Memahami konsep takdir sebagai sebuah skenario yang telah

6
ditetapkan oleh Tuhan meniscayakan ketiadaan keadilan Tuhan dan konsep
pertanggungjawaban.
Takdir tidak lain sebagai sebuah prinsip akan terbinanya sistem
kausalitas umum (bahwa akibat mesti berasal dari sebab-sebab khususnya,
dimana rentetan kausalitas tersebut berakhir pada sebab dari segala sebab
yakni Tuhan) atas dasar pengetahuan dan kehendak ilahi yang Maha Bijak.
Takdir Takwini (ketetapan penciptaan) tiada lain merupakan prinsip
kemestian yang mengatasi sistem penciptaan alam dan takdir tasyrii
(ketetapan syariat) merupakan prinsip kemestian yang mengatur sistem
gerak individu maupun masyarakat dari segi sosiologis dan spiritual.
Artinya, ikhtiar itu menjadi berarti hanya bila pada realitas terdapat hukum-
hukum yang pasti (takdir) atau dengan kata lain ikhtiar pada awalnya berupa
potensial dan ia menjadi aktual bila terdapat adanya dan diketahuinya takdir
tersebut. Ada dua dimensi pemahaman tentang takdir yaitu:
1. Dimensi Ketuhanan, yaitu sekumpulan informasi yang hanya
diperoleh melalui ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang berisikan makna
bahwa Allah Maha Kuasa menciptakan segala sesuatu termasuk
takdir.
2. Dimensi Kemanusiaan, sekumpulan ayat-ayat dalam Al-Qur’an
yang menginformasikan bahwa Allah memerintahkan kepada
manusia untuk berusaha degan sungguh-sungguh untuk mencapai
cita-citanya.

Dari satu sisi manusia adalah makhluk musayyar sama seperti


benda, tanaman -tanaman dan hewan; artinya tidak mempunyai kebebasan
untuk menerima dan menolak. Semuanya telah dibentuk dan ditentukan.
Dari sisi lain manusia adalah makhluk mukhayyar, artinya memiliki
kebebasan untuk menerima dan menolak. Hal-hal yang manusia tidak
memiliki ikhtiar misalnya tentang kelahirannya didunia sebagai laki-laki
atau perempuan, gerak-gerik reflek organ tubuhnya, warna kulitnya, ukuran
tubuhnya tinggi atau pendek, kematiannya, dan lain-lain sebagiannya yang
manusia sama sekali tidak punya hak menerima dan menolak. Untuk hal-

7
hal seperti itu Allah SWT sama sekali tidak pernah meminta
pertanggungjawaban.4

Jadi, dapat disimpulkan karena manusia itu lemah (tidak tahu akan
takdirnya) maka diwajibkan untuk berusaha secara bersungguh-sungguh
untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu beribadah kepada Allah. Dalam
menjalani hidupnya, manusia diberikan pegangan hidup. Pegangan hidup
berupa wahyu Allah yaitu Al Quran dan Hadits untuk ditaati.

C. Pemikiran Jabariyah dan Qadariyah Mengenai Takdir


1. Jabariyah
Kata jabariyah berasal dari “jabaran” yang berarti memaksa atau
menolak, di dalam kitab Al-Munjid, dijelaskan bahwa nama jabariyah
berasal dari kata “jabara” yang mengandung arti memaksa dan
mengharuskannya melakukan sesuatu. kata “jabara” bentuk pertama
selanjutnya menjadi jabariyah (dengan menambahkan ya nisbah),
memiliki arti suatu kelompok atau aliran (isme). sedangkan jabariyah
menurut istilah adalah aliran yang menolak bahwa adanya perbuatan
bukan dari manusia, melainkan dari Allah dan menyandarkan semua
perbuatan kepada-Nya.5
Jabariyah termasuk paham jahmiyah yang meyakini dan
mengatakan bahwa manusia tidak mempunyai usaha, kemampuan,
kemauan, dan kehendak. Tetapi semuanya serba dipaksa oleh Allah
Ta‟ala. Sehingga keadaan manusia menurut mereka seperti pohon yang
diterpa angin yang selalu ikut kemana arah angin itu berhembus.
Manusia tidak punya kehendak dan keinginan.
Adapun cabang dan macamnya aliran jabariyah adalah sebagai
berikut:

4
Sirait, Sangkot. Tauhid dan Pembelajarannya. 2020. hal. 93
5
Ar, Fathur Rohman. Jabariyah Dan Qadariyah Dalam Pemikiran Tentang Takdir. Pena
Islam Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2021, 4.1. hal. 58

8
a) Jabariyah Murni (Ekstrim)
Aliran yang menolak adanya perbuatan berasal dari manusia dan
memandang manusia tidak mempunyai kemampuan untuk berbuat
apapun, segala perbuatan disandarkan allah. Penganut aliran ekstrim
ini antara lain: jahm bin shafwan (al-jahmiyah) dan ja’d bin dirham.
Doktrin dan pemikiran jabariyah murni yaitu:6
1). Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk,
seperti berbicara, melihat, dan mendengar.
2). Manusia itu terpaksa dan tidak mempunyai kekuatan sedikitpun
untuk melakukan segala sesuatu, semuanya allah-lah yang
berkuasa atas itu.
3). Al-qur’an adalah makhluk (baru).
4). Allah tidak bisa dilihat dengan indera mata di akhirat kelak.
5). Manusia akan kekal di dalam surga maupun neraka; penghuni
surga mendapatkan kelezatan nikmatnya dan penghuni neraka
memperoleh kepedihan siksanya.
6). Surga dan neraka akan rusak (tidak kekal) setelah para penghuni
keduanya masuk dan hanya allah yang abadi.
b) Jabariyah Pertengahan (Moderat)
Aliran yang meyakini bahwa segala perbuatan manusia itu dari
Allah tetapi manusia ikut andil dan berperan dalam mewujudkan
perbuatan itu. Penganut aliran moderat ini antara lain: Husain bin
Muhammad An-Najar (An-Najjariyah), hafshul al-fard, dan Dhirar
bin Amr (Ad-Dhirariya).

2. Qadariyah
Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu kata “qadara” yang
artinya kemampuan dan kekutaan. Adapun menurut pengertian
termologi, qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala

6
Ibid

9
tindakan manusia tidak diinvertasi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat
bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi setiap perbuatannya. Ia dapat
berbuat sesuatu atau meninngalkannya atas kehendaknnya sendiri.
Berdasarkan paham tersebut dapat dipahami bahwa paham qadariyah
dipakai untuk nama suatu aliran yang memberi penekanan bahwa
manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan
perjalan hidupnya untuk mewujudkan perbuatan-perbutannnya.7
Paham takdir dalam pandangan qadariyah bukan dalam pengertian
takdir yang umum yang di pakai oleh bangsa Arab. Menurut aliran ini
paham takdir adalah ketentuan Allah yang diciptakanNya berlaku untuk
alam semesta beserta seluruh isinya semenjak ajal yaitu hukum yang
dalam istilah Al-quran adalah sunnatullah. Pada dasar aliran ini
menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas
kehendaknya sendiri, manusia dalam hal ini mempunyai kewenangan
untuk melakukan segala perbuatannya atas kehendaknya sendiri, baik
berbuat baik maupun berbuat jahat, oleh karena itu ia berhak
mendapatkan pahala atas kebaikan-kebaikan yang di lakukan dan
berhak pula memperoleh hukuman-hukuman atas kejahatan-kejahatan
yang di lakukan, dalam kaitan ini apabila seseorang diberi ganjaran baik
dengan ganjaran surga maupun diberi ganjaran siksa dengan balasan
neraka kelak di akhirat berdasarkan pilihan pribadinya, bukan oleh
takdir Tuhan.8

7
Pakatuwo, Laessach M., et al. Al Jabariyah dan Al-Qadariyah; Pengertian, Latar Belakang
Munculnya dan Pemikirannya. Al-Ubudiyah: Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, 2020, 1.1. hal. 4
8
Patima, IRMA. TAKDIR DALAM PERSPEKTIF IBNU QAYYIM AL-JAUZIYAH (1292-
1350 M) DAN HARUN NASUTION (1919-1998 M): STUDI KOMPARASI. 2021. PhD Thesis.
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU. hal. 26

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Takdir adalah hukum Allah, hukum yang ditetapkan berdasarkan
pada kekuatan, daya,potensi, ukuran, dan batasan yang ada pada sesuatu
yang ditetapkan hukumnya. Memahami konsep takdir berguna demi
kelangsungan hidup umat manusia selama di dunia dalam menjalankan amal
perbuatan dan ibadah agar menjadi seorang manusia yang lebih baik
dariwaktu ke waktu. Mempercayai takdir dengan sepenuh hati merupakan
cerminan keimanan seseorang. Semakin tinggi iman seseorang semakin
yakinlah bahwa segala yang diberikan Allah kepadanya merupakan
ketentuan yang telah ditentukan.

B. Saran
Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan kita semua
dalam bidang agama khususnya mengenai konsep takdir Allah SWT. Dapat
juga menambah rasa keimanan kita kepada Allah, karena iman kepada
takdir merupakan salah satu yang ada dalam rukun iman umat Islam kepada
Allah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mursyid. 2018. et al. Takdir Dalam Perspektif Badiuzzaman Said Nursi
(Studi Kritis Kitab Risâlah Nȗr).
Fathur Rohman, Ar. 2021. Jabariyah Dan Qadariyah Dalam Pemikiran
Tentang Takdir. Pena Islam Jurnal Pendidikan Agama Islam.

Irma, Patima. 2021. TAKDIR DALAM PERSPEKTIF IBNU QAYYIM AL-


JAUZIYAH (1292-1350 M) DAN HARUN NASUTION (1919-1998 M):
STUDI KOMPARASI.PhD Thesis. UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU.
Laessach M, Pakatuwo. 2020. et al. Al Jabariyah dan Al-Qadariyah;
Pengertian, Latar Belakang Munculnya dan Pemikirannya. Al-
Ubudiyah: Jurnal Pendidikan dan Studi Islam.
M. Takdir, Amiruddin. 2021. Dalam Alquran. Al-Kauniyah.
Muh Dahlan, Thalib.2015. Takdir Dan Sunnatullah (Suatu Kajian Tafsir
Maudhu’i). AL-ISHLAH: Jurnal Pendidikan Islam.
Sangkot, Sirait. 2020. Tauhid dan Pembelajarannya.

12

Anda mungkin juga menyukai