Anda di halaman 1dari 3

Sistem norma hukum (peraturan perundang-undangan Indonesia) yang berlaku berada dalam suatu

sistem hierarkis yang berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang sekaligus berkelompok-


kelompok, dimana norma tersebut berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi,
dan norma hukum yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma hukum yang lebih
tinggi pula, demikian seterusnya sampai pada suatu norma dasar negara (Staatfundamentalnorm)
Republik Indonesia, yaitu: Pancasila. Heirarki peraturan perundang-undangan bertujuan menentukan
derajatnya masing-masing agar tercipta sistem peraturan perundang-undangan yang harmonis
(adanya keselarasan, kecocokan, keserasian, keseimbangan), sedangkan tidak harmonis adalah
adanya batasan-batasan perbedaan, hal-hal yang bertegangan, dan kejanggalan. Selain itu,
implikasi heirarki adalah adanya norma hukum dalam derajat yang sama (berkelompok) untuk tidak
saling bertentangan.

Pembedaan produk hukum pengaturan dan keputusan sebelum ditetapkannya.

Mohon Izin menanggapi

Peraturan dan keputusan adalah kedua produk hukum yang berbeda. Pada dasarnya peraturan itu
bersifat umum, abstrak, dan terus menerus. Di sisi lain, keputusan bersifat individual, konkret, dan
final.

Keputusan dalam arti sempit itu berbeda dengan peraturan yang sasaran (subjek) normanya bersifat
umum (general) dan objek normanya bersifat abstrak serta berlaku terus-menerus (dauerhaftig). Di
sini lalu dikenal ada pembedaan lagi, yakni peraturan yang disebut peraturan perundang-
undangan (wetgeving regel) dan peraturan kebijakan (beleidsregel). Seorang menteri, misalnya,
dapat mengeluarkan peraturan menteri tentang tata cara pendaftaran merek terkenal. Peraturan
seperti itu berlaku umum dan menjangkau perbuatan yang tidak sekali selesai, dalam arti dapat
dipakai terus-menerus oleh siapapun yang ingin mendaftarkan suatu merek terkenal di Kementerian
Hukum dan HAM. Apabila sang menteri menemukan ada persoalan di lapangan yang belum secara
persis diatur di dalam peraturan perundang-undangan, sementara sebagai pejabat ia diberi
kewenangan untuk menyelesaikan permasalahan itu, maka menteri tadi dapat mengeluarkan
peraturan kebijakan yang ditujukan kepada umum. Kebijakan atau beleid tersebut dibuat atas
kewenangan diskresioner yang dimilikinya selaku pejabat eksekutif. Dari sini terlihat bahwa
kemunculan suatu peraturan kebijakan harus dimotivasi oleh kebutuhan untuk mengisi
“ketidakmampuan sementara” peraturan perundang-undangan. Analoginya seperti seorang polisi
lalu lintas yang harus turun langsung mengatur lalu lintas dengan gerakan tangannya karena lampu
lalu lintas ternyata tidak bisa lagi mengatasi kendaraan-kendaraan yang saling berebut jalan dan
saling mengunci di perempatan.

Pembedaan antara peraturan dan keputusan ini juga dapat diterapkan di luar lingkungan institusi
pemerintahan, misalnya di perusahaan-perusahaan swasta. Adakalanya perusahaan harus
mengeluarkan peraturan perusahaan, tetapi sering juga mengeluarkan keputusan direksi. Di
lingkungan perguruan tinggi, ada jenjang peraturan seperti statuta, peraturan badan penyelenggara,
peraturan universitas, peraturan rektor, peraturan fakultas, dan peraturan dekan. Sayangnya,
peraturan-peraturan ini kerapkali dirancukan dengan keputusan, seperti keputusan rektor, keputusan
dekan, bahkan kerap diberi nomenklatur sebagai SK rektor atau SK dekan. Padahal, dilihat dari isinya,
keputusan itu bersifat mengatur dan berlaku umum serta terus-menerus.
ada tiga bentuk kegiatan pengambilan keputusan yang dapat dibedakan dengan penggunaan istilah
“peraturan”, “keputusan/ketetapan” dan “tetapan”, menurut Jimly istilah-istilah tersebut sebaiknya
hanya digunakan untuk:

1. Istilah “peraturan” digunakan untuk menyebut hasil kegiatan pengaturan yang menghasilkan
peraturan (regels).

2. Istilah “keputusan” atau “ketetapan” digunakan untuk menyebut hasil kegiatan penetapan atau
pengambilan keputusan administratif (beschikkings).

3. Istilah “tetapan” digunakan untuk menyebut penghakiman atau pengadilan yang menghasilkan
putusan (vonnis).

Keputusan (beschikking)

1.Selalu bersifat individual and concrete.

2.Pengujiannya melalui gugatan di peradilan tata usaha negara.

3.Bersifat sekali-selesai (enmahlig).

Peraturan (regeling)

1.Selalu bersifat general and abstract.

2.Pengujiannya untuk peraturan di bawah undang-undang (judicial review) ke Mahkamah Agung,


sedangkan untuk undang-undang diuji ke Mahkamah Konstitusi.

3.Selalu berlaku terus-menerus (dauerhaftig).

Dasar hukum:

Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Sumber referensi :

>. https://business-law.binus.ac.id/2017/10/09/kebingungan-antara-peraturan-keputusan-dan-surat-
keputusan/

>. https://www.hukumonline.com/klinik/a/perbedaan-peraturan-dan-keputusan-lt4f0281130c750/

>. https://www.pelajarhukum.com/2022/12/perbedaan-antara-membuat-peraturan.html

>. https://dishanpan.jatengprov.go.id/files/90383557ProsesPembentukanPerdadanPerkada.pdf

Anda mungkin juga menyukai