NORMA HUKUM 1
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
B. URAIAN MATERI
Pada pertemuan ke 2 ini kita akan berbicara tentang norma secara umum dan
norma hukum (pengantar). Istilah norma berasal dari bahasa Latin nomos
yang berarti nilai dan kemudian dipersempit namanya menjadi norma hukum,
sedangkan istilah kaidah berasal dari bahasa Arab qo’idah yang berarti
ukuran atau nilai pengukur (Jimly Asshiddiqie, 2010a: 1) dan dalam bahasa
Indonesia sering juga disebut dengan pedoman, patokan, atau aturan (Maria
Farida Indrati Soeprapto, 2007: 18).
Pengertian
Beberapa ahli hukum ada yang menggunakan istilah norma dan ada pula yang
menggunakan istilah kaidah (kaedah) sebagaimana diuraikan di bawah ni:
Jadi, norma hukum adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk
berperilaku atau bersikap tindak dalam hidup.
Macam Norma
Mengingat penilaian atas suatu perilaku bergantung pada agama dan budaya
masyarakat, maka terdapat berbagai norma agama, kesusilaan, dan kesopanan
pada negara dengan beragam agama dan budaya. Masing-masing norma
agama, kesusilaan, dan kesopanan tersebut hanya berlaku bagi suatu
masyarakat tertentu dalam negara tersebut.
Norma kesusilaan adalah norma yang berpangkal pada hati nurani manusia
sendiri, yang membisikkan agar melakukan perbuatan yang baik dan
meninggalkan perbuatan yang tercela. Pelanggaran terhadap norma susila
berarti melanggar perasaan baiknya sendiri yang berakibat penyesalan.
Perbuatan yang tidak mengindahkan norma susila disebut asusila. Contoh:
“kamu tidak boleh membunuh”, kamu tidak boleh mencuri”, “kamu tidak
boleh berzina”.
Norma kesopanan adalah norma yang timbul atau diadakan dalam suatu
masyarakat yang mengatur sopan santun dan perilaku dalam pergaulan hidup
antarsesama anggota masyarakat. Norma kesopanan ini didasarkan pada
kebiasaan, kepantasan, atau kepatutan yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Orang yang melakukan pelanggaran terhadap norma kesopanan akan dicela
oleh sesama anggota masyarakat. Celaan itu tidak selalu dengan mulut, tetapi
bisa dengan cara lain dan bentuk lain, misalnya, dibenci, dijauhi, dipandang
tidak tahu tata krama, dipandang hina oleh anggota masyarakat sekelilingnya.
Contoh: “jangan bersiap kasar terhadap orang lain”, kamu jangan berlaku
sombong”, “kamu jangan meremehkan orang lain”.
b. Norma Hukum
Norma hukum dibentuk oleh lembaga-lembaga negara yang berwenang
membentuknya. Norma hukum dapat berbentuk norma hukum tertulis dan
hukum tidak tertulis.
Agar lebih jelas apa itu pengertian norma hukum, dapat dipetik pendapat
Sudikno Mertokusumo (2004:11) yang mengatakan: “kaidah hukum
lazimnya diartikan sebagai peraturan hidup yang menentukan bagaimana
manusia itu seyogyanya berperilaku, bersikap di dalam masyarakat agar
kepentingannya dan kepentingan orang lain terlindungi.”
1) Tidak semua kepentingan atau tata tertib telah dilindungi atau diatur oleh
ketiga norma tadi, misalnya, norma etika tidak mengatur hal-hal
mengenai gaji, lalu lintas, pajak, pencatatan perkawinan.
2) Sanksi-sanksi pelanggaran terhadap norma-norma etika bersifat psychis,
sangat abstrak, sedangkan sanksi terhadap pelanggaran norma hukum
bersifat fisik dan nyata (konkret).
3) Sifat memaksanya sangat jelas dan dapat dipaksakan oleh alat negara
(pemerintah), sedangkan norma etika tidak dapat dipaksakan oleh
pemerintah (hanya berupa dorongan dari dalam diri pribadi manusia).
1) Ketiga tata kaedah yang lain daripada kaedah hukum tidak cukup
meliputi keseluruhan kehidupan manusia, misalnya, pencatatan kelahiran,
perkawinan ataupun kematian, dan juga peraturan lalu lintas dan
angkutan jalan raya.
2) Kemungkinan hidup bersama menjadi tidak pantas atau tidak
seyogyanya, apabila hanya diatur oleh ketiga tata kaedah tersebut.
Misalnya:
Norma dengan sistem yang statik mendasarkan pada “isi” norma sebagai
sumber keberlakuannya. Menurut sistem norma yang statik, suatu norma
umum dapat ditarik menjadi norma-norma khusus, atau norma-norma khusus
itu dapat ditarik dari suatu norma yang umum. Penarikan norma-norma
khusus dari suatu norma umum tersebut diartikan bahwa, isi dari norma
umum itu dirinci menjadi norma-norma yang khusus dari segi isi-nya.
Contoh sistem norma yang statik (nomostatics):
Menurut Hans Kelsen (Maria Farida Indrati Soeprapto, 2007: 23), hukum
termasuk dalam sistem norma yang dinamik (nomodynamic), karena hukum
selalu dibentuk dan dihapus oleh lembaga atau otoritas yang berwenang
membentuk atau menghapusnya.
Suatu norma hukum dikatakan sah berlaku (valid) apabila dibentuk oleh
lembaga atau otoritas yang berwenang membentuknya serta bersumber dan
berdasar pada norma yang lebih tinggi.
Dalam dinamika norma yang vertikal dari bawah ke atas ini suatu norma
hukum itu berlaku, bersumber dan berdasar pada norma hukum di
atasnya, norma hukum yang berada di atasnya berlaku, bersumber dan
berdasar pada norma hukum yang di atasnya lagi, demikian seterusnya
sampai pada suatu norma hukum yang menjadi dasar dari semua norma
hukum yang di bawahnya.
Dalam dinamika norma yang vertikal dari atas ke bawah, Norma dasar
itu selalu menjadi sumber dan menjadi dasar dari norma hukum di
bawahnya, norma hukum di bawahnya selalu menjadi sumber dan
menjadi dasar dari norma hukum yang di bawahnya lagi, dan demikian
seterusnya ke bawah.
Menurut Sony Maulana S, antara norma hukum dan norma lainnya (norma
norma agama, kesusilaan, dan norma kesopanan terdapat perbedaan dan
persamaan sebagai berikut:.
Persamaan:
Suatu norma bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi,
norma yang lebih tinggi ini bersumber dan berdasar pada norma yang
lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pergerakan ke atas ini
berhenti pada suatu norma tertinggi yang sumber dan dasar
pembentukannya tidak dapat ditelusuri lagi.
Perbedaan:
a. Norma hukum dibentuk oleh pihak di luar masyarakat, yaitu oleh lembaga
negara yang berwenang membentuknya. Norma-norma yang lain dibentuk
oleh masyarakat itu sendiri. nonor
a. Ada paksaan dari luar yang berwujud ancaman hukum bagi pelanggarnya
berupa sanksi fisik yang dapat dipaksakan oleh alat negara. Dengan kata
lain bahwa kaidah hukum itu sifatnya memaksa (dwingendrecht).
Contoh:
Pasal 71
Pasal 116
a. Suruhan (gebod), yaitu berisi apa yang harus dilakukan oleh manusia,
berupa suatu perintah untuk melakukan sesuatu.
Contoh a:
Pasal 46
Contoh b:
Pasal 76C
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.
Contoh c:
Pasal 15
a. Perintah (gebod);
b. Larangan (verbod);
c. Pengizinan (toestemming);
d. Pembebasan (vrijstelling).
Pasal 8
(1) Setiap orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia wajib
memiliki Dokumen Perjalanan yang sah dan masih berlaku.
(2) ....
b. Norma hukum sebagai larangan: biasanya digunakan kata “dilarang”.
Contoh:
Pasal 76F
Contoh:
Pasal 10
Contoh:
(1) ....
(2) Setiap Orang Asing yang masuk Wilayah Indonesi wajib
memiliki Visa yang sah dan masih berlaku, kecuali ditentukan
lain berdasarkan Undang-Undang ini dan perjanjian
internasional.
a. Imperatif, yaitu berupa perintah yang secara apriori harus ditaati, baik
berupa suruhan maupun larangan.
“Seorang ahli waris tidak dapat menolak bagian dari harta warisan
yang akan diterimanya sebelum harta tersebut dibagi antara
semua ahli waris. Apabila halitu terjadi sebelum pewaris
meninggal atau sebelum pembagian harta warisan berlangsung,
maka penolakan tersebut tidak dapat diakui sebagai suatu
perbuatan yang sah, walaupun dengan izin pewaris.”
C. LATIHAN SOAL/TUGAS
1. Mengapa di dalam kehidupan manusia diperlukan norma?
2. Mengapa norma hukum diperlukan, di samping norma-norma lainnya?
3. Jelaskan macam-macam noma hukum menurut isinya!
4. Jelaskan mengenai hubungan antara norma hukum dari sudut isinya
dan sifatnya!
D. DAFTAR PUSTAKA
Buku
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.