Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

PERAWATAN APEKSIFIKASI GIGI INSISIVUS PERMANEN DENGAN AKAR


MASIH TERBUKA KARENA TRAUMA

RSUD TIDAR KOTA MAGELANG

Disusun oleh:
drg. Adinda Eka Ramadhani

Pembimbing:
drg. Naning Retno Priaryati, sp.KG
NIP :

PROGRAM DOKTER GIGI INTERNSHIP


KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Telah di presentasikan serta disetujui laporan kasus dengan judul :

“PERAWATAN APEKSIFIKASI GIGI INSISIVUS PERMANEN DENGAN AKAR


MASIH TERBUKA KARENA TRAUMA”

Oleh :
drg. Adinda Eka Ramadhani

Program Internship Dokter Gigi Indonesia


RSUD Tidar Kota Magelang
Periode Agustus-November 2023

Magelang, 28 Oktober 2023


Mengetahui, Dokter Pendamping

drg. Naning Retno Priaryati, Sp.KG


NIP :
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma merupakan salah satu penyebab terjadinya kelaianan pulpa dan dapat terjadi
pada gigi anterior maupun posterior. Trauma pada gigi permanen muda yang belum selesai
berkembang dengan akar belum menutup sempurna dapat menyebabkan pulpa menjadi
nekrosis, sehinga pembentukan dentin yang terhenti sebelum pertumbuhan akar selesai.
Akibatnya dapat menyebabkan saluran akar yang tetap lebar dengan bagian apical akar masih
terbuka dan akar gigi lebih pendek. Selain itu, trauma pada usia muda dapat mengakibatkan
kerusakan mahkota gigi dari kerusakan jaringan pulpa.

Gigi permanen muda dengan kondisi pulpa yang terekspos dengan apeks terbuka lebar,
sering dianggap tidak dapat dilakukan dengan perawatan endodontik konvensional, sehingga
diperlukan tindakan bedah bahkan mungkin dilakukan pencabutan. Namun sebenarnya
kondisi semacam itu dapat dipertahankan, banyak bukti kasus dengan kelainan periapeks
baik dengan apeks tertutup maupun apeks terbuka yang disertai dengan abses, granuloma,
bahkan kista sekalipun dapat dilakukan perawatan endodontik secara konvensional dengan
keberhasilan baik. Pembentukan akar yang tidak sempurna dan belum terjadi penutupan
apikal dapat menyebabkan saluran akar menjadi lebar dengan dinding yang tipis sehingga
gigi rapuh

Salah satu perawatan endodontik untuk merawat gigi dengan apeks terbuka dengan pulpa
nekrosis adalah apeksifikasi. Apeksifikasi adalah cara untuk mengisi dan memacu
perkembangan apikal gigi yang imatur non vital dengan pembentukan osteosementum atau
jaringan menyerupai tulang lainnya yang bertujuan menginduksi penutupan sepertiga apikal
saluran akar atau pembentukan suatu apical calcific barrier pada apikal sehingga pengisian
saluran akar dapat dilakukan secara hermetic seal. Calcific barier diperlukan untuk
mencegah ekstruksi semen dan guta perca ke arah periapikal pada saat dilakukan obturasi.

Apeksifikasi dapat dilakukan pada gigi anak anak maupun dewasa. Masalah utama dalam
perawatan apeksifikasi adalah sulitnya mencapai penutupan daerah apikal dengan baik.
Tujuan apeksifikasi untuk mencapai penutupan apeks melalui pembentukan barier kalsifikasi
di ujung apeks sehingga dapat dilakukan obturasi saluran akar dengan baik dan untuk
menjamin keberhasilan apeksifikasi, saluran akar harus bebas infeksi.
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
a. No. Registrasi :230829-0438
b. No. Rekam Medik : 00-53-66-34
c. Nama : Muhammad Athalla Arrafif
d. Jenis Kelamin : Laki-laki
e. Usia : 8 tahun
B. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Subjektif:
Pasien anak laki-laki datang bersama ibunya dengan keluhan gigi depan atas
goyang. Ibu pasien mengaku anak tersebut memiliki Riwayat terjatuh dan menyebabkan
gigi depan atas terbentur. Dari hasil pemeriksaan radiografi didapatkan gambaran apical
gigi 11 21 terbuka. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik dan alergi obat.
b. Pemeriksaan Objektif:
Pemeriksaan objektif intraoral menunjukkan adanya gigi pada gigi 18 vitalitas
(+), perkusi (-), palpasi (-) dan mobilitas (-).
C. Diagnosis
D
/ Pulpitis irreversible gigi 11 dan 21 dengan apex terbuka
D. Perawatan
Apeksifikasi pada gigi 11 21 dengan MTA
E. Prognosis
Prognosis perawatan pasien adalah baik.
BAB III
TAHAPAN PERAWATAN

Perawatan yang dilakukan pada kasus ini bertujuan untuk mencapai penutupan apeks
melalui pembentukan barier kalsifikasi di ujung apeks sehingga dapat dilakukan obturasi saluran
akar dengan baik dan untuk menjamin keberhasilan apeksifikasi, saluran akar harus bebas
infeksi.

Gambaran klinis awal


S : Pasien anak laki-laki datang bersama
ibunya dengan keluhan gigi atas depan
goyang karena terbentur. Ibu pasien ingin
anaknya mendapat perawatan untuk gigi
anaknya.
O : Pemeriksaan objektif intraoral
menunjukkan vitalitas (+), perkusi (-), palpasi
(-) mobile derajat 1. Gambaran radiografi panoramik pasien
Hasil Ro : ujung apical gigi 11 dan 21
terbuka
A : Pulpitis Irreversible gigi 11 dan 21
dengan apex terbuka
P : Apeksifikasi gigi 11 dan 21 dengan
MTA

 Kunjungan 1 (Devitalisasi Gigi)


• Pasien diberikan informasi mengenai keadaan giginya dan seluruh tahapan perawatan
yang akan dilakukan serta komplikasi yang mungkin terjadi. Pasien diminta untuk
menandatangani lembar informed consent setelah mengerti dan setuju.
• Persian alat dan bahan
• Pembukaan akses koronal menggunakan bur Endo-Access sampai menembus kamar
pulpa dengan posisi bur tegak lurus terhadap aksis gigi. Kemudian rubah angulasi bur
menjadi sejajar terhadap aksis gigi.
• Akses dibuka dari aspek palatal (area cingulum) secara minimal invasive.
• Letakkan bahan devitalisasi diatas kamar pulpa, kemudian tutup dengan cavit
• Instruksikan pasien untuk control 1 minggu kemudian
 Kunjungan 2 (Preparasi dan sterilisasi saluran akar)
 Pasien diberikan informasi mengenai keadaan giginya dan seluruh tahapan perawatan
yang akan dilakukan serta komplikasi yang mungkin terjadi. Pasien diminta untuk
menandatangani lembar informed consent setelah mengerti dan setuju.
 Persian alat dan bahan
 Buka tumpatan sementara dengan menggunakan round-bur, kemudian ambil bahan
devitalisasi yang ditinggalkan diatas kamar pulpa.
 Selanjutnya kamar pulpa diirigasi dengan NaOCl 2,5% untuk membuang semua debris
dan jaringan nekrotik.
 Negosiasi saluran akar dilakukan menggunakan K-File 25.
 Pengukuran Panjang Kerja dengan menggunakan Panjang kerja estimasi dari hasil foto
rontgen yang kemudian diverifikasi dengan menggunakan apex locator.
 Lakukan preparasi dengan menggunakan K-file 40-60
 Kemudian saluran akar di sterilisasi menggunakan calcigel.
 Bagian koronal gigi ditutup dengan tambalan sementara.
 Kontrol 1 minggu
 Kunjungan 3 (Aplikasi MTA)
 Pasien diberikan informasi mengenai keadaan giginya dan seluruh tahapan perawatan
yang akan dilakukan serta komplikasi yang mungkin terjadi. Pasien diminta untuk
menandatangani lembar informed consent setelah mengerti dan setuju.
 Persian alat dan bahan
 Buka tumpatan sementara, kemudian irigasi dan keringkan dengan menggunakan paper
point.
 MTA dipersiapkan pada wadah stainless steel. Serbuk MTA dan larutan salin dicampur
dan diaduk kemudian dimasukkan ke dalam saluran akar menggunakan Finger speader
dan dipadatkan dengan fingger plugger yang sudah dipasangkan stopper.
 kavitas ditutup dengan tumpatan sementara atau GIC
 Evaluasi perawatan selama 6 bulan.

BAB IV

PEMBAHASAN

Trauma pada gigi immatur muda sangat sering terjadi hingga mencapai 30% dari
populasi anak– anak. Trauma gigi immatur dengan apikal terbuka dapat menyebabkan inflamasi
pada pulpa maupun nekrosis pulpa. Pembentukan akar yang tidak sempurna dengan belum
menutupnya apikal dapat menyebabkan saluran akar menjadi lebar dengan dinding yang tipis
sehingga gigi mudah rapuh. Perawatan gigi imature non vital merupakan tantangan bagi dokter
gigi untuk merawat dan mempertahankan gigi tetap dalam lengkungnya.

Apeksifikasi adalah cara untuk menginduksi perkembangan apikal akar gigi imatur non
vital, dengan pembentukan osteosementum atau jaringan menyerupai tulang lainnya yang
bertujuan menginduksi penutupan sepertiga apikal saluran akar atau pembentukan suatu “apical
calcific barrier”. pada apikal sehingga pengisian saluran akar dapat dilakukan dengan normal.
Calcific barrier bertujuan untuk mencegah ekstrusi semen dan guta perca ke arah periapikal pada
saat dilakukan obturasi.

Bahan yang sering digunakan untuk apeksifikasi adalah Calcium hydroxide (Ca(OH)2).
Kalsium hidroksida adalah bahan apeksifikasi konvensional dengan prosedur apeksifikasi jangka
panjang untuk pembentukan apical calcific barrier. Kelemahan dalam proses apeksifikasi
menggunakan kalsium hidroksida dibutuh-kan waktu beberapa kali kunjungan untuk membentuk
apical calcific barrier, terkadang mencapai 5 sampai 54 bulan serta banyak mendapatkan
paparan radiasi dari radolusensi periapikal. Penggantian pasta kalsium hidroksida dapat
dilakukan setiap 3 bulan. Selain hal tersebut, dapat terjadinya kerentanan terhadap fraktur akar
dan mahkota selama waktu perawatan oleh karena struktur jaringan keras gigi yang mudah rapuh
dengan dinding saluran akar yang tipis. Hal ini yang menjadikan mineral trioxide aggregate
(MTA) sebagai bahan pilihan alternatif yang tepat dengan kelebihan sifat yang dimilikinya yaitu
sebagai apical plug untuk mengisi ujung apikal tanpa menunggu formasi apical calcific barrier.
Dengan kondisi tersebut dapat memungkinkan segera dilakukan restorasi untuk mencegah
terjadinya fraktur pada gigi imature. Bubuk MTA terdiri dari partikel hidrofilik yang halus dan
akan mengeras bila ada cairan. Bersifat basa kuat dengan pH awal 10,2 dan akan menjadi 12,5
dalam 3 - 4 jam setelah pencampuran. Kekuatan MTA terhadap tekanan akan meningkat sampai
21 hari dalam lingkungan lembab. MTA dapat menciptakan suasana anti bakteri, anti jamur
dalam lingkungan alkali dan mempunyai kemampuan untuk membentuk hidroksiapatit diatas
permukaan serta menciptakan biologic seal. Penggunaan MTA untuk apeksifikasi dapat
terprediksi hasilnya dan mempersingkat waktu perawatan dengan hasil yang lebih memuaskan.

Apeksifikasi konvensional dengan bahan kalsium hidroksida banyak mengalami kendala


sehingga berbagai bahan telah diusulkan sebagai alternatif. Pada tahun 1999, Torabinejad dan
Chivian merekomendasikan penggunaan MTA yang bertindak sebagai apical plug yang
mengiinduksi pembentukan apical calcific barier dan proses penyembuhan sehingga proses
pengisan saluran akar dapat lebih cepat dilakukan, mencegah fraktur dan dapat memberikan
keuntungan dalam mengurangi jumlah paparan radiografis dan meningkatkan kooperatif pasien.
MTA merupakan bahan berbentuk serbuk aggregate yang mengandung mineral oksida.

MTA diaplikasikan ke dalam saluran akar untuk jangka waktu yang lama, yaitu antara 6-
24 bulan, sampai terbentuk barrier apikal yang cukup kuat untuk dilakukan obturasi saluran akar.
Kurimoto mengemukakan terjadinya aposisi sementum pada lesi periapikal setelah penggunaan
MTA. Kaiser mengemukakan terjadinya induksi jaringan keras pada apeks yang terbuka setelah
penggunaan MTA jangka panjang. Kennedy dkk, Kennedy dan Simpson malah membuktikan
kemampuan MTA menyembuhan lesi periapikal dengan membentuk barrier kalsifik pada apeks.

Pada apeksifikasi, MTA berkontak dengan jaringan periodontal atau jaringan granulasi.
Dalam hal ini, jaringan keras yang terbentuk dapat berbentuk jaringan yang menyerupai
sementum; berupa massa padat yang termineralisasi; berbentuk massa yang bentuknya tidak
beraturan dan kadang terdapat jaringan lunak diantaranya.

Keberhasilan apeksifikasi dapat diketahui dari hasil pemeriksaan radiografis. Pada bulan
keenam dapat dilakukan evaluasi gambaran radiografis. Ada lima kemungkinan kondisi apikal
yang terjadi, pertama secara radiografis tidak tampak adanya perubahan, tetapi bila instrumen
dimasukkan ke dalam saluran akar akan terasa tahanan pada apeks, kedua terlihat adanya massa
terkalsifikasi di sekitar atau pada apeks, ketiga apeks tampak tertutup tanpa adanya perubahan
pada ruangan saluran akar, keempat apeks terus terbentuk dengan penyempitan saluran akar, dan
kelima sama sekali tidak terlihat perubahan secara radiografis, gejala klinis masih tetap ada, dan
terjadi pembentukan lesi periapikal atau lesi periapikal menjadi lebih besar.

Saluran akar siap untuk diobturasi bila salah satu dari empat kondisi pertama seperti
tersebut di atas sudah tercapai. Saluran akar dapat diobturasi sampai ke apeks yang terbentuk
atau sampai ke stop kalsifik. Bila tidak terjadi perbaikan, maka perawatan apeksifikasi harus
diulangTingkat keberhasilan perawatan apeksifikasi adalah 74-100% dalam jangka waktu 10
tahun atau lebih. Kegagalan perawatan dapat terjadi beberapa saat setelah perawatan.
Penyebabnya antara lain karena adanya kebocoran korona maupun apeks, apeks belum tertutup
dengan baik, atau karena perawatan endodontik yang kurang baik. Barrier apikal merupakan
massa padat yang relatif lebih porus dibandingkan dengan dentin atau sementum, maka
kebocoran dari arah apikal masih dapat terjadi.

Dari penangan kasus ini, disimpulkan bahwa apeksifikasi merupakan tahapan


pendahuluan pada perawatan endodontik. Keberhasilan apeksifikasi ditandai dengan terbebasnya
pasien dari rasa nyeri spontan dan gambaran radio-opak di daerah apeks yang berarti terjadinya
penutupan apeks gigi, jaringan di sekitar gigi dalam keadaan normal dan tidak ada gambaran
radiolusen di daerah apikal. Apeksifikasi memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga
dibutuhkan suatu pengertian dan kerjasama yang baik antara pasien dan dokter gigi. Oleh karena
itu dokter gigi harus memberikan informasi yang lengkap kepada pasien, mengenai tindakan,
lama, tujuan dan biaya perawatan.
BAB V

KESIMPULAN

Apeksifikasi merupakan prosedur yang biasa digunakan untuk gigi permanen yang
mengalami trauma dengan kondisi gigi non vital dan apikal yang belum menutup secara
sempurna. MTA merupakan alternatif pilihan terbaik untuk proses apeksifikasi yang bertindak
sebagai apical plug dan penyembuhan tanpa menunggu pembentukan apical calcific barier
sehingga mempersingkat waktu kunjungan pasien dengan langsung dilakukan pengisian saluran
akar dan dibuatkan restorasi akhir untuk mencegah fraktur serta mengurangi paparan radiasi
antar kunjungan.
DAFTAR PUSTAKA

1. I. Inajati dan Raphael Tri Endra Untara. Apeksifikasi dengan mineral trioxide aggregate dan
perawatan intracoronal bleaching pada gigi insisivus sentralis kiri maksila non vital diskolorasi.
Studi Kasus: Majalah Kedokteran Gigi Indonesia Vol 2 No 2 – Agustus 2016.
2. Cohen S, Hargreaves, KM. Treatment of the Nonvital Pulp. Dalam path way of the pulp. Cohen,S,
Hargreaves, KM, Edisi Ke 11. Mosby, Inc, an affiliate of Elsivier Inc; 2011. 620 – 874.
3. Wesselink P, Bergenholtz G. Treatment of the necrotic pulp. In: Bergenholtz G, Horsted-Bindslev
P, Reit C, editor. Textbook of endodontology. Oxford: Blackwell Munksgaard; 2003. p.165-6.
4. Pitt Ford TR, Shabahang S. Management of incompletely formed roots In: Walton R, Torabinejad
M, editor. Principles and practice of endodontics. Philadelphia: WB Saunders; 2002. p.388-403.

Anda mungkin juga menyukai