ZAMAN
Mata Kuliah: Filsafat Pendidikan
Disusun Oleh:
Burhanuddin Rafbani
Devid Viranggga
Khairil Anwar Nasution
• Nama: Jalaluddin
• Tempat, Tanggal Lahir: Bangka, 10 Desember 1942
• Jenjang Pendidikan: Universitas Islam Fatahillah Palembang hingga tingkat
sarjana muda, tahun 1967. Strata 1 diselesaikan di fakultas tarbiyah institut
Agama Islam Negeri ( IAIN ) Raden Fatahillah, tahun 1973. Pendidikan
strata 3 beliau dirampungkan di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun
1990.
• Riwayat Pekerjaan: Jalaludin memulai pekerjaan sebagai guru di sekolah
Rakyat Mantung ( Belinyu ) tahun 1960-1961. Selama mengikuti
pendidikan KGA tahun 1961-1964, ditugaskan sebagai guru Sekolah
Dasar Negeri ( SD ) No. 57 Palembang. Antara tahun 1964-1967 aktivitas
beralih ke madrasah swasta di Palembang, antara lain Madrasah
Qur'aniyah dan perguruan Adabiyah di Palembang. Tahun 1967 kembali
berstatus sebagai pegawai negeri di bawah Departemen Agama Republik
Indonesia.
Selama menjadi pegawai departemen Agama Republik Indonesia, menatap di
Palembang dengan rangkaian tugas yang berawal dari guru Madrasah
Tsanawiyah Negeri ( MTs AIN ), tahun 1967-1972. Lalu dipindahkan jadi
guru madrasah aliyah agama Islam Negeri ( MAAIN ), tahun 1972-1975. Di
rentang tahun 1975-1980 bertugas sebagai guru di pendidikan Guru Agama
Negeri ( PGAN ) 6 tahun
A. Latar Belakang Perkembangan Filsafat
Bila dicermati, sejumlah literatur yang membahas tentang filsafat
menjelaskan bahwa filsafat berkembang dari munculnya kesadaran manusia
terhadap potensi dirinya, khususnya akal budi. Awal pemikiran filsafat muncul
sebagai reaksi keras terhadap lingkungan mitologi. Manusia dibelenggu oleh
kepercayaan bahwa kehidupan alam dikuasai oleh makhluk-makhluk gaib yang
dimunculkan oleh mitos. Kepercayaan mistis dekat dengan animisme, yaitu
kepercayaan akan adanya jiwa-jiwa, roh-roh yang mendiami dan menghidupi
alam. Roh-roh ini ditakuti, dihormati, diberi korban dan sesajen, dimintai
permohonan berkat.1
Kepercayaan serupa itu menyebabkan manusia mendapatkan dirinya
sebagai pengabdi dan pemuja para makhluk rohaniah yang dianggap sebagai
penguasa alam dengan sebutan dewa. Begitu manusia menemukan kesadarannya,
dia menuntut dirinya untuk hidup dalam apa yang disebutnya kebenaran. Apa
yang benar bagi seseorang adalah apa yang sesuai dengan kesadarannya, yang
disetujuinya, yang dianggapnya baik, yang dianggapnya punya nilai, dan dapat
dijadikannya pegangan dalam bertindak. Dalam sejarah umat manusia dikenal
sebagai sejumlah lembaga kebenaran yang dikenal sebagai agama, ilmu filsafat
dan seni. 4 macam kebenaran itu tidak bertentangan dan malahan sejalan serta
saling memperjelas sesamanya. Bahkan sebagai penemuan ilmu, filsafat dan seni
mutakhir sering lebih memperjelas kebenaran agama.
Apakah Islam, agama diwahyukan Tuhan benihnya muncul dari
pengenalan dan pengalaman manusia pertama di pentas bumi. Di sini ia
menemukan tiga hal, yakni keindahan, kebenaran, dan kebaikan. Gabungan dari
ketiganya dinamai suci. Dijelaskan, bahwa manusia ingin mengetahui siapa dan
apa yang maha suci itu. Ketika itulah dia menemukan Tuhan dan sejak itulah dia
berusaha berhubungan dengannya, bahkan berusaha untuk meneladani sifat-
sifatnya. Usaha itulah yang dinamai beragama.
1. Pengertian Filsafat
Kata filsat sama sekali tidak dikenal dalam terminologi
keilmuan Islam. Kata ini baru dikenal oleh kalangan ilmuwan muslim
setelah pertemuan antara peradaban Islam dan Hellenisme ( Yunani ).
Orang Arab memindahkan kata Yunani philosophia ke dalam bahasa
Arab menjadi falsafah. Melalui kontak dengan Yunani itu pula
1
Franz Dähler, Eka Budianta: Pijar perabadan manusia: Denyut harapan evolusi, Kanisius,
Yogyakarta 2000, hal 279
kemudian memunculkan sejumlah filsuf besar Muslim, seperti al-
kindi, ar Razi, Al Farabi, Ibnu Sina, Al Ghazali, dan Ibnu Rusyd.
Para filsuf muslim ini masing-masing telah mengutarakan
pemikiran filsafat masing-masing. Namun menurut Harun Nasution
selanjutnya, bahwa kebanyakan dari filsuf filsuf tersebut banyak
dipengaruhi oleh pemikiran filsuf Yunani. Sejalan dengan asal usul
kata filsafat itu sendiri untuk memahami apa maknanya, perlu
ditelusuri ke sumber asalnya, yakni Yunani.
2. Perkembangan Filsafat
Menurut Windelband, pada awal pemunculannya, kata filosofia
mempunyai arti tidak terbatas. Kata filsafat secara umum berarti cara
kerja berpikir. Filsafat mendorong penyelidikannya sampai kepada
soal-soal yang paling mendalam dari eksistensi manusia, sebagian dari
soal-soal filsafat pada zaman dulu telah terjawab dengan jawaban yang
memuaskan kebanyakan ahli filsafat. Namun demikian, banyak soal
yang sudah terjawab hanya untuk sementara dan problem-problem
yang belum terjawab.3
5
Omar Mohammad al Toumy Asy Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, ( Jakarta: 1979 ), hal 30
6
Ibid, hal 38
D. Latar Belakang Kajian Filsafat Pendidikan Islam
Dikatakan, bahwa masalah pendidikan merupakan masalah kehidupan
manusia. Pendidikan sebagai sebuah proses berada dan berkembang bersama
dengan proses perkembangan yang berlangsung dalam kehidupan manusia.
Bahkan pada hakikatnya kedua proses itu adalah satu. Pendidikan identik dengan
perkembangan manusia itu sendiri. “life is edication, and education is life”, tulis
Rupert C. Lodge.7
Pemahaman seperti itu agaknya tak jauh berbeda dengan pandangan Islam.
Hal ini dapat dirujuk dari pernyataan Rasul Allah shallallahu alaihi wasallam.: “
Aku dibangkitkan hanyalah untuk menyempurnakan akhlak.” Menyempurnakan
akhlak manusia yang merupakan upaya Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
Dalam mengemban tugas utama kerasulan beliau. Menyempurnakan akhlak bukan
aktivitas yang bersifat instan ( sekali jadi ). Upaya tersebut merupakan rangkaian
aktivitas yang terarah dan berkesinambungan. Merupakan sebuah proses yang
berlangsung sejalan dengan perkembangan manusia itu sendiri.
7
Murni Djamal, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam,. (Jakarta: 1984), hal 11
8
Omar Mohammad al Toumy Asy Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: 1973), hal 33
F. Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan
Masalah yang menyangkut pendidikan terkait dengan kehidupan manusia.
Oleh sebab itu, pendidikan senantiasa menjadi permasalahan manusia dari zaman
ke zaman. Setiap zaman dihadapkan pada permasalahan yang berbeda tidak
terkecuali permasalahan yang menyangkut pendidikan. Perbedaan situasi kondisi
serta kebutuhan di setiap zaman setidaknya ikut mempengaruhi pandangan
tentang pendidikan maka wajar bila definisi tentang pendidikan cukup banyak.
Prof. Dr. Khursyid Ahmad memberi gambaran tentang hal itu dalam bukunya
“Prinsip-prinsip Pendidikan Islam” dalam pandangan John Stuart Mill, pendidikan
itu tidak hanya mencakup apa yang kita lakukan dan dilakukan orang lain untuk
kita sendiri. Dalam hal ini pendidikan membawa pada kesempurnaan potensi
pembawaan kita ini. Selain itu, ia mempunyai pengertian yang luas yakni
pendidikan mempunyai tujuan yang langsung dan tidak langsung. Tujuan tidak
langsung berarti membentuk karakter dan kemampuan manusia, sedangkan tujuan
secara langsung masih terdapat perbedaan pendapat dari para ahlinya.9
L. Tinjauan Ontologis
Berhadapan dengan permasalahan yang mendasar tersebut,
bagaimanapun pendidikan tak dapat berdiri sendiri. Perlu bantuan disiplin
ilmu lain untuk memecahkannya, termasuk analisis filsafat. Bantuan analisis
filsafat ini adalah dalam memahami dan memecahkan hal-hal yang antara lain
berkaitan dengan masalah-masalah:
1. Hakikat Pendidikan
2. Nilai manfaat pendidikan
3. Tujuan pendidikan
4. Penanggung jawab pelaksanaan
5. Hakikat manusia
6. Hakikat masyarakat
7. Kuurikulum
8. Metode
9. Asas penyelenggaraan
Antologi adalah kajian filsafat yang memusatkan daripada pemecahan
esensi sesuatu atau wujud tentang asas-asas dan realitas. Ontologi kadang-
kadang disamakan dengan metafisika, yang disebut sebagai prote filosofia
atau filsafat pertama. Sebab sebelum menyelidiki yang lain, manusia berusaha
mengerti hakikat sesuatu. Dalam interaksinya dengan alam semesta, manusia
mengajukan pernyataan-pernyataan filosofis tentang hakikat realitas yang ada
ini.10
M. Tinjauan Epistemologis
Menurut imam bernadid, berdasarkan objek kajiannya, problema
filsafat mencakup realitas, pengetahuan, dan nilai
Epistemologi berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti
apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan
itu, dan jenis-jenis pengetahuan.imam Barnadib, filsafat pendidikan, sistem
dan metode (Yogyakarta: 1994) hal 20. Secara etimologis, epistemologi
diartikan sebagai teori ilmu pengetahuan Persoalan pokok epistemologi adalah
menyangkut apa yang kita ketahui dan bagaimana cara mengetahuinya, “what
can we know and how to do we know”. Jadi masalah pokoknya menyangkut “
believe, undrestanding, reason, judgement, sensation, supposing, guesting,
learning, and forgetting, and forgetting”.11
Jujun S. SuriaSumantri mengemukakan epistemologi dalam rumusan:
bagaimana proses yang memungkinkan ditimbangnya ilmu pengetahuan yang
berupa ilmu? Ke dalamnya tercakup prosedurnya, hal-hal yang harus
diperhatikan, makna kebenaran, kriterianya, cara, teknik, dan sarana
pendukung yang diperlukan Jujun S. Suriasumantri, filsafat ilmu sebuah
pengantar populer (jakarta: 2000) hal 33. Sementara itu prof. Dr. Nardiroh
merumuskan persoalan epsitemologi sebagai berikut :
1. Apakah pengetahuan itu?
2. Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?
3. Dari mana pengetahuan itu dapat diperoleh?
4. Bagaimana validitas pengetahuan itu dapat diperoleh?
10
Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan, (Jakarta, 1988) hal
28
11
Suparlan Suhartono, filsafat ilmu pengetahuan persoalan eksistensi dan hakikat ilmu
pengetahuan (jogjakarta: 2008) hal 177.
5. Apakah perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan pra
pengalaman) dengan a posteriori posteriori (pengetahuan purna
pengalaman)?
6. Apakah perbedaan di antara: kepercayaan, pengetahuan, pendapat,
kenyataan, fakta, kesalahan, bayangan, gagasan, kebenaran, keboleh
jadian dan kepastian?.
Setiap pengetahuan berusaha menemukan kebenaran. Apa yang dapat
diketahui tentang kebenaran. Epistemologi merupakan suatu bidang filsafat
nilai yang mempersoalkan tentang hakikat kebenaran karena setiap
pengetahuan mempersoalkan tentang kebenaran.
Perbedaan yang demikian itu tidak terjadi dalam konsep Islam. Kriteria
tentang kebenaran itu menyatu pada ketentuan sang maha pencipta. Kebenaran
tunggal yang mutlak dan wajib dipedomani. Dikemukakan: “ kebenaran itu
adalah dari tuhanmu sebab itu jangan sekali-kali termasuk orang-orang yang
ragu.” (QS 2: 147). (Apa yang telah kami ceritakan itu), itulah yang benar,
yang datang dari tuhanmu, karena itu jangan kamu termasuk orang-orang yang
ragu” (QS 3: 60). Pertanyaan itu menjelaskan bahwa seluruh kebenaran
mengacu pada kriteria yang sumber dari Allah subhanahu wa ta’ala., Termasuk
sumber ilmu pengetahuan.
Menurut superlan Suhartono, pengetahuan dapat diperoleh dari lima
sumber. Melalui sumber pertama (kepercayaan, tradisi agama, dan adat
istiadat), diperoleh pengetahuan berupa norma-norma dan kaidah-kaidah buku
yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Sumber kedua, ialah informasi dari
pihak pemegang otoritas yang dianggap cukup berpengalaman dan
berpengetahuan luas (orang tua, guru, ulama, orang yang dituakan). Dari
sumber ketiga pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman indrawi.
Melalui indrawi manusia memperoleh pengetahuan dari objek fisik yang
menampak dan menggejala (appearance) yang dapat dipahami oleh
pengalaman. Sementara sumber keempat adalah pengetahuan yang diperoleh
melalui kebenaran pikiran titik lalu sumber yang kelima adalah pengetahuan
yang diperoleh melalui pengalaman batin yang bersifat langsung. Sumbernya
adalah gerak hati yang paling dalam.
Sementara itu, Jujun S. SuriaSumantri mengungkapkan bahwa sumber
ilmu pengetahuan tradisi atas rasionalisme, empirisme intuisi dan Wahyu.
Penganut rasionalisme menyatakan bahwa pengetahuan yang benar diperoleh
melalui rasio (penalaran). Kaum empiris berpendapat, pengetahuan diperoleh
melalui pengalaman dan konkret. Selain itu, pengetahuan juga dapat diperoleh
melalui intuisi dan Wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapat tanpa
melalui penalaran tertentu. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan.
Secara garis besarnya, pembagian sumber ilmu pengetahuan tersebut
tak jauh berbeda. Dalam konsep filsafat ilmu pengetahuan menurut
pendekatan Islam, sistematis sumber ilmu pengetahuan adalah:
1. Wahyu
2. Otoritas
3. Intuisi
4. Rasio
5. Pengalaman.
Para filsuf muslim mengakui Wahyu sebagai sumber ilmu
pengetahuan.12 Pernyataan ini mengacu kepada kesimpulan akhir bahwa ayat-
ayat Allah subhanahu wa ta’ala.merupakan sumber ilmu pengetahuan
seutuhnya. Ayat-ayat Allah ini ada dalam bentuk ayat verbal (Al-Qur’an) dan
dalam bentuk non verbal, yakni alam semesta. Keduanya bersumber dari zat
yang esa dan tidak mungkin bertentangan. Dalam pendekatan Wahyu ( Al-
Qur’an), acquired knowledge di sebut dengan “ilm Kasbi, dan perenial
knowledge di sebut ‘ilm laduni. Ayat-ayat ‘ilm Kasbi lebih banyak dari yang
berbicara ilm laduni.13
Sejalan dengan penamaannya, atau ada yang digunakan untuk
mendapatkan “pengetahuan yang diperoleh” adalah metode observasi atau
eksperimen ( tajribi), metode logis (burhani), metode intuitif (‘irfani). Metode
observasi atau eksperimen (tajribi) berkaitan dengan pengamatan indrawi,
sangat cocok untuk meneliti objek-objek fisik penggunaan metode ini sudah
dikemukakan melalui informasi Wahyu yang pertama kali disampaikan kepada
nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam., Yaitu: “bacalah dengan menyebut
nama tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah dan tuhanmulah yang maha pemurah yang
mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya (QS 96: 1-5)
N. Tinjauan Aksiologis
Aksiologis adalah teori tentang nilai. Teori yang membahas tentang
nilai, manfaat atau fungsi sesuatu yang diketahui tersebut dalam hubungannya
dengan seluruh yang diketahui tersebut 14. Dalam pendidikan teori nilai ini
terkait dengan jawaban atas pertanyaan seperti nilai-nilai yang bagaimanakah
yang dikehendaki oleh manusia dan yang dapat digunakan sebagai dasar
hidupnya.
12
Mulyadhi Kartanegara,menyibak tirai kejahilan, pengantar epistemologi Islam (Rm Kartanegara:
2003) hal 102.
13
M. Quraish Shihab, wawasan Alquran ( bandung: Mizan, cet. II . 1996) hal 435-436.
14
Jujun S. Sutiasumantri, filsafat ilmu sebuah pengantar populer (jakarta: 2000) hal 34.
Menurut MC Guire, diri manusia memiliki bentuk sistem nilai tertentu.
Sistem nilai ini merupakan sesuatu yang dianggap bermakna bagi dirinya.
Sistem ini dibentuk melalui belajar dan sosialisasi. Perangkat sistem nilai ini
dipengaruhi oleh keluarga, teman, institusi pendidikan, dan masyarakat luas .
Dalam realitasnya, nilai memiliki pengaruh dalam mengatur pola tingkah laku,
pola pikir, dan pola bersikap.15
Penjelasan tentang masalah nilai ini penting dalam pendidikan. Sebab
pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat dan sebagai
alat untuk memajukan masyarakat itu sendiri.
Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai
yang memuat norma-norma tertentu. Menurut Meredith MC Guire, pada garis
besarnya, sistem nilai yang berdasarkan agama dapat memberi individu dan
masyarakat perangkat sistem nilai dan bentuk keabsahan dan kebenaran dalam
mengatur sikap individu dan masyarakat. Maksudnya dekat bebatui delay
ajaran agama seorang atau masyarakat merasa dirinya telah melakukan hal-hal
yang dibenarkan oleh agama yang mereka anut.
Ajaran Islam merupakan perangkat sistem nilai. Berisi pedoman hidup
secara islami. Hidup yang sesuai dengan tuntunan Allah subhanahu wa ta’ala,
sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasul utusannya. Secara garis besarnya,
sistem nilai ide terangkum dalam konsep Al akhlak Al Karimah. Dekat
demikian dalam konteks pendidikan Islam kajian aksiologinya mengacu
kepada masalah yang menyangkut nilai manfaat dan fungsi pendidikan Islam
dalam hubungan dengan tujuan ajaran Islam yang dimaksud.
Seperti dikemukakan oleh khursyid Ahmad, pada dasarnya sistem
pendidikan itu terdiri dari perangkat cita-cita kemasyarakatan, norma dan nilai
tertentu dan didasarkan pada pandangan hidup dan kebudayaan tertentu
khursyid Ahmad,computing sciences report (cs-92 guildfort, university of
surrey : 1992) hal17. Dalam ajaran islam semuanya itu telah terjelaskan dalam
konsep akhlak Al Karimah.
17
Philip K. Hitti, History of the arobic, Terj. Arab oleh Edward jurji (bandung pustaka setia: 2006)
hal 140-141.
keturunan dan kekayaan, direformasikan menjadi kemuliaan akhlak
yang didasarkan atas ketakwaan (QS 49: 13). Masyarakat yang
terpecah oleh hegemoni etnis, dipersaudarakan dalam ikatan akidah
yang satu. Persaudaraan sesama mukmin (QS 49:10).
3. Pemikiran Pendidikan
Perkembangan pendidikan tak dapat dilepaskan dari hubungannya
dengan filsafat pendidikan titik hubungan antara filsafat pendidikan
dan ilmu pendidikan tidak hanya bersifat ke insidental, melainkan
suatu keharusan. Bapak pragmatisme John Dewey mengatakan bahwa
filsafat pendidikan itu adalah teori umum dari pendidikan, landasan
dari semua pemikiran mengenai pendidikan.
Q. Periode Modern
Merujuk pada periodisasi sejarah Islam yang dikemukakan oleh prof
Dr Harun Nasution, bahwa periode modern diawali sejak tahun 1800 masehi
menjelang masuknya periode ini, yakni setelah kekhalifahan Bani Abbas dan
Bani Umayyah secara politik telah dilumpuhkan, namun bukan berarti
kekuasaan politik Islam berakhir. Kehancuran dua kekhalifahan ini digantikan
oleh tiga kerajaan besar yakni Turki Usmani, Safawi komandan kerajaan
bugul. Ketiganya masih memegang hingga mudik politik. Baru kemudian
setelah abad ke-17 dan abad awal ke-18 1 demi 1 kerajaan Islam tersebut
berhasil ditaklukan oleh bangsa-bangsa Eropa. Wilayah kekuasaan beralih
status menjadi koloni negara-negara Eropa.
R. Periode Kontemporer
Pada periode modern ditandai oleh kebangkitan umat Islam titik
jatuhnya Mesir ke tangan barat menginsafkan dunia islam akan kelemahannya
dunia islam juga sadar, bahwa di barat telah timbul peradaban baru yang lebih
tinggi dan merupakan ancaman bagi umat Islam titik Dengan demikian
pemikiran-pemikiran tentang pembaruan pendidikan Islam itu muncul semasa
wilayah kekuasaan Islam berada di bawah kekuasaan kolonial. Umat Islam
berada dalam kondisi terjajah.
Tidak demikian halal dengan periode kontemporer di rentang periode
ini dunia Islam sudah berstatus sebagai wilayah bebas dari penjajahan titik
lepas dari koloni barat, dunia islam terpecah dan masing-masing terbentuk
menjadi negara-negara Republik yang merdeka bentuk negara yang
penyelenggaraannya mengacu ke prinsip-prinsip demokrasi barat. Sistem
pemerintah RI dipimpin oleh kepala negara, yakni presiden. Perubahan ide
ikut memberi peluang bagi tubuh dan berkembangnya peradaban barat yang
sekuler. Nilai-nilai ajaran Islam sebagai sistem nilai secara berangsur mulai
tergeser.
Kritik: Terdapat beberapa tulisan yang tidak memakai jarak, kata kata yang
gantung sehingga membuat pembaca tidak memahami maksud daripada
pembahasan tersebut.
KESIMPULAN
Peradaban Islam dibangun sejak awal kebangkitannya, yakni di zaman Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam. Dan khulafa’ Al-Rasyidin. Lalu berlanjut ke
khalifahan Bani Umayyah timur (660-749 M.), Bani Umayyah barat (755-1031)
di semenanjung Andalusia. Sementara di dunia timur berdiri kekhalifahan Bani
Abbas (749-1258). Di rentang masa itu peradaban Islam menjadi peradaban dunia.
Dan peradaban Islam inilah sebenarnya yang mengantarkan. Peradaban dunia ke
peradaban modern.
Sayangnya apa yang telah dicita-citakan oleh para pakar pendidikan muslim
sedunia, ternyata masih kandas oleh kondisi yang ada dalam negara-negara Islam.
Negara yang secara mayoritas warganya adalah muslim, namun sebelum
sepenuhnya bebas dari pengaruh peradaban barat yang terkesan telah mengakar,
hingga nilai-nilainya terus terwariskan dari generasi ke generasi muda muslim.
Secara politis, memang telah berstatus sebagai negara merdeka. Namun
tampaknya dalam peradaban, negara-negara muslim masih terjajah oleh nilai-nilai
peradaban yang sama sekali tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam.