Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS KONFLIK KEPULAUAN NATUNA ANTAR INDONESIA

DENGAN CHINA

Geland Putricia (5012111042), Emelia Dwinta (5012111033), Leony Fransisca


(5012111031), Ubai Hawani (5012111037)
Kelompok 7, Mahasiswa Jurusan Sosiologi, Universitas Bangka Belitung

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konflik yang terjadi di Kepulauan
Natuna antar Indonesia dengan China. Metode penelitian yang digunakan adalah
kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui studi
pustaka yang bersumber dari berbagai e-book, artikel, dan jurnal-jurnal. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa China ingin menguasai Natuna sudah tertanamkan
sejak tahun 1990-an. Mereka memasukkan wilayah kedaulatan Natuna ke dalam
peta wilayah mereka didasarkan pada sembilan titik garis imajiner atau yang biasa
disebut nine dash line. Beberapa upaya pemerintah Indonesia untuk meredakan
konflik dan menjaga wilayah Natuna sebagai bagian dari wilayah kedaulatan
Indonesia adalah meningkatkan manajemen perbatasan wilayah terhadap
Kepulauan Natuna, peningkatan kegiatan ekonomi melalui eksplorasi minyak di
wilayah Kepulauan Natuna, serta meningkatkan kapabilitas pertahanan di wilayah
Kepulauan Natuna.
Kata Kunci: Konflik, Kepulauan Natuna, Indonesia, China.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan dengan total pulau
sebanyak 17.001 pulau menurut data dari Badan Pusat Statistik sehingga membuat
Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar di Dunia. Dari 17.001 pulau yang
tercatat, sebanyak 7535 pulau diantara adalah pulau tak bernama dan 11 pulang
yang langsung berbatasan dengan negara tetangga.
Natuna di provinsi Riau adalah 1 dari 11 pulau yang berbatasan langsung
dengan ranah negara lain, yaitu Cina. Secara garis besar, Natuna masih tergabung
dalam wilayah NKRI yang mana pada abad ke 19, kepulauan Natuna akhirnya
masuk ke dalam penguasaan Kesultanan Riau setelah dulu di klaim oleh negara
Malaysia. Lalu setelah itu Natuna menjadi wilayah dari Kesultanan Riau, dimana
kepulauan Natuna berada di jalur strategis dari pelayaran internasional. Setelah
Indonesia merdeka, Delegasi dari Riau ikut menyerahkan kedaulatan pada
Republik Indonesia.
Pada 18 Mei 1956, pemerintah Indonesia resmi mendaftarkan kepulauan
Natuna sebagai wilayah kedaulatan ke Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Setelah berbagai konfrontasi dari negara tetangga mengenai pengklaiman sepihak
atas kepulauan yang masih menjadi daerah teritorial Indonesia, RRC membuat
sebuah sembilan garis imajiner, atau biasa disebut dengan Nine Dash Line dan
memasukan Kepulauan Natuna kedalam 9 titik tersebut pada tahun 2009. Hingga
tahun 2021, RRC masih bersikeras bahwa Natuna masih masuk dalam daerah
teritorial mereka. Padahal pada 2015 dengan desakan dari Indonesia, RRC
menyatakan secara terbuka bahwa Mereka menyetujui Natuna sebagai bagian dari
daerah kedaulatan Indonesia. Namun kondisi lapangan ternyata tidak sesuai,
sepanjang tahun 2016 China terus memnculkan ketegangan antara mereka dan
Indonesia mengenai persoalan perairan ini. Jika di analisis dalam kasus ini,
Indonesia berada di posisi yang kuat daripada China yang hanya mendasarkan
pada aturan Nine Dash Line itu. Ditambah dengan pola China yang selama ini
kerap melanggar zona eksklusif perairan Indonesia. Ilegal fishing yang berulang
kali dilakukan di perairan Indonesia, lalu kapal-kapal China yang masuk ke dalam
wilayah perairan Indonesia tanpa seizin Indonesia yang mana tindakan ini jelas
melanggar Undang-Undang Zona Ekonomi Eksklusif (UU ZEE).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan diatas, maka
peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa penyebab terjadinya konflik antara Indonesia dengan China di
Perairan Natuna?
2. Bagaimana penyelesaian atau resolusi konflik antar Indonesia dengan
China di Perairan Natuna?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, maka berikut tujuan
penelitiannya yaitu:
1. Mendeskripsikan penyebab terjadinya konflik antara Indonesia dengan
China di Perairan Natuna.
2. Mendeskripsikan penyelesaian atau resolusi konflik antar Indonesia
dengan China di Perairan Natuna.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Konflik
Menurut Coser dalam tulisannya yang berjudul The Functions of
Social Conflict, ia mendefinisikan konflik sebagai perebutan nilai dan klaim
atas status, kekuasaan, dan sumber daya yang langka di mana tujuan
lawannya adalah untuk menetralkan, melukai atau melumpuhkan pihak yang
menjadi lawan. Terjadinya konflik diantara satu kelompok dengan kelompok
yang lain dapat memperkuat dan melindungi identitas kelompok sehingga
tidak melebur dengan dunia sosial sekelilingnya.
2. Penyebab Konflik
Salah satu penyebab konflik yaitu adanya perbedaan kepentingan.
Ini karena kepentingan adalah sifat penting bagi kehidupan. Ketika
seseorang berhasil memenuhi kepentingannya, mereka akan merasakan
kepuasan. Sebaliknya, kegagalan melakukannya akan menyebabkan
masalah bagi mereka sendiri dan lingkungan mereka. Dalam penelitian ini,
penyebab konflik yaitu adanya keinginan China untuk menguasai Perairan
Natuna untuk kepentingan negaranya.
B. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini mengkaji beberapa penelitian terdahulu sebagai
bahan pertimbangan bagi peneliti, antara lain pertama, penelitian yang dilakukan
oleh Rani Purwani Ramli, Patrice Lumumba, dan Burhanuddin (2021) dalam
bentuk jurnal, dengan judul penelitian "Sengketa Republik Indonesia – Republik
Rakyat Tiongkok di Perairan Natuna". Dari penelitian tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa Tiongkok mengklaim Natuna masuk kedalam peta
tradisionalnya yang di dasarkan dengan sembilan garis imajiner putus-putus (Nine
Dash Line) beserta seluruh perairan di alurnya yang selama ini diklaim Tiongkok.
Pengklaiman Tiongkok yang terjadi di perairan Natuna tersebut, di nilai
menganggu kedaulatan Indonesia. Karena laut yang di klaim Tiongkok dinyatakan
sejak lama sebagai laut milik Indonesia. Hal ini juga menjadi alarm bagi
Indonesia agar Indonesia lebih memperhatikan wilayah perbatasan dan wilayah
terluar Indonesia serta harus lebih ditingkatkannya keamanan yang ada di Natuna
untuk memperkuat kedaulatan wilayah lautnya agar terhindar dari pengklaiman
negara-negara asing yang tidak bertanggungjawab serta ingin memanfaatkan
sumber daya alam indonesia terutama sumber daya alam laut indonesia. Serta
indonesia harus lebih mampu untuk menggunakan dan memanfaatkan potensi
alam yang ada secara maksimal.
Kedua, penelitian dari Kiki Rizky Laila Winarto (2018) dalam bentuk
jurnal yang berjudul "Respon Indonesia Menghadapi Ancaman Cina XI Perairan
Natuna". Hasil penelitian menyatakan bahwa masyarakat dan pemerintah sadar
bahwa pengklaiman laut Natuna oleh Chna dinilai dapat menyerang kedaulatan
Indonesia. Sehingga pada kepemimpinan Jokowi dilakukan peningkatan
kapabilitas militer terutama militer Angkatan Laut agar dapat menjaga teritorial
laut Indonesia terutama laut Natuna. Kemudian pengupayaan diplomasi dan
penamaan Laut Natuna Utara. Pemerintahan Indonesia di bawah pemerintahan
Jokowi ingin menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia melalui salah
satu misinya yaitu membangun pertahanan dan keamanan kelautan yang tangguh.
Indonesia berkewajiban membangun kekuatan pertahanan maritim, bukan saja
untuk menjaga kedaulatan dan kekayaan maritim, tetapi juga sebagai bentuk
tanggung jawab pemerintah Indonesia dalam menjaga keselamatan pelayaran dan
keamanan maritim. Dimana artinya Indonesia harus aktif dalam melindungi
wilayah perbatasannya yang rentan terhadap konflik maupun ancaman yang
disebabkanoleh klaim antar beberapa negara.
Ketiga, berdasarkan penelitian yang dilakukan Prof. Dr. Djoko
Marihandono, Dra. Anastasia Wiwik Swastiwi, M.A., Ph.D. dan Sandy Nur Ikfal
Raharjo, M.Si. (Han.) (2019) dalam bentuk buku, dinyatakan bahwa Kepulauan
Natuna berada pada jalur pelayaran internasional yang dilewati kapal-kapal
setidaknya dari seluruh dunia. Oleh karena itu, sering terjadi saling klaim apabila
terjadi pelanggaran jalur pelayaran internasional dan memasuki wilayah
kedaulatan Indonesia. Kapal-kapal patroli dari Angkatan Laut Republik Indonesia
sering mendapatkan kapal-kapal asing, baik itu kapal penangkap ikan, kapal
patroli, bahkan kapal induk milik Negara Amerika Serikat melanggar garis
perbatasan laut Indonesia. Meskipun demikian, tetap saja secara resmi kawasan
Laut Natuna merupakan kawasan laut Indonesia yang perlu di jaga teritorinya.
Karena itu lah dengan adanya pengklaiman pihak Chna secara besar dan membuat
konflik jelas hal ini mengancam kedaulatan bangsa Indonesia.

METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan penelitian kualitatif.
Menurut Jhon W. Cresswell, pendekatan kualitiatif adalah pendekatan
penelitian dan pemahaman yang didasarkan pada metodologi yang
menyelidiki fenomena sosial. Dalam pendekatan ini, peneliti melakukan
penelitian pada situasi yang alami, melakukan analisis mendalam dari
berbagai literatur, dan membuat gambaran menyeluruh.
B. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data digunakan dengan studi pustaka, dimana
studi pustaka ini dilakukan dengan mencari, mengumpulkan, dan
menganalisis sumber data yang kemudian sumber data ini akan diolah
terlebih dahulu sebelum disajikan menjadi laporan penelitian. Penelitian
kepustakaan berfokus pada karya tertulis, termasuk temuan penelitian
yang telah ataupun belum dipublikasikan, seperti buku, jurnal, majalah,
website, dan sumber lainnya yang berkaitan dengan tema.
C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dimaksud yaitu tempat terjadinya konflik,
yaitu pada perairan Natuna yang terletak di antara Kepulauan Natuna dan
Laut Natuna serta Tanjung Cà Mau di sebelah selatan Delta Mekong di
Vietnam, tepatnya pada Provinsi Kepulauan Riau.
D. Analisis Data Kualitatif
Penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif berupa data-
data deskriptif dan data pendukung lainnya yang menujukkan sengketa
antara Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Republik Rakyat
Tiongkok di Perairan Natuna.

HASIL DAN DISKUSI


A. Pemetaan Konflik
Kekayaan yang dimiliki oleh Kepulauan Natuna yang menjadi
salah satu penyebab banyaknya kasus pencurian serta pelanggaran yang
dilakukan oleh negara-negara lain. China merupakan salah satu negara
yang cukup banyak terlibat atas konflik dengan wilayah kedaulatan
Natuna di Indonesia. Ambisi China yang ingin menguasai Natuna sudah
tertanamkan sejak tahun 1990-an. Ambisi itu kemudian semakin kuat
ketika tahun 2009 dimana China ingin menguasai seluruh wilayah Natuna
dengan mengklaim historis atas natuna adalah bagian wilayah sah dari
China.
Menurut versi Tingkok, mereka memasukkan wilayah kedaulatan
Natuna ke dalam peta wilayah mereka didasarkan pada sembilan titik garis
imajiner atau yang biasa disebut nine dash line yang selama ini di klaim
oleh Tiongkok untuk menjadikan penanda perbatasan maritimnya. Namun
dari sembilan titik garis imajiner tersebut tidak diakui oleh Indonesia
karena hal itu tidak memiliki dasar hukum internasional apapun. Sembilan
titik imajiner tersebut menjadi salah satu penyebab munculnya konflik di
wilayah laut Tiongkok Selatan. Klaim tersebut memancing emosi
sejumlah negara yang juga ikut mengklaim memiliki hak atas wilayah
Natuna.
Klaim sembilan titik garis imajiner membuat repot negara
Indonesia karena beberapa kali kapal perang Indonesia dan China
bersitegang di Perairan Natuna. Mazhab politik Koumintang menafsirkan
bahwa wilayah Tiongkok mencapai 90% laut Tiongkok Selatan. Penetapan
nine dash line sebenarnya sudah ada sejak tahun 1947 yang dibuat oleh
pemerintah Tiongkok. Ketika penetapan klaim ini sebenarnya waktu itu
tidak ada pertimbangan politik karena rezim yang berkuasa tengah sibuk
membenahi perang saudara dengan rezim komunis.
Penetapan nine dash line pada kenyataannya telah menimbulkan
dilema politik dan keamanan bahkan kesulitan bagi pemerintah China.
Negara-negara pesaing sudah tidak percaya lagi dengan konsep joint
development akibat dari kebijakan politik dan keamanan China yang tetap
bersikukuh atas klaim teritorialnya. Apalagi ketika banyaknya kapal
nelayan China yang melakukan penangkapan ikan di perairan Natuna
sering menimbulkna bentrok fisik dengan kapal nelayan maupun kapal
patroli di Perairan Natuna.
Kebijakan joint development di laut China Selatan dengan negara
tetangga mengalami kegagalan akibat pertumbuhan ekonomi China yang
pesat khususnya pada pembangunan Angkatan Laut telah menimbulkan
kecurigaan dari negara-negara tetangga. Bahkan dari Amerika Serikat
menghimbau untuk memainkan peran yang lebih besar dan aktif di
wilayah Perairan Natuna.
Pada tahun 1982, sikap politik luar negeri Indonesia lebih
dipertegas berdasarkan UNCLOS. Pemerintah menolak klaim Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) di wilayah Perairan Natuna dan Laut China
Selatan. Begitu juga dengan keputusan PBB terkait klaim territorial
negara-negara di Laut China Selatan juga mempertegas kebijakannya.
Kebijakan berdasarkan UNCLOS 1982 berlaku secara
internasional dan juga sesuai dengan hasil mahkamah internasional pada
tahun 2016 sehingga mitra perundingan Indonesia tidak dapat
menggunakan pulau-pulau kecil sebagai proyeksi ZEE dan landas
kontinen.
B. Resolusi Konflik
Persengeketaan dan juga konflik yang terjadi antara berbagai
negara dalam fenomena di Perairan Natuna terutama antara Indonesia dan
China, kita perlu mencari upaya agar bisa meredakan konflik yang tidak
kian selesai ini. Menurut Ruyat (2017), upaya yang dapat kita lakukan
untuk menjaga wilayah kedaulatan Natuna antara lain:
1. Meningkatkan manajemen perbatasan wilayah terhadap Kepulauan
Natuna. Adanya konflik yang terjadi salah satu penyebabnya yaitu
klaim daerah territorial bagi beberapa negara. Oleh karena itu,
pentingnya memanajemen perbatasan wilayah untuk negara
Indonesia.
2. Peningkatan kegiatan ekonomi melalui eksplorasi minyak di wilayah
Perairan Natuna. Secara kebetulan salah satu ZEE negara Indonesia
merupakan minyak dan gas alam terbesar berada di wilayah
Kepulauan Natuna. Total cadangan gas yang dimiliki mencapai 222
triliun cubic feet (TCF) serta gas hidrokarbon sebesar 46 TCF yaitu
tiga kali lipat dari kandungan gas arun di Aceh. Untuk itu, negara
Indonesia perlu meningkatkan aktivitas ekonomi di wilayah
perbatasan yang tentunya akan semakin menambah kekuatan posisi
Indonesia dalam kepemilikan wilayah Kepulauan Natuna.
3. Meningkatkan kapabilitas pertahanan di wilayah Kepulauan Natuna.
Dalam hal ini Tentara Negara Indonesia (TNI) juga berperan dalam
pertahanan di wilayah perbatasan Kepulauan Natuna. Dengan adanya
kekuatan pertahanan dari TNI di Kepulauan Natuna bisa menjadi
bagi negara Indonesia terhadap ancaman yang datang dari China.
C. Analisis Konflik
Indonesia memiliki potensi kekayaan sumber daya laut dan sumber
daya alam yang sangat besar. Laut memang memiliki banyak potensi
untuk meningkatkan kehidupan negara dan masyarakat global. Jadi tidak
menutup kemungkinan konflik dan pelanggaran perbatasan di wilayah laut.
negara-negara yang berbatasan sering berselisih karena masalah status
wilayah dan ketidakjelasan batas-batas wilayah Negara. Ini karena negara-
negara tetangga memiliki prinsip yang berbeda tentang bagaimana
menetapkan batas-batas landas kontinen.
Perairan Natuna atau Laut Cina Selatan berbatasan dengan
beberapa negara ASEAN, termasuk Indonesia, Filipina, Vietnam,
Malaysia, dan Singapura. Kawasan ini adalah jalur pelayaran strategis
global dengan nilai aset yang sangat tinggi yang memiliki pengaruh dan
kepentingan di kawasan ini. Klaim sepihak China yang disebut "nine dash
line" memicu kontroversi di kawasan laut Cina Selatan ini.
Indonesia adalah salah satu negara yang terlibat dampak konflik
laut Cina Selatan, karena Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI)
terletak di wilayah perairan Natuna yang merupakan bagian dari peta
klaim sepihak China. Sesungguhnya, Natuna hanyalah satu dari banyak
kepulauan di tengah Laut Cina Selatan. Karakteristik wilayah ini yaitu
Natuna terdiri dari banyak pulau kecil, yang kini terdiri dari lebih dari 200
pulau kecil yang tersebar luas dan terpisah antara satu sama lain. Pulau-
pulau ini tampak terpencil dari peta dan tampaknya tidak akan mudah
ditemukan. Konflik dan kondisi kepulauan Natuna telah menarik perhatian
karena potensi kekayaan sumber daya alamnya serta kawasan ini dilintasi
jalur pelayaran dan perniagaan yang dapat menumbuhkan dan
menghubungkan antara negeri-negeri Asia Tenggara dan Asia Timur
terutama China.

KESIMPULAN
Kekayaan yang dimiliki oleh Kepualauan Natuna yang menjadi salah satu
penyebab banyaknya kasus pencurian serta pelanggaran yang dilakukan oleh
negara-negara lain. China merupakan salah satu negara yang cukup banyak
terlibat atas konflik dengan wilayah kedaulatan Natuna di Indonesia. Ambisi
China yang ingin menguasai Natuna sudah tertanamkan sejak tahun 1990-an.
Mereka memasukkan wilayah kedaulatan Natuna ke dalam peta wilayah mereka
didasarkan pada Sembilan titik garis imajiner atau yang biasa disebut nine dash
line. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meredakan konflik dan menjaga
wilayah Natuna sebagai bagian dari wilayah kedaulatan Indonesia adalah
meningkatkan manajemen perbatasan wilayah terhadap Kepulauan Natuna,
peningkatan kegiatan ekonomi melalui eksplorasi minyak di wilayah Kepulauan
Natuna dan meningkatkan kapabilitas pertahanan di wilayah Kepulauan Natuna.
DAFTAR PUSTAKA
Damastuti, T. A., Rivinta, Hendrianti, C., Laras, R, O., Agustina, R. 2018.
Penyelesaian Sengketa Ilegal Fishing di Wilayah Laut Natuna Antara
Indonesia Dengan China, Jurnal Reformasi Hukum. Vol. 1, No. 2.
Maksum, A. 2017. Regionalisme dan Kompleksitas Laut China Selatan. Jurnal
Sospol, Vol. 3, No. 1, Januari-Juni 2017, Hlm 1-25.
Muslimah, F., Santiyah, W., dan Adi, D. P. 2020. Analisis Konflik Kepulauan
Natuna pada Tahun 2016-2019. Jurnal Hukum Pidana Islam, Volume 2, No. 2,
2020, Hlm. 87-96.
Nainggolan, P. P. 2021. Asean, Quo Vadis? Perdagangan Bebas, Konflik Laut
China Selatan, dan Konflik Domestik sebagai Batu Ujian. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.
Nainggolan, P. P., Muhamad, S. V., Roza, R. 2013. Konflik Laut China Selatan
dan implikasinya terhadap kawasan. Indonesia: P3DI Setjen DPR Republik
Indonesia dan Azza Grafika.
Prof. Dr. Djoko Marihandono, Dra. Anastasia Wiwik Swastiwi, M.A., Ph.D.,
Sandy Nur Ikfal Raharjo, M.Si. (Han). 2019. Sejarah Wilayah Perbatasan
Kepulauan Natuna Mutiara di Ujung Utara. Buku Direktorat Sejarah
Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia, 2019.
Puspitawati, D. 2017. Hukum Laut Internasional. Jakarta: Penerbit Kencana.
Ramli, R. P., Lumumba, P., dan Burhanuddin. 2021, Sengketa Republik
Indonesia-Republik Rakyat Tiongkok di Perairan Natuna. Hasanuddin Journal
of International Affairs, Volume 1, No. 1, February 2021, Hlm. 21-35.
Santoso, S. P. Percaturan Geopolitik Kawasan Laut China Selatan. 2021.
Yogyakarta: Deepublish.
Simanjuntak, M. (2017). Konvensi PBB 1982 Tentang Hukum Laut: Makna dan
Manfaatnya bagi Bangsa Indonesia. Indonesia: Penerbit Mitra Wacana Media.
Tampi, B. 2017. Konflik Kepulauan Natuna Antara Indonesia Dengan China
(Suatu Kajian Yuridis). Jurnal Hukum Unsrat, Vol. 23, No. 10, Juli-Desember
2017, Hlm. 1-16.
Wahyuni, S. 2019. Strategi Pemerintah Indonesia dalam Penyelesaian Konflik
Klaim Traditional Fishing Ground pada Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di
Perairan Natuna oleh Republik Rakyat Tiongkok. Jurnal Sosioreligius, Nomor
IV, Volume 2, Desember 2019, Hlm. 14-41.
Winarto, K. R. L. 2018. Respon Indonesia Menghadapi Ancaman China di
Perairan Natun. Jurnal Demokrasi & Otonomi Daerah, Volume 16, No. 2.
Yanti, N. 2022. Upaya Penyelesaian Konflik Kepulauan Natuna Dalam Tinjauan
Hukum Internasional . Jurnal Ilmu Hukum Volume 2, No 3, Juli 2022, Hlm.
59-74.

Anda mungkin juga menyukai