Anda di halaman 1dari 2

SINDROM STEVENS-JOHNSON (SSJ)

No. Dokumen : /C.7/SOP/PKM-PMR/ /2023


No. Revisi :
SOP Tanggal Terbit :
Halaman : 1/2

PUSKESMAS MP.SILITONGA
PANCA MAKMUR NIP. 19750623 199803 1 004

I. Pengertian Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) merupakan sindrom yang mengenai kulit,


selaput lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi
dari ringan hingga berat. SSJ merupakan bentuk minor dari toxic epidermal
necrolysis (TEN) dengan pengelupasan kulit kurang dari 10% luas permukaan
tubuh. SSJ menjadi salah satu kegawat daruratan karena dapat berpotensi fatal.
Angka mortalitas SSJ berkisar 1-5% dan lebih meningkat pada pasien usia lanjut.
Insiden sindrom ini semakin meningkat karena salah satu penyebabnya adalah
alergi obat dan sekarang obat-obatan cenderung dapat diperoleh bebas.

II. Tujuan Sebagai pedoman agar petugas kesehatan di puskesmas panca makmur dapat
melakukan penanganan pada penderita Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) dengan
baik dan benar.
III. Kebijakan

IV. Referensi Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2002. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Harr T, French LE. 2010, Toxic epidermal necrolysis and Stevens-Johnson
syndrome.Orphanet Journal of Rare Diseases, 5, 39.
V. Alat dan Bahan 1. Lab untuk pemeriksaan darah
VI. Prosedur / 1. Anamnesis ( Subjektif)
Langkah-langkah 1) Menanyakan keluhan
Keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Pada fase akut
dapat disertai gejala prodromal berupa:demam tinggi, malaise, nyeri
kepala, batuk, pilek, nyeri tenggorokan, arthralgia. Gejala prodromal
selanjutnya akan berkembang ke arah manifestasi mukokutaneus.
2) Faktor Risiko
 Mengkonsumsi obat-obatan yang dicurigai dapat mengakibatkan
SSJ.
 Sistem imun yang lemah, misalnya pada HIV/AIDS.
 Riwayat keluarga menderita SSJ.
2. Pemeriksaan fisik
Kelainan kulit Dapat berupa eritema, papul, purpura, vesikel dan bula yang
memecah kemudian terjadi erosi luas. Lesi yang spesifik berupa lesi target. Pada
SSJ berat maka kelainannya generalisata.
 ruam diawali dengan bentuk makula yang berubah menjadi papul,
vesikel, bula, plakurtikaria atau eritema konfluens
 tanda patognomoniknya adalah lesi target
 berbeda dengan lesi eritema multiform, lesi SSJ hanya memiliki 2 zona
warna, yaitu bagian tengah dapat berupa vesikel, purpura atau nekrotik
yang dikelilingi oleh tepiberbentuk makular eritema.
 lesi yang menjadi bula akan pecah menimbulkan kulit yangterbuka yang
akan rentanterinfeksi
 lesi urtikaria tidak gatal
 Kelainan selaput lendir di orifisium: tersering adalah pada mulut (90-
100%), genitalia (50%), lubang hidung (8%) dan anus (4%). Kelainan
berupa vesikel dan bula yang pecah dan mengakibatkan erosi,
ekskoriasi, dan krusta kehitaman.
 Kelainan mata, terjadi pada 80% di antara semua kasus, tersering
adalah konjugtivitis kataralis, konjungtivitis purulen, perdarahan,
simblefaron, ulkus kornea, iritis, dan iridosiklitis.
3. Pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium tidak khas, dapat dilakukan pemeriksaan
darah perifer lengkap, yang menunjukkan hasil leukositosis yang
menunjukkan adanya infeksi atau eosinophilia kemungkinan adanya faktor
alergi.
4. Penatalaksanaan
Bila keadaan umum penderita cukup baik dan lesi tidak menyeluruh dapat
diberikan metilprednisolon 30-40 mg/hari.
Mengatur keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi. Setelah dilakukan
penegakan diagnosis perlu segera dilakukan penentuan tingkat keparahan
dan prognosis dengan menggunakan sistem skoring SCORTEN.

1) Unit terkait 1. Pendaftaran


2. UGD
3. Poli Umum
4. LAB
2) Dokumen 1. Rekam medis
terkait
3) Rekaman No. Yang diubah Tgl Perubahan Tgl mulai diberlakukan
historis 1
perubahan

Anda mungkin juga menyukai