PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat tradisional yang telah lama dikenal oleh masyarakat merupakan warisan nenek
moyang yang sangat berharga. Pada umumnya obat ini berasal dari bahan baku alami
yang ada di sekitar kita. Jamu gendong merupakan salah satu obat tradisional yang
banyak ditemui baik di perkotaan lebih-lebih di pedesaan. Usaha jamu gendong terus
berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan jenis jamu gendong banyak
digunakan sebagai minuman penyegar atau obat penyakit ringan.
Tanaman herbal dapat diolah menjadi bentuk yang lebih menarik, yaitu dengan
mengolah tanaman herbal menjadi jamu. Jamu yang cukup luas dikonsumsi masyarakat
yaitu jamu beras kencur. Khasiat beras kencur yang telah dipercayai masyarakat
umumnya dapat menyembuhkan kelelahan, keletihan, kelesuan, pegal-pegal,
menyegarkan badan dan mencegah masuk angin. Penggemar jamu beras kencur tidak
terbatas hanya orang tua saja, namun telah meluas dari anak-anak, remaja, dan dewasa,
disemua lapisan masyarakat.
Adanya bakteri dan kapang dalam jamu gendong dapat disebabkan oleh pencemaran
dari air yang dipakai untuk mencuci bahan-bahan jamu, misalnya airnya kurang bersih
dan tidak mengalir. Selain tercemar oleh bakteri dapat juga disebabkan oleh cara
penyimpanan bahan-bahan jamu dan jamu yang sudah jadi belum dilakukan dengan baik
dan benar. Kurangnya pengetahuan cara-cara sanitasi pengolahan jamu, seperti alat-alat
yang dipakai kurang memenuhi syarat, kebutuhan air bersih masih kurang serta hygiene
perorangan belum dilakukan secara baik dan benar (Soemantri, 1992).
Cara pengolahan yang benar, hygiene perorangan serta sanitasi dalam pengolahan
bahan-bahan jamu, belum begitu diperhatikan oleh sekelompok orang yang berprofesi
sebagai penjual jamu. Cara pembuatan jamu kurang bersih dan pengemasan kurang baik,
dapat menyebabkan jamu akan ditumbuhi oleh jamur. Jamu umumnya dikemas dalam
botol-botol, baik yang terbuat dari kaca ataupun plastik. Kurangnya kebersihan dari botol
ataupun tempat minum dari jamu tersebut sangat mempengaruhi besarnya jumlah
kontaminan mikroba pada produk jamu.
Dalam pemasarannya jamu disajikan dalam bermacam-macam jenis, diantaranya
serbuk seduhan, pil dan cairan. Satu jenis jamu disusun dari berbagai tanaman obat yang
jumlahnya antara 5 sampai 10 macam, bahkan bisa lebih. Jamu juga harus memenuhi
persyaratan keamanan dan standar mutu (Suharmiati et al., 2006).
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2004) mengelompokkan obat herbal menjadi
tiga bentuk sediaan yaitu sediaan jamu, sediaan herbal terstandar dan sediaan fitofarmaka.
Persyaratan ketiga sediaan berbeda yaitu untuk jamu pemakaiannya secara empirik
berdasarkan pengalaman, sediaan herbal terstandar bahan bakunya harus distandarisasi
dan sudah diuji farmakologi secara eksperimen, sedangkan sediaan fitofarmaka sama
dengan obat modern, bahkan harus distandarisasi dan harus melalui uji klinik (Badan
POM, 2004).
Berdasarkan uraian dan hasil penelitian diatas serta uji pendahuluan yang telah
dilakukan penulis, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Gambaran Cemaran Jamur Pada Jamu Beras Kencur Yang Dibuat Secara
Tradisional Di Desa Rasau Jaya”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah cemaran jamur pada jamu beras kencur yang dibuat secara
tradisional di Desa Rasau Jaya.
2. Jenis jamur apa saja yang terdapat pada jamu beras kencur yang dibuat secara
tradisional di Desa Rasau Jaya.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini adalah bertujuan untuk mengetahui cemaran jamur pada jamu beras
kencur yang dibuat secara tradisional.
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui jenis cemaran jamur yang terdapat pada jamur beras kencur
yang dibuat secara tradisional.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah wawasan bagi penulis tentang gambaran cemaran jamur pada jamu
beras kencur yang dibuat secara tradisional dan dapat menerapkan ilmu
pengetahuan yang telah didapat selama Pendidikan serta menambah pengalaman
dalam melakukan penelitian ilmiah.
2. Bagi Masyarakat
Memberikan pengetahuan dan informasi kepada masyarakat mengenai dampak
dari cemaran jamur pada tubuh manusia serta pentingnya menjaga kebersihan
dengan baik pada jamur beras kencur yang dikonsumsi baik dalam pengolahan
maupun penyajian.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil pemeriksaan ini diharapkan menjadi referensi dan merupakan tambahan
kepustakaan bagi mahasiswa/I Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Ponyianak, Jurusan Analis Kesehatan yang diharapkan dapat berguna untuk
proses belajar mengajar terutama di bidang parasitologi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. JAMU
1. Sejarah Jamu Gendong
Masa pemerintahan kerjaan di Jawa Tengah, dari Kerajaan Mataram, yang
selanjutnya pecah menjadi Keraton Ngajogjokarto dan Surokarto, penyelenggaraan
pelayanan Kesehatan tidak dilakukan sampai ke pelosok desa. Sistem transportasi dan
komunikasi belum maju seperti saat ini pada masa itu. Pusat Kesehatan milik kerajaan
yang disebut Dinas Kesehatan Kerajaan berkedudukan di ibukota kerajaan. Rumah
sakit untuk pengobatan modern yang diselenggarakan oleh pemerintah Hindia
Belanda juga berada di ibukota, sehingga mendorong masyarakat untuk berupaya
mengatasi masalah kesehatannya secara mandiri dengan memanfaatkan potensi yang
ada.
Praktik-praktik pengoboatan yang dilakukan oleh “orang pintar”, dukun, atau
wiku, Sebagian besar menggunakan reamuan (jamu), sebagian menggunakan ilmu
kebatinan, dan ada yang menggabungkan kedua cara tersebut. “Orang pintar” itulah
yang pertama kali membuat ramuan-ramuan dari tumbuhan-tumbuhan. Pembuatan
ramuan ini biasanya berdasarkan wangsit atau wahyu. Meskipun demikian ada pula
yang memang berdasarkan ketajaman daya nalarnya untuk mengenal tumbuhan.
Masyarakat yang tinggal jauh dari tempat tinggal “orang pintar” tersebut,
tentunya mengalami kesulitan untuk pergi berobat jika sedang menderita sakit.
Keadaan ini mendorong berkembangnya sistem distribusi jamur tersebut. Distribusi
jamu pertama kali dilakukan oleh seorang laki-laki atas suruhan dukun berdasarkan
pesanan konsumen. Sistem yang dilakukan berupa barter, yakni jamu ditukar dengan
bahan makanan atau barang lainnya. Penjualan jamu lebih banyak dilakukan oleh
kaum perempuan karena kaum laki-laki lebih diperlukan untuk usahan pertanian.
Jamu yang dijual paa saat itu banyak dibuat oleh dukun bayi, sehingga jenis
jamu yang dijual hanyalah jamu-jamu untuk perempuan, terutama yang dijual
hanyalah jamu-jamu untuk perempuan, terutama yang sedang mengandung atau habis
melahirkan. Penjual jamu mulai menjual jamu buatannya sendiri sehingga banyak
menarik minat perempuan-perempuan lain untuk berjualan setelah mengetahui usaha
tersebut menguntungkan. Resep-resep jamu diperoleh dari para dukun bayi tersebut
mulai ditularkan dari mulut ke mulut, sehingga semakin banyak orang yang
mengetahuinya.
Jamu digunakan tidak secara khusus dipelajari, tetapi hanya berdasarkan
pengetahuan dan keterampilan yang diwariskan nenek moyang. Sebagian masyarakat,
jamu dianggap bermanfaat, sehingga pemanfaatannya tidak terbatas atau tidak
mengenal usia, jenis kelamin, dan kondisi kesehatan. Jamu oleh masyarakat
digunakan untuk menjaga Kesehatan, penyegar badan, dan perawatan tubuh.
Ramuan jamu terdiri dari bahan alami yang belum dimurnikan (dibakukan)
dan pemakaiannya bertujuan untuk menjaga Kesehatan, pengguna jamu bisa
digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama. Para pembuat jamu perlu diberi
kesadaran untuk menjaga konsistensi, baik takaran maupun komposisi jamu yang
diraciknya, sehingga kepercayaan masyarakat atau konsumen tetap terjaga.
3. Habitat Jamur
Fungi atau jamur dapat ditemukan pada anekan substrat, baik di lingkungan
darat, perairan, maupun udara. Fungi di alam tidak sulit untuk ditemukan karena
bagian vegetatifnya yang umumnya berupa miselium berwarna putih mudah
terlihat pada substrat yang membusuk (kayu lapuk, nuah-buahan yang terlalu
masak, makanan yang busuk), konidianya atau tubuh buahnya dapat mempunyai
aneka warna (merah, hitam, jingga, kuning, krem, putih, abu-abu, coklat, kebiru-
biruan, dan sebagainya) pada daun, batang, kertas, tekstil, kulit, dan lain-lain.
Tubuh buah fungi lebih mencolok karena langsung dapat dilihat dengan mata
kasat, sedangkan miselium vegetative yang menyerap makanan hanya dapat
dilihat dengan menggunakan mikroskop.
4. Morfologi jamur
Jamur mencakup: a) khamir, yaitu sel-sel yang berbentuk bulat, lonjong dan
memanjang yang berkembangbiak dengan membentuk koloni yang basah atau
berlendir, dan b) kapang, yang terdiri dari sel-sel memanjang dan bercabang yang
disebut hifa, Hifa tersebut dapat bersekat sehingga terbagi menjadi banyak sel,
atau tidak bersekat dan disebut hifa senositik (coenocytic). Anyaman dari hifa,
baik yang multiseluler atau senositik, disebut miselium. Kapang membentuk
koloni yang menyerupai kapas atau padat.
Bentuk kapang atau khamir tidak mutlak karena terdapat jamur yang dapat
membentuk kedua sifat tersebut dalam keadaan yang berbeda dan disebut sebagai
jamur yang dimorfik. Khamir membentuk tunas yang memanjang yang bertunas
lagi pada ujungnya secara terus-menerus, sehingga berbentuk seperti hifa denngan
penyempitan pada sekat-sekat dan disebut hifa semu. Anyaman dari hifa semu
disebut miselium semu. Hifa dapat bersifat sebagai: a) hifa vegetatif, yaitu
berfungsi mengambil makanan untuk pertumbuhan, b) bersifat sebagai hifa
reproduktif, yaitu yang membentuk spora, dan c) bersifat sebagai hifa udara, yaitu
yang berfungsi mengambil oksigen. Hifa dapat berwarna atau tidak berwarna dan
jernih.
Spora dapat secara aseksual dan seksual. Spora dapat berwarna atau tidak
berwarna dan jernih. Spora aseksual disebut talospora (thallospora), yaitu spora
yang langsung dibentuk dari hifa reproduksi. Spora yang termasuk talospora ialah:
a. Blastospora, yaitu spora yang berbentuk tunas pada permukaan sel,
ujung hifa atau pada sekat atau septum hifa semu.
b. Artospora, yaitu spora yang dibuat langsung dari hifa dengan banyak
septum yang kemudian mengadakan fragmentasi sehingga hifa tersebut
terbagi menjadi banyak artospora yang berdinding tebal.
c. Klamidospora, yaitu spora yang dibentuk pada hifa ujung, di tengah
atau yang menonjol ke lateral, dan disebut klamidospora terminal,
interkaler dan lateral. Diameter klamidiospora tersebut lebih lebar dari
hifa yang membentuk dan berdinding tebal.
d. Aleuriospora, yaitu spora yang dibentuk pada ujung atau sisi dari hifa
khusus yang disebut konidispora. Aleuriospora ini uniseluler dan kecil,
disebut mikrokonidia (mikro aleuriospora); atau multiseluler, besar
atau panjang, disebut makrokonidia (makro aleuriospora).
e. Sporangiospora, yaitu spora yang dibentuk diujung hifa yang
menggelembung, disebut sporangium.
Spora seksual dibentuk oleh dua sela tau hifa. Seperti hifa.
Yang temasuk golongan spora seksual ialah:
a. Zigospora, yaitu spora yang dibentuk oleh dua hifa yang sejenis.
b. Oospora, yaitu spora yang dibentuk oleh dua hifa yang tidak
sejenis.
c. Askospora, yaitu spora yang terdapat di dalam askus yang dibentuk
oleh dua sela tau dua sel hifa.
d. Basdiospora, yaitu spora yang dibentuk pada basidium sebagai
hasil penggabungan dua jenis hifa.
Berdasarkan sifat koloni, hifa dan spora yang dibuat oleh
kapang atau khamir, jamur dibagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
a. Myxomycetes, yaitu bentuk vegetative dari sel-sel yang motil.
Karena pada stadium lanjut tersebut bergabung dan membentuk
bagian-bagian yang mirip sporulasi jamur.
b. Chytrydiomycetes, yaitu kapang yang mempunyai hifa
senositik. Salah satu spesies yang pathogen pada manusia yaitu
Rinosporidium serebri.
c. Zygomycetes, (dahulu disebut Phycomycetes). Mempunyai hifa
senositik. Contoh-contohnya diantara lain : Mucor, Rhizopus,
Absidia, Mortierlla dan Cuming hamella menyebabkan mikosis
pada manusia dan binatang.
d. Ascomycetes, kelas jamur yang membentuk askospora dalam
askus. Penyebab jamur sistematik pada manusia.
e. Basidiomycetes, kapang dari kelas ini membentuk basiospora.
Ada yang menyebabkan patogen pada manusia antara lain
Cryptococcus neoformans.
f. Deuteromycetes. (Fungi imperfecti), terdiri dari semua kapang
yang belum dikenal stadium seksualnya.
5. Nutrisi jamur di habitat alam
Jamur memerlukan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangannya untuk
bertahan hidup. Nutrisi tersebut dapat langsung diperoleh dari media yang ada di
sekitarnya secara langsung dalam bentuk unsur, ion, dan molekul sedrehan.
Molekul kompleks atau polimer harus diuraikan terlebih dahulu menjadi molekul
sederhana atau monomer. Berikut ini diuraikan dengan singkat nurisi yang
diperlukan oleh jamur.
a. Karbon
Karbon merupakan unsur dasar pembangun sel dan sumber energi
yang diperlukan oleh sel jamur. Semua senyawa karbon tampaknya
dapat digunakan oleh jamur, seperti monosakarida, polisakarida, asam
organik, asam amino, alkohol, asam lemak, lemak, selulosa, dan lignin.
b. Nitrogen
Nitrogen diperlukan dalam sintesis protein, purin, dan primidin. Kitin
yang merupakan polisakarida yang umum dijumpai pada dinding sel
jamur juga mengandung nitrogen.
c. Mineral
Karbon dan nitrogen telah diketahui merupakan unsur yang penting
bagi kehidupan jamur. Beberapa unsur lain juga diperlukan meskipun
hanya dalam konsentrasi yang lebih rendah daripada karbon atau
nitrogen. Sulfur digunakan untuk membentuk asam amino seperti
sisteina dan metionina, vitamin seperti tiamina dan biotin. Kebanyakan
jamur menggunakan sulfur dalam bentuk sulfat. Fosforus dijumpai
dalam ATP, asam nukleat, dan membran fofolipid yang sangat
berperan dalam dunia kehidupan.
Unsur logam yang paling banyak dijumpai di dalam sel jamur
ialah potassium. Unsur ini mempunyai peranan sebagai kofaktor
beberapa sistem enzim. Magnesium merupakan unsur yang penting
pula. Banyak enzim diaktifkan oleh adanya magnesium meskipun
hanya dalam jumlah yang sangat kecil. Unsur lainnya seperti besi,
zink, mangan, tembaga, dan molybdenum diperlukan dalam jumlah
yang teramat kecil untuk pertumbuhan jamur. Fungsi tersebut kurang
diketahui dengan jelas, tetapi umumnya sebagai kofaktor dalam
sintesis enzim.
d. Vitamin
Vitamin merupakan molekul organic yang diperlukan dalam jumlah
kecil dan tidak digunakan sebagai sumber energi atau bahan dasar sel.
Vitamin digunakan sebagai koenzim. Vitamin yang umum diperlukan
oleh jamur yaitu tiamina (vitamin B 1), biotin (vitamin B7 dan vitamin
H), asam nikotinat (vitamin B3), asam pantotenat (vitamin B5), dan
asam para-amino-benzoat. Keperluan akan vitamin tersebut di atas
bergantung pada spesies jamurnya.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Alur Kerja
Cemaran jamur
Alur kerja yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari Jamu. Selanjutnya
melakukan persiapan alat dan bahan untuk pembuatan jamu beras kencur. Lalu peneliti mulai
meracik dan mengolah jamu tradisional. Selanjutnya dari meracik tersebut jadinya jamu beras
kencur
B. Definisi Operasional
1. Jamu beras kencur tradisional
Definisi : obat tradisional dalam bentuk minuman yang dibuat berdasarkan
pengalaman dengan bahan utama beras dan kencur.
Cara ukur : Dipipet
Alat Ukur : Pipet Ukur
Skala Ukur : Rasio
Hasil Ukur : ml
C. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan statistic deskriptif yaitu statistik yang berfungsi
untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti, melalui data
sampel atau populasi sebagai mana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum yang dilakukan terhadap jamu beras kencur yang
dibuat secara tradisional di Desa Rasau Jaya.
2. Penyajian Data
Dalam penelitian ini data disajikan dalam bentuk tabel.