Anda di halaman 1dari 2

Karya sastra novel 9 matahari

Sebuah novel karya Adenita, seorang penulis yang lahir di Jakarta, 3 Juli 1981. Novel
bergenre fiksi ini bercerita tentang perjuangan seorang gadis untuk dapat terus melanjutkan
pendidikannya, meski berada di tengah kesulitan ekonomi. Suatu idealisme tokoh “Aku”
untuk mencapai mimpinya menjadi seorang sarjana. Novel bersudut pandang orang pertama
pelaku utama ini, berlatarkan di daerah pinggiran Jakarta dan Bandung. Sebuah kisah yang
menyajikan sisi lain dari dunia pendidikan oleh gadis bernama Matari Anas, gadis yang lahir
dan besar di Jakarta. Ia mempunyai seorang kakak yang tengah bekerja setelah mendapatkan
gelar cum laude D3-nya. Ayahnya seorang pengangguran, dan ibunya ialah seorang ibu
rumah tangga.
Sebuah balada seorang mahasiswi pendatang, dalam mencari jati diri di belantara kehidupan.
Bagaimana ia dapat bertahan di tengah himpitan kesulitan hidup, tentang semangat berdarah-
darahnya untuk menuntut ilmu, pontang-panting mencari nafkah demi kelangsungan hidup
dan impiannya, sampai-sampai gali lubang tutup lubang pun ia lakukan. Kisah tentang proses
manusia menuju kesempurnaannya, yang dilambangkan dengan angka 9. Novel ini terdiri
dari 40 bab, yang termasuk prolog dan epilognya. Penyajian alur campuran, membuat kisah
Tari tampak nyata adanya dan cukup mengesankan. Semacam jamur yang tumbuh pada
musimnya, buku ini muncul saat buku-buku bertema pendidikan dan persahabatan semacam
Laskar Pelangi laris manis di lapangan.
“Impianku.. Oh aku sudah memberikannya nyawa. Aku menghidupkannya dalam hari-
hariku. Ketika membuka matakuꟷsaat mengawali hari, aku menyapanyaꟷseperti menyapa
matahari. Aku biarkan ia menelusup ke dalam hati, mengintip perasaanku, membiarkannya
berteriak bahwa ia menungguku. Aku biarkan hasratku berkembang pesat. Tumbuh,
menjulang tinggi. Menyentuh langit, mendekati matahari!” (Hal. 39)
Sungguh, Tari meletakkan impiannya pada tahta tertinggi di pikirannya, melahirkan semangat
tidak biasa untuk dirinya sendiri. Apa kau pernah bermimpi untuk menjadi manusia berharga,
terpandang, bermartabat setelah mendapatkan gelar sarjana? Jika ya, maka Tari menganggap
impian semacam itu terlalu muluk-muluk! Ia terdampar di Bandung untuk impiannya, jauh
dari keluarga, menjalani program kuliah jurusan ilmu komunikasi di universitas terkenal jalur
ekstensi. Ia sedang mencari arti dirinya, dan membawa keluarganya ke peradaban yang
mapan kepada kehidupan yang layak didapatkan, merupakan sesuatu yang ia dambakan.
Everything Happens for a reason. Ia ingat lagi kata-kata itu, pada saat Tari ingin
berhenti meraih mimpinya, rasanya ia telah lelah mengikuti kemana arah mimpinya pergi.
Suatu keinginan yang tidak diimbangi dengan kemampuan mewujudkannya. Suatu ketika,
Tari mengalami kondisi drop! Ia lelah dengan yang terjadi pada hidupnya, tentang
ketidaksanggupannya menutup lubang yang telah ia gali. Timbunan itu pun semakin
menumpuk, hanya untuk merealisasikan mimpinya. Tidak, sungguh tidak ada yang salah
dengan skenario yang Maha Pemilik Cinta berikan. Semua yang terjadi ialah karena pertanda
kasih dan sayang-Nya, pada makhluk ciptaan yang kadang lengah untuk bersyukur atas
segala nikmat, yang tak pernah merasa cukup, yang selalu menyalahkan takdir dan keadaan
bila situasi sedang sulit. Sekolah kehidupan akan memberikan nilai, pada setiap ujian
kehidupan yang diberikan. Apakah seseorang layak untuk mencapai tingkatan selanjutnya?
Pada awalnya keluarga dari Tari tidak mendukung anak bungsunya untuk melanjutkan
pendidikannya ke bangku kuliah terutama Bapaknya, namun Tari tetap kokoh dengan
idealismenya, bertahan dengan kemampuan mewujudkan yang minim untuk impiannya.
Kesulitan dan kepanikan Matari begitu terasa, termasuk perasaannya menanggung utang dan
rasa malu, ketar-ketir menghadapi ujian kuliah, juga ujian hidup. Namun, kuatnya tekad dan
semangat Tari untuk bertahan menggapai mimpinya memang patut diapresiasi. Ia
meninggalkan keluarganya, berusaha hidup mandiri, menghadapi segala realita kehidupan
yang cukup menyesakkan untuknya. Bukan sineron yang instan, mengenai perjuangan,
keteguhan, dan bagaimana mencapainya, namun merupakan suatu realitas yang hadir di
sekitar kita. Hingga akhirnya, Tari menemukan orang-orang yang mampu memberi
pencerahan dalam hidupnya, bangkit dari keterpurukannya menjadi pribadi yang lebih baik.
9 Matahari menyuguhkan kisah yang akrab di telinga, tentang pendidikan dan persahabatan.
Covernya berwarna merah menyala dengan gambar ukiran, sederhana namun elegan, dengan
tulisan 9 matahari, rasanya telah menggambarkan isi dari buku ini, kisah penuh semangat.
Penyajian kisah dan alurnya pun baik, dan cukup menarik. Membaca novel ini seolah
membaca diary, ataupun biografi dari pengarang sendiri. Penyettingan kota di Bandung pun
cukup kuat, sehingga banyak menghadirkan nama ataupun logat bahasa Sunda yang kental
pada beberapa percakapan tokohnya. Sayangnya, penulis seperti menyamarkan nama
universitas, stasiun televisi, dan hal lainnya. Sehingga terasa cukup lucu dan aneh, serta
membuat penasaran tentang maksud nama yang sebenarnya penulis tujukan. Menurut saya,
bila tidak ada unsur penghinaan ataupun menyinggung suatu pihak, tak apa bila tidak
disamarkan nama-nama tersebut, agar kesan cerita di dalamnya menjadi lebih hidup.
Mengenai penyajian kata-kata pada novel ini cukup baik dengan menggunakan bahasa
pergaulan sehari-hari, meskipun ada beberapa kata yang salah cetak. Kata yang salah cetak
tersebut saya temukan di halaman 354, kesalahan yang terlihat remeh namun cukup
mengganggu pembaca. Sungguh disayangkan, buku setebal 359 halaman ini dinilai cukup
membosankan karena memiliki konflik yang sedikit, selain karena banyaknya bab dan oleh
karena tebal buku ini sendiri. Namun tetap saja, banyak hikmah yang dapat dipetik. Novel ini
sangat direkomendasikan pada pelajar, mahasiswa baru, kalangan perguruan tinggi, dan
orangtua dengan ekonomi kelas bawah yang punya anak sedang berkuliah. Kuliah hingga
lulus itu penting, lebih penting lagi tentang integritas ꟷsuatu kedewasaaan dalam memandang
kehidupan.
Sebuah usaha yang baik oleh penulis untuk memberikan pencerahan pada pembaca, tentang
rasa syukur yang harus dimunculkan setelah segala yang kita dapatkan saat ini. Buku yang
memiliki banyak pesan moral di dalamnya, penulis berusaha menanamkan bahwa energi
positif itu penting adanya! Buku yang menarik untuk dibaca, mengenai fenomena pendidikan
di Negeri tercinta, semoga ia tidak ditarik-ulur seperti layangan yang menari-nari di awan.
Ya..Pada akhirnya, kita adalah apa yang kita pikirkan. Kita bangkit dari pikiran ꟷdengan
pikiran, kita membuat dunia. Bahwa kesuksesan, adalah sebuah pilihan. Tak lupa, Tari
mengajarkan bahwa kita dapat belajar kapan saja dan dimana saja, bahwa pendidikan itu
sesuatu yang sangat penting! Sedangkan pelajaran kehidupan, merupakan salah satu pelajaran
yang tidak berbayar dan semua orang bisa mendapatkannya, manfaatkanlah dengan baik
untuk menigkatkan kualitas diri kita sendiri. Semoga pendidikan di Indonesia semakin maju
kualitasnya. Semoga semangat pada kalimat-kalimat dalam buku ini dapat menjalar dalam
diri kita.
Oh, mimpiku.. Terbang, terbanglah melayang tinggi. Kubiarkan dirimu meliuk, dilihat semua
mata. Sampaikan pada dunia, bahwa aku ada!

Anda mungkin juga menyukai