Anda di halaman 1dari 12

KREATIO EX-NIHILI

Oleh:

Fien Ika Sendana


2020164849
E Teologi

Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN) Toraja

Tahun Akademik 2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ada banyak pertanyaan yang sering timbul tentang adanya bumi ini.
Darimanakah bumi ini? Siapa dibalik adanya bumi ini? Apakah kisah penciptaan
adalah benar atau hanyalah sebatas mitos belaka? Dan berbagai pertayaan lainnya
yang menjadi wujud keingintahuan manusia mengenai asal usulnya. Karena itu, ada
banyak teori yang muncul karena keingintahuan tersebut. Setiap orang memiliki
pandangan masing-masing karena itu mereka membuat teori-teori baru untuk
menjawab berbagai pertanyaan-pertanyaan yang muncul.

Dalam kekristenan pun kisah penciptaan menjadi sasaran keingintahuan manusia.


Tidak hanya dari kalangan di luar kekristenan tetapi juga dari orang-orang Kristen
sendiri. Salah satu yang sering ditanyakan adalah apakah alam semesta ini memang
benar diciptakan dari ketiadaan ataukah telah ada atom-atom yang kemudian
memunculkan alam semesta ini? Karena itu, melalui makalah ini penulis akan
memaparkan mengenai salah satu konsep penciptaan yakni creation ex nihilo.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada diatas maka rumusan masalah dari makalah
ini adalah:

1. Apa itu Creation Ex Nihilo?

2. Bagaimana Kajian Teks dari konsep Creation Ex Nihilo?

3. Bagaimana Implikasi Creation Ex Nihilio bagi kehidupan orang Kristen masa kini?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang ada diatas, maka tujuan penulisan dari
makalah ini adalah untuk mengetahui tentang creation ex nihilo, kajian teks dari
konsep creation ex nihilo dan implikasinya bagi kehidupan orang kristen masa kini.

2
BAB II

ISI

A. Creation Ex Nihilo

Sebelum memahami mengenai creation ex-nihilo terlebih dahulu kita melihat


fakta-fakta mengenai alam semesta yang dimulai dari bumi sebagai tempat hidup
animal ratio yang selalu ingin tahu tentang asal usulnya. Dimulai dari planet Bumi:
sebuah wahana yang ditumpangi oleh ber-miliar manusia. Kecerdasan spiritual
manusialah yang akan memberi makna perjalanan di alam semesta ini; perjalanan
antargenerasi selama bermiliar tahun tanpa tujuan akhir yang diketahui pasti, yang
gratis dan tak berujung, hingga waktu kehancurannya tiba. Namun Bumi masih terlalu
kecil dibandingkan Matahari, sebuah bola gas pijar raksasa, lebih dari 1.250.000 kali
ukuran Bumi dan bermassa 100.000 kali lebih besar. Bumi yang tak berdaya,
tertambat oleh gravitasi, terseret Matahari mengelilingi pusat Galaksi lebih dari 200
juta tahun untuk sekali edar penuh. Penjelajahan akal manusia mendapatkan fakta-
fakta penyusun alam semesta, mulai dari dunia atom, planet, tata surya, hingga galaksi
dan ruang alam semesta yang berbatas galaksi-galaksi muda. Dengan itu, pengetahuan
manusia merentang dalam dimensi panjang 10-13 hingga 1026 meter, yang
merupakan batas fakta-fakta yang dapat diperoleh dalam dunia sains. Pada abad ke-21
manusia masih berambisi untuk menyelami dunia 10-35 meter (skala panjang Planck)
atau 10-20 kali lebih kecil dari pe-nemuan skala atom pada dekade pertama abad ke-
20. Begitu pula dimen-si lainnya seperti waktu, energi, massa, rentangnya meluas dari
yang le-bih kecil dan lebih besar. Penjelajahan akal manusia bisa menggapai
penaksiran hal-hal berikut: jumlah partikel (di Matahari 1060 atau di Bumi 1050),
energi ikat (antara Bumi dan Matahari sebesar 1033 Joule), energi radiasi matahari
sebesar 1026 watt, energi Matahari yang diterima Bumi sebesar 1022 Joule, energi
yang diperlukan manusia per tahun sebesar 1020 Joule, energi penggabungan inti
atom, fissi 1 mol Uranium sebesar 1013 Joule, energi yang dihasilkan 1 kg bensin
sebesar 108 Joule. Sebuah anugerah yang besar bagi manusia, walaupun melalui
proses yang panjang.1 Dengan adanya fakta-fakta tersebut wajarlah jika manusia
sangat ingin tahu siapa dibalik seluruh kedasyatan alam semesta.

1
Harun Yahya, Penciptaan Alam Semesta, acses in gramedia-online-download-buku-
gratis.blogspot.com

3
Ex-Nihilo adalah sebuah frase Latin yang artinya “muncul dari ketiadaan”. Ini
seringkali muncul bersamaan dengan konsep penciptaan, sehingga dalam creation ex
nihilo, yang artinya “penciptaan yang muncul dari ketiadaan”, utamanya berada dalam
konteks filsafat atau teologi, meskipun juga terjadi dalam bidang lainnya. Dalam
teologi, frase umum creation ex-nihilo (“penciptaan yang muncul dari ketiadaan”),
berseberangan dengan creation ex material (penciptaan dari beberapa materi abadi
yang telah ada sebelumnya) dan dengan creation ex deo (penciptaan yang muncul dari
sosok Allah). Creatio continua adalah penciptaan Ilahi yang berlangsung. Frase ex
nihilo juga muncul dalam perumusan filsafat klasik ex nihilo nihil fit, yang artinya
“Muncul dari ketiadaan yang mendatangkan ketiadaan”. Saat dipakai di luar konteks
agama dan metafisika, ex nihilo juga merujuk kepada beberapa hal yang datang dari
ketiadaan. Contohnya, dalam sebuah konservasi, orang mengangkat sebuah topik “ex
nihilo” jika itu dianggap tak ada hubungannya dengan topik pembicaraan
sebelumnya.2

Ketidak beradaan adalah suatu keadaan ketika alam semesta dijadikan, tidak ada
sesuatu pun materi yang dipakai untuk membantu prosesnya, melainkan hanya Firman
Allah saja. Keputusan penciptaan Ilahi tidak didahulu oleh suatu bahan apa pun yang
telah ada dari macam apa pun juga. Hal ini berarti suatu keadaan tentang ketiadaan ini
meniadakan pandangan tentang adanya suatu unsur lain di luar yang Ilahi, dan yang
kemudian dipakai Allah dalam proses penciptaan. 3

Mungkinkah ada “zat dasar” yang dapat menjadi bahan untuk membuat segala
sesuatu? Jika memang ada zat semacam itu, bagaimana ia dapat tiba-tiba berubah
menjadi setangkai bunga atau seekor gajah? 4 Sekarang ini banyak orang
membayangkan bahwa pada suatu waktu sesuatu pasti muncul dari ketiadaan, gagasan
ini tidak begitu tersebar luas di kalangan orang-orang Yunani karena satu atau lain
alasan, mereka berpendapat bahwa “sesuatu” itu selalu ada. Bagaimana segala
sesuatu dapat muncul dari ketiadaan karenanya bukanlah pertanyaan yang penting
sama sekali. Di lain pihak, orang-orang Yunani takjub melihat bagaimana ikan hidup
dapat muncul dari air, dan pohon-pohon besar serta bunga-bunga berwarna cemerlang
dapat muncul dari tanah yang mati. Belum lagi bagaimana seorang bayi dapat muncul

2
https://id.m.wikipedia.org

3
Christsonjames.blogspot.com
4
Jostein Gaarder. Dunia Sophie. Bandung: PT Mizan Pustaka. 66.

4
dari dari rahim ibunya. Semua filosof paling awal sama-sama percaya bahwa pasti ada
suatu zat dasar di akar seluruh perubahan. Bagaiamana mereka sampai pada gagasan
ini sulit kita ketahui. Kita hanya tahu bahwa pandangan itu lambat laun berkembang.
Pasti ada suatu zat dasar yang merupakan penyebab tersembunyi dari semua
perubahan di alam. Pasti ada “sesuatu” yang darinya segala sesuatu berasal dan
kepadanya segala sesuatu akan kembali.5

Berbicara mengenai asal usul adanya suatu zat dasar tak pernah lepas dari
kemahakuasaan Allah yang mecipta langit bumi beserta segala isinya. Tentunya
manusia memang layak untuk selalu bertanya-tanya mengenai hal itu bahkan bukan
hanya para filosof saja tetapi para teolog yang juga bertanya-tanya darimana
sebenarnya bumi dan segala isinya ini. Kalau melihat ke dalam Kejadian 1:1-3
mengenai penciptaan, bagi teologi kristiani-tradisional-konvensional yang amat
mengutamakan kedaulatan Allah sebagai Pencipta alam semesta dan segala sesuatu,
hanya ada satu kemungkinan di dalam menafsirkan perikop ini, yaitu menafsirkannya
di dalam kerangka prinsip creation ex-nihilo, yaitu penciptaan dari ketiadaan, untuk
memperlihatkan bahwa Allah amat berkuasa di dalam menciptakan, dan tidak
memerlukan bahan mentah atau bahan dasar apa pun dalam sabda dan tindakan
penciptaan-Nya. 6

Ciptaan adalah sebuah tindakan yang dengan sengaja dan terencana dilakukan
oleh Allah dengan tujuan tertentu, sehingga kosmos bukanlah sesuatu yang kebetulan
saja di dalam kegiatan ilahi ataupun emanasi yang mengalir secara otomatis dari Yang
Ilahi. Meskipun para teolog dari kalangan kristiani tradisional-konvensioanl ini
kemudian menggunakan pendekatan-pendekatan kritis-historis dengan memanfaatkan
hasil-hasil penelitian sejarah agama (Religionsgeschicte) dalam menafsir, biasanya
tekanan pada prinsip creation ex nihilo itu tetap kelihatan.7

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis memberikan pemaparan


kajian teks mengenai Creatio ex Nihilo.

B. KAJIAN TEKS

Seorang Filosof dari Miletus, sebuah koloni Yunani di Asia kecil bernama
Thales beranggapan bahwa sumber dari segala sesuatu adalah air. Kita tidak tahu

5
Ibid, 68-69.
6
Emanuel Gerrit Singgih. Dua Konteks. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009. 206
7
Ibid.

5
pasti apa yang dimaksudkannya dengan itu, dia mungkin percaya bahwa seluruh
kehidupan berasal dari air- dan seluruh kehidupan kembali ke air ketika sudah
berakhir. Selama perjalanannya di Mesir, dia pasti telah mengamati bagaimana
tanaman mulai tumbuh begitu banjir Sungai Nil surut dari wilayah daratan di Delta
Nil. Barangkali, dia juga mengamati bahwa katak dan cacing muncul di tempat-
tempat yang baru dibasahi hujan. Besar kemungkinan bahwa Thales memikirkan cara
air berubah menjadi es atau uap – dan kemudian berubah menjadi air kembali. Filosof
berikutya yang kita dengar adalah Anaximander, yang juga hidup di Miletus pada
yang kira-kira sama dengan masa hidup Thales. Dia beranggapan bahwa dunia kita
hanyalah salah satu dari banyak sekali dunia yang muncul dan sirna di dalam sesuatu
yang disebutnya sebagai yang tak terbatas. Tidak begitu mudah untuk menjelaskan
apa yang dia maksudkan dengan yang tak terbatas, tapi tampaknya bahwa jelas bahwa
dia tidak sedang memikirkan suatu zat yang dikenal dengan cara seperti yang
dibayangkan Thales. Barangkali yang dimaksudkannya adalah bahwa zat yang
merupakan sumber segala benda pastilah sesatu yang berbeda dari benda-benda yang
diciptakannya. Karena semua benda ciptaan itu terbatas, sesuatu yang muncul
sebelum dan sesudah benda-benda tersebut pastilah “tak terbatas”. Jelas bahwa zat
dasar itu tidak mungkin sesuatu yang sangat biasa seperti air. Filosof ketiga dari
Miletus adalah Anaximenes ( kira-kira tahun 570-526 SM). Dia beranggapan bahwa
sumber dari segala sesuatu pastilah “udara” atau “uap”. Anaximenes tentu saja
mengenal teori Thales menyangkut air. Tapi darimanakah asala air? Anaximenes
beranggapan bahwa air adalah udara yang dipadatkan . kita mengetahui bahwa ketika
hujan turun, air diperas dari udara. Jika air diperas lebih keras lagi, ia menjadi tanah,
pikirnya. Dia mungkin pernah melihat bagaimana tanah dan pasir terperas keluar dari
es yang meleleh. Dia juga beranggapan bahwa api adalah udara yang dijernihkan.
Menurutnya, udara karenanya adalah asal usul tanah, air, dan api. Seperti Thales dia
beranggapan bahwa pasti ada suatu zat dasar yang merupakan sumber dari seluruh
perubahan alam. 8

Big Bang dan Perluasan Alam Semesta. Menurut efek Doppler, bila galaksi
berjarak tetap dari bumi, spektrum gelombang cahaya akan muncul pada posisi
standard (atas). Bila galaksi bergerak menjauhi kita, gelombang itu akan tempak
meregang dan geser merah (tengah). Bila galaksi bergerak menuju kita, gelombang

8
Jostein Gaarder. Dunia Sophie. Bandung: PT Mizan Pustaka. 72

6
akan tampak mencitu dan geser biru (bawah). Pada abad ke-20, terjadi lompatan besar
di bidang astronomi. Pertama, pada tahun 1922, seorang ahli fisika Rusia, Alexandre
Friedmann, menemukan bahwa alam semesta tidak memiliki struktur yang statis.
Berpijak pada teori relativitas Einstein, Friedmann menghitung bahwa sebuah impuls
kecil saja dapat mengakibatkan alam semesta meluas atau mengerut. Georges
Lemaitre, salah seorang ahli astronomi terkenal Belgia, adalah yang pertama kali
menyadari pentingnya hitungan ini. Hitungan ini membawanya pada kesimpulan
bahwa alam semesta memiliki awal dan terus-menerus meluas sejak permulaan. Ada
hal penting lainnya yang diangkat Lemaitre: menurutnya: ada kelebihan radiasi yang
tertinggal dri Big Bang dan ini dappat dilacak. Lemaitre yakin bahwa penjelasannya
benar walaupun pada awalnya tidak mendapat banyak dukungan dari kalangan
ilmuwan. Sementara itu, bukti lebih lanjut bahwa alam semesta meluass mulai
bermunculan. Pada waktu itu, Edwin Hubble, seorang ahli astronomi dari Amerika,
yang mengamati bintang-bintang dengan teleskop raksasanya, menampilkan bahwa
bintang-bintang memancarkan cahaya geser merah (red shift) tergantung jarak
mereka. Dengan temuan ini, yang diperolehnya di Observatorium Mount Wilson,
California, Hubble menantang seluruh ilmuwan yang mengajukan dan membela teori
“keadaan tetap” (steady-state), dan mengguncangkan pondasi model alam semesta
yang dianut saat itu.

Temuan-temuan Hubble bergantung pada aturan fisika bahwa spektrum


cahaya yang bergerak menuju titik pengamatan cenderung mendekati ungu, sementara
spectrum cahaya yang bergerak meninggalkan titik pengamatn cenderung mendekati
merah. Ini menunjukkan bahwa benda-benda angkasa yang diamati dari
Observatorium Mount Wilson California begerak menjauhi bumi. Pengamatan
selanjutnya mengungkapkan bahwa bintang dan galaksi tidak hanya bergerak
menjauhi kita tetapi juga saling menjauhi satu sama lain. Pergerakan benda-benda
angkasa ini sekali lagi membuktikan bahwa alam semesta meluas. Pengamatan lebih
jauh pada perluasan alam semesta telah membuka jalan bagi pendapat-pendapat baru.
Sejak saat itu, para ilmuwan sampai pada model alam semesta yang semakin kecil
apabila seseorang kembali ke massa lampau, dan pada akhirnya mengerut dan
konvergen pada satu titik, seperti yang dikemukakan Lemaitre. Kesimpulan yang
dapat diturunkan dari model ini adalah bahwa pada suatu masa, semua benda alam
semesta memadat dalam sebuah titik-massa tunggal yang memiliki “volume nol”

7
karena gaya gravitasinya yang sangat besar. Alam semesta kita menjadi ada sebagai
hasil dari ledakan titik massa yang memiliki “volume nol” ini. Ledakan ini disebut
“big bang”. Big bang menunjukkan hal lain. Mengatakan bahwa sesuatu memiliki
volume nol itu berarti ama dengan mengatakan bahwa sesuatu itu “tidak ada”. Seluruh
alam semesta ini diciptakan dari sesuatu yang “tidak ada” ini. Selanjutnya, alam
semesta ini memiliki awwal, bertolak belakang dengan pandangan materialisme, yng
beranggapan bahwa “alam semesta adalah kekal”. 9

Allah menciptakan Alam Semesta Dari Ketiadaan. Dengan banyaknya


bukti yang ditemukan sains, pendapat yang berhubungan dengan “alam semesta tak
terbatas” disingkirkan ke tumpukan sampah sejarah gagasan ilmiah. Namun,
pertanyaan-pertanyaan yang lebih penting bermunculan: apa yang ada sebelum Big
Bang? Kekuatan apa kiranya yang dapat menyebabkan ledakan raksasa yang
menghasilkan alam semesta yang sebelumnya tidak ada? Ada satu jawaban yang
dapat diberikan untuk pertanyaan apa yang ada sebelum Big Bang: Allah, Yang
Mahakuasa, yang menciptakan bumi dan langit dalam keteraturan yang sempurna. 10

Lempp menjelaskan arti kata “menciptakan” dalam ayat 1 sebagai “…


menciptakan (meng”ada”kan) dunia daripada yang tidak ada. Walaupun kepercayaan
itu di sini tidak diucapkan dengan kata-kata tertentu, toh haruslah begitu kita artikan
ayat pertama itu. Ketika Lempp sampai ke ayat 2, ia mengatakan bahwa ayat 2
bertentangan dengan ayat 1. Bagaimana mungkin bumi ada dalam keadaan “belum
berbentuk dan kosong”, jikalau bumi itu diciptakan oleh Tuhan? Lempp mengakui
bahwa pertanyaan ini merupakan teka-teki bagi para penafsir. Dia mencoba
memecahkan teka teki ini dengan menjelaskan bahwa ciptaan yang baik dan beres
dari Allah selalu diancam kecampurbauran. Langit dan bumi ciptaan Allah itu tidak
terjadi dengan sendirinya melainkan memerlukan tindakan-tindakan pemberesan dan
penyusunan dari Allah. Dunia yang beraturan ini adalah akibat dari penciptaan yang
terus menerus berkembang (creation continua) dari Allah. Andaikata Allah tidak
mengatur dunia seperti ini, maka dunia akan jatuh kembali ke dalam keadaan campur
baur (kaos). Kita dapat mengatakan bahwa pada garis besarnya Lempp mengikuti von
Rad, yaitu di satu pihak menerima prinsip teologis creation ex nihilo dalam membaca
teks Kejadian 1:1-3, namun serius menyadari keberadaan teks yang ada menyebut
mengenai unsur-unsur kaos.
9
Harun Yahya. Keajaiban pada Atom.
10
Ibid.

8
Beresyit bara elohim et hasyamayim we et ha’arets

Weha’arets hayetah tohu wabohu

Wekhosyek al penei tehom

Weruakh elohim markhefet al penei hamayim

Wayomer elohim yehi or wayehi or

Semula, ketika Allah menciptakan langit dan bumi

Bumi itu tadinya padang gurun belantara, dan gelap gulita di atas permukaan
samudera raya. Namun kemudian Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air,
dan Allah berkata: “Biarlah ada terang”. Lalu terjadilah terang.

Sebuah tafsiran menganggap bahwa ayat 1 sebagai kalimat independen yang


merupakan sebuah pernyataan teologis, dan pernyataan ini tidak berhubungan dengan
ayat-ayat 2 dan 3. Pendapat ini sudah jelas tidak memmperhatikan keterkaitn dari
ketiga ayat di atas. Dilihat dari konteksnya terjemahan ini merupakan sebuah tulisan
teologis yang secara tegas mau menyatakan atau memproklamasikan bahwa Allah itu
adalah Allah Pencipta yang telah menciptakan langit dan bumi, dan berdaulat penuh
atasnya. Ayat 1 merupakan inti dari penegasan ini. Selebihnya adalah keterangan
bagaimana Allah menciptakan langit dan bumi.

Ayat 1 mulai dengan frasa beresyit. Menurut pengamatan van Wolde “in a
beginning”. Melalui penafsiran pada berbagai zaman sampai sekarang, beresyit
dianggap menunjuk pada permulaan absolut yang khas, ketika belum ada sesuatu
termasuk ruang dan waktu, hanya Allah sendiri saja. Tetapi Allah tidak pernah lepas
dari ruangan yang bernama langit. Oleh Karena itu, dalam tafsirannya mengenai ayat
1 terpaksa ia menerangkan keberdaan Allah sebelum ciptaan sebagai “suatu waktu”
(dalam tanda kutip) sebelum ada dunia dan waktu kita. ayat 2 menyebut ungkapan
tohu wabohu, yang diterjemahkan sebagai “padang gurun belantara” jika dihubungkan
dengan kalimat weha’arets haetah tohu wabohu adalah bahwa bumi ini masih kosong
melompong, dan kesimpulan inilah yang diambil oleh Tsumura dan van Wolde.
Ruakh elohim tidak diterjemahkan sebagai “roh Allah” secara tradisional, melainkan
angin yang dahsyat. Menurut de Roche, konteks Kejadian 1:2c memperlihatkan
bahwa ruakh lebih merupakan bagian dari Yahweh dan dengan demikian
berhubungan dengan penciptaan daripada bagian dari unsur alam dan karena itu
berhubungan dengan kaos. Kesimpulan mengenai makna tohu wabohu adalah bahwa

9
frasa ini menunjuk kepada situasi pra penciptaan, pada kaos yang digambarkan
sebagai padang gurun belantara yang kosong melompong. Jadi, kekacauan ditata oleh
Allah dengan jalan memisahkan ini dari itu.

Dalam argumentasi yang mempertahankan adanya prinsip creation ex nihilo


dalam kejadian 1:1-3, orang sering menekankan kepada keistimewaan kata bara dan
hubungan kata ini dengan keistimewaan firman Allah. Dalam ayat ini memang tidak
disebutkan material yang diperlukan dalam menciptakan. Kalau keterangan ini
ditambah kepada konteks bara yang sella menunjuk pada hal yang baru, maka dapat
dapat dimengerti kalau yang menyimpulkan bahwa kata itu mengandung prinsip
creation ex nihilo, minimal secara implisit. Setelah roh atau kesaktian Allah bekerja,
mulailah proses penciptaan. Sebagai wujud ciptaan yang pertama, terang atau cahaya
tercipta. Meskipun terang ini merupakan merupakan ciptaan yang pertama, tetapi
jelaslah bahwa terang itu dimaksudkan untuk menjadi wujud tersendiri di samping
ciptaan-ciptaan yang lain. Kalau kata hayetah ditempatkan sebelum tohu wabohu
maka itu berarti bahwa bumi ini sebelum diciptakan adalah kaos. Hayetah di dalam
kerangka pemikiran berfungsi untuk menunjukkan bahwa yang diciptakan oleh
Elohim pada permulaan ya bumi, tetapi masih kosong dan belum didiami.11

C. Implikasi Creation Ex Nihilo Bagi Kehidupan Orang Kristen Masa Kini

Dari uraian diatas mengenai Creation Ex Nihilo, maka penulis menawarkan


implikasi bagi kehidupan orang kristen masa kini sebagai berikut:

1. Tentang keberadaan bumi dan segala isinya merupakan sesuatu yang


menarik untuk dipelajari dan dari dalamnya kita menemukan bahwa
sungguh Allah tak dapat diselami. Banyak penafsir berusaha untuk
menafsirkan khususnya penciptaan ini namun tetap berakhir dengan tanda
Tanya.
2. Penciptaan oleh Allah sungguh dahsyat hingga itulah mengapa kita perlu
memelihara segala ciptaan-Nya
3. Tak ada suatu pun cara yang paling tepat untuk memahami bagaimana
Allah bekerja kecuali mengimaninya bahwa Allah bekerja dalam
kehidupan kita.

11
Berdasarkan pemahaman atas buku Emanuel Gerrit Singgih. Dua Konteks. Jakarta: BPK
Gunung Mulia. 2009. 213-245

10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

11
Penciptaan prinsip creaatio ex nihilo artinya “penciptaan yang muncul dari
ketiadaan”, utamanya berada dalam konteks filsafat atau teologi, meskipun juga
terjadi dalam bidang lainnya. Frase umum creation ex-nihilo (“penciptaan yang
muncul dari ketiadaan”). Teori ini menjawab pertanyaan yang muncul sekaitan
dengan konsep penciptaan bahwa Allah menciptakan alam semesta dari ketiadaan
sesuai dengan apa yang difirmankan-Nya.

12

Anda mungkin juga menyukai