Anda di halaman 1dari 4

OPINI RASIONAL DAN ARGUMENTATIF

“KEBERADAAN TUHAN”

NAMA

Ilmu pengetahuan dan teknologi bukan lagi merupakan suatu hal yang tabu
untuk dibahas. Kemajuan keduanya membuat dunia sarat akan modernisasi dan
peradaban. Pun dengan sumber daya manusia yang kini didukung dengan berbagai
kecerdasan buatan, perkembangannya terbilang sangat agresif dan superfast. Di
samping itu, beberapa aspek warisan leluhur seperti ideologi, filsafat dan teologi yang
bersifat dogmatis perlu menyesuaikan dengan zaman tanpa menghapus nilai pesan
yang terkandung. Penyesuaian ini tidak menuntut perubahan dasar keyakinan apalagi
sampai merubah pondasi keyakinan itu sendiri. Memang, jika bicara soal keyakinan
berarti kita bicara soal problem perenial yang tidak kunjung usai. Perdebatan panjang
bahkan sudah banyak terjadi sejak zaman para pendahulu. Diantara persoalan yang
paling populer diperdebatkan adalah persoalan tentang keberadaan Tuhan.
Bicara tentang Tuhan berarti bicara tentang sesuatu yang bersifat abstrak.
Bicara tentangNya juga berarti bicara tentang agama dan segala dogmanya. Di zaman
ini, zaman yang terbilang sudah sangat dewasa untuk mengerti banyak hal dengan
memanfaatkan teknologi, membuka banyak peluang para ilmuan untuk
mengobservasi lebih dalam akan kebenaran. Dulu, sekitar awal abad 11, orang-orang
di Eropa belum mempercayai adanya jenis penyakit menular yang sangat
membahayakan yang bernama Tuberculosis (TBC) yang digagas  Ibnu Sina
(Avicena), mereka lebih mempercayainya sebagai kutukan. Sampai pada tahun 1590
M ditemukan alat bernama mikroskop oleh Zacharias Janssen dibantu oleh Hans
Janssen, alat yang dapat membantu manusia melihat yang tidak dapat dilihat oleh
mata telanjang, kemudian mereka dapat mengidentifikasi penyebaran virus TBC dan
kemudian mempercayai keberadaannya.
Tapi tidak dengan Tuhan. Kemajuan teknologi secanggih apapun agaknya
tidak akan mampu untuk mengidentifikasi keberadaanNya secara eksplisit. Tuhan
yang menyandang sifat ghaib (abstrak) rupanya sampai saat ini tidak terbantahkan.
Hal ini seringkali menimbulkan skeptisisme akan keberadaaNya. Bagaimana tidak,
manusia yang kini memiliki berbagai kecerdasan buatan untuk mengetahui apa yang
dulu dianggap tidak ada dan tidak mungkin keberadaanya, yang kini dapat memahami
berbagai teori dan konsep yang dulu tidak masuk diakal, belum mampu membuktikan
keberadaan Tuhan secara eksplisit, sebagaimana mereka mampu membuktikan
keberadaan sub-tom yang super kecil, yang katanya tidak terikat oleh waktu.
Ada beberapa argumen yang dapat digunakan dalam pembuktian Tuhan dan
terbagi menjadi 2 bagian: yang pertama adalah Argumen Apriori (berdasarkan akal),
dan yang kedua Argumen Aposteriori (berdasarkan pengalaman). Disini akan
dipaparkan Argumen Kosmologis akan Keberadaan Tuhan. Disebut Argumen
Kosmologis karena pernyataannya berdasarkan penglihatan terhadap alam semesta.
Argumen yang tergolong aposteriori ini memiliki dua jenis: yang pertama adalah
Argumen First Cause dan yang kedua adalah Argumen Kontingensi. Argumen First
Cause, pertama kali dipelopori oleh Aristoteles, adalah argumen yang berisi
pernyataan bahwa segala sesuatu memiliki sebab dan sebab yang paling awal adalah
yang keberadaannya tidak disebabkan oleh apapun, ialah Tuhan. Argumen ini
memiliki beberapa tahapan premis yang perlu dipahami dan direnungkan sebagai
berikut:
1. Segala sesuatu yang ada pasti ada sebabnya. Ini merupakan pernyataan dasar yang
dapat dipahami dengan mudah. Sebagai contoh, cobalah lihat manusia. Keberadaan
manusia meniscayakan adanya sebab yang menjadi alasan keberadaannya di muka
bumi, yaitu kelahiran. Tengoklah awan, keberadaan awan di langit pun meniscayakan
adanya sebab yang menjadi alasan akan keberadaannya, ialah penguapan air yang
terjadi di siang hari. Dengan ini, kita memahami bahwa segala sesuatu yang ada tidak
mungkin ada begitu saja tanpa adanya sebab.

2. Tidak ada sesuatu pun yang menjadi sebab bagi dirinya sendiri. Sebab selalu diluar
akibat. Sebagai contoh, lihatlah kedalam diri anda, apakah keberadaan anda di dunia
ini disebabkan oleh anda sendiri?. Apakah kelahiran yang terjadi pada anda
merupakan perbuatan anda sendiri?. Tentu saja tidak, semua itu jelas bukan usaha,
perbuatan ataupun kehendak yang anda lakukan. Maka tidak ada satu hal pun di dunia
ini dimana ia menjadi sebab akan keberadaannya. Begitu seterusnya akan keberadaan
orang tua kita, ayah, ibu, kakek sampai kepada sebab pertama yang tidak disebabkan
apapun.

3. Tidak mungkin ada rangkaian kausalitas (sebab-akibat) yang tanpa akhir. Jika anda
membayangkan diri anda sendiri, maka anda adalah akibat dan orang tua anda adalah
sebab. Begitu juga orang tua anda, mereka adalah akibat dan kakek nenek adalah
sebab. Dan jika anda bayangkan terus menerus sebab dan akibat ini akan menjadi
semacam rangkaian yang tidak mungkin tanpa ada akhirnya. Karena akal manusia
tidak mampu untuk meidentifikasi rangkaian kausalitas yang tanpa ada akhirnya,
maka pasti ada satu sebab yang menjadi akhir dari rangkaian tersebut.
4. Maka ada satu "sebab pertama" yang tidak disebabkan.
5. Jika "sebab pertama" itu dapat didefinisikan sebagai Tuhan.
6. Berarti Tuhan ada.
Argumen First Cause ini dipelopori oleh Aristoteles, disempurnakan oleh
Thomas Aquinas dan dibantu oleh Ibnu Rusyd dan ulama sezamannya.
Kesimpulannya yaitu:
1. Segala sesuatu yang ada pasti ada sebabnya
2. Tidak ada sesuatu pun yang menjadi sebab bagi dirinya sendiri.
3. Tidak mungkin ada rangkaian kausalitas (sebab-akibat) yang tanpa akhir.
4. Maka ada satu "sebab pertama" yang tidak disebabkan.
5. Jika "sebab pertama" itu dapat didefinisikan sebagai Tuhan.
6. Berarti Tuhan ada.
Argumen Kontingensi atau argumen kosmologis kontingensi adalah argumen
yang menyatakan bahwa alam semesta ini bersifat 'mungkin ada'. Jika anda bertanya,
mengapa alam semesta ini 'ada'? Mengapa tidak 'tidak ada' saja?, ini mengandung
makna bahwa alam semesta yang 'ada' ini bersifat 'mungkin ada', dan akal kita tidak
menolak bahwa bisa jadi alam semesta ini 'tidak ada'. Pada argumen ini ada beberapa
premis yang perlu dipahami dan direnungkan, sebagai berikut:
1) Pada dasarnya, segala sesuatu yang ada bersifat 'pasti ada' (wajibul wujud) atau
'mungkin ada' (mumkinul wujud). Sesuatu yang bersifat 'pasti ada' adalah yang
keberadaannya tidak didahului oleh ketiadaan dan tidak disebabkan oleh apapun
(baca: argumen first cause), sementara sesuatu yang bersifat 'mungkin ada' adalah
yang keberadaannya didahului oleh ketiadaan dan disebabkan oleh sesuatu. Sebagai
contoh: anda dan saya adalah dua manusia yang bersifat 'mungkin ada'. Mengapa
demikian?, jika anda hari ini berumur 19 tahun 9 bulan dan 10 hari, maka 19 tahun 9
bulan dan 11 hari yang lalu anda belum ada di dunia ini. jika umur saya hari ini 20
tahun 9 bulan dan 10 hari, maka 20 tahun 9 bulan dan 11 hari yang lalu pun saya
belum ada di dunia ini. Maka keberadaan anda dan saya saat ini adalah 'keberadaan'
yang didahului oleh 'ketiadaan'. Keberadaan ini juga disebabkan oleh sesuatu.
Keberadaan anda dan saya adalah disebabkan oleh orang tua kita, dan begitu
seterusnya.
2) Jika sesuatu yang bersifat 'mungkin ada' membutuhkan sebab, maka pasti ada satu
wujud yang bersifat 'pasti ada' sebagai sebab atau tempat bergantung bagi wujud yang
bersifat 'mungkin ada'.
3) Seperti yang telah disinggung sebelumnya, sesuatu yang bersifat 'mungkin ada'
pasti memilki sebab akan keberadaannya. Maka ia membutuhkan sesuatu yang ada
sebelum ia ada. Jika dianalogikan dengan manusia, sebagai contoh: anda, ya, anda
lagi, keberadaan anda disebabkan oleh orang tua anda, dan begitu juga dengan orang
tua anda, keberadaan mereka disebabkan oleh kakek nenek anda, dan begitu
seterusnya, sampai pada satu titik dimana ada satu wujud yang 'pasti ada' , tidak
didahului oleh ketiadaan dan tidak disebabkan oleh sesuatu. Sesuatu yang bersifat
'pasti ada' ini ialah yang berada pada urutan pertama pada rangkaian kausalitas (baca:
argumen first cause). Dan jika tidak ada sesuatu yang bersifat 'pasti ada', maka anda
akan dihadapkan dengan satu rangkaian kausalitas tanpa berujung yang dikenal
dengan nama tasalsul (infinite circle), dan itu mustahil.
3) Jika wujud yang bersifat 'pasti ada' itu Tuhan, berarti Tuhan memang ada.
Kesimpulan:
1. Pada dasarnya, segala sesuatu yang ada berifat 'pasti ada' (wajibul wujud) atau
'mungkin ada' (mumkinul wujud).
2. Jika sesuatu yang bersifat 'mungkin ada' membutuhkan sebab, maka pasti ada satu
wujud yang bersifat 'pasti ada' sebagai sebab atau tempat bergantung bagi wujud yang
bersifat 'mungkin ada'.
3. Jika wujud yang bersifat 'pasti ada' itu Tuhan, berarti Tuhan memang ada.

Anda mungkin juga menyukai