Anda di halaman 1dari 5

Puji dan syukur pada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya kita bisa berkumpul.

Shalawat
dan salam pada Nabi Muhammad SAW, yang syafaatnya kita harapkan kelak di akhirat.

Selaku khatib, sudah menjadi kewajiban mengajak kita semua untuk meningkatkan iman dan
takwa pada Allah. Sebab keduanya modal kita dalam mengarungi samudera dunia ini.
Hadirin jamaah Jumat yang Mulia Tahun 2023 hingga 2024 merupakan tahun politik di
Indonesia. Pada tahun politik ini menjadi salah satu periode yang rentan terhadap penyebaran
ujaran kebencian. Pasalnya, ada peningkatan intensitas komunikasi politik di media sosial
seperti Twitter, Facebook, Instagram, Threads, dan Youtube serta ruang publik lainnya.
Ujaran kebencian dapat berdampak negatif terhadap masyarakat, mulai dari menimbulkan
konflik, kekerasan, hingga menimbulkan intoleransi.

Sekilas, ujaran kebencian adalah pernyataan yang ditujukan kepada seseorang atau kelompok
tertentu dengan tujuan untuk menghina, melecehkan, atau merendahkan martabatnya. Ujaran
kebencian dapat berdasarkan ras, etnis, agama, perbedaan pilihan politik, gender, atau
disabilitas. Menurut al Wahidi dalam Tafsir al Basith, Jilid XXII, halaman 22, ujaran
kebencian dapat diartikan sebagai orang yang suka mencela orang lain dengan menggunakan
perkataan yang tidak baik dan menyakitkan. Dalam praktiknya, ujaran kebencian dapat
berbentuk lisan, tulisan, atau gambar. Misalnya menyebarkan berita bohong yang ditujukan
untuk menyerang seseorang atau kelompok tertentu. Dalam konteks politik, ujaran kebencian
jamak dijumpai dengan menghasut atau memprovokasi orang lain untuk melakukan
kekerasan terhadap seseorang atau kelompok. Hal ini dilakukan dengan alasan kepentingan
politik, misalnya agar calon tertentu tidak disukai pemilih atau agar eskalasi politik kian
memanas. Penting untuk dipahami ujaran kebencian dapat berdampak negatif terhadap
masyarakat. Bila terus dibiarkan, praktik buruk ini dapat memicu konflik dan kekerasan di
tengah masyarakat. Lebih dari itu, ujaran kebencian yang dibiarkan akan meningkatkan
intoleransi dan diskriminasi pada kelompok tertentu. Dalam kasus ini, kaum rentan atau
kelompok inklusi acap kali jadi korban. Hal yang tak kalah mengerikan, ujaran kebencian
akan merusak kerukunan dan persatuan bangsa dan juga memperburuk iklim demokrasi di
Indonesia. Bangsa ini telah berkali-kali merasakan dampak buruk dari politik ujaran
kebencian. Pilkada Jakarta beberapa tahun lalu, Pilpres 2014 dan 2019 serta beberapa kasus
lainnya yang membuat masyarakat terpolarisasi akut yang menimbulkan huru-hara. Dalam
Islam, praktik ujaran kebencian dilarang dan haram hukumnya. Pasalnya mengandung
mudarat yang besar. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S al-Qalam (68) ayat 10-11:

Al-

Wahidi dalam Tafsir al-Basith, jilid XXII, halaman 82 disebutkan bahwa ayat ini
menjelaskan bahwa orang yang menyebarkan fitnah atau adu domba akan mendapatkan dosa
dan hukuman di akhirat. Kelak akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam. Adapun makna
masyâ’in binamîm adalah:

Orang seperti ini akan menyebarkan berita bohong atau fitnah tentang seseorang kepada
orang lain, dengan tujuan untuk memecah belah di antara sesama anak manusia. Tentu
perbuatan menyebarkan berita bohong, fitnah dan ujaran kebencian adalah perbuatan yang
dilarang oleh Allah SWT. Perbuatan tersebut dapat menimbulkan dampak buruk bagi
masyarakat, seperti perpecahan, kebencian, dan permusuhan. Lebih lanjut, berdasarkan
Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2017 di Nusa Tenggara Barat ditegaskan bahwa ujaran
kebencian itu adalah termasuk salah satu bentuk kemungkaran. Kemungkaran dalam Islam
adalah perbuatan yang dilarang. Sebaliknya, umat Islam diperintahkan untuk mengajak
kepada kebaikan (amar makruf) dan mencegah kemungkaran (nahi mungkar). Perbuatan
ujaran kebencian masuk dalam kategori namimah, ghibah, sukhriyyah, istihza’, buhtan, dan
fitnah, maka umat Islam wajib mencegah kemungkaran. Untuk itu, Islam telah melarang
perbuatan menghasut, mengadu domba, merendahkan orang lain, menyebarkan berita
bohong, dan fitnah. Semua orang yang melakukan perbuatan ini adalah berdosa karena masuk
dalam perbuatan yang tercela (akhlaq madzmumah). Oleh karena itu, menjaga lisan adalah
perintah agama Islam agar setiap orang dijunjung kehormatan pribadinya (hifdhul ’irdh)
sehingga umat Islam dilarang melakukan perbuatan ujaran yang mengandung kebencian yang
berdasarkan agama, ras, dan golongan. Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya
Ulumiddin, Jilid III, halaman 156 bahwa mengadu domba (namimah) adalah perbuatan yang
tercela dan dilarang dalam Islam. Orang yang melakukan namimah akan mendapat dosa dan
ancaman dari Allah SWT. Hal ini sebagaimana dalam Q.S Al-Hujurat (49) ayat 11, Allah
melarang seorang muslim untuk mengolok-olok orang lain, baik di dalam maupun di luar
Islam. Hal ini karena mengolok-olok seseorang merupakan tindakan yang merendahkan

martabatnya.

Mengomentari ayat ini, Syekh Kiya al-Harrasi dalam kitab Ihkam Al-Qur'an menyebutkan
ayat tersebut merupakan larangan mengolok-olok orang lain dan merendahkan martabat
manusia. Pasalnya, bisa jadi orang tersebut lebih baik keadaannya di akhirat dari orang yang
mengolok-oloknya tersebut.

Sementara itu dalam Q.S Al-Hujurat (49) ayat 11, Allah melarang seorang muslim untuk
mengolok-olok orang lain, baik di dalam maupun di luar Islam. Hal ini karena mengolok-

olok seseorang merupakan tindakan yang merendahkan martabatnya.


Terakhir, sebagai anak bangsa kita perlu menyadari bahwa ujaran kebencian merupakan
ancaman serius bagi demokrasi dan persatuan bangsa. Oleh karena itu, kita semua perlu
berperan aktif untuk mencegah dan menanggulangi ujaran kebencian.

Anda mungkin juga menyukai