A. Latar Belakang
Setiap organisme memiliki alat indera pada tubuhnya. Indera adalah bagian
dari tubuh yang mampu menerima rangsangan tertentu. Fungsi alat-alat indera adalah
menerima berbagai rangsangan dari lingkungan di sekitarnya. Kepekaan masing-
masing indera tergantung dari masing-masing organisme. Indera memiliki sel-sel
reseptor khusus untuk mengenali perubahan lingkungan luar, sehingga sering disebut
eksoreseptor.
Tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan
bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax yang
terdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas di bagian dada. Bagian
badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas, tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai sepasang
anggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas pula. Pada ujung ruas keenam terdapat
ekor kipas 4 lembar dan satu telson yang berbentuk runcing (Ghufran, Kordi K, 2009).
Bagian kepala dilindungi oleh cangkang kepala atau carapace. Bagian depan
meruncing dan melengkung membentuk huruf S yang disebut cucuk kepala atau
rostrum. Pada bagian atas rostrum terdapat 7 gerigi dan bagian bawahnya 3 gerigi
untuk P. monodon.
Ciri-ciri morfologi udang menurut Fast dan Laster (1992), mempunyai tubuh
yang bilateral simetris terdiri atas sejumlah ruas yang dibungkus oleh kintin sebagai
eksoskleton. Tiga pasang maksilliped yang terdapat dibagian dada digunakan untuk
makan dan mempunyai lima pasang kaki jalan sehingga disebut hewan berkaki
sepuluh (Decapoda). Tubuh biasanya beruas dan sistem syarafnya berupa tangga tali.
Sistem indera pada udang dibagi menjadi dua yaitu, perasa sentuhan dan perasa kimia
(pembau dan peraba). Perasa sentuhan dan kimia (pembau dan peraba) pada hewan ini
sangat kuat, dan organ-organnya terdapat pada alat-alat tambahan anterior. Ada 2 buah
mata majemuk yang tersusun dari banyak unit optik disebut ommatidium. Tiap mata
majemuk itu terdapat pada sebuah tangkai. Organ keseimbangan, statokis, terdapat
pada dasar antenul-antenul.
B. Tujuan
A. Materi
B. Cara Kerja
1. Akuarium diisi dengan air bersih, lalu 1 ekor udang dimasukkan ke dalam
masing-masing akuarium.
2. Ablasi atenulla dilakukan pada udang di akuarium I
3. Ablasi mata dilakukan pada udang di akuarium II
4. Ablasi total dilakukan pada udang di akuarium III, sementara udang di
akuarium IV menjadi control
5. Pakan dimasukkan ke dalam akuarium, bersamaan dengan itu tekan tombol
stopwatch
6. Gerakan antenulla diamati dan catat waktu yang diperlukan bagi udang I, II,
III, dan IV sejak pakan disajikan sampai pakan tersebut dimakan
7. Pengamatan dilakukan selama 2x10 menit dengan 1x pembersihan pakan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 3.1. Hasil Pengamatan Fungsi Kemoreseptor pada Udang Air Tawar
yang Diberi Pakan Pelet
Perlakuan Waktu Flicking Withdraw Wipping Rotation Feeding
- 1’6” 19” - -
10’ (I)
- 22x 9x - -
Ablasi
mata
9’55” 39” 5’55” 33” -
10’ (II)
1x 5x 2x 3x -
8” 4” 20” 28” 3’
10’ (I)
3x 5x 9x 4x 4x
Ablasi
total
7’44” 14” 2” 9’5” 5”
10’ (II)
2x 9x 2x 1x 3x
- - 28” - -
10’ (I)
- - 2x - -
Ablasi
total
- - 30” - -
10’ (II)
- - 15x - -
B. Pembahasan
Adapun menurut Solari et al. (2015) rangsangan yang berbeda dimediasi oleh
kemoreseptor perifer yang dikelompokan dalam rambut sensoris yang disebut sensilla
dan biasanya terletak pada kutikula pelengkap cephalothoracic, termasuk antenna,
maxilipeds (bagian mulut) terutama antennules dan pereiopoda (cakar utama dan kaki
berjalan). Neuron kemoreseptor crustacean yang bersifat karnivora sangat sensitif
terhadap senyawa kecil yang mengandung nitrogen, seperti asam amino, amina,
nukleotida dan peptide, yang menjadi indikator makanan berkualitas baik karena
banyak terkandung di dalam tubuh mangsa mereka, sementara mereka relatif tidak
sensitif untuk karbohidrat dan gula. Fungsi lain untuk menunjukan tingkah laku
matang kelamin. Adapun menurut Tartila et al. (2018) bahwa kemoreseptor pada
udang digunakan untuk mendeteksi makanan.
1. Udang pada percobaan 1 yaitu diberi pakan pelet memiliki respon yang lebih
lambat setelah dilakukan ablasi daripada udang yang diberikan pakan Tubifex sp.
2. Rata-rata udang dapat melakukan feeding pada saat keadaan kontrol atau dengan
kata lain, udang dapat melakukan feeding karena terdapat organ indera atau
reseptor yang bekerja.
3. Frekuensi feeding pada pemberian pakan pelet lebih banyak pada 10 menit kedua,
tetapi pada pemberian pakan Tubifex sp., frekuensi feeding lebih banyak pada saat
10 menit pertama.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N. A., Jane B. R., & Lawrence G. M., 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid III.
Jakarta: Erlangga.
Ghufran ,Kordi K,. 2009. Budi Daya Perairan. Buku Kedua, Bandung: PT Citra
Aditya Bakti.
Idawati, I., Defira, C. N., & Mellisa, S., 2018. Pengaruh Pemberian Pakan Alami yang
Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin
(Pangasius sp.). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan Perikanan Unsyiah, 3(1),
pp:14- 22. Isnaeni, W., 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.
Jayanto, B. B., Rosyid, A., Boesono, H., & Kurohman, F., 2015. Pengaruh Pemberian
Warna Pada Bingkai Dan Badan Jaring Krendet Terhadap Hasil Tangkapan
Lobster Di Perairan Wonogiri (Effect of Krendet webbing and frame colouring
towards fishing captured for Spiny Lobster in Wonogiri seawaters). SAINTEK
PERIKANAN: Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology, 10(2),
pp:68-73.
Kurniawan, K., Adi, W., Utami, E., & Anggara, A., 2018. Analisis Penangkapan Ikan
Menggunakan Lacuda Dengan Lampu Led Sebagai Alat Bantu Penangkapan
Ikan Pada Alat Tangkap Bagan Tancap Di Kabupaten Bangka Tengah.
Akuatik: Jurnal Sumberdaya Perairan, 12(1), pp:26-34.
Richard, W. H., & Gordon, 1989. Animal Phsysiology. New York: Harper-Collins
Publisher.
Solari, P., Melis, M., Sollai, G., Masala, C., Palmas, F., Sabatini, A., & Crnjar, R.,
2015. Sensing with the legs: contribution of pereiopods in the detection of
food-related compounds in the red swamp crayfish Procambarus clarkii.
Journal of Crustacean Biology, 35(1), pp:81-87.
Tartila, S. S. Q., Iswara, A., Nisa, F. C., Herlambang, N. I., Alamsjah, M. A., &
Agustono, A. 2018. Moina sp. Powder Supplementation as Artemia sp.
Substitute Through Growth, Lysine, Histidine, Methionine, and Leucine
Amino Acid Contents in Tiger Grouper x Camouflage Grouper Hybrid Larvae
(Epinephelus fuscoguttatus x Epinephelus microdon). Omni-Akuatika, 14(3),
pp:66-74.