Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) DAN KELUARGA BERENCANA (KB)


ASUHAN KOMPLEMENTER

OLEH:
KELOMPOK 7

1. ARNIATI MANDASARI NIM 23065133


2. DWI PUJI ASTUTI NIM 23065136
3. MARSHA ANDESTI NIM 23065144
4. SULASTRI NIM 23065140

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN
RS. dr.SOEPRAOEN MALANG
2023/2024
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1.Konsep dasar keluarga berencana

a. Pengertian KB

Menurut Undang – Undang Nomor 10 tahun 1992, Keluarga Berencana

(KB) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat

melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan

ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga untuk

mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.

b. Tujuan KB

Program keluarga berencana merupakan salah satu strategi untuk

mendukung percepatan penurunan Angka Kematian Ibu melalui:

1) Mengatur waktu, jarak dan jumlah kehamilan.

2) Mencegah atau memperkecil kemungkinan seorang perempuan hamil

mengalami komplikasi yang membahayakan jiwa atau janin selama

kehamilan, persainan dan nifas.

3) Mencegah atau memperkecil terjadinya kematian pada seorang

perempuan yang mengalami komplikasi selama kehamilan, persalinan,

dan nifas.

Peranan KB sangat diperlukan untuk mencegah kehamilan yang tidak

diinginkan, unsafe abortion dan komplikasi yang pada akhirnya dapat

mencegah kematian ibu. Selain itu, Keluarga Berencana merupakan

hal yang sangat strategis untuk mencegah kehamilan “Empat


Terlalu”
(terlalu muda, terlalu tua, teralu sering dan terlalu banyak) (Kemenkes

RI, 2014).

c. Sasaran KB

Sasaran program KB dibagi menjadi 2 yaitu sasaran langsung dan sasaran

tidak langsung, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Sasaran

langsungnya adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang bertujuan untuk

menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi secara

berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak langsungnya adalah pelaksana

dan pengelola KB, dengan tujuan menurunkan tingkat kelahiran melalui

pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka mencapai

keluarga yang berkualitas, keluarga sejahtera (Handayani, 2010).

a. Macam-macam kontrasepsi Menurut (Atikah proverawati, 2010)

Kontrasepsi Sederhana

1) Kondom Kondom

Merupakan selubung/sarung

karet tipis yang dipasang pada

penis sebagai tempat

penampungan sperma yang

dikeluarkan pria pada saat senggama sehingga tidak tercurah pada

vagina. Cara kerja kondom yaitu mencegah pertemuan ovum dan

sperma atau mencegah spermatozoa mencapai saluran genital wanita.

Sekarang sudah ada jenis kondom untuk wanita, angka kegagalan

dari penggunaan kondom ini 5-21%.

2) Coitus Interuptus

Coitus interuptus atau senggama terputus adalah menghentikan

senggama dengan mencabut penis dari vagina pada saat suami


menjelang ejakulasi. Kelebihan dari cara ini adalah tidak

memerlukan alat/obat sehingga relatif sehat untuk digunakan wanita

dibandingkan dengan metode kontrasepsi lain, risiko kegagalan dari

metode ini cukup tinggi.

3) KB Alami

KB alami berdasarkan pada siklus masa subur dan tidak masa subur,

dasar utamanya yaitu saat terjadinya ovulasi. Untuk menentukan saat

ovulasi ada 3 cara, yaitu : metode kalender, suhu basal, dan metode

lendir serviks.

4) Diafragma

Diafragma merupakan suatu alat yang berfungsi untuk mencegah

sperma mencapai serviks sehingga sperma tidak memperoleh akses

ke saluran alat reproduksi bagian atas (uterus dan tuba fallopi).

Angka kegagalan diafragma 4-8% kehamilan.

5) Spermicida

Spermicida adalah suatu zat atau bahan kimia yang dapat mematikan

dan menghentikan gerak atau melumpuhkan spermatozoa di dalam

vagina, sehingga tidak dapat membuahi sel telur. Spermicida dapat

berbentuk tablet vagina, krim dan jelly, aerosol (busa/foam), atau tisu

KB. Cukup efektif apabila dipakai dengan kontrasepsi lain seperti

kondom dan diafragma.

b. Kontrasepsi Hormonal

1. KB Suatu cara kontrasepsi untuk

wanita yang berbentuk pil atau tablet

yang berisi gabungan hormon estrogen

dan
progesteron (Pil Kombinasi) atau hanya terdiri dari hormon

progesteron saja (Mini Pil). Cara kerja pil KB menekan ovulasi untuk

mencegah lepasnya sel telur wanita dari indung telur, mengentalkan

lendir mulut rahim sehingga sperma sukar untuk masuk kedalam

rahim, dan menipiskan lapisan endometrium. Mini pil dapat

dikonsumsi saat menyusui. Efektifitas pil sangat tinggi, angka

kegagalannya berkisar 1-8% untuk pil kombinasi, dan 3-10% untuk

mini pil.

a. Manfaat Pil KB

1) Memiliki efektifitas yang tinggi (hampir mempunyai

efektifitas tubektomi), bila digunakan tiap hari.

2) Risiko terhadap kesehatan sangat kecil.

3) Tidak mengganggu hubungan seksual.

4) Siklus haid menjadi teratur, banyaknya darah haid

berkurang (mencegah anemia), tidak terjadi nyeri haid.

5) Dapat digunakan jangka panjang selama masih ingin

menggunakannya untuk mencegah kehamilan.

6) Dapat digunakan sejak usia remaja hingga menopause.

7) Mudah dihentikan setiap saat.

8) Kesuburan segera kembali setelah penggunaan pil

dihentikan.

9) Dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat.

10) Membantu mencegah: kehamilan ektopik, kanker ovarium

dan endometrium, kista ovarium, penyakit radang

panggul, efek Samping.

b. Efek samping
1) Gangguan siklus haid

2) Tekanan darah tinggi


3) Kenaikan berat badan

4) Jerawat

5) Bercak bercak coklat pada wajah

2. Suntik KB Suntik KB ada dua jenis yaitu,

suntik KB 1 bulan (cyclofem) dan suntik

KB 3 bulan (DMPA). Cara kerjanya sama

dengan pil KB. Efek sampingnya dapat

terjadi gangguan haid, depresi, keputihan,

jerawat, perubahan berat badan,

pemakaian jangka panjang bisa terjadi penurunan libido, dan densitas tulang.

3. Implant Implant adalah alat

kontrasepsi yang disusupkan

dibawah kulit, biasanya dilengan

atas. Cara kerjanya sama dengan pil,

implant mengandung levonogestrel.

Keuntungan dari metode implant ini antara lain tahan sampai 5 tahun,

kesuburan akan kembali segera setelah pengangkatan. Efektifitasnya sangat

tinggi, angka kegagalannya 1-3%.

4. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) / IUD AKDR adalah alat

kontrasepsi yang dimasukkan kedalam rahim yang bentuknya bermacam-

macam, terdiri dari plastik (polyethyline), ada yang dililit tembaga (Cu),

dililit tembaga bercampur perak (Ag) dan ada pula yang batangnya hanya

berisi hormon progesteron. Cara kerjanya, meninggikan getaran saluran

telur sehingga pada waktu blastokista sampai ke rahim endometrium

belum siap menerima nidasi, menimbulkan reaksi mikro infeksi sehingga


terjadi penumpukan sel darah putih yang melarutkan blastokista,

dan lilitan logam menyebabkan reaksi anti fertilitas.Efektifitasnya

tinggi,angka kegagalannya 1%.

a) Metoda Kontrasepsi Mantap (Kontap)

b) Tubektomi Suatu kontrasepsi permanen untuk mencegah keluarnya ovum

dengan cara mengikat atau memotong pada kedua saluran tuba fallopi

(pembawa sel telur ke rahim), efektivitasnya mencapai 99 %.

c) Vasektomi Vasektomi merupakan operasi kecil yang dilakukan untuk

menghalangi keluarnya sperma dengan cara mengikat dan memotong

saluran mani (vas defferent) sehingga sel sperma tidak keluar pada saat

senggama, efektifitasnya 99%. (Suratun, 2008)

2.Unmet Need

a.Menurut WHO, Unmet need adalah mereka yang subur dan aktif secara

seksual tetapi tidak menggunkan metode kontrasepsi, dan melaporkan

tidak menginginkan anak lagi atau ingin menunda anak berikutnya.

Unmet need dapat didefinisikan sebagai kelompok yang belum terpenuhi

kebutuhan kontrasepsinya, mencakup semua pria atau wanita usia subur

yang sudah menikah atau hidup bersama dan dianggap aktif secara

seksual yang tidak menggunakan metode kontrasepsi, baik yang tidak

ingin anak lagi ataupun menunda kelahiran berikutnya. Kategori Unmet

Need.
Unmet need terdiri dari 2 kelompok :

1) Ingin Anak Tunda (IAT)

Wanita yang bertujuan untuk menjarangkan kehamilan (unmet

need for spacing), mereka yang ingin untuk menunda kehamilan

berikutnya dalam jangka waktu tertentu dan saat ini tidak

menggunakan sebuah metode kontrasepsi.

2) Tidak Ingin Anak Lagi (TIAL)

Wanita yang bertujuan untuk membatasi kehamilan (unmet need

for limiting), mereka yang tidak menginginkan anak tambahan dan

saat ini tidak menggunakan sebuah metode kontrasepsi.

b. Dampak Unmet Need KB

1) Unwanted Pregnancy

Permasalahan kehamilan yang tidak diinginkan merupakan

implikasi dari kejadian unmet need KB karena merupakan kehamilan

yang tidak direncanakan yang disebabkan karena tidak menggunakan

alat kontrasepsi (Rismawati, 2014). Kehamilan yang tidak diinginkan

merupakan suatu kondisi dimana pasangan tidak menghendaki adanya

proses kelahiran dari suatu kehamilan. Kehamilan ini akibat dari suatu

perilaku seksual/hubungan yang disengaja maupun tidak disengaja.

Akibat dari kehamilan ini biasanya akan berdampak pada pengguguran

kehamilan atau aborsi.


2) Aborsi

Aborsi atau pengguguran kandungan yang dalam bahasa latin

abortus adalah keluarnya janin dalam rahim yang disengaja.

Penyebab abortus disengaja yaitu:

a) Berdasarkan alasan medis, karena untuk menyelamatkan

nyawa ibu, misalnya ibu sudah terlalu tua sehingga tidak

mampu untuk melahirkan, sehingga menghawatirkan

nyawa ibu.

b) Tidak berdasarkan alasan medis, misalnya alasan malu

karena ibu telah sering hamil.

3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Unmet Need

a. Usia

Usia wanita akan memepengaruhi aspek pengalaman secara psikologis

dan fisiologis dalam menggunakan kontrasepsi dan tidak hanya

mempengaruhi motivasi wanita untuk mengontrol fertilitasnya. Semakin

berkembang asumsi yang salah mengenai fertilitas, yaitu semakin tua

umur seseorang maka akan semakin kecil atau menurun risiko seseorang

tersebut untuk hamil, sejalan dengan argumen yang menyebutkan bahwa

terjadinya unmet need KB dikarenakan adanya persepsi yang salah

terhadap kemampuan untuk hamil (Nurjannah & Satriyandari, 2017).


Menurut (Hanafi, 2010) dalam penggunaan kontrasepsi pada program

KB dibagi menjadi tiga fase, yakni:

1) Fase Menunda/Mencegah Kehamilan PUS dengan istri umur

kurang dari 20 tahun diajurkan untuk menunda kehamilannya

karena berbagai alasan. Untuk itu perlu penggunaan kontrasepsi

untuk mencegah adanya kehamilan yang tidak direncanakan.

2) Fase Menjarangkan

Periode usia istri antara 20-35 tahun merupakan periode usia

paling baik unutk melahirkan dengan jumlah anak dua orang

dengan jarak kelahiran adalah 2-4 tahun.

3) Fase Menghentikan/Mengakhiri Kehamilan

Periode istri berumur lebih dari 35 tahun sangat dianjurkan untuk

mengakhiri kesubura setelah mempuyai anak lebih dari dua orang

dengan alasan medis yaitu akan timbul berbagai komplikasi pada

masa kehamilan maupun persalinannya.

b. Tingkat Pendidikan

Dalam penelitian yang dilakukan (Winengsih & Satriyandari 2017)

terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan dan terjadinya

unmet need. Pendidikan bisa mempengaruhi kondisi unmet need karena

orang berpendidikan akan memiliki pengetahuan yang lebih tentang

permasalahan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi. Dengan

demikian, mereka bisa menentukan alat atau cara yang ingin digunakan

dalam ber-KB. Pendidikan merupakan faktor penting yang memengaruhi


penggunaan kontrasepsi (Marliana, 2013) dalam (Weningsih, 2017).

Hasil penelitian didukung oleh penelitian Sariyati, Mulyaningsih &

Sugiharti (2015) yang menunjukan bahwa pendidikan mempengaruhi

kejadian unmet need, semakin tinggi pendidikan seseorang maka

semakin besar kejadian unmet need. Semakin mengetahui tentang

kontrasepsi maka semakin tinggi seseorang untuk tidak menggunakan

kontrasepsi. Hal ini dikarenakan seseorang sudah mengetahui

pengetahuan bagaimana cara mencegah kehamilan sehingga mereka

tidak bersedia menggunakan kontrasepsi. Selain itu juga seseorang tidak

menggunakan kontrasepsi disebabkan karena pengalaman negatif dari

orang lain seperti efek sampingnya jika menggunakan kontrasepsi dan

pengalaman pernah mengalami kegagalan menggunakan kontrasepsi,

sehingga meskipun pendidikan seseorang tinggi tetap terjadi unmet need.

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Pendidikan formal adalah

jalur pendidikan dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar,

pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

1) Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi

jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk

Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk

lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan

Madrasah Tsanawiyah (Mts), atau bentuk lain yang sederajat.


2) Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar

terdiri atas pendidikan umum dan pendidikan menengah kejuruan.

Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA),

Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan

Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang

sederajat.

3) Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah

pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan

diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang

diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

c. Status Pekerjaan

Status pekerjaan istri berpengaruh terhadap pemakaian kontrasepsi,

terlebih pada istri yang bekerja di sektor formal. Mereka yang sebagian

waktunya digunakan diluar rumah sehingga waktu untuk mengurus anak

terbatas, oleh karena itu istri yang bekerja cenderung memilih memiliki

anak sedikit sehingga lebih banyak memerlukan pelayanan kontrasepsi

daripada istri yang tidak bekerja. Menurut Nurjannah (2017), status

pekerjaan dapat berpengaruh terhadap keikutsertaan dalam KB karena

adanya faktor pengaruh lingkungan pekerjaan yang mendorong

seseorang untuk ikut dalam KB, sehingga secara tidak langsung akan

mempengaruhi status dalam pemakaian kontrasepsi. Status pekerjaan


dapat berpengaruh terhadap keikutsertaan dalam KB karena adanya

faktor pengaruh lingkungan pekerjaan yang mendorong seseorang untuk

ikut dalam KB, sehingga secara tidak langsung askan mempengaruhi

status dalam pemakaian kontrasepsi (Winengsih & Satriyandari 2017).

Status pekerjaan dibedakan menjadi dua, yakni:

1) Tidak bekerja

2) Bekerja

d. Paritas

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang

wanita. Paritas dapat dibedakan menjadi primipara dan multipara

(Prawirohardjo, 2014). Paritas mempengaruhi seseorang dalam

menggunakan alat kontrasepsi. Paritas berhubungan dengan unmet need,

bahwa jumlah anak merupakan salah satu predictor yang signifikan dari

unmet need, jumlah unmet need akan meningkat seiring dengan

peningkatan jumlah anak (Sariyati, Mulyaningsih & Sugiharti, 2015).

Dari penelitian yang dilakukan (Winengsih & Satriyandari 2017) ada

hubungan yang signifikan antara paritas dengan unmet need. Penyebab

responden tidak menggunakan kontrasepsi disebabkan karena adanya

pengaruh dari faktor kebudayaan setempat yang menganggap anak laki-

laki lebih bernilai dari anak perempuan. Hal ini mengkibatkan pasangan

suami istri berusaha untuk menambah jumlah anak mereka jika belum

mendapatkan anak laki-laki. Jumlah anak berkaitan erat dengan program

KB karena salah satu misi dari program KB adalah terciptanya keluarga


dengan jumlah anak yang ideal yakni dua anak dalam satu keluarga,

laki- laki maupun perempuan sama saja. Para wanita umumnya lebih

menyadari bahwa jenis kelamin anak tidak penting sehingga bila jumlah

anak sudah dianggap ideal maka para wanita cenderung untuk mengikuti

program KB.

Menurut (Manuaba, 2012), paritas digolongkan menjadi tiga, yaitu:

1) Primipara

Primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi

yang cukup bulan sebanyak satu kali.

2) Multipara (Pleuripara)

Multipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan anak

hidup beberapa kali, di mana persalinan tersebut tidak lebih dari

lima kali.

3) Grandemultipara

Grandemultipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan

bayi cukup bulan lebih dari lima kali.

e. Dukungan Suami

Penyebab responden tidak menggunakan kontrasepsi disebabkan karena

pengambilan keputusan untuk memakai atau tidak memakai alat

kontrasepsi membutuhkan persetujuan dari suami karena suami

dipandang sebagai kepala keluarga, pelindung keluarga, pencari nafkah

dan seseorang yang dapat membuat keputusan dalam suatu keluarga.

Istri yang tidak mendapat dukungan dari suami menyebabkan istri tidak
berani untuk memakai alat kontrasepsi. Hal ini membuktikan bahwa,

keberadaan suami sebagai kepala keluarga yang mempunyai hak penuh

atas pengambilan keputusan menjadi prediktor yang signifikan bagi

seorang istri untuk menggunakan kontrasepsi (Nurjannah &

Satriyandari, 2017). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh (Ulsafitri & Fastin, 2015), dimana terdapat hubungan yang

signifikan antara dukungan suami dengan kejadian unmet need KB.

Responden yang tidak mendapatkan dukungan dari suami dan tidak

menggunakan KB disebabkan karena responden takut menggunakan KB

tanpa mendapatkan persetujuan dari suami. sebagaimana kita ketahui

bahwa apapun yang dilakukan oleh istri apabila tidak mendapatkan restu

atau persetujuan dari suami maka haram hukumnya.

Anda mungkin juga menyukai