Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pelayanan KB dengan beberapa metode
sesuai dengan wewenang bidan" disusun guna memenuhi tugas dari ibu Siti Kadhijah, S.SI,
T.M.Biomed pada mata kuliah Asuhan kebidanan KB dan Kespro di POLTEKKES KEMENKES
RI Padang Prodi D3 Kebidanan Bukittinggi. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini
dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang “ Pelayanan KB dengan beberapa metode
sesuai dengan wewenang bidan”.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada bu Siti Kadhijah, S.SI,


T.M.Biomed selaku dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan
terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Bukittinggi, 18 Oktober 2022

Mulya Azizah

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................II

DAFTAR ISI........................................................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................

A. Latar belakang..........................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................
C. Tujuan......................................................................................................................

BAB II
PEMBAHASAN............................................................................................................

1. Pola operasional pelayanan KB.................................................................................


2. Jenis Kontrasepsi………………………………......................................................................
3. Konseling KB…….......................................................................................................
4. Inform consent dan Inform consul............................................................................

BAB III PENUTUP..................................................................................................................

A. Kesimpulan...............................................................................................................
B. Saran........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kontrasepsi adalah pencegahan terbuahinya sel telur oleh sel sperma (konsepsi)
atau pencegahan menempelnya sel telur yang telah dibuahi ke dinding rahim
(Taufan Nugroho dkk, 201keluarga berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran
anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi,
perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan
keluarga yang berkualitas (BKKBN, 2015).
Pasangan usia subur berkisar antara usia 20-45 tahun dimana pasangan (laki-
laki dan perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal terlebih organ
reproduksinya sudah berfungsi dengan baik. Ini dibedakan dengan perempuan usia
subur yang berstatus janda atau cerai. Pada masa ini pasangan usia subur harus
dapat menjaga dan memanfaatkan reprduksinya yaitu menekan angka kelahiran
dengan metode keluarga berencana sehingga jumlah dan interval kehamilan dapat
diperhitungkan untuk meningkatkan kualitas reproduksi dan kualitas generasi yang
akan datang (Manuaba.2015)
Pada pelayanan Keluarga Berencana (KB) terkadang dijumpai kondisi khusus
seperti pelayanan KB darurat, KB pasca keguguran, dan KB pasca persalinan. Kondisi
khusus tersebut membutuhkan penanganan khusus, karena jika tidak segera
ditangani bisa berujung pada kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). Selain itu,
pelayanan kontrasepsi pada kondisi khusus bertujuan untuk mencegah dan
menangani kekerasan seksual, mencegah penularan IMS/HIV, dan mencegah
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola operasional pelayanan KB (menunda, menjarangkan dan menstop
kelahirann)?
2. Apa saja jenis kontrasepsi ?
3. Bagaiman konseling KB konseling awal, kontrasepsi spesifik dan konseling pasca?
4. Bagaimana inform consent dan inform choise?

C. Tujuan
1. mengetahui pola operasional pelyanan KB (menunda, menjarangkan dan menstop
kelahiran)
2. Mengetahui tentang apa saja jenis kontrasepsi
3. Mengetahui konseling KB konseling awal, konseling spesifik dan konseling pasca
4. Mengetahu tentang inform consent dan inform choise

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pola operasional pelayanaan KB (menunda , menjarangkan dan menstop
kelahiran )
Menurut waktu pelaksanaannya, pelayanan kontrasepsi dilakukan pada:
a. Masa interval, yaitu pelayanan kontrasepsi yang dilakukan selain pada masa
pasca persalinan dan pasca keguguran
b. Pasca persalinan, yaitu pada 0-42 hari sesudah melahirkan
c. Pasca keguguran, yaitu pada 0-14 hari sesudah keguguran
d. Pelayanan kontrasepsi darurat, yaitu pelayanan dalam 3 hari sampai dengan 5
hari pasca senggama yang tidak terlindung dengan kontrasepsi yang tepat dan
konsisten.
Tindakan pemberian pelayanan kontrasepsi meliputi pemasangan atau pencabutan
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), pemasangan atau pencabutan implan,
pemberian

2. Jenis kontrasepsi
A. Kontrasepsi Sederhana
a) Kondom
Kondom merupakan selubung/sarung karet tipis yang dipasang pada
penis sebagai tempat penampungan sperma yang dikeluarkan pria pada
saat senggama sehingga tidak tercurah pada vagina. Cara kerja kondom
yaitu mencegah pertemuan ovum dan sperma atau mencegah
spermatozoa mencapai saluran genital wanita. Sekarang sudah ada
jenis kondom untuk wanita, angka kegagalan dari penggunaan kondom
ini 5-21%.
b) Coitus Interuptus
Coitus interuptus atau senggama terputus adalah menghentikan
senggama dengan mencabut penis dari vagina pada saat suami
menjelang ejakulasi. Kelebihan dari cara ini adalah tidak memerlukan
alat/obat sehingga relatif sehat untuk digunakan wanita dibandingkan
dengan metode kontrasepsi lain, risiko kegagalan dari metode ini
cukup tinggi.
c) KB Alami
KB alami berdasarkan pada siklus masa subur dan tidak masa subur,
dasar utamanya yaitu saat terjadinya ovulasi. Untuk menentukan saat
ovulasi ada 3 cara, yaitu : metode kalender, suhu basal, dan metode
lendir serviks.
d) Diafragma
Diafragma merupakan suatu alat yang berfungsi untuk mencegah
sperma mencapai serviks sehingga sperma tidak memperoleh akses ke
saluran alat reproduksi bagian atas (uterus dan tuba fallopi). Angka
kegagalan diafragma 4-8% kehamilan.
e) Spermicida
Spermicida adalah suatu zat atau bahan kimia yang dapat mematikan
dan menghentikan gerak atau melumpuhkan spermatozoa di dalam
vagina, sehingga tidak dapat membuahi sel telur. Spermicida dapat
berbentuk tablet vagina, krim dan jelly, aerosol (busa/foam), atau tisu
KB. Cukup efektif apabila dipakai dengan kontrasepsi lain seperti
kondom dan diafragma.

B. Kontrasepsi Hormonal
1) KB Suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang berbentuk pil atau tablet
yang berisi gabungan hormon estrogen dan progesteron (Pil
Kombinasi) atau hanya terdiri dari hormon progesteron saja (Mini Pil).
Cara kerja pil KB menekan ovulasi untuk mencegah lepasnya sel telur
wanita dari indung telur, mengentalkan lendir mulut rahim sehingga
sperma sukar untuk masuk kedalam rahim, dan menipiskan lapisan
endometrium. Mini pil dapat dikonsumsi saat menyusui. Efektifitas pil
sangat tinggi, angka kegagalannya berkisar 1-8% untuk pil kombinasi,
dan 3-10% untuk mini pil.
a. Manfaat Pil KB
1) Memiliki efektifitas yang tinggi (hampir mempunyai
efektifitas tubektomi), bila digunakan tiap hari.
2) Risiko terhadap kesehatan sangat kecil.
3) Tidak mengganggu hubungan seksual.
4) Siklus haid menjadi teratur, banyaknya darah haid
berkurang (mencegah anemia), tidak terjadi nyeri haid.
5) Dapat digunakan jangka panjang selama masih ingin
menggunakannya untuk mencegah kehamilan.
6) Dapat digunakan sejak usia remaja hingga menopause.
7) Mudah dihentikan setiap saat.
8) Kesuburan segera kembali setelah penggunaan pil
dihentikan.
9) Dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat.
10) Membantu mencegah: kehamilan ektopik, kanker ovarium
dan endometrium, kista ovarium, penyakit radang panggul,
efek samping
b. Efek samping
1. Gangguan siklus haid
2. Tekanan darah tinggi
3. Kenaikan berat badan
4. Jerawat
5. Bercak bercak coklat pada wajah

2) Suntik KB
Suntik KB ada dua jenis yaitu, suntik KB 1 bulan (cyclofem) dan
suntik KB 3 bulan (DMPA). Cara kerjanya sama dengan pil KB. Efek
sampingnya dapat terjadi gangguan haid, depresi, keputihan, jerawat,
perubahan berat badan, pemakaian jangka panjang bisa terjadi
penurunan libido, dan densitas tulang.

3) Implant
Implant adalah alat kontrasepsi yang disusupkan dibawah kulit,
biasanya dilengan atas. Cara kerjanya sama dengan pil, implant
mengandung levonogestrel. Keuntungan dari metode implant ini antara
lain tahan sampai 5 tahun, kesuburan akan kembali segera setelah
pengangkatan. Efektifitasnya sangat tinggi, angka kegagalannya 1-3%.

C. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) / IUD


AKDR adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan kedalam rahim yang
bentuknya bermacam-macam, terdiri dari plastik (polyethyline), ada yang
dililit tembaga (Cu), dililit tembaga bercampur perak (Ag) dan ada pula yang
batangnya hanya berisi hormon progesteron. Cara kerjanya, meninggikan
getaran saluran telur sehingga pada waktu blastokista sampai ke rahim
endometrium belum siap menerima nidasi, menimbulkan reaksi mikro infeksi
sehingga terjadi penumpukan sel darah putih yang melarutkan blastokista, dan
lilitan logam menyebabkan reaksi anti fertilitas. Efektifitasnya tinggi, angka
kegagalannya 1%.

D. Kontrasepsi pada periode khusus.


1. Pelayanan Kontrasepsi Darurat
a. Definisi. Suatu metode KB yang digunakan dalam 5 hari pasca
senggama yang tidak terlindung dengan kontrasepsi yang tepat
dan konsisten. Tujuannya adalah menurunkan resiko terjadinya
Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD).
b. Jenis Kontrasepsi Darurat Terdapat 2 jenis metode kontrasepsi
darurat atau kondar yaitu:
 Pil kontrasepsi darurat Pil kondar dapat mencegah
kehamilan jika diminum dalam jangka waktu 5 hari
pasca senggama tanpa perlindungan. Semakin awal
meminum pil kondar maka semakin kecil risiko
terjadinya kehamilan.
 AKDR Copper TMetode ini sangat efektif untuk
mencegah kehamilan dan dapat digunakan dalam 5 hari
pasca senggama yang tidak terlindungi sebagai
kontrasepsi darurat.
Indikasi Kontrasepsi Darurat
1. Korban perkosaan
2. Senggama tanpa menggunakan kontrasepsi
3. Penggunaan kontrasepsi yang tidak tepat dan tidak
konsisten
a. Kondom tidak dipasang dengan benar, terlepas atau
bocor
b. Diafragma pecah, robek atau diangkat terlalu cepat
c. Salah dalam menghitung masa subur
d. Gagal putus senggama karena terlanjur ejakulasi
e. Ekspulsi AKDRf
f. Lupa minum pil KB sebanyak 3 kali atau lebih
g. Terlambat lebih dari 1 minggu untuk suntik KB yang
setiap bulan
h. Terlambat lebih dari 4 minggu untuk suntik KB yang
tiap tiga bulan

2. Pelayanan Kontrasepsi Pasca Keguguran


A. Definisi
Pelayanan KB Pasca Keguguran (PK) adalah pelayanan KB yang
diberikan setelah penanganan keguguran saat di fasilitas kesehatan.
Kontrasepsi pasca keguguran perlu dimulai segera karena ovulasi
dapat terjadi dalam 11 hari setelah keguguran.Klien perlu
mendapat konseling dan informasi agar mereka mengerti bahwa:
I. Klien dapat hamil lagi sebelum haid berikutnya
II. Ada kontrasepsi yang aman untuk menunda atau mencegah
kehamilan
III. Dimana dan bagaimana klien dapat memperoleh pelayanan
WHO merekomendasikan untuk kehamilan setelah keguguran
adalah minimal enam
bulan untuk mengurangi risiko yang dapat merugikan ibu dan
perinatal.
B. Jenis Kontrasepsi yang dapat Digunakan Pasca Keguguran
1. Kontrasepsi yang dianjurkan sesudah keguguran trimester I
sama dengan yang dianjurkan pada masa interval.
2. Kontrasepsi yang dianjurkan sesudah keguguran trimester II
sama dengan yang dianjurkan pada masa pasca persalinan

E. Kontrasepsi Mantap (kontap)


Tubektomi Suatu kontrasepsi permanen untuk mencegah keluarnya ovum
dengan cara mengikat atau memotong pada kedua saluran tuba fallopi
(pembawa sel telur ke rahim), efektivitasnya mencapai 99 %.
Vasektomi Vasektomi merupakan operasi kecil yang dilakukan untuk
menghalangi keluarnya sperma dengan cara mengikat dan memotong saluran
mani (vas defferent) sehingga sel sperma tidak keluar pada saat senggama,
efektifitasnya 99%. (Suratun, 2008)
3. Konseling KB Konseling awal, konseling spesifik dan konseling pasca
A. Pengertian konseling
Secara etimologi, konseling berasal dari bahasa Latin “Consilium” artinya
dengan atau bersama yang dirangkai dengan menerima atau memahami
sedangkan dalam bahasa Angglo Saxon istilah konseling berasal dari “Sellan”
yang berarti menyerahkan atau menyampaikan. Konseling merupakan suatu
proses pembelajaran yang seseorang itu belajar tentang dirinya serta tentang
hubungan dalam dirinya lalu menentukan tingkah laku yang dapat memajukan
perkembangan pribadinya.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Konseling ialah hubungan antara


seorang konselor yang terlatih dengan seorang klien atau lebih, bertujuan
untuk membantu klien memahami ruang hidupnya, serta mempelajari untuk
membuat keputusan sendiri melalui pilihan-pilihan yang bermakna dan yang
berasaskan informasi dan melalui penyelesaian masalah-masalah yang
berbentuk emosi dan masalah pribadi (Luddin, 2010).

Menurut Pietrofesa dan kawan-kawan, 1980 dalam Luddin (2010)


menunjukan ciri konseling professional sebagai berikut:
1. Konseling merupakan suatu hubungan profesional yang diadakan oleh
seorang konselor yang sudah dilatih untuk pekerjaannya itu.
2. Dalam hubungan yang bersifat profesional itu, klien mempelajari
keterampilan pengambilan keputusan, pemecahan masalah serta
tingkah laku atau sikap-sikap baru.
3. Hubungan professional itu dibentuk berdasarkan kesukarelaan antara
klien dan konselor.

Konseling berarti hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan
sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien,
konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu
kliennya mengatasi masalah. Pengertian konseling diatas dikemukakan dengan
cara dan gaya berbeda, namun diantara berbagai pengertian terdapat
kesamaan, kesamaan itu menyangkut ciri pokok berikut:
1. Konseling melibatkan dua orang yang saling berinteraksi dengan jalan
mengadakan komunikasi langsung, mengemukakan dan
memperhatikan dengan seksama isi pembicaraan, gerakan isyarat,
pandangan mata, dan gerakan lain untuk meningkatkan kefahaman
kedua belah pihak yang terlibat dalam interaksi itu.
2. Model interaksi dalam konseling, terbatas pada dimensi verbal, yaitu
konseling dan klien saling berbicara.
3. Interaksi antara konselor dan klien berlangsung dalam waktu yang
relatif lama dan terarah kepada pencapaian tujuan.
4. Tujuan dari hubungan konseling terjadinya perubahan pada tingkah
laku klien.
5. Konseling merupakan proses dinamis, dimana individu klien dibantu
untuk dapat mengembangkan dirinya, mengembangkan
kemampuannya dalam mengatasi masalah yang sedang dihadapi.
6. Konseling didasari atas penerimaan konselor secara wajar tentang diri
klien, atas dasar penghargaan terhadap harkat dan martabat klien.

B. Jenis Konseling
Jenis konseling terbagi tiga, yaitu:
a) Konseling umum
Konseling umum dapat dilakukan oleh petugas lapangan keluarga
berencana atau PLKB. Konseling umum meliputi penjelasan umum dari
berbagai metode kontrasepsi untuk mengenakan kaitan antara kontrasepsi,
tujuan dan fungsi reproduksi keluarga.
b) Konseling spesifik
Konseling spesifik dapat dilakukan oleh dokter /bidan/konselor. Konseling
spesifik berisi penjelasan sppesifik tentang metode yang diinginkan ,
alternatif, keuntungan keterbatasan, akses,, dan fasilitas layanan .
c) Konseling pra dan pasca Tindakan
Konseling pra dan pasca Tindakan dapat dilakukan oleh operator atau
konselor atau dokter atau bidan. Konseling ini meliputi penjelasan spesifik
tentang prosedur yang akan dilaksanakan (pra,selama dan pasca) serta
penjelasan lisan atau instruksi tertulis asuhan mandiri

C. Model konseling
Basuki (2009), berpendapat bahwa model konseling yang diajukan oleh Egan
adalah model yang menunjukan konseling sebagai suatu proses, yang terdiri
dari 4 tahap yaitu:
1. Attending.
Pada tahap ini, konselor harus menunjukan keterlibatan mereka kepada
pasien dan siap untuk menyediakan waktu untuk berkonsultasi. Jadi
attentive listening (mendengar aktif) harus diperlihatkan oleh konselor
sejak pertemuan pertama.
2. Exploring (Menggali informasi).
Exploring (menggali informasi) yang perlu dilakukan setelah
hubungan antara konselor dengan pasien ditegakkan. Konselor harus
berusaha untuk mendapatkan pengertian dan pemahaman yang lengkap
mengenai keadaan pasien. Keterampilan yang diperlukan oleh konselor
untuk dapat melakukan exploring adalah question¬ing, reflecting dan
summarizing.
3. Understanding.
Di tahap understanding konselor harus memahami semua perasaan,
masalah, dan pendapat pasien yang dikemukakan pada tahap
sebelumnya. Konselor harus menyampaikan pengertian dan
pemahamannya kepada pasien. Keterampilan yang penting di sini
adalah empati, yaitu konselor menunjukkan bahwa ia melihat sesuatu
yang terjadi melalui mata pasien.
4. Action
Pada tahap ini pasien diberi kesempatan untuk memahami masalahnya
untuk selanjutnya dapat membuat keputusan dibantu oleh konselor
sebagai fasilitator. Di tahap tersebut pasien didorong untuk
menentukan sendiri tujuan yang akan dicapai serta rencana apa yang
akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut agar dapat
memecahkan masalah yang dihadapinya. Peranan konselor adalah
menyediakan dukungan dan dorongan. Di akhir tahap ini terjadi
pengakhiran proses konseling.

D. Pengertian konseling KB
Menurut Prawirohardjo (2011) Konseling KB adalah proses yang berjalan dan
menyatu dengan semua aspek pelayanan Keluarga Berencana dan bukan
hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan pada satu kesempatan yakni
pada saat pemberian pelayanan. Konseling merupakan aspek yang sangat
penting dalam pelayana KB dan KR.
Dengan melakukan konseling berarti petugas membantu klien dalam memilih
dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai dengan
pilihannya. Di samping itu dapat membuat klien merasa lebih puas. Konseling
yang baik juga akan membantu klien dalam menggunakan kontrasepsinya
lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB. Konseling juga akan
mempengaruhi interaksi antara petugas dan klien karena dapat meningkatkan
hubungan dan kepercayaan yang sudah ada. Sikap Petugas K

Kesehatan Dalam Melakukan Konseling KB (Yulifah, 2009):


1. Memperlakukan klien dengan baik.
Petugas bersikap sabar, memperlihatkan sikap menghargai setiap klien,
dan menciptakan suatu rasa percaya diri sehingga klien dapat berbicara
secara terbuka dalam segala hal termasuk masalah-masalah pribadi
sekalipun. Petugas meyakinkan klien bahwa ia tidak akan
mendiskusikan rahasia klien dengan orang lain.
2. Interaksi antara petugas dan klien.
Petugas harus mendengarkan, mempelajari dan menanggapi keadaan
klien karena setiap klien mempunyai kebutuhan dan tujuan reproduksi
yang berbeda. Bantuan terbaik seorang petugas adalah dengan cara
memahami bahwa klien adalah manusia yang membutuhkan perhatian
dan bantuan. Oleh karena itu, petugas harus mendorong agar klien
berani berbicara dan bertanya.
3. Memberikan informasi yang baik dan benar kepada klien.
Dengan mendengarkan apa yang disampaikan klien berarti petugas
belajar mendengarkan informasi apa saja yang dibutuhkan oleh setiap
klien. Sebagai contoh pasangan muda yang baru menikah mungkin
menginginkan banyak informasi mengenai masalah penjarangan
kelahiran. Bagi perempuan dengan usia dan jumlah anak cukup
mungkin lebih menghendaki informasi mengenai metode operasi
(tubektomi dan vasektomi). Sedangkan bagi pasangan muda yang
belum menikah mungkin yang dikehendaki adalah informasi mengenai
infeksi menular seksual (IMS). Dalam memberikan informasi petugas
harus menggunakan bahasa yang mudah dimengerti klien dan
hendaknya menggunakan alat bantu visual (ABPK).
4. Menghindari pemberian informasi yang berlebihan.
Klien membutuhkan penjelasan yang cukup dan tepat untuk
menentukan pilihan (informed choice). Namun tidak semua klien
menangkap semua informasi tentang berbagai jenis kontrasepsi.
Terlalu banyak informasi yang diberikan akan menyebabkan kesulitan
bagi klien dalam mengingat informasi yang penting. Pada waktu
memberikan informasi petugas harus memberikan waktu kepada klien
untuk berdiskusi, bertanya dan mengajukan pendapat.
5. Membahas metode yang diingini klien.
Petugas membantu klien membuat keputusan mengenai pilihannya,
dan harus tanggap terhadap pilihan klien meskipun klien menolak
memutuskan atau menangguhkan penggunaan kontrasepsi. Di dalam
melakukan konseling petugas mengkaji apakah klien sudah mengerti
mengenai jenis kontrasepsi, termasuk keuntungan dan kerugiannya
serta bagaimana cara penggunaannya. Konseling mengenai kontrasepsi
yang dipilih dimulai dengan mengenalkan berbagai jenis kontrasepsi
dalam program KB. Petugas mendorong klien untuk berpikir melihat
persamaan yang ada dan membandingkan antar jenis kontrasepsi
tersebut. Dengan cara ini petugas membantu klien untuk membuat
suatu pilihan (informed choice). Jika tidak ada halangan dalam bidang
kesehatan sebaiknya klien mempunyai pilihan kontrasepsi sesuai
pilihannya.
6. Membantu klien untuk mengerti dan mengingat.
Petugas memberi contoh alat kontrasepsi dan menjelaskan pada klien
agar memahaminya dengan memperlihatkan bagaimana cara-cara
penggunaannya. Petugas juga memperlihatkan dan menjelaskan
dengan flip charts, poster, pamflet, atau halaman bergambar. Petugas
juga perlu melakukan penilaian bahwa klien telah mengerti. Jika
memungkinkan, klien dapat membawa bahan-bahan tersebut ke rumah.
Ini akan membantu klien mengingat apa yang harus dilakukan juga
dapat memberitahukan kepada orang lain.

E. Langkah Langkah konseling KB


Langkah konseling menurut (Indrawati, 2003), ada 3 langkah pokok konseling
yang harus dilaksanakan yaitu:
1. Pendahuluan.
Membina hubungan baik dengan ibu dengan cara: menciptakan kontak,
pengumpulan data klien untuk mencari tahu penyebabnya.
2. Bagian inti atau pokok
Mencari jalan keluar dan menentukan jalan keluar yang harus dipilih.
3. Bagian akhir
Penyimpulan dari seluruh aspek kegiatan dan merupakan tahap
penutupan untuk pertemuan berikutnya.

Menurut Prawirohardjo (2011), dalam memberikan konseling, khususnya bagi


calon KB yang baru, hendaknya dapat diterapkan enam langkah yang sudah
dikenal dengan kata kunci SATU TUJU. Penerapan SATU TUJU tersebut
tidak perlu dilakukan secara berurutan karena petugas harus menyesuaikan diri
dengan kebutuhan klien.

Kata kunci SATU TUJU adalah sebagai berikut:


1. SA: Sapa dan Salam kepada kliensecara terbuka dan sopan. Berikan
perhatian sepenuhnya kepada mereka dan berbicara di tempat yang
nyaman serta terjamin privasinya. Yakinkan klien untuk membangun
rasa percaya diri. Tanyakan kepada klien apa yang perlu dibantu serta
jelaskan pelayanan apa yang dapat dipeolehnya.
2. T: Tanyakan pada klien informasi tentang dirinya. Bantu klien untuk
berbicara mengenai pengalaman KB dan KR, tujuan, kepentingan,
harapan, serta keadaan kesehatan dan kehidupan keluarganya.
Tanyakan kontrasepsi yang diinginkan oleh klien. Berikan perhatian
kepada klien apa yang disampaikan klien sesuai dengan kata-kata,
gerak isyarat dan caranya. Coba tempatkan diri kita di dalam hati klien.
Perlihatkan bahwa kita memahami. Dengan memahami pengetahuan,
kebutuhan dan keinginan klien, kita dapat membantunya.
3. U: Uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beritahu apa pilihan
reproduksi yang paling mungkin, termasuk pilihan beberapa
kontrasepsi. Bantulah klien pada jenis kontrasepsi yang paling dia
ingini, serta jelaskan pula jenis-jenis kontrasepsi lain yang ada. Juga
jelaskan alternatif kontrasepsi lain yang mungkin diingini oleh klien.
Uraikan juga mengenai risiko penularan HIV/AIDS dan pilihan metode
ganda.
4. TU: BanTUlah klien menentukan pilihannya. Bantulah klien berpikir
mengenai apa yang paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya.
5. J: Jelaskan secara lengkap kepada klien bagaimana menggunakan
kontrasepsi pilihannya. Setelah klien memilih jenis kontrasepsi,
apabila diperlukan perlihatkan alat kontrasepsinya.
6. U: Perlunya kunjungan Ulang. Diskusikan dan buat kontrak dengan
klien untuk melakukan pemeriksaan lanjutan atau permintaan
kontrasepsi apabila dibutuhkan.
4. Infom consent dan infom choise
A. informed consent
1) pengertian informed consent
Informed berasal dari dua kata, yaitu Informed (telah mendapatkan
penjelasan /keterangan/informasi) dan Consent (memberikan
persetujuan/mengizinkan). Informed Consent adalah suatu persetujuan
yang diberikan setelah mendapatkan informiasi.
Consent adalah bahasa latin. Kata aslinya consentio, consentio dalam
bahasa Inggris menjadi consent yang artinya “persetujuan”, izin
menyetujui kepada seseorang yang melakukan sesuatu. Istilah awal hanya
“consent’ lalu menjadi Informed Consent, sesuai dengan perkembangan
politik dan hak-hak individu maka ia memperoleh kata sifat informed
sehingga memperoleh arti seperti sekarang dipergunakan dimana-mana.
Menurut Veronika Komalawati pengertian Informed Consent adalah
suatu kesepakatan atau persetujuan pasien atas upaya medis yang
dilakukan dokter terhadap dirinya setelah pasien mendapatkan informasi
dari doktermengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong
dirinya disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.
Informed Consent yaitu suatu persetujuan yang diberikan oleh pasien
dan keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai Tindakan
medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Persetujuan (Informed Consent) ini sangat penting mengingat tindakan
medis tidak dapat dipaksakan karena tidak ada yang tau pasti hasil akhir
dari pelayanan kedokteran tersebut.

2) dasar hukum pengaturan informed consent


a. Menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009. Tentang
Kesehatani bahwa Setiap orang berhak menerima informasi tentang
data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah
maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.
b. Menurut Pasal 32 huruf (j) dan (k) Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakita disebutkan bahwa :Perlindungan Hak
Pasien yaitu : (j) mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan
tata caratindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan,
risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan. (k)
memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya
c. Menurut Pasal 45 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokterann, yaitu :
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus
mendapatkan persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
pasien mendapatkan penjelasan secara lengkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurag-
kurangnya mencakup :
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medi
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan
c. Alternatif tindakan lain dan resikonya
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan
baik secara tertulis maupun lisan.
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung
resiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditanda
tangani oleh yang berhak memberikan persetujuan
(6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan Tindakan kedokteran
atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3) ayat 4), ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri

3) tujuan informed consent


Tujuan Informed Consent yaitu :
a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter
yang sebenarnya tidak diiperlukan dan secara medik tidak ada
dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan
pasiennya.
b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu
kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern
bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat
suatu resiko.

4) fungsi informed consent


Perlunya dimintakan Informed Consent dari pasien karena Informed
Consent mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:
a. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia
b. Promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri
c. Untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam
mengobati pasien
d. Menghindari penipuan dan misleaing oleh dokter
e. Mendorong diambil keputusan yang lebih rasional
f. Mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan
Kesehatan
g. Sebagai suatu proses edukasi masyarakaat dalam bidang
kedokteran dan kesehatan.

Selain itu manfaat dari Informed Consent yaitu :


1. Membantu kelancaran tindakan medis. Melalui Informed Consent,
secara tidak langsung terjalin kerja sama antara bidan dan klien
sehingga memperlancar tindakan yang akan dilakukan. Keadaan ini
dapat meningkatkan efisiensi waktu dalam upayatindakan
kedaruratan.
2. Mengurangi efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi.
Tindakan bidan yang tepat dan segera, akan menurunkan resiko
terjadinya efek samping dan komplikasi.
3. Mempercepat proses pemulihan dan penyembuhan penyakit,
karena si ibu memiliki pemahaman yang cukup terhadap Tindakan
yang dilakukan
4. Meningkatkan mutu pelayanan. Peningkatan mutu ditunjang oleh
tindakan yang lancar, efek samping dan komoplikasi yang minim,
dan proses pemulihan yang cepat.
5. Melindungi bidan dari kemungkinan tuntutan hukum. Jika tindakan
medis menimbulkan masalah, bidan memiliki bukti tertulis tentang
persetujuan pasien.
Pada prinsipnya Informed Consent diberikan disetiap
pengobatan oleh dokter. Akani tetapi, urgensi dari penerapan
prinsip Informed Consent sangat terasa dalam kasus-kasus sebagai
berikut:
1. Dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pembedahan atau
operasi
2. Dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pengobatan yang
memakai teknologi baru yang sepenuhnya belum di pahami efek
sampingnya
3. Dalam kasus-kasus yang memakai terapi atau obat yang
kemungkinan banyak efek samping, seperti terapi dengan sinar
leaser, dan lain-lain
4. Dalam kasus-kasus di mana di samping mengobati, dokter juga
melakukan riset dan eksperimen dengan berobjekkan pasien.

5) komponen informed consent


Menurut Culver and Gert ada 4 (empat) komponen yang harus
dipahami pada suatu persetujuan:
a. Sukarela (voluntariness)
Sukarela mengandung makna bahwa pilihan yang dibuat adalah
dasar sukarela tanpa ada unsur paksaan didasari informasi dan
kompetensi. Sehingga pelaksanaan sukarela harus memenuhi unsur
informasi yang diberikan sejelas-jelasnya.
b. Informasi (Information)
Jika pasien tidaktahu atau sulit untuk dapat mendeskripsikan
keputusan
c. Kompetensi (competense)
Dalam konteks consent kompetensi bermakna suatu pemahaman
bahwa seseorang membutuhkan sesuatu hal untuk mampu
membuat keputusan dengan tepat, juga banyak informasi
d. Keputusan (decision)
Pengambilan keputusan merupakan suatu proses, dimana hal itu
merupakan persetujuan tanpa refleksi. Pembuatan keputusan
merupakan tahap terakhir proses pemberian persetujuan

6) bentuk bentuk informed consent


Informed Consent harus dilakukan setiap kali akan melakukan
tindakan medis, sekecil apapun tindakan tersebut. Menurut
departemen kesehatan (2002), Informed Consent dibagi menjadi 2
(dua) bentuk :
a. Implied Consent
Implied Consent yaitu persetujuan yang dinyatakan tidak langsung.
Contohnya : saat bidan akan mengukur tekanan darah ibu, ia hanya
mendekati si ibu dengan membwa sfingmomanometer tanpa
mengatakan apa pun dan si ibu langsung menggulung lengan
bajunya (meskipun tidak mengatakan apapun, sikap ibu
menunjukan bahwa ia tidak keberatan terhadap tindakan yang akan
dilakukan bidan)
b. Express Consent
Express consent yaitu persetujuan yang dinyatakan dalam bentuk
tulisan atau secara verbal. Sekalipun persetujuan secra tersirat
dapat diberikan, namun sangat bijaksana bila persetujuan pasien
dinyatakan dalam bentuk tertulis karena hal ini dapat menjadi
bukti yang lebih kuat di masa mendatang. Contoh, persetujuan
untuk pelaksanaan sesar. Persetujuan pada Informed Consent dapat
dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu:
1) Persetujuan tertulis, biasanya diperlukan untuk Tindakan medis
yang mengandung risiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam
PerMenKes No.585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan
SK PB-IDI No.319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap
tindakan medis yang mengandung risiko cukup besar,
mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah sebelumnya
pihak pasien memperoleh informasi tentang perlunya Tindakan
medis serta risiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi
Informed Consent)
2) Persetujuan lisan, biasanya diperlukan untuk Tindakan medis
yang bersifat non-invasif dan tidak mengandung risiko tinggi,
yang diberikan oleh pihak pasien.
3) Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat,
misalnya pasien yang akan disuntik atau diperiksa tekanan
darahnya, langsung menyodorkan lengannya sebagai tanda
menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.

7) dimensi dalam informed consent


Dimensi dalam proses Informed Consent, yaitu :
a. Dimensi yang menyangkut hukum
Dalam hal ini Informed Consent merupakan perlindungan bagi
pasien terhadap bidan yang berperilaku memaksakan kehendak,
dimana proses Informed Consent sudah memuat:
1. Keterbukaan informasi dari bidan kepada pasien
2. Informasi tersebut harus di mengerti pasien
3. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk memberikan
kesempatan yang baik
b. Dimensi yang menyangkut etik
Dari proses Informed Consent terkandung nilai etik sebagai
berikut:
1. Menghargai kemandirian atau otonomi pasien
2. Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien
bila dibutuhkan atau diminta sesuai dengan informasi yang
telah dibutuhkan
3. Bidan menggali keinginan pasien baik yang dirasakan
secara subjektif maupun sebagai hasil pemikiran yang
rasional

8) aspek hukum informed consent


Beberapa Aspek Hukum Informed Consent, yaitu :
1. Aspek Hukum Pidana.
Pasien harus memberikan persetujuan lebih dahulu terhadap
tindakan medis dokter,misalnya operasi. Sebab apabila dikaitkan
dengan Pasal 351 KUHP, mengenai penganiayaan, maka operasi
oleh dokter, misalnya dengan menusukkan pisau bedah ketubuh
pasien tanpa persetujuan terlebih dahulu, dapat dikenai sanksi
pidana karena di kategorikan penganiayaan.
2. Aspek Hukum Perdata.
Berkaitan dengan Hukum Perikatan yaitu pasal 1320 BW yang
intinya harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak yaitu
dokter dan pasien. Dalam KUHPerdata BW Pasal 1320 memuat 4
syarat sahnya suatu perjanjian yaitu:
1) Adanya kesepakatan antar pihak, bebas dari paksaan,
kekeliruan dan penipuan
2) Para pihak cakap untuk membuat perikatan
3) Adanya suatu sebab yang halal, yang dibenarkan, dan tidak
dilarang oleh peraturan perundaang-undangan serta merupakan
sebab yang masuk akal untuk dipenuhi.
Dari syarat pertama yaitu adanya kesepakatan antara kedua belah
pihak (antara petugas kesehatan dan pasien), maka berarti harus
ada informasi kleuhan pasien yang cukup dari kedua belah pihak
tersebut. Dari pihak petugas harus mendapatkan informasi keluhan
pasien sejujurnya, demikian pula dari pihak pasien harus
memperoleh diagnosis dan terapi yang akan dilakukan. Ada
beberapa kaidah yang harus diperhatikan dalam menyusun dan
memberikan Informed Consent agar hukum perikatan ini tidak
cacat hukum, diantaranya adalah:

a) Tidak bersifat memperdaya (fraud)


b) Tidak berupaya menekan (force)
c) Tidak menciptakan ketakutan (fear)

3. Aspek Hukum Administrasi


Sudah merupakan kebiasaan pada setiap rumah sakit untuk
menyodorkan formulir persetujuan operasi, hal tersebut untuk
keperluan administrasi Rumah Sakiit jadi wajib dilakukan. Masalah
yang Lazim terjadi pada Informed Consent:
1. Pengertian kemampuan secara hukum dari orang yang akan
menjalani tindakan, serta siapa yang berhak menandatangi.
2. Masalah wali yang sah. Timbul apabila pasien atau ibu tidak
mampu secara hukum untuk menyatakan persetujunnya
3. Masalah informasi yang diberikan, seberapa jauh informasi
masih dianggap telah dijelaskan dengan cukup jelas, akan tetapi
juga tidak terlalu rinci sehingga dianggap menakut-nakuti.
4. Dalam memberikan informasi apakah diperlukan saksi, apabila
dperlukan apakah saksi perlu menandatangani form yang ada.
Bagaimana menentukan saksi?
5. Dalam keadaan darurat, misal kasus pendarahan pada bumil
dan keluarga belum bisa dihubungi, dalam keadaan begini siapa
yang berhak memberikan persetujuan, sementara pasien perlu
segera di tolong.

9) teori tentang oinformed consent


Pada hakikatnya pengertian Informed Consent tidak boleh dihubungkan
dengan atau dijabarkan dari upaya serta pemikiran untuk menghindarkan
atau membebaskan diri dari tanggung jawab risiko, dan atau semata-mata
untuk dapat dilakukannya seuatu tindakan secara sah, melainkan perlu
dicari landasan landasan filosofi yang terlepas dari upaya dan pemikiran
untuk mencapai tujuan tersebut. Ada tiga teori tentang Informed Consent
yaitu:
a. Teori manfaat untuk pasien
Pada hakikatnya peristiwa eksperimen dalam bidang kedokteran sejak
dulu merupakan bagian yang tak terpisahkan daripelayanan dan
perawatan pasien, sebab eksperimen yang dilakukan senantiasa
berhubungan dengan pelayanan dan perawatan pasien. Padahal, syarat
Informed Consent belum dikenal dalam tradisi ilmu kedokteran.

Pandangan mengenai hal yang baik dan bermanfaat bagi seorang


pasien tertentu tidak sama antara pasien yang satu dengan pasien
lainnya, karena bergantung pada situasi dan kondisi pribadi serta nilai
yang dianut oleh pasien yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu,
pada hakikatnya pemberian informasi kepada pasien harus dilakukan
sedemikan rupa, sehingga pasien dapat berperan serta dalan proses
pembentukan dan pengambilan keputusan, bahkan secara aktif pasien
menguasainya agar semaksimal mungkin dapat di peroleh manfaatnya.
Terhadap teori ini timbul keraguan karena dalam teori ini digunakan
asas manfaat bagi pasien, yang beararti tertutup kemungkinan
dilakukannya eksperimen non-terapeutik.

b. Teori manfaat bagi pergaulan hidup.


Teori ini dititikberatkan pada pandangan utilitis yaitu bahwa
kemanfaatan yang terbesar bagi jumlah yang terbesar.
Penyelenggaraan esperimen diperkenankan apabila didasarkan
pertimbangan tertentu lebih banyak manfaatnya daripada menghasilkan
yang tidak baik, dan apabila bersamaan dengan itu eksperimen ini
secara keseluruhan lebih banyak menghasilkan manfaat dibandingkan
dengan kemungkinan yang dihasilkan dengan penetapan metode lain.
Pandangan para penganut teori ini terhadap pengertian manfaat tidak
dibatasi oleh pertimbangan ekonomis. Nilai estetika, kebudayaan,
keagamaan dan psikologis harus ikut dipertimbangkan.Apabila mutlak
diperlukan untuk membenarkan eksperimen non-terapeutik, maka
tampaknya tidak dapat disangkal bahwa terdapat unsur tertentu pada
asas manfaat bagi pergaulan hidup dalam membenarkan eksperimen
itu. Hal ini berarti, sepanjang eksperimen medis dilakukan bersama
dengan pengobatan dan perawatan atau mempunyai tujuan terapeutik,
maka manfaat bagi pergaulan hidup disini bukan hal yang harus di
utamakan.

c. Teori menentukan nasib sendiri


menurut teori ini penentuan memaksimalisasi keuntungan bagi
pergaulan hidup, telah menjurus ke arah pelecehan terhadap hak asasi
yang tidak dapat diterima, sehingga memberikan dua kemungkinan
bagi penyusun Kode Nuremberg. Pertama, yaitu diterapkannya
kembali formulasi Hippocrates bahwa eksperimen hanya dihalalkan
jika yang dipertahanankan adalah manfaat atau keuntungan bagi
pribadi pasien atau naracoba. Kedua, eksperimen dihalalkan jika
dilaksanakan bagi kepentingan pergaulan hidup, dan dapat diberikan
perlindungan atau menjaga jangan sampai timbul ekses dengan jalan
memberikan bentuk pada asas yang mebatasi kemungkinan itu.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa setiap orang pada
pemeriksaan media menuntu adanya Informed Consent berasarkan
alasan lain dari nilai, yaitu diperolehnya persetujuan untuk
mempermudah dicapainya kepentinngan umum, harus mengakui
bahwa para individu mempunyai tuntutan terhadap pergaulan hidup.
Tuntutan tersebut demikian kuat, sehingga disebut sebagai hak.
Individu harus mempunyai hak yang dapat mengimbangi pernyataan
bahwa kepentingan yang lebih besar akan diperoleh, apabila hak
individu itu dilanggar.

10) konsekuensi hukum dari ketiadaan informed consent


Informed Consent sebagai basis standar bagi seorang dokter untuk
melakukan tindakan medis bagi pasien akan menjadi penuntun apabila
terjadi suatu tindakan medis diluar Informed Consent, baik terhadap dokter
maupun terhadap pasien. Sebagai penuntun, Informed Consent tidak lagi
harus dimaknai sebagai suatu klausa (sebab) dari tindakan medis yang
menimbulkan akibat dapat dituntutnya seorang dokter untuk
mempertanggung jawabkan.

Ketidaan Informed Consen sebagai penuntun bagi dokter untuk melakukan


tindakan medis akan menimbulkan berbagai masalah hukum, diantaranya
tidak tertutupnya kemungkinan terjadinya tindakan mal praktik dokter,
khususnya dalam hal dokter melakukan intervensi terhadap tubuh pasien.
Adanya intervensi terhadap tubuh pasien tersebut menimbulkan akibat
bagi kesehatan pasien sehingga hanya kerugian badan, bahkan jiwa,
termasuk kerugian secara ekonomi.

Sehubungan dengan hal tersebut, Munir Fuady menyatakan bahwa


kerugian diatas dapat terjadi dalam bentuk-bentuk:
a) Kerugian cacat tubuh/mental
b) Kerugian materi (pengeluaran biaya) yang sebenarnya tidak perlu
c) Kerugian karena rasa sakit
d) Hilangnya kesempatan berusaha karena cacat atau disibuki oleh
pengobatan
e) Meninggalnya pasien dan
f) Merusak kepercayaan dan agamanya.

Dalam berbagai hukum yang berlaku di beberapa negara, secara umum


menyatakan bahwa akibat dari ketiadaan Informed Consent, dokter yang
melakukan tindakan medis dapat disetarakan dengan tindakan kelalaian.
Akan tetapi, dalam kasus-kasus tertentu tindakan dokter yang tidak
didasari dengan Informed Consent merupakan suatu tindaka kesengajaan,
dengan catatan bahwa tindakan dokter tersebut tidak termasuk di dalam
pengecualian Informed Consent.

Adapun tindakan dokter yang setara dengan tindakan kesengajaan menurut


Munir Fuady adalah sebagai berikut:
a) Pasien sebelumnya menyatakan tidak setuju terhadap tindakan
dokter, tetapi dokter tetap juga melakukan tindakan tersebut
b) Apabila dokter dengan sengaja melakukan tindakan misleading
tentang resiko dan akibat tindakan medis yang diambilnya
c) Apabila dokter dengan senagaja menyembunyikan risiko dan
akibat dari tindakan medis yang diambilnya
d) Informed Consent diberikan terhadap prosedur medis yang
berbeda-beda secara substansial dengan yang dilakukan oleh
dokter.

B. informed choise
informed choise merupakan bentuk persetujuan pilihan tentang :metode
kontrasepsi yang dipilih oleh klien setelah memahami kebutuhan reproduksi yang
paling sesuai dengan dirinya atau keluarganya. Pilihan tersebut merupakan hasil
bimbingan dan pemberian informasi yang obyektif, akurat dan mudah dimengerti
oleh klien. Pilihan yang diambil merupakan yang diambil merupakan yang terbaik
dari berbagai alternatif yang tersedia.
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kontrasepsi adalah pencegahan terbuahinya sel telur oleh sel sperma (konsepsi)
atau pencegahan menempelnya sel telur yang telah dibuahi ke dinding rahim (Taufan
Nugroho dkk, 201keluarga berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak
dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan
bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas
(BKKBN, 2015).
Jenis-jenis kontrasepsi
1. Kontrasepsi sederhana
2. Kontrasepsi hormonal
3. Kontrasepsi AKDR
4. Kontrasepsi pada periode khusus
5. Kontrasepsi mantap
Jenis konseling terbagi tiga, yaitu:
a) Konseling umum
Konseling umum dapat dilakukan oleh petugas lapangan keluarga berencana atau
PLKB. Konseling umum meliputi penjelasan umum dari berbagai metode kontrasepsi
untuk mengenakan kaitan antara kontrasepsi, tujuan dan fungsi reproduksi
keluarga.
b) Konseling spesifik
Konseling spesifik dapat dilakukan oleh dokter /bidan/konselor. Konseling spesifik
berisi penjelasan sppesifik tentang metode yang diinginkan , alternatif, keuntungan
keterbatasan, akses,, dan fasilitas layanan .
c) Konseling pra dan pasca Tindakan
Konseling pra dan pasca Tindakan dapat dilakukan oleh operator atau konselor atau
dokter atau bidan. Konseling ini meliputi penjelasan spesifik tentang prosedur yang
akan dilaksanakan (pra,selama dan pasca) serta penjelasan lisan atau instruksi
tertulis asuhan mandiri.

INFORMED CHOICE (Hak Pilih Klien terhadap Kontrasepsi yang Sesuai dengan
Kondisinya) Informed choice merupakan bentuk persetujuan pilihan tentang: Metode
kontrasep- si yang dipilih oleh klien setelah memahami kebutuhan reproduksi yang paling
sesuai dengan dirinya atau keluarganya. Pilihan tersebut merupakan hasil bimbingan dan
pemberian informasi yang obyektif, akurat dan mudah dimengerti oleh klien. Pilihan yang
diambil merupakan yang terbaik dari berbagai alternatif yang tersedia.
INFORMED CONSENT (Hak Persetujuan Klien terhadap Tindakan Medik yang akan
Diterima) Informed consent adalah : Bukti tertulis tentang persetujuan terhadap prosedur
klinik suatu metode kontrasepsi yang akan dilakukan pada klien,harus ditandatangani oleh
klien sendiri atau walinya apabila akibat kondisi tertentu klien tidak dapat melakukan hal
tersebut, ersetujuan diminta apabila prosedur klinik mengandung risiko terhadap
keselamatan klien (baik yang terduga atau tak terduga sebelumnya).

B. SARAN

penulis mengucapkan mohon maaf apabila ada kesalahan dalam pembuatan makalah
ini, Semoga dengan adanya makalah pelayanan kb dengan beberapa metode sesuai dengan
wewenangan bidan ini dapat membantu dan menambah wawasan pengetahuan bagi para
pembacanya, terimakasih.
DARTAR PUSTAKA

https://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/kb-2-konseling-dan-kelaikan-medik

https://www.academia.edu/6426233/Konseling_KB

Modul pelatihan, PELAYANAN KONTRASEPSI BAGI DOKTER DAN BIDAN DI FASILITAS


PELAYANAN KESEHATAN, hal 5-8

https://id.scribd.com/document/439604575/MAKALAH-TENTANG-INFORMED-CHOICE-
KELOMPOK-5-docx

https://id.scribd.com/document/439604575/MAKALAH-TENTANG-INFORMED-CHOICE-
KELOMPOK-5-docx

KONSEP KEBIDANAN DAN ETIKOLEGAL DALAM PRAKTIK KEBIDANAN, KEMENKES RI.

Anda mungkin juga menyukai