Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TINDAK TUTUR DITINJAU DARI SUDUT PEMBICARA


DAN PENDENGAR

Disusun Oleh:
1. Winda Yuliani (2020014)
2. Revi Yana (2021064)
3. Intan Nabila (2021071)

Dosen Pengampu : Syaiful Abid, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA


INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS PGRI SILAMPARI
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan juga syukur kehadirat Allah SWT,yang telah memberikan nikmat iman,
islam , ihsan dan waktu kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini yang berjudul. “Tindak Tutur ditinjau dari Sudut Pembicara dan Pendengar”.
Terima kasih sedalam-dalamnya penulis ucapkan kepada kedua orang tua yang telah
memberikan dukungan dan semangat, kepada dosen pengampu mata kuliah yang telah
membimbing juga para sahabat dan teman-teman satu kelas.
Makalah ini masihlah sangat jauh dari kata sempurna dan juga menuntut perbaikan
terus-menerus yang di sesuaikan dengan kebutuhan penggunanya. Oleh karena itu penulis
sangat berharap kepada pembaca untuk memberikan masukan kepada penulis untuk
kesempurnaan makalah ini kedepannya.

Akhir kata, semoga makalah ini memenuhi kebutuhan bagi para penggunanya. Aamiin.

Lubuklinggau, 02 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2
A. Pengertian Tindak Tutur / Tindak Bahasa...................................................................2
B. Tindak Tutur/ Tindak Bahasa Dari Sudut Pandang Pembicara...................................3
C. Tindak Tutur / Tndak Bahasa Dilihat Dari Sudut Pandang Pendengar......................5
BAB III PENUTUP....................................................................................................................9
A. Kesimpulan..................................................................................................................9
B. Saran............................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa adalah alat interaksi yang digunakan oleh masyarakat dalam
melakukan aktivitas sosial. Kegiatan berbahasa hanya bisa terwujud apabilah manusia
terlibat didalamnya. Dalam setiap komunikasih manusia saling menyampaikan
informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi
secara langsung. Maka, dalam setiap proses komunikasi ini terjadilah apa yang
disebut dengan tutur dan tindak tutur dalam satu situasi. Di dalam berkomunikasi,
pembicara dan pendengar atau lawan bicara sebaiknya sama-sama menyadari bahwa
ada kaidah-kaidah atau aturan-aturan dalam penggunaan bahasan dan tindakannya.
Dalam suatu peristiwa tutur, peran penutur dan pendengar dapat berganti-
ganti. Pihak yang tadinya menjadi pendengar sesudah mendengar dan memahami
ujaran yang diucapkan oleh penutur akan segera bereaksi melakukan tindak tutur,
sebagai pembicara atau penutur. Sebalinya, yang tadinya berperan sebagai pembicara
atau penutur kini berubah menjadi pendengar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tindak tutur?
2. Bagaimana pandangan pembicara mengenai tindak tutur?
3. Bagaimana pandangan pendengar mengenai tindak tutur?

C. Tujuan
1. Untuk memahami makna dan definisi dari tindak tutur.
2. Untuk mengetahui pandangan pembicara mengenai tindak tutur.
3. Untuk mengetahui pandangan pendengar mengenai tindak tutur.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tindak Tutur / Tindak Bahasa


Menurut Setiawan Tindak bahasa (speech act) merupakan unsur
pragmatik yang melibatkan pembicara, pendengar atau penulis pembaca serta yang
dibicarakan. Dalam penerapannya tindak bahasa digunakan oleh beberapa disiplin
ilmu. Seorang kritikus sastra mempertimbangkan teori tindak tutur untuk menjelaskan
teks yang halus (sulit) atau untuk memahami alam genre (jenis) sastra, para
antropolog akan berkepentingan dengan teori tindak bahasa ini dapat
mempertimbangkan mantra magis dan ritual, para filosof melihat juga adanya aplikasi
potensial diantara berbagai hal, status pernyataan etis, sedangkan linguis (ahli bahasa)
melihat gagasan teori tindak bahasasebagai teori yang dapat diterapkan pada berbagai
masalah di dalam kalimat (sintaksis), semantik, pemelajar bahasa kedua, dan yang
lainnya. Di dalam linguistik pragmatik tindak tutur tetap merupakan praduga dengan
implikatur khusus. (Setiawan, 2005 : 16)
Menurut Austin (1962), ujaran/kalimat yang bentuk formalnya adalah
pernyataan, biasanya memberi informasi, tetapi ada juga yang berfungsi lain, yakni
yang “melakukan suatu tindakan bahasa”. Kita membedakan dua fungsi yang
diungkapkan oleh kalimat pernyataan.
Kalimat komunikatif terbagi atas dua kategori yaitu kalimat penyata
atau konstatif dan kalimat pelaku atau perlakuan atau performatif :

1. Penyata (konstatif) yang memberikan informasi mengenai suatu fakta yang dapat
benar atau tidak benar, dan
Kalimat penyata (konstatif) seperti :
a. Dia pergi ke Bali.
b. Sudah pernahkah anda ke Bali?
c. pergilah ke bali.
2. Pelaku atau perlakuan (performatif) yang melakukan suatu tindakan sambil
mengucapkan suatu bentuk bahasa.

2
Makna dari kalimat perlakuan adalah mengungkapkan (pelafalan) kalimat itu.
Umpamanya, kalau kita mengambil kalimat :
a. Saya berjanji datang besok pagi.
Makna kalimat itu adalah “janji yang diucapkan itu
b. Saya menyatakan seminar ini dibuka.
Maka ucapannya atau perlakuannya itulah makna kalimat itu, yakni
pengucapannya itulah tanda bahwa keadaan ”seminar dibuka” itu menjadi
kenyataan.

Kalimat perlakuan seperti diatas relatif tidak begitu banyak jumlahnya dalam suatu
bahasa, yang jauh lebih banyak adalah kalimat penyata. Austin (1962) mengatakan bahwa
makna juga disebut nilai kalimat. itu adalah tindakan membuat janji itu. Jadi,
“mengucapkan kalimat itu adalah perlakuan berjanji, dan kalimat itu disebut kalimat
perlakuan”.

B. Tindak Tutur/ Tindak Bahasa Dari Sudut Pandang Pembicara


Adapun aturan tindak bahasa dari sudut pandang pembicara, yakni sebagai
berikut :

1. Harus ada urutan peristiwa yang dianggap baku.


Peristiwa yang dianggap baku disini adalah bisa dilihat dari sudut
pembicaraan, ada tiga jenis keterampilan berbicara tersebut ditinjau dari segi
formal,semi formal dan non formal.
a. Pembicara Formal (Bahasa dan Situasi) :
Tempat penggunaan bahasa formal digunakan di :
1). Sekolah: Sekolah Umum,Kursus,Latihsan kerja.
2). Kantor.
3). Gedung (yang dugunakan untuk Pertemuan Ilmiah atau
Formal,Penataran,Peresmian).
Sedang jenis formal yang menggunakan bahasa formal adalah :
1). Pidato Formal (Resmi).
2). Presentasi:Ilmiah,Pemasaran,Sidang Ujian.
3). Peresmian.
4). Pelantikan.

3
5). Penataran.

b. Pembicaraan Semi Formal


Jenis kegiatan yang termasuk semi formal adalah :
1). Wawancara.
2). Ceramah.
3). Pidato: Pidato semi formal (biasa),seperti: kata sambutan dalam
perayaan.
4). Perkawinan,ulang tahun.
5). Reuni.

c. Pembicaraan Non-formal
Percakapan sehari-hari di lingkungan anak-anak,remaja,pemuda dan
orang tua dengan bahasa dan situasi santai :
1). Percakapan sehari-hari di lingkungan keluarga.
2). Percakapan sehari-hari di lingkungan masyarakat (yang digunakan
misalnya: bahasa gaul.

2. Ucapan itu harus dilakukan oleh orang tertentu yang ditunjuk dan berwenang
dalam situasi tertentu yang sifatnya resmi.
3. Semua orang dalam tempat atau ruangan itu harus ikut ambil bagian, dan suasana
tidak di benarkan teralu santai.
4. Prosedur itu harus diikuti secara benar dan lengkap. tidak ada bagian yang
dihilangkan ataupun di tambahakan.

Austin merumuskan tindak bahasa dari sudut pandang pembicara yang tidak
berkaitan/berkenaan dengan 4 syarat diatas menjadi 3, yaitu:

1. Tindak Bahasa Lokusi yakni mengatakan sesuatu dalam arti


berkata. Contoh :Andi belajar membaca.

Kelima kalimat di atas dituturkan oleh penuturnya semata-mata untuk


menginformasikan sesuatu tanpa ada tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi
untuk mempengaruhi lawan tuturnya.

4
2. Tindak Bahasa Ilokusi yakni tindak bahasa yang diidentifikasi dengan
kalimat pelaku yang eksplisit.
Kalimat ekplisit adalah makna absolut yang langsung diacu oleh bahasa.
Tindakan secara gambling, tegas, terus terang, tidak berbelit-belit (sehingga
orang dapat menangkap maksudnya dengan mudah dan tidak mempunyai
gambaran yang kabur atau salah. Konsep makna ini bersifat denotatif
(sebenarnya) sebagai representasi dari bahasa kognitif.
Sedangkan makna implisit adalah makna universal yang disembunyikan oleh
bahasa. Konsep makna ini bersifat konotatif (kias) sebagai representasi dari
bahasa emotif. Makna eksplisit mengacu pada informasi, sedangkan makna
implisit mengacu pada emosi.

Contoh : Andi berjanji ingin belajar membaca.


Analisisnya yaitu kalimat tersebut diucapkan oleh orang yang ingin belajar
membaca maka Ilokusinya yaitu orang tersebut berjanji kepada dirinya sendiri
ingin belajar membaca.

3. Tindak Bahasa Perlokusi yakni tindak bahasa yang dilakukan sebagai akibat atau
efek dari ucapan orang lain.

Contoh :Andi dapat membaca


Analisisnya yaitu dari segi Ilokusi, orang tersebut belajar membaca, Perlokusinya
akibat anak tersebut belajar membaca, anak tersebut dapat membaca yang baik
dan benar.

C. Tindak Tutur / Tndak Bahasa Dilihat Dari Sudut Pandang Pendengar


Tindak bahasa dari sudut pendengar adalah bagaimana nilai ilokusi (nilai
tindak bahasa yang diidentifikasi dengan kalimat pelaku yang eksplisit), itu ditangkap
atau dipahami oleh lawan bicara. Di dalam satu wacana peran pembicara dan
pendengar itu saling berganti dan seorang pembicara dapat menjadi pendengar dan
sebaliknya. PemikiranSearle ialah bahwa tujuan-tujuan pembicara sukar diteliti,
sedang interpretasi lawan bicara tampak dari reaksi-reaksi yang diberikan pada
ucapan-ucapan pembicara.

5
Searle tidak menerima konsep tindak lokusi yang digantinya dengan tindak
proposisi, hal inilah yang mendasari Searle dalam memberi makna pada ucapan atau
kalimat. Pergantian istilah ini digunakan untuk member makna yang lebih luas kepada
tindak proposisi, yakni yang mencakup rujukan pada sesuatu dan juga yang
membentuk pada predikasi (pengungkapan tentang perbuatan, keadaan atau hal dalam
proposisi). Suatu proposisi mencakup penunjuk fungsi ujaran yang merupakan nilai
ilokusi. Penunjuk terdiri atas: urutan kata, tekanan, intonasi, tanda baca, nada, dan
kata kerja perlakuan (performatives). Berdasarkan penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa proposisi menurut Searle adalah suatu pengungkapan tujuan
sebagaimana dipahami oleh pendengar. Searle telah meneliti bagaimana pendengar
menginterpretasi kalimat-kalimat perlakuan pembicara, kususnya kalimat-kalimat
langsung.

1. Tindak Representatif
Tindak representatif yaitu tindak bahasa yang menjelaskan apa dan
bagaimana sesuatu itu apa adanya. Secara ilokusi, tindak representatif ini terikat
pada kebenaran proposisi. Yang termasuk dalam tindak ini, misalnya: tindak
mengemukakan, menjelaskan, menyatakan, dan menunjuk.
Contoh:
A : “Buku itu bukan milik saya.”
B : “Lalu milik siapa?”
A : “Saya tidak tahu.”
Dari percakapan singkat di atas jelas bahwa A menyatakan/menjelaskan
bahwa buku itu bukan miliknya dan A mengemukakan pula bahwa ia tidak tahu
siapa sebenarnya yang memiliki buku itu.

2. Tindak Komisif
Tindak komisif yaitu tindak bahasa yang berfungsi mendorong pembicara
melakukan sesuatu atau mengkondisi pembicara untuk melakukan tindakan sesuai
yang dituturkan, misalnya bersumpah, dan berjanji. Secara ilokusi, tindakan
komisif ini terikat oleh suatu tindakan di masa depan. Tindakan komisif tidak
mengacu pada kepentingan penutur/pembicara, tetapi petutur/lawan bicara karena
pembicara yang dikondisi untuk melakukan suatu tindakan.
Contoh :

6
A : “Saya berjanji tidak akan menyebarluaskan masalah itu kepada orang lain,
percayalah!”
B : “Baik kalau begitu saya akan menceritakannya kepadamu.”
Percakapan di atas menunjukkan bahwa A melakukan tindak tutur berjanji
kepada B dan mengkondisi dirinya untuk tidak menyebarluaskan masalah
tertentu (masalah yang ingin diketajui A).

3. Tindak Direktif
Tindak direktif yaitu tindak bahasa yang berfungsi untuk mendorong
penanggap tutur melakukan sesuatu, misalnya mengusulkan, memohon,
mendesak, menentang, memerintah, memesan, memberi nasihat, menuntut, dan
sejenisnya. Jadi, tindak bahasa yang dapat ‘memerintah’ lawan tutur melakukan
sesuatu tindakan baik verbal maupun nonverbal. Tindak direktif ini, ilokusinya
bertujuan menghasilkan efek berupa tindakan yang dilakukan petutur.
Contoh:
A : “saya haus sekali, tolong ambilkan air minum!”
B : ” Apa dikira saya ini pembantumu?”
(walaupun begitu, B beranjak mengambil air juga)
Pada contoh di atas terlihat A melakukan tindak tutur yang menyebabkan
B melakukan sesuatu ‘mengambilkan air minum‘. Untuk mewujudkan tindak
bahasa direktif secara maksimal. Disodorkan strategi dasar yaitu penyentuhan
perasaan lawan bicara terhadap hal-hal yang menyangkut tanggung jawab moral
(moral obligation), saling membutuhkan (mutual cooperation),
kesehatan/keselamatan (well-being), rasa bangga/harga diri (pride), kaitan status
diri (lack of status), rasa khawatir (fear). Dengan sentuhan-sentuhan tersebut
dapatlah terwujud tindak tutur direktif yang efektif.

4. Tindak Ekspresif
Tindak ekspresif yaitu tindak bahasa yang menyangkut perasaan dan
sikap. Tindak bahasa ini secara ilokusi bertujuan untuk mengungkapkan sikap
psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi. Yang termasuk
tindak ekspresif yaitu tindakan meminta maaf, berterima kasih, mengadukan,
menyampaikan, ucapan selamat, mengkritik, memberikan penghargaan, memuji,
menyatakan bela sungkawa, menyalahkan, dan lain-lain.

7
Contoh:

A : “Mengapa Anda belum menyerahkan tugas?”


B : “Maaf Pak, tugas itu memang belum selesai saya kerjakan.”
A : “Kapan anda serahkan?”
B : “Insya Allah hari Kamis Pak.”
Dalam penggalan percakapan di atas terdapat adanya tindak tutur meminta
maaf, sebagai salah satu contoh tindak ekspresif.

5. Tindak Deklaratif
Tindak deklaratif yaitu tindak bahasa yang berfungsi untuk memantapkan
atau membenarkan sesuatu tindak tutur yang lain dan tindak tutur sebelumnya.
Tindak tutur deklaratif ini dinyatakan dengan cara memberi penegasan, misalnya:
setuju, tidak setuju, benar, dan lain-lain.
Contoh:
A : “Menurut saya, belajar bahasa disamping dipengaruhi oleh bakat bahasa juga
oleh lingkungan. Setujukah Anda dengan pendapat saya ini?”
B : “Ya, saya setuju dan dapat menerima pendapat Saudara.”

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

9
DAFTAR PUSTAKA

chaer, A., & Agustina, l. (2021). Sosiolinguistik perkenalan awal. Jakarta: rineka cipta.

Anda mungkin juga menyukai