TUTUR
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sosiolinguistik
Dosen Pengampu:
Bapak Eggie Nugraha, S.Pd., M.Pd.
Disusun oleh:
Diki Dermawan 185030029
Nabila Erditha 185030038
Alya Nur Fadila 185030041
M. Farhan Al Rasyid 185030103
Mustika Fatmasari 185030120
Didik Wahyu Anugrah 185030126
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur ke hadirat Allah Swt. atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tepat pada
waktunya. Makalah ini disusun guna melengkapi tugas mata kuliah
Sosiolinguistik.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Allah Swt. dan Rasullah
Muhammad saw., yang telah memberikan kami rahmat dan kemudahan, kemudian
dosen pembimbing mata kuliah Sosiolinguistik, yang telah memberikan banyak
arahan dalam terciptanya makalah ini. Rasa terima kasih juga kami sampaikan
kepada orang tua yang senantiasa mendoakan dan rekan-rekan yang telah
memberikan semangat dan bantuan yang berguna.
Dengan adanya makalah ini, penulis berharap dapat membantu
mahasiswa-mahasiswa lain dalam belajar. Terutama, pemahaman dalam
memahami tentang Mencari Hubungan Peristiwa Tutur dan Tindak Tutur. Oleh
karena itu, kritik dan saran saya terima dengan senang hati guna penyempurnaan
makalah yang telah kami susun ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah wawasan kita seputar Mencari
Hubungan Peristiwa Tutur dan Tindak Tutur. Aamiin.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................3
3.1. Simpulan.....................................................................................................18
3.2. Saran............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan
terkecil dari komunikasi bahasa.
Tindak tutur dalam ujaran suatu kalimat merupakan penentu makna
kalimat itu. Namun, makna suatu kalimat tidak ditentukan oleh satu-
satunya tindak tutur seperti yang berlaku dalam kalimat yang sedang
diujarkan itu, tetapi selalu terdapat kemungkinan untuk menyatakan secara
tepat apa yang dimaksud oleh penuturnya. Oleh sebab itu, sangat mungkin
dalam setiap tindak tutur, penutur menuturkan kalimat yang unik karena
berusaha menyesuaikan ujaran dengan konteksnya (Jayanti, 2010).
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
A : (Act sequences)
K : (Key: tone or spirit of act)
I : ( Instrumentalities)
N : (Norms of interaction and interpretation)
G : (Genres)
1. Setting and scene. Di sini setting berkenaan dengan waktu dan tempat
tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi, tempat dan
waktu atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi
tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang
berbeda juga. Berbicara di lapangan sepak bola pada waktu ada
pertandingan sepak bola dalam situasi yang ramai tentu berbeda dengan
pembicaraan di ruang perpustakaan pada waktu banyak orang membaca
dan dalam keadaan sunyi. Di lapangan sepak bola kita bisa berbicara
dengan keras tapi di ruang perpustakaan harus bicara seperlahan mungkin.
2. Participant adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa
pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan
penerima pesan. Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran
sebagai pembicara atau pendengar, tetapi dalam khotbah masjid, khotib
sebagai pembicara dan jemaah sebagai pendengar tidak dapat bertukar
peran. Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang
digunakan. Misalnya, seorang anak akan menggunakan ragam atau gaya
bahasa yang berbeda bila berbicara dengan orang tuanya atau gurunya bila
dibandingkan kalau dia berbicara dengan teman-teman sebayanya.
3. End, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang
terjadi di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus
perkara; namun para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai
tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan si terdakwa,
pembela berusaha membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah,
sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil.
4. Act sequence, mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran . Bentuk ujaran
dan isi ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana
penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dan topik
4
pembicaraan. Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa,
dan dalam pesta adalah berbeda. Begitu juga dengan isi yang dibicarakan.
5. Key, mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan
disampaikan dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan
sombong, dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini dapat juga
ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.
6. Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur
lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalities ini juga
mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialeg ragam
atau register.
7. Norm of Interaction and Interpretation, mengacu pada norma atau aturan
dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi,
bertanya, dan sebagainya. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap
ujaran dari lawan bicara.
8. Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi,
pepatah, doa dan sebagainya. Dari uraian yang dikemukakan Hymes itu
dapat kita lihat betapa kompleksnya terjadinya peristiwa tutur yang kita
lihat, atau kita alami sendiri dalam kehidupan sehari-hari.
Dari yang dikemukakan Hymes dapat dilihat betapa komleksnya
terjadinya peristiwa tutur yang kita lihat, atau kita alami sendiri dalam
kehidupan sehari-hari. Komponen tutur yang diajukan Hymes itu dalam
rumusan lain tidak berbeda dengan yang dikemukakan oleh Fishman
disebut sebagai pokok pembicaraan sosiolinguistik, yaitu “who speak,
what languange, to whom,when, and what end”.
5
2.2. Tindak Tutur
Tindak Ujaran merupakan aksi (tindakan) dengan menggunakan
bahasa (Djajasudarma, 1994: 63). Bahasa digunakan pada hampir semua
aktivitas. Kita menggunakan bahasa untuk menyatakan informasi
(permohonan informasi, memerintah, mengajukan, permohonan,
mengingatkan, bertaruh, menasihati, dan sebagainya). Kemudian tindak
tutur (istilah kridalaksana penuturan atau speech act, speech event) adalah
pengajaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara
diketahui oleh pendengar (Kridalaksana, 1984: 154). Chaer (1995: 65),
menyatakan bahwa tindak tutur merupakan gejala individu, bersifat
psikolinguistik dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan
bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
6
Ketika kita berbicara, kita melakukan tindakan-tindakan seperti
memberi laporan, membuat pernyataan-pernyataan, mengajukan
pertanyaan, memberi peringatan, memberi janji, menyetujui, menyesal dan
meminta maaf. Pada bagian lain ia juga mengemukakan bahwa tindak
tutur dapat diberikan sebagai sesuatu yang sebenarnya kita lakukan ketika
berbicara. Ketika kita terlihat dalam percakapan, kita melakukan beberapa
tindakan seperti: melaporkan, menyatakan, memperingatkan, menjanjikan,
mengusulkan, menyarankan, mengkritik, meminta dan lain-lain. Suatu
tindak tutur dapat didefinisikan sebagai unit terkecil aktivitas berbicara
yang dapat dikatakan memiliki fungsi.
Berkenaan dengan tindak tutur ini Chaer dan Leonie Agustine
(1995) berpendapat bahwa tindak tutur merupakan gejala individual,
bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan
bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur
itu yang lebih dilihat adalah makna atau arti tindakan dalam tuturannya.
Kemudian Sinclair dan Coulthard R. (1995) dalam Richard (1995) yang
pernah mengadakan suatu pengamatan terhadap peristiwa sosial
(pelajaran) dalam ruang belajar, dan peristiwa sosial (pelajaran) itu
disebutnya sebagai kerangka analitis yang berada paling luas dan
selanjutnya secara berturut-turut membagi urutan wacana hingga ke bagian
yang paling kecil yakni tindak. Tindak ini didefenisikan sebagai unit
berbicara yang paling kecil yang bisa dikatakan mempunyai suatu fungsi.
Berbagai tindak diberi nama yang disesuaikan dengan setiap fungsi
wacana, seperti mencari keterangan, bertanya dan sebagainya.
Untuk memahami tindak tutur ini, lebih lanjut Richard (1995)
mengutip pendapat seorang filsuf yang bernama Austin (1992) yang
menyatakan bahwa ada ribuan kata kerja dalam bahasa Inggris yang
menandakan sebuah tindak tutur.
7
Contoh: ask (bertanya), request (meminta), direct (memimpin), re
quire (membutuhkan), order(menyuruh), command (memerintah), suggest
(menyarankan), beg (memohon), plead (menuntut) yang kesemuanya
menandai tindak tutur. Tetapi tindak tutur itu tidak sekadar setara dengan
kata kerja yang digunakan untuk menggambarkan tindak tutur itu.
8
d) Declaration (deklarasi): tindak tutur yang dapat mendatangkan atau
mengubah suatu keadaan. Seperti pembabtisan, pengukuhan, keputusan.
Misalnya: Saudara kami nyatakan lulus menjadi doctor.
Dilihat dari konteks situasinya, ada dua macam tindak tutur, yaitu
tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung.
9
dengan kalimat Tanya, dan sebagainya.
Contoh:
(a) Orang itu sangat pandai.
(b) Buka mulutmu!
(c) Jam berapa sekarang?
Tuturan (a), (b), dan (c) merupakan tindak tutur langsung literal
bila secara berturut-turut dimaksudkan untuk memberitakan bahwa orang
yang dibicarakan sangat pandai, menyuruh agar lawan bicara membuka
mulut, dan menanyakan pukul berapa ketika itu. Maksud memberitakan
dengan kalimat berita (a), maksud memerintah dengan kalimat perintah
(b), dan maksud bertanya dengan kalimat Tanya (c).
2) Tindak Tutur Langsung Tidak Literal (direct nonliteral speech act) adalah
tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan
dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak
memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya.
Contoh:
10
Tempat : Halaman rumah
Bapak : Halaman rumah kita tampak kotor ya?
Aisyah : Baik Pak, segera saya sapu
11
Percakapan sebagai suatu bentuk komunikasi berbahasa, jelas
bahwa antara penatur dengan petutur terjadi interaksi. Oleh karena itu
tindak tutur pun akan terealisasi. Bagaimana tindak tutur itu terealisasi
dalam percakapan, Richard (1995) mengutip pendapat Brown dan Levinon
yang menegaskan bahwa untuk berbagai tindak tutur, ketika dua berbicara
berinteraksi bermacam-macam bentuk tantangan yang muncul baik
terhadap penutur maupun petutur. Posisi dasar mereka adalah penutur
maupun petutur berdasarkan jarak sosial dan tingkat kekuasaan pembicara,
dan kemudian memilih strategi percakapan yang sesuai. Ada dua strategi
percakapan yang mereka ajukan, yakni strategi kesopanan positif dan
strategi kesopanan negatif. Strategi-strategi kesopanan positif itu
menekankan pada solidaritas, hubungan baik, dan persamaan antara
penutur dan petutur. Beberapa strategi kesopanan positif itu adalah:
12
benar menghormati dan tidak langsung. Berikut ini adalah beberapa
strategi kesopanan negatif.
4. Memohon maaf, Contoh : (“Saya harap anda tidak keberatan bila saya
mampir)
13
luar bahasa, sehingga dasar dari pemahaman terhadap pragmatik adalah
hubungan antara bahasa dengan konteks.
Searle (dalam Wijaya dan Rohmadi, 2011: 21) menyatakan bahwa
dalam praktik penggunaan bahasa terdapat setidaknya tiga macam tindak
tutur. Ketiga macam tindak tutur adalah sebagai berikut. Pertama, tindak
tutur lokusi, yaitu tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai
dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu. Kedua,
tindak tutur ilokusi, yaitu tindak tutur untuk melakukan sesuatu dengan
maksud dan fungsi tertentu pula. Ketiga, tindak tutur perlokusi, yaitu
tindak tutur yang menumbuhkan pengaruh (effect) kepada mitra tutur.
Secara garis besar kategori-kategori menurut (Searle dalam
Gunarwan, 1994: 85-86) dikelompokkan menjadi lima: (1) representataif,
yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa
yang dikatakannya (misalnya: menyatakan, melaporkan, menunjukkan,
menyebutkan); (2) direktif, yaitu tindak ujaran yang dilakukan penuturnya
dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan di
dalam ujaran itu (misalnya: menyuruh, memohon, menuntut,
menyarankan, menantang); (3) ekspresif, yaitu tindak ujaran yang
dilakukan dengan maksud agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi
tentang hal yang disebutkan di dalam ujaran (misalnya: memuji,
mengucapkan terima kasih, mengkritik, mengeluh); (4) komisif, yaitu
tindak ujaran yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang
disebutkan di dalam ujarannya (misalnya: berjanji, bersumpah,
mengancam); (5) deklarasi, yaitu tindak ujaran yang dilakukan si penutur
dengan maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya)
yang baru (misalnya: memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan,
memberi maaf).
Dari kategorisasi yang dibuat oleh Searle, dapat disimpulkan
bahwa sebenarnya semua tuturan adalah performatif atau sebuah tindak
tutur. Oleh karena itu Searle menyarankan bahwa unit dasar komunikasi
linguistik adalah tindak tutur. Ini bisa berupa kata, frasa, kalimat atau
suara, yang mempunyai makna mengekspresikan niat pengguna. Sehingga
14
dapat dikatakan bahwa tindak tutur adalah satuan bahasa dalam pragmatik,
seperti halnya morfem, kata, frasa, dan kalimat sebagai satuan bahasa
dalam linguistik. Jenis satuan tindak tutur dapat beragam dari suara
tertentu, kata, frasa, kalimat, dan bahkan sampai dengan wacana. Dalam
arti, selama bunyi itu dimaksudkan untuk makna tertentu, dapat dikatakan
sebagai tindak tutur.
Konsekuensi dari adanya daya ilokusi dalam sebuah tindak tutur
adalah memungkinkan terjadinya ilokusi yang tidak sesuai dengan tuturan.
Faktor penentunya adalah pemahaman bersama di antara partisipan
tuturan, yang dalam hal ini adalah kondisi felisitas seperti yang
dikemukakan oleh Searle. Tuturan dapat berilokusi langsung maupun tidak
langsung. Ilokusi langsung berarti ketika ada hubungan langsung antara
struktur dan fungsi komunikatif ujaran atau tuturan yang lokusinya secara
jelas menggunakan verba yang sesuai dengan daya ilokusinya.
15
Pertanyaan Direktif (menanyakan} Siapa yang akan mengerjakan tugas
ini?
3) Aku kedinginan.
16
mitra tutur harus mengetahui konteksnya. Dalam hal ini, tuturan “aku
kedinginan” yang secara literal dimaknai sebagai informasi tentang
keadaan penutur, dimaknai sebagai permintaan karena mitra tutur melihat
bahwa penutur kedinginan karena masuknya angin dingin dari jendela,
sehingga mitra tutur menutup jendela agar tidak kedinginan.
17
Memperhatikan gambar di atas, jelas bagi kita bahwa dalam
pertandingan sepak bola, untuk mencapai kemenangan ada proses. Proses
itu merupakan serangkaian kejadian yang terkordinasi, mulai cetak gol dan
akhirnya memenangkan pertandingan. Begitu juga halnya dengan tindak
tutur yang terkordinasi mulai dari lokusi, ilokusi dan perlokusi.
18
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Dalam proses komunikasi, setidak-tidaknya ada tiga komponen
terkait, yakni partisipan, hal yang diinformasikan, dan alat (bahasa). Pada
komunikasi berbahasa, ada dua gejala yang dominan; yakni tindak tutur
dan peristiwa tutur. Tindak tutur sebagai tindakan yang ditampilkan
penutur pada suatu percakapan, pada hakikatnya ada tiga jenis. Ketiga
jenis itu adalah lokusi, ilokusi dan perlokusi. Tindak tutur lokusi adalah
melakukan tindakan untuk mengatakan sesuatu. Ilokusi yaitu melakukan
suatu tindakan dalam melakukan sesuatu. Perlokusi dalam melakukan
suatu tindakan dengan mengatakan sesuatu. Gejala kedua dalam
komunikasi berbahasa adalah peristiwa tutur, yakni gejala sosial yang
melibatkan para partisipan dengan satu pokok tuturan yang berlangsung
pada waktu, tempat dan situasi tertentu. Peristiwa tutur ini ditandai dengan
adanya delapan komponen (SPEAKING), antara lain waktu, tempat dan
situasi; partisipan; maksud dan tujuan; bentuk dan isi ujaran; nada dan
cara; ragam bahasa; norma; dan jenis bahasa penyampaian.
3.2. Saran
Setelah makalah ini selesai ditulis, kami sebagai penulis
menyarankan agar pembaca dapat mempelajari makalah yang berisi
beberapa materi mengenai Tindak Tutur ini dengan baik. Diharapkan
dengan membaca makalah ini, pembaca mendapat pengetahuan dan
informasi yang bermanfaat.
19
DAFTAR PUSTAKA
20