Anda di halaman 1dari 15

BISNIS INTERNASIONAL

DOSEN PENGAMPU:

I Gusti Ayu Imbayani, SE.,MM

KELOMPOK 9
DISUSUN OLEH :

1. Raden Mas Said Agil (02/2102612010199)


2. Ni Nyoman Nirpana Ayu (19/2102612010216)
3. Ni Made Dela Maharani (26/2102612010223)

KELAS MANAJEMEN G PAGI


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
T.A 2023/2024
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tenaga kerja merupakan suatu aset penting bagi suatu perusahaan yang tidak ternilai
harganya. Tanpa adanya tenaga kerja maka sebuah perusahaan tidak akan bisa melaksanakan
semua aktivitas bisnisnya. Perubahan lingkungan membawa pengaruh yang besar terhadap
kebutuhan tenaga kerja. Perubahan teknologi yang makin canggih juga menjadi sebab
utamanya, dimana perusahaan dituntut mengikuti semua perkembangan yang ada.
Kualitas, kuantitas, dan komposisi dari ketersediaan tenaga kerja di dalamsebuah negara
merupakan hal-hal yang penting bagi orang yang inginmenciptakan lapangan kerja, terutama
karena pencipta lapangan kerja harusefisien, berdaya saing, dan menguntungkan.Kualitas
tenaga kerja mengacu pada sikap, pendidikan, dan kemampuan daritenaga kerja yang tersedia.
Kuantitas tenaga kerja mengacu kepada jumlah tenagakerja yang tersedia dengan kemampuan
yang sesuai dengan kebutuhan penciptatenaga kerja. Beberapa kondisi bisa terjadi ketika
jumlah tenaga kerja yangtersedia terlalu banyak; hal ini bisa berdampak baik maupun buruk
bagi bisnis.Jika terdapat lebih banyak orang yang berkualifikasi dibandingkan denganjumlah
minimal yang dibutuhkan oleh perusahaan, daya tawar perusahaan lebihkuat dan perusahaan
bisa memilih pekerja terbaik dengan tingkat upah yang relatifrendah. Di sisi lain, jumlah
pengangguran yang tinggi dapat mengakibatkankekacauan sosial dan politik, yang biasanya
tidak akan kondusif untukmenjalankan bisnis yang menguntungkan.Kebanyakan kondisi
tenaga kerja di suatu kawasan ditentukan oleh kekuatansosial, kultural, agama, sikap, dan
kekuatan lain. Penentu lain dari kondisi tenagakerja adalah kekuatan politik dan hukum, dan
di dalam makalah ini akan dibahaslebih lanjut beberapa instrumen. Terutama tentang tenaga
kerja, alasanketersediaan atau kelangkaannya, jenis tenaga kerja yang mungkin tersedia
atautidak tersedia dalam kondisi yang berbeda, dan hubungan antara pegawai danatasan. Serta
bagaimana hubungan tesebut dipengaruhi oleh pemerintah danorganisasi pekerja seperti
serikat pekerja
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Mobilitas Tenaga Kerja

Mobilitas tenaga kerja merupakan perpindahan orang dari satu negara ke negara lain atau
dari satu wilayah ke wilayah lain untuk memperoleh pekerjaan. Kemudahan peralihan kerja
menjadi salah satu faktor penting dalam studi ekonomi. Alasannya karena melihat bagaimana
tenaga kerja, menjadi salah satu faktor utama dalam produksi, bisa mempengaruhi pertumbuhan
serta produksi.

Jenis – Jenis Mobilitas Tenaga Kerja

Terdapat 2 jenis mobilitas tenaga kerja, yaitu mobilitas geografis mengacu kepada
kemampuan pekerja dalam bekerja di lokasi tertentu dan mobilitas pekerjaan mengacu kepada
kemampuan pekerja dalam mengubah jenis pekerjaan.

1. Mobilitas geografis
Jenis mobilitas ini mengacu pada kemudahan seorang pekerja saat ia beralih ke
lokasi maupun wilayah yang berbeda. Mobilitas geografis memungkinkan keterlibatan
pergerakan faktor lintas industri di daerah yang berbeda. Misalnya, seorang pekerja
meninggalkan pekerjaan di sebuah perusahaan tekstil di Semarang. Lalu ia mulai bekerja
di pabrik mobil yang berlokasi di Bekasi. Selain itu mobilitas bisa melibatkan pergerakan
faktor antar negara, baik itu di dalam industri maupun lintas industri.
2. Mobilitas pekerjaan
Mobilitas pekerjaan dibagi menjadi dua, yaitu mobilitas vertikal dan horizontal.
• Mobilitas vertikal terjadi ketika pekerja berpindah dari satu tingkatan menuju
tingkatan lainnya. Misalnya ada seorang asisten manajer bank hendak berpindah ke
pekerjaan menjadi manajer bank.
• Mobilitas Horizontal merupakan perpindahan pekerja yang sebelumnya dari satu
pekerjaan menuju pekerjaan lain yang masih dalam tingkatan yang setara.
Contohnya Account Officer Bank pindah ke Account Officer Bank lain.
2.2 Komposisi Angkatan Tenaga Kerja
Angkatan Tenaga Kerja (ATK) adalah kelompok orang yang pada saat tertentu
dalam suatu periode dianggap bekerja atau mencari pekerjaan. Komposisi ATK mengacu
pada pembagian dan karakteristik dari kelompok tersebut, yang terdiri dari berbagai faktor
seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lokasi geografis, sektor pekerjaan, dan lain
sebagainya.
Komposisi ATK dapat memberikan gambaran mengenai keadaan perekonomian
suatu negara, termasuk di dalamnya tingkat pengangguran, tingkat partisipasi dalam
angkatan kerja, serta kesenjangan sosial dan ekonomi antara kelompok-kelompok tertentu.
Berikut adalah beberapa faktor yang membentuk komposisi ATK:
1. Usia
Usia merupakan faktor penting dalam komposisi ATK karena orang yang lebih tua
cenderung mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan, sementara orang yang lebih
muda memiliki kesempatan lebih besar untuk bergabung dengan angkatan kerja.
2. Jenis Kelamin
Komposisi ATK juga dipengaruhi oleh jenis kelamin. Meskipun tingkat partisipasi
angkatan kerja pria dan wanita semakin sama, wanita masih menghadapi tantangan yang
berbeda dalam mencari pekerjaan. Beberapa di antaranya adalah ketidakadilan upah,
kesulitan dalam menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga,
dan diskriminasi gender.

3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan juga mempengaruhi komposisi ATK, karena biasanya orang yang lebih
terdidik cenderung memiliki lebih banyak kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang
lebih baik dan lebih terampil. Namun, ada juga kelompok yang memiliki kesulitan dalam
mencari pekerjaan meskipun mereka memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, terutama
jika keterampilan mereka tidak sesuai dengan permintaan pasar.
4. Lokasi Geografis
Lokasi geografis juga mempengaruhi komposisi ATK, karena ada perbedaan dalam
kesempatan kerja di berbagai wilayah dan kota. Daerah pedesaan cenderung memiliki
tingkat pengangguran yang lebih tinggi daripada kota, dan seringkali terbatas pada jenis
pekerjaan tertentu seperti pertanian.
5. Sektor Pekerjaan
Komposisi ATK juga dipengaruhi oleh sektor pekerjaan, karena ada perbedaan dalam
permintaan dan penawaran tenaga kerja di berbagai sektor. Misalnya, sektor industri dan
manufaktur cenderung menawarkan pekerjaan dengan gaji yang lebih tinggi dan lebih
stabil dibandingkan dengan sektor jasa seperti pariwisata
6. Keahlian dan Keterampilan
Kemampuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang juga mempengaruhi komposisi
ATK. Orang yang memiliki keahlian atau keterampilan khusus memiliki lebih banyak
peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan dengan gaji yang lebih tinggi.
Pada saat yang sama, orang yang kurang terampil atau tidak memiliki keterampilan khusus
cenderung menghadapi kesulitan dalam mencari pekerjaan dan mungkin terpaksa
menerima pekerjaan dengan gaji yang rendah.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas, status imigrasi dapat
mempengaruhi komposisi ATK dalam suatu negara. Penting bagi pemerintah dan
pengusaha untuk memahami faktor-faktor ini dan berusaha menciptakan kesempatan yang
setara bagi semua anggota masyarakat, termasuk imigran untuk memperoleh pekerjaan
yang layak dan bermanfaat.

2.3 Status Sosial


Status sosial adalah posisi atau peringkat seseorang dalam struktur sosial suatu
masyarakat, yang ditentukan oleh faktor seperti pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan.
Status sosial seseorang dapat mempengaruhi kesempatan dan kualitas hidup mereka,
termasuk akses ke layanan kesehatan, pendidikan, dan kesempatan kerja. Status sosial
dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain:
• Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi mengacu pada pendapatan, kekayaan, dan jenis pekerjaan
seseorang. Orang yang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi cenderung
memiliki akses yang lebih baik ke layanan kesehatan, pendidikan, dan kesempatan
kerja yang lebih baik.
• Status Sosial Budaya
Status sosial budaya mencakup faktor seperti pendidikan, bahasa, dan budaya.
Orang yang tinggal di lingkungan yang lebih makmur dan memiliki akses ke
pendidikan yang lebih baik cenderung memiliki status sosial yang lebih tinggi.
• Status Sosial Pribadi
Status sosial pribadi mencakup faktor seperti kesehatan, keindahan, dan daya tarik.
Orang yang memiliki penampilan dan kesehatan yang baik cenderung memiliki
status sosial yang lebih tinggi.
• Status Sosial Politik
Status sosial politik mencakup faktor seperti keanggotaan partai politik atau
organisasi sosial. Orang yang memiliki keanggotaan di partai politik atau organisasi
sosial cenderung memiliki status sosial yang lebih tinggi.
Diskriminasi berdasarkan gender dapat mempengaruhi status sosial seseorang.
Pada umumnya, perempuan memiliki status sosial yang lebih rendah daripada laki-laki di
banyak masyarakat, karena faktor seperti diskriminasi dalam pekerjaan, perbedaan upah,
dan peran tradisional yang ditetapkan oleh masyarakat. Hal ini dapat mempengaruhi
kemampuan perempuan untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas dan mencapai
posisi yang tinggi dalam karir mereka.
Diskriminasi gender juga dapat mempengaruhi komposisi angkatan tenaga kerja.
Perempuan cenderung memiliki akses yang lebih terbatas ke peluang pekerjaan dan
penghasilan yang lebih rendah daripada laki-laki. Hal ini dapat mempengaruhi partisipasi
perempuan dalam angkatan tenaga kerja dan juga dapat mempengaruhi jumlah perempuan
yang mencapai posisi puncak dalam organisasi.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk mengatasi
diskriminasi gender dan mempromosikan kesetaraan gender dalam semua aspek
kehidupan. Dalam lingkup pekerjaan, ini dapat dilakukan dengan menerapkan kebijakan
yang adil dan berbasis kinerja, mempromosikan kesetaraan gender dalam penghasilan dan
kesempatan kerja, dan menghilangkan stereotip gender dalam seleksi dan penempatan
pekerjaan. Hal ini akan membantu menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan adil
bagi semua anggota masyarakat, yang pada akhirnya akan memperkuat komposisi
angkatan ten aga kerja dengan memungkinkan partisipasi yang lebih besar dari perempuan
dan mendorong perempuan untuk mencapai posisi puncak dalam karir mereka.
Menerapkan kebijakan dan tindakan untuk mengatasi diskriminasi gender dalam
pekerjaan juga akan membantu mengurangi ketimpangan sosial dan ekonomi yang
disebabkan oleh kesenjangan gender. Hal ini akan memberikan manfaat ekonomi yang
signifikan bagi masyarakat secara keseluruhan, karena perempuan yang bekerja dapat
meningkatkan produktivitas dan memperkuat pertumbuhan ekonomi. Selain itu,
mengurangi diskriminasi gender juga dapat membantu mengurangi kemiskinan dan
meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi bagi keluarga dan masyarakat secara
keseluruhan.
Dalam upaya untuk mencapai kesetaraan gender dalam lingkup pekerjaan, penting
bagi pemerintah, organisasi swasta, dan masyarakat secara keseluruhan untuk
berkomitmen untuk menghilangkan diskriminasi gender dan mempromosikan kesetaraan
gender dalam semua aspek kehidupan. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat
kesadaran dan pengertian tentang diskriminasi gender, meningkatkan akses dan
kesempatan pendidikan bagi perempuan, mendorong partisipasi perempuan dalam sektor-
sektor ekonomi yang tradisional dianggap sebagai ranah laki-laki, dan mendorong
perubahan budaya dalam hal peran gender dan tanggung jawab.
Dengan mengambil tindakan untuk mengatasi diskriminasi gender dan
mempromosikan kesetaraan gender, masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang lebih
inklusif dan adil bagi semua anggota masyarakat, dan memperkuat komposisi angkatan
tenaga kerja.

2.4 Diskriminasi berdasarkan Gender


Diskriminasi gender adalah perlakuan tidak adil atau tidak setara terhadap individu
atau kelompok tertentu berdasarkan jenis kelamin. Diskriminasi gender bisa terjadi di
semua bidang kehidupan, termasuk dalam lingkup pekerjaan, pendidikan, politik,
kesehatan, dan sosial. Diskriminasi gender bisa terjadi baik terhadap perempuan maupun
laki-laki, tetapi yang paling sering terjadi adalah diskriminasi terhadap perempuan.
Diskriminasi gender dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti akses terbatas
terhadap pekerjaan tertentu, kesenjangan upah dan kesempatan kerja, perlakuan tidak adil
dalam pengangkatan, promosi, dan pelatihan, pelecehan seksual di tempat kerja, stereotip
gender yang merugikan, dan penghapusan hak-hak perempuan. Dalam lingkup pendidikan,
diskriminasi gender dapat terlihat dalam pengalaman belajar dan akses terhadap
pendidikan, di mana perempuan seringkali memiliki akses yang lebih terbatas terhadap
pendidikan yang berkualitas.
Diskriminasi gender juga terkait erat dengan kesenjangan sosial dan ekonomi.
Kesenjangan gender dalam hal pendapatan, kesempatan kerja, dan akses ke sumber daya
ekonomi lainnya, seperti tanah dan kredit, dapat memperparah kemiskinan dan
ketimpangan sosial di dalam masyarakat. Hal ini dapat berdampak negatif pada
kesejahteraan sosial dan ekonomi perempuan, keluarga, dan masyarakat secara
keseluruhan.
Selain itu, diskriminasi gender juga dapat memengaruhi kesehatan mental dan fisik
individu, dengan meningkatkan risiko stres dan depresi serta meningkatkan kemungkinan
terkena penyakit-penyakit tertentu seperti kanker payudara dan serviks pada perempuan.
Diskriminasi gender juga dapat memengaruhi hak asasi manusia individu, termasuk hak
atas kemerdekaan dan kesetaraan, hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,
dan hak atas partisipasi politik dan sosial.
Untuk mengatasi diskriminasi gender, penting bagi masyarakat dan pemerintah
untuk memperkuat kesadaran tentang masalah ini dan berkomitmen untuk menghilangkan
praktik-praktik yang merugikan. Ini dapat dilakukan dengan menerapkan kebijakan dan
tindakan yang mendukung kesetaraan gender dalam semua aspek kehidupan, termasuk
dalam lingkup pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan politik. Hal ini meliputi mendorong
partisipasi perempuan dalam kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik, memberikan akses
yang setara terhadap pendidikan dan pekerjaan, serta mempromosikan kesadaran tentang
masalah diskriminasi gender dan upaya-upaya untuk mengatasi diskriminasi tersebut.
Dengan demikian, mengatasi diskriminasi gender dapat membantu memperkuat
komposisi angkatan tenaga kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan. Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat harus bekerja sama untuk
mempromosikan kesetaraan gender dan mengatasi diskriminasi gender dalam semua aspek
kehidupan. Hal ini meliputi menerapkan kebijakan yang mendukung kesetaraan gender,
meningkatkan kesadaran dan pendidikan tentang masalah diskriminasi gender, serta
menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif dan adil bagi semua anggota masyarakat.
2.5 Rasisme
Rasisme dalam angkatan tenaga kerja (ATK) terjadi ketika seseorang diperlakukan
secara tidak adil atau dijauhi dalam pekerjaan berdasarkan ras atau etnis. Hal ini dapat
terjadi dalam berbagai bentuk, seperti diskriminasi dalam proses perekrutan, promosi,
pelatihan, penggajian, dan terminasi. Rasisme dalam ATK dapat merugikan individu,
organisasi, dan masyarakat secara keseluruhan, dan dapat menghambat pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan.
Rasisme dalam ATK sering terjadi karena adanya stereotip atau pandangan yang
salah tentang orang berdasarkan ras atau etnis mereka. Misalnya, stereotip bahwa orang-
orang tertentu lebih suka bekerja di bidang tertentu atau lebih atau kurang terampil daripada
orang lain. Stereotip ini dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam lingkup
pekerjaan dan dapat memperkuat kesenjangan rasial dalam angkatan kerja.
Stereotip juga dapat mempengaruhi proses perekrutan dan promosi. Orang yang
terlihat atau bersuara berbeda dari orang lain mungkin dianggap kurang mampu atau
kurang cocok untuk pekerjaan tertentu, meskipun mereka memiliki kualifikasi yang sama
dengan orang lain. Hal ini dapat membatasi kesempatan karir bagi orang yang mengalami
diskriminasi.
Selain itu, rasisme dalam ATK juga dapat terjadi dalam bentuk ketidakadilan dalam
pembayaran atau kesempatan kerja. Orang-orang tertentu dapat dibayar lebih rendah atau
ditempatkan pada posisi yang lebih rendah dalam organisasi, meskipun mereka memiliki
kualifikasi dan pengalaman yang sama dengan orang lain. Hal ini dapat menghambat
kemajuan dan pertumbuhan individu, serta mengurangi produktivitas dan efisiensi
organisasi secara keseluruhan.
Untuk mengatasi rasisme dalam ATK, diperlukan pendekatan yang komprehensif
dan berkelanjutan. Hal ini meliputi penghapusan stereotip dan pandangan yang salah
tentang orang berdasarkan ras atau etnis mereka, serta peningkatan kesadaran dan
pendidikan tentang masalah rasisme. Selain itu, perusahaan harus menerapkan kebijakan
yang adil dan berbasis kinerja, serta memastikan bahwa proses perekrutan, promosi, dan
penggajian tidak didasarkan pada ras atau etnis.
Pemerintah juga dapat berperan dalam mengatasi rasisme dalam ATK melalui
penerapan kebijakan anti-diskriminasi dan memastikan bahwa undang-undang dan regulasi
yang berkaitan dengan tenaga kerja dilaksanakan secara adil dan merata. Selain itu,
masyarakat juga dapat berperan dalam mengatasi rasisme dalam ATK dengan
mempromosikan kesetaraan dan inklusi dalam lingkup pekerjaan dan memperkuat
kesadaran akan masalah rasisme dalam masyarakat secara keseluruhan.
Dengan mengatasi rasisme dalam ATK, masyarakat dapat menciptakan lingkungan
yang lebih inklusif dan adil bagi semua anggota masyarakat, dan dapat memperkuat
komposisi angkatan tenaga kerja secara keseluruhan.

2.6 Masyarakat Tradisional


Masyarakat tradisional merujuk pada kelompok masyarakat yang mempertahankan
nilai-nilai, adat istiadat, dan cara hidup yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Dalam konteks angkatan tenaga kerja (ATK), masyarakat tradisional mungkin merujuk
pada kelompok yang lebih mempertahankan cara hidup yang terkait dengan alam atau
pekerjaan tradisional seperti petani, nelayan, dan pengrajin.
Masyarakat tradisional biasanya memiliki pengetahuan dan keterampilan yang unik
dalam pekerjaan mereka, dan mereka mungkin memiliki budaya yang berbeda dari
kebanyakan masyarakat modern. Namun, terkadang mereka menghadapi tantangan dalam
beradaptasi dengan perubahan sosial dan ekonomi yang cepat, seperti urbanisasi dan
globalisasi. Ini dapat menyebabkan kesenjangan dalam keterampilan dan kualifikasi
mereka dibandingkan dengan angkatan tenaga kerja modern.
Dalam beberapa kasus, masyarakat tradisional dapat dianggap kurang
berpendidikan atau kurang terampil, yang dapat menghambat kesempatan mereka dalam
mencari pekerjaan yang lebih baik dan mengakses pelatihan dan pendidikan. Selain itu,
dalam beberapa kasus, mereka juga dapat menghadapi diskriminasi dalam pekerjaan
berdasarkan stereotip yang salah tentang kemampuan mereka.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah dan masyarakat perlu meningkatkan
akses masyarakat tradisional ke pelatihan dan pendidikan, serta mendukung pembangunan
ekonomi dan sosial yang berkelanjutan di daerah mereka. Selain itu, penting untuk
menghormati keunikan budaya dan keterampilan masyarakat tradisional, serta mengakui
nilai kontribusi mereka dalam ekonomi dan masyarakat secara keseluruhan. Dengan cara
ini, masyarakat tradisional dapat diintegrasikan dengan baik ke dalam angkatan tenaga
kerja modern dan mampu memanfaatkan peluang ekonomi dan sosial yang tersedia.

2.7 Kelompok Minoritas


Kelompok minoritas dalam angkatan tenaga kerja (ATK) merujuk pada kelompok
yang memiliki status sosial, ekonomi, atau politik yang lebih rendah atau kurang terwakili
dalam pasar tenaga kerja. Kelompok minoritas seringkali menghadapi diskriminasi dan
kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan, mengakses pelatihan dan pendidikan, serta
memperoleh hak-hak dan perlindungan yang sama dengan kelompok mayoritas.
Beberapa contoh kelompok minoritas dalam ATK meliputi:

1 Kelompok ras dan etnis minoritas


Kelompok ini seringkali menghadapi diskriminasi dalam pekerjaan berdasarkan warna
kulit atau asal usul etnis mereka. Mereka seringkali mengalami kesulitan dalam
mendapatkan pekerjaan, ditempatkan pada posisi yang lebih rendah, atau diberikan
kesempatan promosi yang lebih sedikit.
2 Kelompok perempuan
Kelompok ini seringkali menghadapi diskriminasi dalam pekerjaan berdasarkan jenis
kelamin mereka. Mereka seringkali ditempatkan pada posisi yang lebih rendah, menerima
bayaran yang lebih rendah daripada rekan laki-laki mereka yang memiliki keterampilan
dan pengalaman yang sama, atau diabaikan dalam proses pengambilan keputusan.

3 Kelompok difabel
Kelompok ini seringkali menghadapi kesulitan dalam mencari pekerjaan karena adanya
hambatan fisik atau mental yang membatasi kemampuan mereka dalam melakukan tugas-
tugas tertentu. Mereka seringkali diabaikan dalam proses perekrutan dan seleksi pekerjaan,
atau tidak diberikan kesempatan yang sama dalam pengembangan karir.
4 Kelompok LGBT
Kelompok ini seringkali menghadapi diskriminasi dalam pekerjaan berdasarkan orientasi
seksual atau identitas gender mereka. Mereka seringkali diabaikan dalam proses perekrutan
dan seleksi pekerjaan, atau diberikan perlakuan yang tidak adil atau diskriminatif di tempat
kerja.
Untuk mengatasi masalah ini, penting untuk menerapkan kebijakan yang adil dan
inklusif di tempat kerja, mempromosikan kesetaraan dan keragaman dalam pengambilan
keputusan, dan meningkatkan kesadaran tentang hak-hak kelompok minoritas di tempat
kerja. Selain itu, penting untuk memperkuat akses kelompok minoritas ke pelatihan dan
pendidikan, serta memperkuat jaringan dukungan dan promosi yang memungkinkan
mereka untuk mencapai potensi penuh mereka dalam karir mereka. Melalui upaya-upaya
ini, kelompok minoritas dapat menjadi bagian integral dari angkatan tenaga kerja yang
beragam dan produktif.

2.8 Hubungan Pemberi Kerja-Karyawan


Hubungan antara pemberi kerja dan karyawan merupakan aspek penting dalam
lingkungan kerja yang sehat dan produktif. Pemberi kerja bertanggung jawab untuk
menyediakan kondisi kerja yang aman dan sehat, memberikan gaji yang adil dan sesuai
dengan kinerja, serta menawarkan peluang pengembangan dan kemajuan karir yang
memadai. Karyawan, di sisi lain, diharapkan untuk mematuhi aturan dan kebijakan
perusahaan, serta memberikan kinerja terbaik mereka dalam pekerjaan.
Dalam hubungan antara pemberi kerja dan karyawan, penting untuk ada saling
pengertian dan komunikasi yang baik. Pemberi kerja harus memastikan bahwa karyawan
merasa didengar dan dihargai, dan memberikan umpan balik yang konstruktif dan jelas.
Hal ini akan membantu meningkatkan motivasi dan kinerja karyawan, serta memperkuat
hubungan antara karyawan dan perusahaan.
Di sisi lain, karyawan juga memiliki tanggung jawab untuk membangun hubungan
yang positif dengan pemberi kerja. Mereka harus mematuhi aturan dan kebijakan
perusahaan, serta bekerja dengan kerja sama dan kolaborasi dengan rekan kerja mereka.
Jika ada masalah atau ketidakpuasan, karyawan harus mampu mengemukakan keluhan
mereka dengan cara yang konstruktif dan efektif, dan mencari solusi yang memadai untuk
masalah tersebut.
Selain itu, penting bagi pemberi kerja dan karyawan untuk memahami dan
menghormati perbedaan dan keanekaragaman budaya, latar belakang, dan pandangan
hidup. Dalam lingkungan kerja yang semakin global, penting untuk ada pengertian dan
toleransi terhadap perbedaan tersebut, serta mempromosikan inklusivitas dan kesetaraan
dalam semua aspek kehidupan.
Dalam rangka memperkuat hubungan antara pemberi kerja dan karyawan, ada
beberapa hal yang dapat dilakukan, antara lain:

1 Menyediakan pelatihan dan pengembangan yang memadai untuk karyawan, sehingga


mereka dapat meningkatkan keterampilan dan kinerja mereka dalam pekerjaan.
2 Memberikan umpan balik dan penghargaan yang jelas dan konstruktif untuk karyawan
yang bekerja keras dan berhasil mencapai target.
3 Membangun lingkungan kerja yang inklusif dan menghargai keanekaragaman, dengan
mengevaluasi dan memperbaiki kebijakan dan prosedur yang tidak adil atau diskriminatif.
4 Membuat proses pengambilan keputusan yang adil dan berbasis kinerja, serta menghindari
keputusan yang berdasarkan diskriminasi atau preferensi pribadi.
5 Menyediakan peluang karir yang adil dan setara bagi semua karyawan, tanpa membedakan
jenis kelamin, ras, agama, atau latar belakang lainnya.
Dengan memperkuat hubungan antara pemberi kerja dan karyawan, lingkungan
kerja dapat menjadi lebih produktif, inklusif, dan adil bagi semua anggota masyarakat.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari penjelasan yang kami paparkan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tenaga kerja
merupakan salah satu pendukung dalam perekonomian suatu negara yang memerlukan tenaga
kerja yang berkualitas. Dimensi-dimensi dalam mengukur tenaga kerja adalah kualitas dan
kuantitas. Kualitas tenaga kerja ditentukan oleh sikap, Pendidikan, dan keterampilan yang
dimiliki oleh seorang karyawan yang tersedia. Kuantitas tenaga kerja mengacu pada jumlah
karyawan yang tersedia dengan keterampilan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan bisnis
dari orang yang memberikan pekerjaan.

DAFTAR PUSTAKA
Affandi, M. (2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi penduduk lanjut usia memilih untuk
bekerja. Journal of Indonesian Applied Economics, 3(2)
Akbar, Nur. 2014. Analisis Penawaran Tenaga Kerja Usia Muda di Kabupaten Takalar. Skripsi.
Makassar.
Andini, Ni Kadek, dkk. 2013. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penduduk Lanjut Usia Masih
Bekerja. Vol. IX No 1 :44-49. Fakultas MIPA Universitas Udayana. Piramida
Badan Pusat Statistik. 2011. Angkatan Kerja Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistika.
Priambodo, Luthfi Setiya. 2015. “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Upah Riil dan Investasi
Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Semarang”.Skripsi. Semarang: FEB UNDIP
Sinaga, Tianggur. 2008. Kebijakan Pengupahan Di Indonesia. Jurnal Ketenagakerjaan, Vol. 03.
No. 02, Edisi Juli-Desember. pp 29-46.
Sobita, Nindya Eka dan I wayan Suparta. 2014. “Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga
Kerja di Provinsi Lampung”. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 0. No. 2, Juli 2014.

Anda mungkin juga menyukai