Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“PENYUSUNAN SKALA PSIKOLOGIS”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Assesmen Teknik Non Tes

Dosen Pengampu : Rizki Putra Ayu Distira, M.Pd

Disusun oleh kelompok 9 :


1. Alfiana Lailatun Nadhifah (220801004)
2. Siti Maiyasaroh (220801023)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUNAN GIRI BOJONEGORO

TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas pembuatan makalah mata kuliah Assesmen Teknik
Non Tes yang berjudul “ Penyusunan Skala Psikologis” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang di
berikan oleh Bapak Rizki Putra Ayu Distira, M.Pd . Selaku dosen pengampu mata kuliah
Assesmen Teknik Non Tes. Selain itu pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang sosialisasi bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Rizki Putra Ayu Distira, M.Pd.
Selaku dosen pengampu. Serta kepada semua pihak yang telah membagi pengetahuannya sehingga
dapat kami jadikan referensi sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari,
makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Bojonegoro, 02 November 2023

Yang menyatakan,

Penyusun Kelompok 9
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Pengukuran adalah bagian esensial kegiatan keilmuan. Psikologi sebagai cabang
ilmu pengetahuan yang relatif lebih muda harus banyak berbuat dalam hal pengukuran ini
agar eksistensinya, baik dilihat dari segi teori maupun aplikasi makin mantap. Ilmu
pengukuran (measurement)merupakan cabang dari ilmu statistika terapan yang bertujuan
membangun dasar-dasar pengembangan tesyang lebih baik sehingga dapat menghasilkan tes
yang berfungsi secara optimal, valid, dan reliable. Dasar-dasar pengembangan tes tersebut
dibangun di atas model-model matematika yang secara berkesinambungan terus diuji
kelayakannya oleh ilmu psikometri.
Pengukuran itu sendiri, dapat didefinisikan sebagai “measurement is the assignment
of numerals to object or events according to rules” (Steven,1946). Atau disebut juga
“measurement is rules forassigning numbers to objects in such a way as to represent
quantities of attributes” (Nunnaly, 1970). Pengukuran adalah suatu prosedur pemberian
angka (kuantifikasi) terhadap atribut atau variablesepanjang suatu kontinum. Secara garis
besar kontinum dibagi menjadi dua bagian, yaitu kontinum fisikdan kontinum psikologis.
Kontinum fisik adalah suatu kontinum pengukuran yang menggunakan skalafisik.
Pengukuran yang menggunakan skala fisik akan menghasilkan kontinum. kontinum
seperti:kontinum berat, kontinum kecepatan, dan kontinum tinggi dan lain sebagainya.
Sedangkankontinum psikologis adalah kontinum pengukuran yang menggunakan skala
psikologis.Secara operasional, pengukuran merupakan suatu prosedur perbandingan antara
atributyang hendak diukur dengan alat ukurnya.
Karakteristik pengukuran yang pertama adalah sebagai berikut:(1) merupakan
perbandingan antara atribut yang diukur dengan alat ukurnya; (2) hasilnyadinyatakan secara
kuantitatif; dan (3) hasilnya bersifat deskriptif. Misalnya, kuantifikasi tinggi badandilakukan
dengan membandingkan tinggi (badan) sebagai atribut fisik dengan meteran sebagai alat
ukur.Oleh karena itu pada karakteristik pertama disebutkan bahwa yang dibandingkan
adalah atribut.Artinya, apa yang diukur adalah atribut atau dimensi dari sesuatu, bukan
sesuatu itu sendiri.Sebaga contoh kita tidak dapat mengukur sebuah meja karena yang kita
ukur bukanlah meja sebagai benda melainkan dimensi meja, semisal panjang atau lebarnya.
Kita tidak pula dapat mengukur manusiakarena yang dapat kita ukur adalah atribut
manusianya semisal intelegensi atau prestasinya. Pengertian ini membawa makna bahwa:
(1) benda atau manusia yang dimensinya diukur merupakan subjek pengukuran, bukan
objek; dan (2) kita hanya akan mengetahui alat ukurnya apabila atributyang hendak diukur
telahdiketahui lebih dahulu. Maka dari itu di makalah ini akan kami bahas tentang
bagaimana penyusunan skala psikologis.

I.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik rumusan permasalahan antara lain:

1. Bagaimana Karakteristik Skala Psikologi?


2. Apakah Tujuan Dan Manfaat Skala Psikologi?
3. Bagaimana Syarat Skala Psikologi Yang Baik?
4. Apasaja Elemen Skala Psikologi?
5. Apa Saja Jenis Skala Psikologi?
6. Bagaimana Langkah Dasar Menyusun Skala Psikologi?

I.3 TUJUAN MASALAH


Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :

1. Untuk Mengetahui Tentang Karakteristik Skala Psikologi.


2. Untuk Mengetahui Tentang Tujuan Dan Manfaat Skala Psikologi.
3. Untuk Mengetahui Tentang Bagaimana Syarat Skala Psikologi Yang Baik.
4. Untuk Mengetahui Tentang Apasaja Elemen Skala Psikologi.
5. Untuk Mengetahui Tentang Apa Saja Jenis Skala Psikologi.
6. Untuk Mengetahui Tentang Bagaimana Langkah Dasar Menyusun Skala Psikologi.
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 KARAKTERISTIK SKALA PSIKOLOGI


Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang dinamika
kejiwaan manusia melalui perilaku. Hal ini dikarenakan jiwa merupakan objek yang sulit
untuk dilihat dan diamati. Padahal, psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat
empiris, artinya objek kajiannya harus bersifat dapat diukur dan diamati. Oleh karena itu,
untuk memahami dan mengkaji dinamika kejiwaan tersebut, diperlukan sesu-atu yang lebih
dapat terlihat dan merupakan manifestasi dari kejiwaan itu. Maka, psikologi mengamati
perilaku dari manusia karena perilaku merupakan cerminan dari dinamika kejiwaan dan
mental. Dalam perkembangannya, psikologi menggunakan berbagai pendekatan penelitian.
Salah satunya adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan penelitian kuantitatif adalah
pendekatan yang digunakan untuk meneliti suatu variabel dengan berorientasi pada proses
pengukuran. Oleh karena itu, pendekatan penelitian kuantitatif memiliki hasil akhir berupa
angka atau skor. Dalam pendekatan ini, diperlukan suatu alat guna mengukur variabel atau
perilaku. Salah satu alatnya sering kali dikenal degan skala psikologi. Banyak yang salah
paham bahwa skala psikologi itu sama dengan angket. Padahal, keduanya memiliki
perbedaan. Menurut Saifuddin (2019), perbedaan skala psikologi dengan angket adalah
sebagai berikut:
1. Sifat Data
Data dari skala psikologi bersifat subjektif. Subjektif ini bukan berarti tidak objektif,
karena alat ukur psikologi (termasuk skala psikologi) harus memenuhi asas objektif.
Subjektif dalam hal ini lebih bermaksud bahwa jawaban antarsubjek penelitian bisa jadi
tidak dalam taraf yang sama, meskipun sama-sama memilih satu jawaban. Misalkan,
skala ber- bentuk likert, yang menyediakan lima alternatif jawaban, yaitu sangat sesuai,
sesuai, netral, tidak sesuai, dan sangat tidak sesuai. Bisa jadi, subjek A dan B sama-sama
menjawab “sesuai untuk pernyataan nomor 1. Menurut aturan, skor dari pilihan jawaban
"sesuai" adalah 4. Akan tetapi, jika dikuantifikasikan lebih jauh, taraf atau tingkat dari
jawaban "sesuai" pada subjek A dan B bisa jadi berbeda. "Sesuai"nya subjek A bisa
berada pada tingkat 8 (skala 1-10), sedangkan "sesuai"nya subjek B berada pada angka 7
(skala 1-10).
Jika data skala psikologi bersifat subjektif, maka data dari angket bersifat faktual.
Misalkan, dalam angket sering kali mengungkap latar belakang subjek penelitian seperti
tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, jumlah saudara, luas rumah, tingkat penghasilan,
jumlah alat transportasi yang dimiliki, dan data lainnya. Data-data ini bersifat faktual,
ada wujud dari masing-masing jawaban. Selain itu, jawaban yang sama antar-subjek
penelitian juga berdampak pada kesamaan wujud dari jawaban tersebut. Contohnya,
ketika subjek A dan subjek B memiliki tingkat pendidikan SMA, artinya keduanya
sama-sama menempuh pendidikan SMA dan pen- didikan SMA di seluruh Indonesia
memiliki kesamaan fase dan tahapan.
2. Arah Pertanyaan
Salah satu tanda dari skala psikologi yang baik adalah ketika seseorang tidak
memahami skala psikologi tersebut mengukur variabel apa dalam dirinya. Hal ini
bertujuan untuk menjamin objektivitas jawaban dari subjek penelitian. Jika arah
pertanyaan pada skala psikologi sangat jelas, maka dikhawatirkan memunculkan sikap
social desirability (perilaku subjek penelitian memberikan jawaban sesuai dengan
harapan sosial atau yang seharusnya) atau faking good (berpura-pura baik). Padahal,
sikap atau perilaku subjek penelitian yang sebenarnya sering kali tidak bersesuaian
dengan harapan atau norma sosial. Contohnya, untuk mengetahui tingkat motivasi
belajar seseorang, seseorang tidak langsung ditanya "bagaimana motivasi belajarnya?",
akan tetapi seseorang diberikan beberapa pernyataan yang menjadi indikator atau tanda
dari motivasi belajar.
Berbeda dengan angket, arah pertanyaannya sangat jelas. Sehingga, subjek penelitian
bisa memberikan jawaban yang faktual, Arah pertanyaan angket yang jelas dan langsung
ini dikarenakan angket bukan alat ukur yang menggali kepribadian atau kognisi
seseorang. Angket hanya bertujuan sebatas mengetahui data faktual subjek penelitian
atau pendapat subjek penelitian terhadap fenomena. Maka dari itu, angket tidak
berpotensi memunculkan sikap social desirability.
3. Kesadaran pada Tujuan Pengukuran
Karena arah pertanyaan pada skala atau alat ukur psikologis tidak langsung,
maka subjek penelitian tidak sadar bahwa salah satu variabel psikologisnya sedang
diukur atau diteliti dengan skala tersebut. Semakin subjek penelitian tidak sadar dan
tidak mengetahui variabel psikologis apa yang sedang diukur atau diteliti, maka semakin
objektif jawaban yang diberikan oleh subjek penelitian. Sebaliknya, jika subjek
penelitian mengetahui alat ukur psikologis tersebut mengukur salah satu variabel
psikologis di dalam dirinya, maka kemungkinan subjek penelitian memberikan jawaban
yang ideal sangat besar, meskipun jawabannya tidak sesuai dengan yang terjadi.
Padahal, dalam alat ukur psikologis atau skala, jawaban yang tepat adalah jawaban yang
terjadi atau sesuai dengan kondisi subjek penelitian, bukan jawaban yang seharusnya
atau jawaban yang ideal. Maka dari itu, skala yang baik adalah yang tidak memunculkan
kesadaran pada diri subjek penelitian akan jawaban ideal.

Sebaliknya, ketika seseorang diberikan angket maka seseorang sadar bagian apa
yang sedang dikaji. Jika seseorang diberikan angket yang menanyakan nama orang tua,
kondisi perkawinan orang tua, jumlah saudara, profil setiap saudara, maka seseorang
paham bahwa angket tersebut ingin mengungkap latar belakang keluarga. Ketika
seseorang diberikan angket yang berisi pertanyaan tentang prestasi yang pernah
didapatkan, tingkat pendidikan, dan sekolah, maka subjek penelitian sadar bahwa angket
tersebut ingin mengungkap latar belakang pendidikan. Ketika seseorang diberikan
angket yang berisi pertanyaan tentang pekerjaan, luas rumah, tingkat penghasilan setiap
bulan, jumlah alat transportasi yang dimiliki, maka seseorang akan sadar bahwa dirinya
sedang diungkap sisi latar belakang ekonominya atau tingkat kekayaannya.
4. Penilaian
Penilaian pada skala memiliki prosedur tersendiri. Artinya, jika prosedur
penilaian ini tidak dipatuhi, maka akan terjadi bias hasil pengukuran. Dengan kata lain,
skor yang dianalisis tidak dapat menggambarkan kondisi subjek penelitian yang
sebenarnya. Contoh prosedur penilaian ini misalkan pada skala yang berbentuk likert.
Skala dengan bentuk likert sering kali menggunakan empat alternatif jawaban: sangat
sesuai, sesuai, tidak sesuai, sangat tidak sesuai. Dalam skala likert juga mengandung dua
model soal, yaitu favourable dan unfavourable (akan dibahas di bagian selanjutnya
secara tersendiri). Untuk butir pernyataan favourable, memiliki prosedur penilaian
sebagai berikut: jika subjek menjawab sangat sesuai maka bernilai 4, sesuai bernilai 3,
tidak sesuai bernilai 2, sangat tidak sesuai bernilai 1. Sebaliknya, untuk butir pernyataan
unfavourable, jika subjek menjawab sangat sesuai bernilai 1, sesuai bernilai 2, tidak
sesuai bernilai 3, dan sangat tidak sesuai bernilai 4. Prosedur lain adalah untuk skala
sikap, tidak ada nilai 0 karena kaidahnya adalah tidak ada jawaban benar dan salah
dalam skala sikap. Adapun, dalam skala kognitif terdapat nilai 0 jika subjek salah
menjawab dan nilai 1 jika subjek benar menjawab. Prosedur penilaian ini harus dipatuhi.
Adapun, dalam angket tidak ada prosedur penilaian. Setiap jawaban dari angket tinggal
dituliskan apa adanya, kemudian diolah dengan cara mempresentasikannya. Maka dari
itu, model penilaian angket ini adalah klasifikasi. Misalkan, angket yang mengungkap
kepuasan terhadap pemerintahan, akan menghasilkan data klasifikasi 50% menyatakan
puas, 30% menyatakan tidak puas, dan 20% menyatakan tidak tahu.

5. Jumlah Konstruk yang Diungkap


Skala psikologi hanya dapat mengukur atau mengungkap satu konstruk atau satu
variabel psikologis saja. Sehingga, dalam satu skala ti- dak dapat disusun dari beberapa
variabel psikologis. Hal ini dikarenakan skala psikologis bertujuan ingin mengungkap
suatu variabel psikologis tertentu. Oleh karena itu, ketika skala psikologis disusun dari
berbagai variabel, maka tujuan tersebut tidak dapat tercapai. Di sisi lain, skala psikologis
harus memiliki validitas yang jelas, yaitu ketepatan sasaran pengukuran. Jika skala
psikologis tersusun dari berbagai variabel, maka sama halnya bahwa skala tersebut tidak
memiliki validitas. Adapun angket dapat mengungkap banyak konstruk. Karena angket
tidak disusun berdasarkan suatu variabel atau kerangka teoretis tertentu. Apa pun yang
ingin diungkap oleh angket, maka dapat ditanyakan dalam angket tersebut. Selain itu,
angket dapat mengungkap banyak konstruk karena dalam angket tidak ada prosedur
penilaian. Apapun, dalam skala terdapat prosedur penilaian tertentu.

6. Reliabilitas
Reliabilitas adalah daya konsistensi suatu skala psikologi. Salah satu syarat dari
alat ukur psikologi yang baik adalah memiliki reliabilitas yang tinggi. Untuk mengetahui
tingkat reliabilitas alat ukur psikologi ini, perlu diadakan uji coba alat ukur. Hasil dari uji
coba alat ukur ini kemudian diolah dan dianalisis sehingga menghasilkan kesimpulan
mengenai reliabilitas alat ukur tersebut. Sederhananya, alat ukur psikologi perlu diuji
cobakan sebelum dipakai untuk mengetahui reliabilitasnya. Berbeda dengan alat ukur
psikologi, angket tidak perlu diketahui reliabilitasnya. Artinya, pembuatan angket tidak
diperlukan uji coba. Sejauh pertanyaan yang dibuat dalam angket mewakili tujuan secara
jelas dan tidak multitafsir, maka angket tersebut dipastikan memiliki konsistensi atau
reliabilitas.

7. Validitas

Syarat lain dari alat ukur psikologis yang baik adalah memiliki validitas yang
tinggi. Validitas adalah sejauh mana alat ukur psikologis mengukur variabel yang
hendak diukur. Sederhananya, alat ukur psikologis tersebut dapat mengukur secara tepat
atau tidak. Secara singkat, validitas ini dapat dicapai dengan beberapa cara, misalkan
membuat alat ukur psikologis berdasarkan teori yang benar-benar menggambarkan
fenomena atau masalah yang hendak dikaji, kemudian dibuat blue print alat ukur, yang
melahirkan butir-butir pernyataan yang merepresentasikan aspek-aspek teori variabel
tersebut, lalu dinilai oleh para ahli atau profesional (profesional judgement). Dengan
kata lain, alat ukur psikologis harus terbuat dari konsep yang jelas.

II.2 TUJUAN DAN MANFAAT SKALA PSIKOLOGI


Secara garis besar, terdapat dua tujuan skala psikologi. Pertama, tujuan diagnosis.
Diagnosis adalah proses menentukan permasalahan atau kondisi seseorang pada saat ini.
Diagnosis bisa dilakukan salah satu caranya adalah menggunakan skala psikologi. Diagnosis
ini didasarkan atas data yang ada dalam skala psikologi yang telah diisi oleh individu.
Misalkan, ketika hendak mendiagnosis seseorang mengalami depresi, maka bisa
menggunakan Beck Deppression Inventory (BDI). Setelah seseorang mengisi BDI, maka
skor BDI tersebut diolah dan diklasifikasikan sehingga mendapatkan kesimpulan mengenai
kondisi depresi yang dialami. Kesimpulan ini bertujuan untuk menegakkan diagnosis.

Kedua, tujuan prognosis. Prognosis merupakan prediksi atas peluang kesembuhan.


Misalkan, ketika seseorang mengalami depresi tingkat berat, maka dapat disimpulkan bahwa
seseorang tersebut harus segera mendapatkan pertolongan dan pendampingan psikologis.
Jika tidak segera dibantu, maka gangguan depresinya bisa semakin parah dan bisa
mengakibatkan permasalahan lain. Contoh lagi, ketika seseorang memiliki inteligensi yang
superior (diketahui dari pengukuran dengan meng- gunakan skala inteligensi), maka
seseorang tersebut tidak akan menga- lami kesulitan ketika bersekolah di jurusan ilmu pasti.
Ketika seseorang memiliki motivasi yang rendah (diketahui dari pengukuran menggunakan
skala motivasi), maka diprediksi orang tersebut akan mengalami hambatan dalam
melakukan aktivitasnya. Di sisi lain, skala psikologi juga memiliki manfaat. Pertama, skala
psikologi bermanfaat di bidang penelitian yang berhubungan dengan perilaku manusia. Baik
penelitian skripsi, tesis, disertasi, dosen, maupun penelitian lembaga. Bukan hanya
penelitian di rumpun ilmu pasti saja, skala psikologi juga bermanfaat di penelitian ilmu
sosial. Terlebih lagi, ketepatan penggunaan skala psikologi ini termasuk salah satu syarat
validitas internal penelitian. Kedua, skala psikologi bermanfaat dalam proses seleksi. Seleksi
merupakan proses untuk memilih orang atau sekelompok orang dalam konteks tertentu
dengan menggunakan standar tertentu. Dalam proses seleksi tersebut, dapat menggunakan
skala psikologi. Skor hasil pengisian skala psikologi tersebut kemudian diurutkan dan
diklasifikasikan sehing ga didapatkan orang-orang yang lulus seleksi berdasarkan kriteria
yang telah ditentukan. Misalkan, seleksi asisten dosen mengharuskan pelamar memiliki
kriteria motivasi yang baik. Maka, pelamar diminta mengisi skala motivasi yang kemudian
menghasilkan skor. Skor tersebut kemudian diklasifikasikan, pelamar dengan klasifikasi
motivasi tinggi berdasar- kan skor akan diterima.

Ketiga, skala psikologi bermanfaat untuk evaluasi. Evaluasi ini bersifat menilai
proses yang telah terjadi. Dengan skala psikologi, seseorang bisa memberikan penilaian
terhadap orang lain. Contohnya, mahasiswa memberikan evaluasi kinerja dosen dengan
menggunakan skala kinerja, atasan memberikan evaluasi kinerja terhadap bawahan
menggunakan skala kinerja, dan sebagainya. Dengan demikian, didapatkan kesimpulan
bahwa skala psikologi sebagai salah satu alat ukur memiliki beberapa tujuan dan manfaat.
Tujuan skala psikologi sebagai alat ukur adalah untuk membantu diagnosis perilaku
seseorang atau kelompok serta membantu prognosis untuk memprediksi perilaku di masa
mendatang. Di sisi lain, skala psikologi sebagai alat ukur bermanfaat dalam proses
penelitian, seleksi, dan evaluasi.

II.3 SYARAT SKALA PSIKOLOGI YANG BAIK


Skala psikologi memiliki peran penting dalam menentukan tinggi atau rendahnya
suatu variabel dalam diri seseorang. Oleh karena perannya sebagai alat ukur, maka skala
psikologi harus memenuhi kriteria atau persyaratan yang baik. Menurut Periantalo (2015,
2016) dan Saifuddin (2019), kriteria alat ukur psikologi yang baik adalah:
1. Valid

Valid memiliki makna ketepatan sasaran dalam mengukur. Artinya,skala psikologi


sebagai alat ukur hendaknya memiliki validitas yang tinggi, yaitu tepat mengukur variabel
yang dikehendaki. Apabila diuji dengan metode statistika, ia menunjukkan hal apa yang
seharusnya ia tunjukkan. Ia berkorelasi positif dengan hal yang seharusnya berkore- lasi
positif, berkorelasi negatif dengan hal yang seharusnya berkorelasi negatif, atau tidak
berkorelasi dengan hal yang seharusnya tidak berko- relasi. Apabila dikonfirmasi dengan
kelompok tertentu, ia menunjukkan karakteristik dari kelompok yang ia miliki maupun tidak
dimiliki. Valid merupakan syarat utama dan wajib bagi semua instrumen pengukuran
psikologi.

2. Reliabel

Reliabel berhubungan dengan tingkat keakuratan skor (angka) yang dihasilkan oleh
instrumen pengukuran. Selain itu, reliabel juga berkaitan dengan tingkat konsistensi
instrumen pengukuran menunjukkan hasil yang hampir sama ketika digunakan di lain
waktu. Skor reliabilitas bergerak dari 0 sampai dengan skor 1. Semakin mendekati skor 1,
maka alat ukur tersebut memiliki reliabilitas yang semaki tinggi. Skor reliabilitas yang
sangat disarankan adalah 0,900; skor reliabilitas 0,800 dinilai sudah bagus untuk alat ukur
psikologi; sedangkan skor 0,700 dianggap sudah memuaskan.

3. Diskriminatif
Diskriminatif artinya skala psikologi sebagai alat ukur memiliki kemampuan dalam
membedakan tingkat variabel dalam diri subjek penelitian, mana subjek penelitian yang
tingkat variabelnya tinggi, mana yang sedang, dan mana yang rendah. Berdasarkan data dari
skala psikologi, dapat diungkap subjek penelitian mana yang harus mendapatkan perlakuan.
Butir pernyataan atau item yang baik adalah item yang dapat membedakan individu yang
memiliki atribut maupun tidak.
4. Praktis

Praktis dapat diartikan dengan mudah, ringan, sederhana, dan murah. Skala psikologi
hendaknya mudah dalam penggunaan. Instruksi dalam skala psikologi dapat dipahami
dengan mudah oleh semua pihak, terutama oleh subjek penelitian. Selain itu, waktu
pengerjaannya juga tidak terlalu lama. Metode pemberian skornya pun juga mudah dan
cepat. Bentuk instrumen pengukuran psikologi hendaknya menarik guna meningkatkan
ketertarikan subjek penelitian untuk mengisi skala psikologi.

5. Terstandardisasi

Terstandardisasi diartikan memiliki sistem yang jelas. Sistem meliputi petunjuk dan
perangkat. Alat ukur psikologi yang baik memiliki petunjuk pengerjaan (instruksi), waktu
pengerjaan, peruntukan subjek penelitian, pedoman pemberian skor, dan cara intepretasi
yang jelas serta memiliki norma atau kategorisasi skor. Dengan standar yang ditetapkan
dalam pembuatan skala psikologi, maka skala psikologi digunakan dengan cara yang sama,
meskipun digunakan oleh banyak orang berbeda.

6. Bermanfaat

Skala psikologi atau alat ukur psikologi harus memenuhi asas manfaat. Skala dapat
digunakan untuk berbagai keperluan, meskipun satu skala psikologi hanya bisa mengungkap
satu variabel dari setiap individu. Manfaat utama skala psikologi sebagai alat ukur psikologi
adalah untuk keperluan riset, terutama riset kuantitatif. Skala psikologi dapat digunakan
untuk menjelaskan fenomena yang ada dengan tepat. Akan lebih baik lagi jika skala
psikologi dapat memprediksi perilaku masa depan atau memiliki manfaat prognosis.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka disimpulkan bahwa skala psikologi yang baik
memiliki ciri validitas yang tinggi, reliabilitasnya juga tinggi, memiliki daya diskriminasi
yang baik, praktis dan terstandardisasi (memiliki aturan dan instruksi penyelenggaraan tes
yang jelas, meskipun tidak harus bersifat universal), serta bermanfaat terutama bagi
kepentingan riset eksperimen.

II.4 ELEMEN SKALA PSIKOLOGI


Menurut Kaplan & Saccuzzo (2012), terdapat tiga elemen penting dalam skala
psikologi sebagai alat ukur. Tiga elemen tersebut adalah tingkat kekuatan, kesetaraan
interval, dan 0 mutlak.
1. Tingkat Kekuatan atau Besaran

Suatu skala psikologi harus memiliki tingkat kekuatan atau besaran. Artinya, skala
psikologi dapat memberikan gambaran perbedaan tingkat atribut atau variabel yang ada
dalam diri banyak orang. Misalkan, responden A memiliki tingkat kecerdasan 120,
sedangkan responden B memiliki tingkat kecerdasan 100. Maka, skala kecerdasan yang
diguna- kan untuk mengukur kecerdasan dua orang ini memiliki tingkat kekuat- an.
Pemberian angka, tidak selalu memperlihatkan tinggi atau rendahnya suatu atribut.
Contohnya, ketika dalam suatu angket menanyakan jenis kelamin dan menyediakan
jawaban 1 untuk laki-laki dan jawaban untuk perempuan, bukan berarti angka 1 lebih
baik daripada angka 2 karena hanya bersifat pembeda. Ini artinya, angka 1 dan 2 pada
angket tersebut tidak memiliki tingkat kekuatan atau besaran.

2. Kesetaraan Interval

Sebuah skala pengkuran memiliki elemen kesetaraan interval jika perbedaan dua
poin mana pun dalam skala tersebut memiliki makna yang sama dengan perbedaan dua
poin lain yang memiliki angka selisih yang sama. Contoh, perbedaan antara benda yang
memiliki panjang 2 cm dengan 4 cm akan sama dengan perbedaan antara benda dengan
pan- jang 10 cm dengan 12 cm. Selisih 2 cm pada dua kondisi tersebut setara. Begitu
juga, dalam skala psikologi. Perbedaan 5 poin antara Intelligence Quotients (IQ) 45 dan
50 dengan IQ 105 dan 110 adalah setara. Meskipun demikian, kesetaraan 5 poin dalam
dua kondisi tersebut tidak memiliki makna yang sama. Orang dengan tingkat kecerdasan
45 dan 50 bisa di- maknai sebagai lambat belajar, sedangkan orang dengan IQ 105 dan
110 bisa diinterpretasikan memiliki kecerdasan di atas rata-rata, meskipun dua kondisi
tersebut sama-sama memiliki selisih 5 poin.

3. Nol Mutlak
Sebuah nol mutlak didapatkan jika tidak ditemukan apa pun dalam kondisi
tersebut. Misalkan, ketika detak jantung menunjukkan angka 0 berarti seseorang tersebut
sudah tidak memiliki detak jantung atau detak jantungnya berhenti total, ketika suatu
benda memiliki panjang 0 maka artinya benda itu tidak ada. Dalam konteks skala
psikologi, sangat sulit menjumpai skor nol mutlak. Misalkan, dalam skala kecerdasan
hampir mustahil seseorang memiliki skor kecerdasan sebesar 0 yang artinya seseorang
tersebut sama sekali tidak memiliki kapasitas intelektual, dalam skala motivasi hampir
mustahil seseorang menunjukkan skor 0 yang ber- arti seseorang tersebut sama sekali
tidak memiliki motivasi. Contoh lain yang diberikan oleh Robert McCall (2001), jika
pengukuran rasa malu menggunakan skala 0 sampai 10, maka sulit sekali memahami
bahwa seseorang tersebut benar-benar tidak memiliki rasa malu.

II.5 JENIS SKALA PSIKOLOGI


Bagian sebelumnya sudah dijelaskan mengenai jenis skala pengukuran. Oleh karena
itu, pada bagian ini akan dijelaskan mengenai jenis-jenis skala psikologi. Skala psikologi
bukan hanya satu jenis saja. Terdapat lima jenis skala psikologi.

Pertama, skala kepribadian. Skala kepribadian merupakan skala psikologi yang


bertujuan untuk mengetahui tipologi kepribadian seseorang. Selain itu, skala kepribadian
melihat kecenderungan individu dalam memberikan respons terhadap situasi tertentu. Dalam
skala kepribadian, tidak ada jawaban benar dan salah. Beberapa contoh dari skala
kepribadian adalah Edward's Personality Preference Scale (EPPS), PapiKostik, Minnesota
Multiphasic Personality Inventory (MMPI), Myers-Briggs Type Indi- cator (MBTI), dan
Dominane-Influence-Steadiness-Conscientiousness (DISC).
Kedua, skala bakat dan minat. Skala bakat dan minat adalah jenis skala psikologi
yang mengungkap bakat dan minat seseorang. Minat merupakan ketertarikan seseorang pada
bidang tertentu, sedangkan bakat adalah potensi seseorang dalam bidang tertentu. Keduanya
sering kali dikaitkan meskipun berbeda. Skala bakat dan minat sangat sering digu- nakan
dalam rangka penjurusan sekolah. Adapun contoh dari skala bakat dan minat adalah skala
Holland, skala Kuder, dan Rothwell Miller Interest Blank (RMIB).
Ketiga, skala sikap. Skala sikap adalah jenis skala psikologi yang mengungkap
penilaian individu terhadap suatu situasi atau objek. Pada skala sikap ini melibatkan
komponen afeksi. Skala ini paling sering dite- mui dalam bentuk likert, meskipun ada skala
sikap dengan bentuk lain, seperti rating scale, skala Guttman, semantic differensial, dan
skala Thurstone. Contoh dari skala sikap sangat banyak, misalkan skala motivasi belajar,
skala kepercayaan diri, skala kematangan karier, skala religiositas, dan sebagainya.
Keempat, skala perilaku. Skala perilaku merupakan jenis skala psikologi yang
berupaya mengungkap perilaku seseorang dalam suatu kondisi. Jika pada skala sikap
melibatkan komponen afeksi, maka pada skala perilaku ini melibatkan penilaian terhadap
komponen psikomotor seseorang. Contoh dari skala perilaku adalah skala menabung, skala
hidup bersih, skala perilaku agresi, dan skala perilaku prososial (perilaku menolong).

Kelima, skala kognitif. Skala kognitif sering disebut dengan tes. Skala kognitif
adalah jenis skala psikologi yang mengungkap kapasitas in-telektual individu. Berbeda
dengan skala kepribadian, skala minat dan bakat, dan skala sikap yang tidak mengandung
jawaban yang salah, skala kognitif mengandung jawaban benar dan salah. Sehingga, pada
skala ini mengenal nol mutlak, yaitu ketika individu memilih jawaban yang salah. Contoh
dari skala kognitif adalah skal Wechsler (WAIS dan WISC), skala Binet (Stanford-Binet),
Culture Fair Intelligence Test (CFIT), dan Raven's Progressive Matrices.

Demikian penjelasan dari jenis-jenis skala psikologi. Berdasarkan penjelasan


tersebut, skala psikologi dibagi menjadi lima jenis. Yaitu, skala kepribadian, skala bakat dan
minat, skala sikap, skala perilaku, dan skala kognitif. Masing-masing skala tersebut
memiliki tujuan dan sasaran yang berbeda-beda. Sehingga, penggunaannya disesuaikan
dengan tujuan pengukurannya.

II.6 LANGKAH DASAR MENYUSUN SKALA PSIKOLOGI


Sebelum membahas tentang detail langkah-langkah pembuatan skala psikologi,
terlebih dahulu akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai langkah dasar menyusun skala
psikologi secara singkat.

Pertama, seorang peneliti atau penyusun skala psikologi hendaknya memahami


terlebih dahulu fenomena yang akan ditelitinya. Fenomena tersebut sebaiknya ditangkap dan
didalami berdasarkan data-data lapangan yang telah didapatkan, misalkan dari angket
identifikasi masalah, observasi, wawancara, dan diskusi mendalam. Langkah ini bertujuan
agar peneliti memiliki bekal yang mendalam mengenai atribut yang akan ditelitinya.

Kedua, peneliti menyimpulkan fenomena yang akan ditelitinya. Kesimpulan ini


diambil dengan mencermati data awal yang didapatkan ketika mendalami fenomena dan
kemudian mencari kerangka teori yang bisa menjelaskan fenomena tersebut. Dalam proses
mencari kerangka teori ini, peneliti perlu bersikap hati-hati karena sering kali banyak
kerangka teori yang memiliki kemiripan, misalkan kerangka teori yang menjelaskan
motivasi belajar, motivasi berprestasi, minat belajar, dan konsentrasi belajar. Dengan proses
menyesuaikan antara data awal di lapangan dengan kerangka teori, maka akan didapatkan
kerangka teori yang tepat.

Ketiga, ketika peneliti sudah menemukan kerangka teori yang tepat untuk
menjelaskan fenomena atau atribut yang hendak diteliti, maka peneliti perlu mendalami
kerangka teori tersebut. Pendalaman ini diperlukan guna menentukan jenis atribut atau
konstrak yang akan diteliti, apakah berjenis linear, bipolar, atau ortogonal. Jenis atribut atau
konstrak ini akan berdampak pada bentuk skala psikologi yang akan dipilih.

Keempat, peneliti membuat definisi operasional konstrak atau atribut yang akan
diukur serta membuat cetak biru (blueprint) skala psikologi. Blueprint ini sebagai pedoman
dalam membuat skala psikologi. Adapun, definisi operasional diperlukan agar alat ukur
yang akan disusun tepat sasaran dan tidak mengukur konstrak lain atau tumpang-tindih
dengan konstrak lain.

Kelima, penulisan item atau butir pernyataan sekaligus memilih model atau jenis
skala psikologi. Pemilihan model atau jenis skala psikologi ditentukan dari jenis atribut atau
konstrak yang akan diukur, apakah atribut kognisi atau afeksi, apakah berjenis linear,
bipolar, atau ortogonal. Selain itu, penulisan item atau butir pernyataan didasarkan atas
definisi operasional terhadap konstrak atau atribut dan aspek-aspeknya.

Keenam, jika penulisan item atau butir pernyataan skala psikologi sudah selesai
sesuai dengan rancangan blueprint skala psikologi, maka langkah selanjutnya adalah
mengajukannya kepada ahli untuk direview dan divalidasi. Langkah ini sering kali disebut
dengan professional judgement. Ada beberapa pihak yang terkait. Peneliti meminta rekan
sesama peneliti untuk mereview dan menilai seberapa tepat sasaran butir pernyataan yang
dibuat. Peneliti juga meminta ahli yang menggeluti kajian terhadap atribut atau konstrak
yang akan diteliti, ahli bahasa untuk menilai efektivitas bahasa yang digunakan, dan ahli
psikometri.

Ketujuh, validitas isi atau konten. Validitas isi atau konten ini merupakan kelanjutan
dari proses professional judgement. Nilai atau skor hasil review dari para ahli dihitung
berdasarkan rumus validitas. Selain itu, dilanjutkan validitas tampang untuk mengemas
skala psikologi agar menarik.

Kedelapan, uji coba skala psikologi. Uji coba skala psikologi ini penting untuk
mendapatkan nilai daya beda item dan reliabilitas skala psikologi. Uji coba skala psikologi
ini diterapkan kepada kelompok orang yang memiliki karakteristik atau ciri yang sama
dengan kelompok responden penelitian.

Kesembilan, menganalisis daya beda dan reliabilitas. Setelah proses uji coba dan
mendapatkan data dari sampel uji coba, maka peneliti mengolah data uji coba tersebut.
Pengolahan ini nantinya akan menghasilkan skor daya beda setiap item pernyataan dan juga
nilai reliabilitas. Pengolahan dapat dibantu dengan menggunakan beberapa aplikasi,
misalkan SPSS, AMOS, atau Iteman. Daya beda ini penting diketahui karena daya beda item
menunjukkan kemampuan item pernyataan skala psikologi dalam membedakan orang
dengan tingkat variabel yang tinggi, sedang, dan rendah. Item pernyataan yang baik adalah
yang memiliki daya beda yang tinggi. Untuk mengetahuinya, maka perlu uji coba dan
analisis kuantitatif. Skor daya beda minimal 0,300. Selain itu, proses ini juga bisa bersamaan
dengan proses menghitung reliabilitas dengan menggunakan aplikasi-aplikasi tersebut.
Meskipun demikian, perhitungan reliabilitas juga bisa terlepas dari proses ini, misalkan
menghitung reliabilitas dengan konsistensi internal dan test-retest. Skor reliabilitas berkisar
0 sampai dengan 1. Semakin mendekati 1, maka semakin baik skor reliabilitas. Biasanya
menggunakan batasan antara 0,700 sampai 1,00.

Kesepuluh, perakitan skala final. Jika sudah ditemukan item pernyataan yang daya
bedanya rendah, maka item pernyataan tersebut dihapus atau digugurkan. Setelah itu, skala
psikologi disusun ulang sampai menjadi skala psikologi dalam bentuk final. Peneliti
hendaknya bersikap teliti untuk menjamin ketersediaan item pernyataan di setiap aspek dari
vari- abel atau konstrak yang diukur. Dengan kata lain, setiap aspek memiliki wakil item
pernyataan. Jika ada aspek yang seluruh item pernyataannya gugur, maka peneliti
menurunkan patokan skor daya beda pada aspek itu saja, atau kembali membuat item
pernyataan yang divalidasi ahli dan kemudian diujicobakan lagi. Meskipun sudah berbentuk
final, tetapi skala psikologi masih memiliki sedikit rangkaian proses, yaitu pengujian
validitas konstrak dan validitas kriteria.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Salah satu syarat dari alat ukur psikologi yang baik adalah memiliki reliabilitas yang
tinggi. Sejauh pertanyaan yang dibuat dalam angket mewakili tujuan secara jelas dan tidak
multitafsir, maka angket tersebut dipastikan memiliki konsistensi atau reliabilitas. Validitas
Syarat lain dari alat ukur psikologis yang baik adalah memiliki validitas yang tinggi. Secara
singkat, validitas ini dapat dicapai dengan beberapa cara, misalkan membuat alat ukur
psikologis berdasarkan teori yang benar-benar menggambarkan fenomena atau masalah
yang hendak dikaji, kemudian dibuat blue print alat ukur, yang melahirkan butir-butir
pernyataan yang merepresentasikan aspek-aspek teori variabel tersebut, lalu dinilai oleh para
ahli atau profesional (profesional judgement).

Skala psikologi sebagai salah satu alat ukur memiliki beberapa tujuan dan manfaat.
Oleh karena perannya sebagai alat ukur, maka skala psikologi harus memenuhi kriteria atau
persyaratan yang baik. Artinya,skala psikologi sebagai alat ukur hendaknya memiliki
validitas yang tinggi, yaitu tepat mengukur variabel yang dikehendaki. Pemilihan model
atau jenis skala psikologi ditentukan dari jenis atribut atau konstrak yang akan diukur,
apakah atribut kognisi atau afeksi, apakah berjenis linear, bipolar, atau ortogonal.

Maka disimpulkan bahwa skala psikologi yang baik memiliki ciri validitas yang
tinggi, reliabilitasnya juga tinggi, memiliki daya diskriminasi yang baik, praktis dan
terstandardisasi (memiliki aturan dan instruksi penyelenggaraan tes yang jelas, meskipun
tidak harus bersifat universal), serta bermanfaat terutama bagi kepentingan riset eksperimen.
DAFTAR PUSTAKA

Kaplan, Robert M., and Dennis P. Saccuzzo. "Psychological Testing Principles Applications and Issues."
(2012).

Nunnally Jr, Jum C. "Introduction to psychological measurement." (1970).

Saifuddin, Ahmad. Penyusunan skala psikologi. Prenada Media, 2020.

Stevens, Stanley Smith. "On the theory of scales of measurement." Science 103.2684 (1946): 677-680.

Anda mungkin juga menyukai