Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Pengkajian
1. Identitas Klien : meliputi nama, umur, pekerjaan, jenis kelamin, alamat
2. Keluhan Utama : Kaji hal yang dirasakan klien saat itu, biasanya klien mengeluh
sesak nafas
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Bagaimana awal mula klien dibawa ke pelayanan
kesehatan sampai munculnya keluhan yang dirasakan klien
4. Riwayat Penyakit Dahulu : Kaji apakah sebelumnya klien pernah tenggelam, dan
kaji apakah klien mempunyai penyakit asma
a. Primary Survey
 Airway
 Kaji adanya sumbatan jalan nafas akibat paru-paru yang terisi cairan.
 Manajemen : Kontrol servikal, bebaskan jalan nafas
 Breathing
 Periksa adanya peningkatan frekuensi nafas, nafas dangkal dan cepat,
klien sulit bernafas.
 Manajemen : Berikan bantuan ventilasi
 Circulation
 Kaji penurunan curah jantung.
 Manajemen : Lakukan kompresi dada
 Disability
 Cek kesadaran klien, apakah terjadi penurunan kesadaran
 Manajemen : Kaji GCS, periksa pupil dan gerakan ektremitas
 Exposure
 Kaji apakah terdapat jejas

1
.
5. Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum : Klien biasanya tampak lemah, pucat, sesak, dan kesulitan
bernafas.
b. Pemeriksaan per – system B1-B6 :
 B1 : Klien mengeluh sesak dan sulit bernafas, pernafasan cepat dan dangkal,
RR meningkat
 B2 : Tekanan darah klien menurun, klien tampak pucat, sianosis dan nadi
meningkat (takikardi)
 B3 : Klien mengalami penurunan kesadaran, GCS menurun
 B4 : Tidak ditemukan kelainan
 B5 : Tidak ditemukan kelainan
 B6 : Kaji adanya fraktur karena terbentur benda kera
2.10.1 Analisa Data
No Data Etiologi Problem
1 DS : pasien mengatakan refraktori dan kebocoran Gangguan pertukaran
kesulitan untuk bernafas gas
interstitial pulmonal /
DO : terdapat tanda-tanda
hipoksia (pucat, crt > 2dtk, alveolar pada status cedera
terdapat pernafasan cuping
kapiler paru
hidung, terlihat otot bantu
nafas)
2 DS : – peningkatan kerja Penurunan curah
DO : penurunan TD, akral jantung
ventrikel
dingin pucat, suhu tubuh
menurun
3. DS : pasien mengeluh susah supresi reflek batuk Ketidakefektifan
untuk bernafas Bersihan jalan nafas
sekunder akibat aspirasi
DO : nafas cepat dan
dangkal air ke dalam paru

4. DS : – kurangnya suplai oksigen Ketidakefektifan


DO : penurunan kesadaran perfusi jaringan
cerebral
5. DS : Klien mengeluh sesak hipoksia akibat penurunan Ketidakefektifan
DO : RR meningkat, nafas Pola nafas
kadar oksigen dalam
cepat dan dangkal,
penggunaan otot bantu tubuh
pernafasan

2
2.10.2 Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan supresi reflek batuk
sekunder akibat aspirasi air ke dalam paru
b. Ketidakefektifan Pola nafas berhubungan dengan hipoksia akibat penurunan kadar
oksigen dalam tubuh
c. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan refraktori dan kebocoran
interstitial pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru
d. ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan kurangnya suplai
oksigen
e. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel

2.10.3 Intervensi Keperawatan


a. Diagnosa 1 :
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan supresi reflek batuk
sekunder akibat aspirasi air ke dalam paru
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam bersihan jalan nafas efektif
Kriteria Hasil :
a) Jalan nafas paten
b) Tidak terjadi aspirasi
c) Sekresi encer dan mudah dibersihkan
Intervensi Rasional
Kaji status pernafasan klien Suara nafas terjadi karena adanya aliran
udara melewati batang tracheo branchial
dan juga karena adanya cairan, mukus
atau sumbatan lain dari saluran nafas
Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala Pemeliharaan jalan nafas dengan paten
dan gunakan jalan nafas tambahan bila
perlu
Catat perubahan dalam bernafas dan Penggunaan otot-otot interkostal atau
pola nafasnya abdominal/leher dapat meningkatkan
usaha dalam bernafas
Auskultasi bagian dada anterior dan Pengembangan dada dapat menjadi batas
posterior untuk mengetahui adanya dari akumulasi cairan dan adanya cairan
3
penurunan atau tidaknya ventilasi dan dapat meningkatkan fremitus
adanya bunyi tambahan
Berikan fisioterapi ada misalnya: Meningkakan drainase sekret pari,
postural drainase, perkusi dada/vibrasi peningkatan efisiensi penggunaan otot-
jika ada indikasi otot pernafasan
Jelaskan penggunaan peralatan Mengurangi kekhawatiran pasien dengan
pendukung kondisinya
Kaji kemampuan batuk, latihan nafas Penimbunan sekret mengganggu
dalam, perubahan posisi dan lakukan ventilasi dan predisposisi perkembangan
suction bila ada indikasi atelektasis dan infeksi paru

b. Diagnosa 2 :

Ketidakefektifan Pola nafas berhubungan dengan hipoksia akibat penurunan kadar oksigen
dalam tubuh

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam, pola nafas klien adekuat dan
efektif.
Kriteria Hasil :
a) RR dalam batas normal 16-22x/menit
b) Nafas reguler

Intervensi Rasional
Pantau adanya pucat dan sianosis Pucat dan sianosis merupakan tanda
hipoksia
Posisikan klien dengan posisi semi Posisi untuk memperoleh ventilasi
fowler maksimum
Identifikasi perlunya dilakukan insersi Untuk membebaskan jalan nafas
jalan nafas
Gunakan oral atau nasofaringeal air way Untuk memberi jalan nafas pada klien
sesuai kebutuhan

c. Diagnosa 3 :
Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan refraktori dan kebocoran interstitial
pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1×24 jam tidak terjadi gangguan pertukaran gas
Kriteria Hasil :

4
a) Oksigenasi adekuat
b) Saturasi oksigen dalam rentang normal
Intervensi Rasional
Takipneu adalah mekanisme kompensasi
Kaji status pernafasan, catat peningkatan untuk hipoksemia dan peningkatan usaha
respirasi atau perubahan pola nafas nafas

Tanda sianosis dapat dinilai pada mulut,


bibir yang berindikasi adanya
Kaji tanda distress pernafasan, hipoksemua sistemik, sianosis perifer
peningkatan frekuensi jantung, agitasi, seperti pada kuku dan ekstremitas
berkeringat, sianosis vasookontriksi

Observasi adanya somnolen, confusion, Hipoksemia dapat ,enyebabkan


apatis, dan ketidakmampuan beristirahat iritabilitas dari miokardium

Suara nafas mungkin tidak sama atau


tidak ditemukan. Crakles terjadi karena
peningkatan cairan di permukaan
jaringan yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas membran
alveoli kapiler. Wheezing terjadi karena
Catat ada tidaknya suara nafas dan bronkokontriksi atau adanya mukus pada
adanya bunyi nafas tambahan jalan nafas

Memaksimalkan pertukaran oksigen


Berikan humidifier oksigen dengan secara terus menerus dengan tekanan
masker CPAP jika ada indikasi yang sesuai

Berikan dan monitor terapi


bronkodilator sesuai indikasi Untuk kencegah ARDS

Peningkatan ekspansi paru meningkatkan


Pertahankan ventilasi mekanis oksigenasi

d. Diagnosa 4 :
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan kurangnya suplai
oksigen
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1×24 jam tidak terjadi gangguan perfusi serebral
Kriteria Hasil :
a) Klien menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
b) Klien menunjukkan memori jangka lama dan saat ini, membuat keputusan yang benar
Intervensi Rasional
Kaji tingkat kesadaran klien dengan Tingkat kesadaran merupakan indikator
5
GCS terbaik adanya perubahan neurologi
Melakukan sirkulasi perifer secara
komperhensif Indikasi adanya fraktur basilar
Pada keadaan normal autoregulasi
mempertahankan aliran darah otak yang
konstan pada saat fluktuasi tekanan darah
Pantau tekanan darah sistemik
Catat status neurologi secara tertatur,
bandingkan dengan nilai standar Mengkaji adanya kecenderungan pada
menghindari suhu yang kestrim dan tingkat kesdaran dan potensial adanya
ekstremitas peningkatan TIK
Perhatikan adanya gelisah meningkat, Petunjuk nonverbal ini mengindikasikan
tingkah laku yang tidak sesuai adanya peningkatan TIK
Adanya perubahan tanda vital seperti
respirasi menunukkan kerusakan pada
Monitor tanda vital setiap 1 jam batang otak
Meningkatkan aliran balik vena dari
kepala, sehingga akan mengurangi
Tinggikan kepala pasien 15-45 derajat kongesti dan edema atau resiko terjadi
sesuai indikasi yang dapat ditoleransi peningkatan TIK

e. Diagnosa 5 :
Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam, tidak terjadi penurunan curah
jantung
Kriteria Hasil :
a) Pompa jantung efektif

6
Intervensi Rasional
Raba nadi (radial, carotid, femoral,
dorsalis pedis) catat frekuensi, Perbedaan frekuensi, kesamaan dan
keteraturan, amplitude (penuh/kuat) dan keteraturan nadi menunjukkan efek
simetris. Catat adanya pulsus alternan, gangguan curah jantung pada sirkulasi
nadi bigeminal, atau defisit nadi sistemik/perifer
Pendengaran terhadap bunyi jantung
Auskulatasi bunyi jantung, catat ekstra atau penurunan nadi membantu
frekuensi, irama. Catat adanya denyut mengidentifikasi disritmua pada pasien
jantung ekstra, penurunan nadi tak terpantau
Meskipun tidak semua disritmia
mengancam hidup, penanganan cepat
untuk mengakhiri disritmia diperlukan
Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan pada adanya gangguan curah jantung dan
curah jantung/perfusi jaringan. perfusi jaringan
Meningkatkan jumlah sediaan oksigen
Berikan oksigen tambahan sesuai untuk miokard, yang menurunkan
indikasi iritabilitas yang disebabkan oleh hipoksia
Penurunan rangsang dan penghilangan
stress akibat katekolamin yang
menyebabkan atau meningkatkan
disritmia dan vasokontriksi serta
Berikan lingkungan tenang meningkatkan kerja miokard

BAB 3
TINJAUAN KASUS

Kasus :

7
Tn A berusia 21 tahun akibat gagal audisi D’Academy nekat mencoba bunuh diri dengan cara
menenggelamkan diri ke laut selatan. Tn A saat ini masih tercatat sebagai seorang mahasiswa
di sebuah PTN ternama di Surabaya. Saat ini korban telah berhasil dievakuasi ke tepi oleh tim
penyelemat dalam keadaan masih hidup setelah tenggelam.

3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Identitas Klien :
Nama : Tn.A
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status perkawinan : belum menikah
Pendidikan : S1
Suku/Bangsa : Jawa
Pekerjaan : mahasiswa
3.1.2 Keluhan Utama : Pasien iritabilitas, dan mengeluh sesak
3.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang : A gagal audisi D’Academy nekat mencoba bunuh diri
dengan cara menenggelamkan diri ke laut selatan. Saat ini korban telah berhasil
dievakuasi ke tepi oleh tim penyelemat dalam keadaan masih hidup setelah
tenggelam.
3.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu : –
3.1.5 Primary Survey
a. Airway : paru-paru terisi cairan
b. Breathing : frekuensi nafas meningkat, nafas dangkal dan cepat, klien sulit bernafas
c. Circulation : CRT >2 detik
d. Disability : kesadaran klien menurun
e. Exposure : tidak ada jejas
3.1.6 Pengkajian Fisik
a) Keadaan Umum : sesak nafas, frekuensi nafas meningkat
b) Pemeriksaan per – system B1-B6 :
B1(Breathing) : Klien mengeluh sesak dan sulit bernafas, pernafasan cepat dan dangkal,
RR 30x/ menit
B2 (Blood) : Tekanan darah 80/50, klien tampak pucat, sianosis dan nadi meningkat
140x/ menit
8
B3 (Brain) : Klien mengalami penurunan kesadaran, GCS : 356 (mata terbuka dengan
perintah, orientasi baik dan mampu berbicara, bereaksi terhadap perinta verbal)
B4 (Bladder) : Tidak ditemukan kelainan
B5 (bowel) : Tidak ditemukan kelainan
B6 (Bone) : tidak ada fraktur dan jejas

3.1.7 Analisa Data


No Data Etiologi Problem
1 DS : pasien mengatakan refraktori dan kebocoran Gangguan
kesulitan untuk bernafas interstitial pulmonal / pertukaran gas
DO : terdapat tanda-tanda alveolar pada status cedera
hipoksia (pucat, crt > 2dtk, kapiler paru
terdapat pernafasan cuping
hidung, terlihat otot bantu
nafas)
9
2 DS : – peningkatan kerja ventrikel Penurunan curah
DO : penurunan TD, akral jantung
dingin pucat, suhu tubuh
menurun
3. DS : pasien mengeluh susah supresi reflek batuk Ketidakefektifan
untuk bernafas sekunder akibat aspirasi air Bersihan jalan nafas
DO : nafas cepat dan ke dalam paru
dangkal
4. DS : – kurangnya suplai oksigen Ketidakefektifan
DO : penurunan kesadaran perfusi jaringan
cerebral

3.2 Diagnosa Keperawatan


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan supresi reflek batuk
sekunder akibat aspirasi air ke dalam paru
b. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan refraktori dan kebocoran
interstitial pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru
c. ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan kurangnya suplai
oksigen
d. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel

3.3 Intervensi Keperawatan


a. Diagnosa 1 :
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan supresi reflek batuk sekunder
akibat aspirasi air ke dalam paru
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam bersihan jalan nafas efektif
Kriteria Hasil :
a) Jalan nafas paten
b) Tidak terjadi aspirasi
c) Sekresi encer dan mudah dibersihkan

10
Intervensi Rasional
Kaji status pernafasan klien Suara nafas terjadi karena adanya aliran
udara melewati batang tracheo branchial
dan juga karena adanya cairan, mukus
atau sumbatan lain dari saluran nafas
Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala Pemeliharaan jalan nafas dengan paten
dan gunakan jalan nafas tambahan bila
perlu
Catat perubahan dalam bernafas dan Penggunaan otot-otot interkostal atau
pola nafasnya abdominal/leher dapat meningkatkan
usaha dalam bernafas
Auskultasi bagian dada anterior dan Pengembangan dada dapat menjadi batas
posterior untuk mengetahui adanya dari akumulasi cairan dan adanya cairan
penurunan atau tidaknya ventilasi dan dapat meningkatkan fremitus
adanya bunyi tambahan
Berikan fisioterapi ada misalnya: Meningkakan drainase sekret pari,
postural drainase, perkusi dada/vibrasi peningkatan efisiensi penggunaan otot-
jika ada indikasi otot pernafasan
Jelaskan penggunaan peralatan Mengurangi kekhawatiran pasien dengan
pendukung kondisinya
Kaji kemampuan batuk, latihan nafas Penimbunan sekret mengganggu
dalam, perubahan posisi dan lakukan ventilasi dan predisposisi perkembangan
suction bila ada indikasi atelektasis dan infeksi paru

b. Diagnosa 2 :
Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan refraktori dan kebocoran interstitial
pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1×24 jam tidak terjadi gangguan pertukaran gas

Kriteria Hasil :

a) Oksigenasi adekuat
11
b) Saturasi oksigen dalam rentang normal

Intervensi Rasional
Kaji status pernafasan, catat peningkatan Takipneu adalah mekanisme kompensasi
respirasi atau perubahan pola nafas untuk hipoksemia dan peningkatan usaha
nafas
Kaji tanda distress pernafasan, Tanda sianosis dapat dinilai pada mulut,
peningkatan frekuensi jantung, agitasi, bibir yang berindikasi adanya
berkeringat, sianosis hipoksemua sistemik, sianosis perifer
seperti pada kuku dan ekstremitas
vasookontriksi
Observasi adanya somnolen, confusion, Hipoksemia dapat ,enyebabkan
apatis, dan ketidakmampuan beristirahat iritabilitas dari miokardium
Catat ada tidaknya suara nafas dan Suara nafas mungkin tidak sama atau
adanya bunyi nafas tambahan tidak ditemukan. Crakles terjadi karena
peningkatan cairan di permukaan
jaringan yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas membran
alveoli kapiler. Wheezing terjadi karena
bronkokontriksi atau adanya mukus pada
jalan nafas
Berikan humidifier oksigen dengan Memaksimalkan pertukaran oksigen
masker CPAP jika ada indikasi secara terus menerus dengan tekanan
yang sesuai
Berikan dan monitor terapi bronkodilator Untuk kencegah ARDS
sesuai indikasi
Pertahankan ventilasi mekanis Peningkatan ekspansi paru
meningkatkan oksigenasi

c. Diagnosa 3 :
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan kurangnya suplai
oksigen

Tujuan :
12
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1×24 jam tidak terjadi gangguan perfusi serebral

Kriteria Hasil :

a) Klien menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi

b) Klien menunjukkan memori jangka lama dan saat ini, membuat keputusan yang benar

Intervensi Rasional
Kaji tingkat kesadaran klien dengan Tingkat kesadaran merupakan indikator
GCS terbaik adanya perubahan neurologi
Melakukan sirkulasi perifer secara Indikasi adanya fraktur basilar
komperhensif
Pantau tekanan darah Pada keadaan normal autoregulasi
mempertahankan aliran darah otak yang
konstan pada saat fluktuasi tekanan darah
sistemik
Catat status neurologi secara tertatur, Mengkaji adanya kecenderungan pada
bandingkan dengan nilai standar tingkat kesdaran dan potensial adanya
menghindari suhu yang kestrim dan peningkatan TIK
ekstremitas
Perhatikan adanya gelisah meningkat, Petunjuk nonverbal ini mengindikasikan
tingkah laku yang tidak sesuai adanya peningkatan TIK
Monitor tanda vital setiap 1 jam Adanya perubahan tanda vital seperti
respirasi menunukkan kerusakan pada
batang otak
Tinggikan kepala pasien 15-45 derajat Meningkatkan aliran balik vena dari
sesuai indikasi yang dapat ditoleransi kepala, sehingga akan mengurangi
kongesti dan edema atau resiko terjadi
peningkatan TIK

d. Diagnosa 4 :
Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel

Tujuan :

13
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam, tidak terjadi penurunan curah
jantung

Kriteria Hasil :

a) Pompa jantung efektif

Intervensi Rasional
Raba nadi (radial, carotid, femoral, Perbedaan frekuensi, kesamaan dan
dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan nadi menunjukkan efek
keteraturan, amplitude (penuh/kuat) dan gangguan curah jantung pada sirkulasi
simetris. Catat adanya pulsus alternan, sistemik/perifer
nadi bigeminal, atau defisit nadi
Auskulatasi bunyi jantung, catat Pendengaran terhadap bunyi jantung
frekuensi, irama. Catat adanya denyut ekstra atau penurunan nadi membantu
jantung ekstra, penurunan nadi mengidentifikasi disritmua pada pasien
tak terpantau
Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan Meskipun tidak semua disritmia
curah jantung/perfusi jaringan. mengancam hidup, penanganan cepat
untuk mengakhiri disritmia diperlukan
pada adanya gangguan curah jantung dan
perfusi jaringan
Berikan oksigen tambahan sesuai Meningkatkan jumlah sediaan oksigen
indikasi untuk miokard, yang menurunkan
iritabilitas yang disebabkan oleh hipoksia
Berikan lingkungan tenang Penurunan rangsang dan penghilangan
stress akibat katekolamin yang
menyebabkan atau meningkatkan
disritmia dan vasokontriksi serta
meningkatkan kerja miokard

14
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Tenggelam adalah suatu bentuk sufokasi berupa korban terbenam dalam cairan dan
cairan tersbut terhisap masuk ke jalan nafas sampai alveoli paru-paru. Drowning atau
tenggelam adalah proses masuknya cairan ke dalam saluran nafas atau paru-paru yang
menyebabkan gangguan pernafasan sampai kematian. Drowning diklasifikasikan menjadi
typical dan atypical. Atypical diklasifikaikan lagi menjadi dry, immersion syndrome,
submersion of the unconscious, dan delayed dead. Berdasarkan kondisi kejadian dibedakan
menjadi drowning dan near drowning (hampir tenggelam).
Drowning ini terjadi dikarenakan kemampuan fisik yang terganggu akibat pengaruh obat,
ketidakmampuan fisik akibat hipotermia, syok, cedera atau kelelahan, dan ketidakmampuan
akibat penyakit akut ketika berenag. Keadaan tergambatnya jalan nafas karena tenggelam
menyebabkan gasping dan kemudian aspirasi diikuti dengan henti nafas volunteer dan
laringospasme, hipoksemia dan asidoseis yang berakibat pada henti jantung dan kerusakan
system syaraf pusat. Drowning menyebabkan perubahan pada paru-paru, kardiovaskuler,
susunan saraf pusat, ginjal, cairan dan elektrolit. Manifestasi klinis yang ditunjukan adalah
sianosis, peningkatan edema paru, kolaps sirkulasi, hipoksemia, asidosis, hiperkapnes,
lunglai, postur tubuh deserebrasi atau dekortikasi, koma dengancedera otak yang irreversible.
Penatalaksanaan meliputi bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut.
15
4.2 Saran
Mengingat pentingnya penatalaksanaan yang cepat dan tepat terhadap pasien kritis,
sebagai calon Ners kita seharusnya banyak membaca literature. Untuk mendalami
pengetahuan tentang drowning banyak literature tersedia di kedokteran forensik.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul M. I. (1997) . Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta Bara : Binarupa
Aksara
Budiyanto. (1997) . Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik
FKUI
Dolinak, D., Matshes, E. & Lew, E. O., (2005) . Forensic Pathology: Principles
and Practice. s.l.:Elsevier.
Levin, D. L. et al., (1993) . Drowning and Near-Drowning. Pediatric clinics of
North America, Volume 2.
McCance, K. L., Huether, S. E., Brashers, V. L. & Rote, N. S., (2014) .
Pathophsysiology ,The Biologic Basis for Disease in Adults and
Children, Seventh Edition. Canada: Mosby.
Onyekwelu, E., (2008) . Drowning and Near Drowning. Internal Journal of
Health 8, Volume 2.
Pendit, Brahm. U et al. (2004). Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta : EGC
Putra, A. A. G. A., 2014. Kematian Akibat Tenggelam : Laporan
Kasus, Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP
Sanglah .
Raoof, Suhail. (2008) . Manual of Critical Care. New York: Brooklyn.
Rastogi, P. & Rao, J., (2011). Accidental Mechanical Asphyxia At Work Site By
Mud. J Punjab Acad Forensic Med Toxicol, Volume 11, pp. 52-54.
Somantri, irman, (2007) . Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem pernapasan, Salemba Medika, Jakarta

16
Santoso, Bhetaria, (2010). Perbedaan Kadar Magnesium Serum antara Tikus
Putih (Rattus Norvegicus) yang Mati Tenggelam di Air Tawar
dengan di Air Laut, Skripsi, Surakarta, Universitas Sebelas Maret
Sorrentino, S., (2010) . Mosby’s Textbok for Long-Term Care Nursing
Assistants. 6th penyunt. s.l.:Mosby.
Tasmono, (2008) . Distribusi Kasus Kematian Akibat Asfiksia di Malang Raya
yang Diperiksa di Instalasi Kedokteran Forensik RSSA Tahun
2006-2007. pp. 36-39.
Wilianto, W., (2012) . Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga
Tenggelam. Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Volume 14, pp.
39-46.
Wilkinson & Ahern. (2011) . Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC . Ed. 9. Jakarta:
EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai