Anda di halaman 1dari 11

‘AZIMAH DAN RUKHSHAH SUATU KAJIAN

DALAM HUKUM ISLAM

Oleh: Sulastri Caniago*

Abstract: ‘Talisman (‘Azimah) and dispensation (Rukhshah) were a study in Islamic law that
brought the principles of law (general and optional principles). In normal condition,
Talisman (‘Azimah) could be done, and dispensation (Rukhshah) could be done
optionally when condition did not support it. The concept of Talisman (‘Azimah) and
dispensation (Rukhshah) presented that Islamic law was flexible and dinamic based on
one’s condition. Therefore, all of Allah’s command to do or to do not do something
could be done. This was in line with the demand of developed era.

Kata kunci: ‘azimah, rukhshah, pengecualian, hukum Islam

PENDAHULUAN oleh orang dalam kondisi normal


dalam kondisi tertentu mungkin
P ada prinsipnya hukum syara’
yang ditetapkan oleh Allah Swt
adalah ditujukan untuk manusia.
sangat berat dan sulit dilakukan oleh
orang lain. Untuk mewujudkan ke-
Karena manusialah yang mampu maslahatan munusia maka Allah
menerima amanah sebagai khalifah memberikan kemudahan dengan
di muka bumi ini. Hukum syara’ menetapkan hukum-hukum penge-
ditetapkan oleh Allah sebagai rah- cualian. Pengecualian dijelaskan juga
mat bagi hamba-Nya, untuk meng- dalam suatu ketentuan yang berbeda
atur segala tatanan kehidupan ham- dari ketentuan yang bersifat umum.
ba-Nya agar berjalan dengan baik. Kajian tentang hukum-hukum
Hukum-hukum yang ditetapkan yang bersifat umum dan hukum-
untuk manusia tanpa ada penge- hukum pengecualian dalam syariat
cualian. Namun hukum-hukum ter- Islam dikenal dengan istilah ‘azimah
sebut memiliki batasan-batasan dan rukhshah. Adakalanya ‘azimah
tertentu. Dalam artian setiap pe- dan rukhshah dikaji dalam kajian
rintah dan larangan yang ditetapkan hukum wad’i, adakalanya ulama
tetap berada dalam kemampuan menkajinya menjadi bagian dari
manusia untuk menjalankannya. hukum taklifi. Uraian dalam makalah
Karena Allah tidak memberatkan ini akan mencoba menguraikan
manusia melebihi kemampuannya. tentang’azimah dan Rukhshah serta
Kemampuan manusia untuk problematikanya.
menjalankankan hukum berbeda
tingkatannya. Apa yang dilakukan

* Penulis adalah Asisten Ahli dalam Mata Kuliah Ushul Fiqh Pada STAIN Batusangkar
115
JURIS Volume 13, Nomor 2 (Desember 2014) 116

PEMBAHASAN secara hukum ‘azimah shalat dalam


kondisi bagaimanapun harus dilaku-
‘Azimah kan dalam keadaan berdiri, bangkai
Secara bahasa ‘azimah adalah dan daging babi dalam kondisi
‫( القصد املؤكد‬kehendak untuk me- apapun tetap haram untuk dimakan.
ngokohkan) (Abdul Karim bin Ali Secara sederhana ‘azimah dipahami
bin Muhammad al-Namlah: 2001, sebagai hukum umum dan hukum
46). Secara istilahi ‘azimahadalah: asal yang bersifat mutlak, baik hu-
kum itu bersifat perintah untuk
‫ما شرع من األحكام الكلية إبتداء‬ mengerjakan sesuatu atau larangan
Kata-kata ‫ إبتداء‬dalam defenisi di melakukan suatu perbuatan.
atas mengandung arti bahwa pada
mulanya pembuat hukum bermak- Rukhshah
sud menetapkan hukum kepada Pengertian
hamba-Nya yang tidak didahului Secara bahasa rukhshah adalah
oleh hukum yang lain. Seandainya
‫ اليسر والسهولة‬yang berarti keringanan
ada hukum yang mendahuluinya
maka hukum tersebut telah di dan kemudahan. Sebagaimana yang
nasakh. Dengan demikian hukum terdapat dalam ungkapan ‫رخص لنا‬
‘azimah berlaku sebagai hukum pe- ‫الشارع ىف كذا ترخيصا‬. (Abdul Karim bin
mula dan sebagai pengantar kepada
kemaslahatan yang umum. Ali bin Muhammad al-Namlah: 2001,
11)
Kata-kata ‫ الكلية‬mengandung arti
Secara Istilahi ada beberapa
bahwa hukum berlaku untuk semua defenisi yang diberikan oleh ulama
mukallaf tanpa ada ditentukan ushul tentang rukhshah, diantaranya:
untuk sebagian yang lain, dan tidak 1.) Menurut Ulama Syafi’iyah,
ditentukan sebagian waktu yang Rukhshah adalah: (Wahbah Al-
lain. Dalam pengertian ini berlaku Zuhaily: 1996, 110)
umum. Seperti shalat dan puasa
berlaku umum tanpa memandang ‫هي احلكم الثابت على خالف الدليل لعذر‬
situasi dan kondisi yang di alami 2.) Menurut Al-Thufi Rukhshah
oleh mukallaf tersebut. Demikian adalah: (Abdul Karim bin Ali bin
juga dengan haramnya bangkai, dan Muhammad al-Namlah: 2001, 31)
daging babi dalam segala kondisi ‫ما ثبت على خالف دليل شرعي ملعارض راجح‬
pada umumnya. (Wahbah Al-
Zuhaily: 1996, 109, Amir Dari dua defenisi di atas dapat
Syarifuddin: 2000, 321) dipahami bahwa Rukhshah adalah
Dari defenisi di atas dapat di- ketetapan hukum yang menyalahi
pahami bahwa ‘azimah adalah atau berbeda dari hukum yang
hukum yang ditetapkan pertama kali ditetapkan secara kulli atau dalam
atau hukum yang ditetapkan secara istilah ushul disebut dengan ‘azimah.
umum berlaku terhadap setiap Rukhshah lebih bermakna adanya
mukallaf tanpa dijelaskan situasi dan pengecualian dari hukum-hukum
kondisi yang dihadapi oleh mukallaf yang ditetapkan secara global dan
tersebut. Sehingga jika di pahami berlaku umum.
117 Sulastri Chaniago, ‘Azimah dan Rukhshah Suatu Kajian dalam Hukum…

Kata-kata “hukum” merupakan secara ketentuan harus dilakukan


jenis dalam definisi yang mencakup karena kekuatan dalilnya.
semua bentuk hukum. Kata-kata 2.) Taklif atau beban hukum semua-
tsabit (berlaku tetap) mengandung nya merupakan hukum yang
arti bahwa rukhshah itu berdasarkan tetap menyalahi dalil asal dan
dalil yang ditetapkan pembuat hu- yang menurut asalnya tidak ada
kum yang menyalahi dalil yang taklif.
ditetapkan sebelumnya. Adapun hukum yang ditetap-
Kata-kata “menyalahi dalil kan dengan dalil nasakh karena
yang ada” merupakan sifat pembeda mengandung kesukaran dalam pe-
dalam definisi yang mengeluarkan laksanaannya juga tidak dinamakan
dari lingkup pengertian rukhshah, rukhshah karena dalil yang dinasakh
suatu yang memang pada dasarnya itu tidak dinamakan dalil kecuali
sudah boleh melakukannya seperti dalam arti kiasan terhadap apa yang
makan dan minum. Kebolehan da- telah berlaku. (Amir Syarifuddin:
lam makan dan minum memang 2000, 322-323, lihat juga Wahbah al-
sudah dari dulunya dan tidak Zuhaily: 1996, 110-111)
menyalahi hukum yang sudah ada.
Kata “dalil” yang maksudnya Pembagian Rukhshah
adalah dalil hukum, dinyatakan da- Bila dilihat dari sisi hukumnya
lam defenisi ini agar mencakup ulama Syafi’iyah dan Hanafiyah
rukhshah untuk melakukan perbuat- membagi Rukhshah kepada beberapa
an yang ditetapkan dengan dalil bagian. Menurut Ulama Syafi’iyyah
yang menghendaki hukum wajib, hukum Rukhshah terbagi kepada:
seperti berbuka puasa bagi orang 1.) Rukhshah wajib. Contohnya me-
yang musafir, atau yang menyalahi makan bangkai dalam keadaan
dalil yang menghendaki hukum nadb darurat atau meminum khamar
(sunnah) seperti meninggalkan bagi orang yang tenggorokannya
shalat jamaah karena hujan dan lain tersekat sehingga tidak bisa ber-
sebagainya. nafas. Maka jika berada dalam
Penggunaan kata “uzur” dalam kondisi ini hukumnya wajib
definisi ini yang mengandung arti untuk mengambil Rukhshah untuk
kesukaran dan keberatan, untuk memelihara jiwa. (Wahbah al-
menghindari dari cakupan arti Zuhaily: 1996: 111, Abdul Karim
rukhsah dalam dua hal: bin Ali bin Muhammad al-
1.) Hukum yang berlaku dan di- Namlah: 2001, 77, Abdul Haq,
tetapkan dengan dalil lebih kuat 2006, 182) Hal ini sesuai dengan
yang menyalahi dalil lain yang firman Allah dalam Surat al-
lemah dari hukum itu. Diberlaku- Baqarah: 195:
….‫َّهلُ َك أة‬ ‫أ‬
ْ ‫َوََل تُ ْل ُقوا أِبَيْدي ُك ْم إأ ََل الت‬
kannya hukum yang datang be-
lakangan bukan karena memberi-
kan keringanan tetapi memang
JURIS Volume 13, Nomor 2 (Desember 2014) 118

“Dan janganlah kamu menjatuhkan Namlah: 2001, 120-125, Abdul


dirimu sendiri dalam kebinasa- Haq, 2006, 182)
an….” (QS. Al-Baqarah: 195)
Ulama Hanafiyah membagi hukum
2.) Rukhshah mandub. Contohnya salat
Rukhshah kepada empat bagian:
qasar bagi musafir yang telah
1.) Kebolehan melakukan perbuatan
melakukan perjalanan selama tiga
yang diharamkan karena kondisi
hari. Adapun qasar dalam kondisi
darurah atau hajah. Contohnya: ke-
ini adalah sunnat atau lebih
bolehan mengucapkan kata-kata
afdhal melakukannya. Berdasar-
kufur tetapi hati tetap dalam ke-
kan firman Allah surat al-nisa,:
imanan jika berada kondisi ter-
101 dan hadist yang diriwayatkan
paksa seperti akan dibunuh. atau
oleh Imam Muslim dari Umar bin
kebolehan memakan bangkai da-
Khattab bahwa shalat qasar ada-
lam kondisi sangat lapar serta
lah sedekah yang diberikan oleh
kebolehan meminum khamar da-
Allah maka terimalah sedekah
lam kondisi sangat haus.
Allah tersebut. Demikian juga hu-
2.) Kebolehan meninggalkan yang
kum melihat wajah dan kedua
wajib apabila pelaksanaannya
telapak tangan calon istri saat
amat berat karena adanya ke-
meminangnya. (Wahbah al-
sulitan. Contohnya boleh berbuka
Zuhaily: 1996: 111, Abdul Karim
puasa Ramadhan bagi orang yang
bin Ali bin Muhammad al-
sakit dan musafir. Kondisi sakit
Namlah: 2001, 99, Abdul Haq,
dan safar tidak mewajibkan ber-
2006, 182)
buka. Demikian juga dengan
3.) Rukhshah Mubah. Contohnya se-
mengqasar salat yang empat
perti akad salam, akad ijarah,
rakaat ketika dalam perjalanan
akad masaqah. Akad ini dikate-
dan menyapu sepatu ketika ber-
gorikan rukhshah yang mubah
wudhu’.
karena memandang hukum asal-
3.) Kebolehan melakukan akad atau
nya yang tidak diperbolehkan
melakukan sesuatu yang dibutuh-
karena dianggap membeli barang
kan manusia dengan menyalahi
yang ma’dum, dan mengambil
kaidah-kaidah yang bersifat
manfaat yang ma’dum. (Wahbah
umum. Seperti akad salam dan
al-Zuhaily: 1996: 111, Abdul
ijarah.
Karim bin Ali bin Muhammad al-
4.) Kebolehan meninggalkan syariat
Namlah: 2001, 109-119, Abdul
umat sebelum kita karena jika
Haq,dkk, 2006, 182)
tidak ditinggalkan akan me-
4.) Rukhshah khilaf al-awla (lebih
nimbulkan kesulitan. Contohnya
utama ditinggalkan). Contohnya
membayar zakat 25% dari harta,
berbuka bagi musafir yang tidak
bunuh diri sebagi cara untuk
mengalami kesulitan untuk me-
taubat, memotong pakaian yang
laksanakan puasa, menyapu se-
terkena najis sebagai cara untuk
patu, melafazkan kafir dalam
membersihkannya. Bila diperhati-
kondisi terpaksa. (Wahbah al-
kan keringan hukum dalam hal
Zuhaily: 1996: 111, Abdul Karim
ini dibandingkan yang berlaku
bin Ali bin Muhammad al-
sebelum ini lebih tepat disebut
119 Sulastri Chaniago, ‘Azimah dan Rukhshah Suatu Kajian dalam Hukum…

nasakh, meskipun demikian da- 4.) Rukhshah dalam bentuk menda-


lam pengertian luas dapat juga hulukan kewajiban (Takhfif
disebut Rukhshah. Wahbah al- taqdim): Contohnya membayar
Zuhaily, 1996: 112-114, Abdul zakat fitrah pada awal Ramadhan
Aziz Dahlan (Ed), 1993:157-158, padahal waktu wajibnya adalah
Amir Syarifuddin, 2000: 324-326, ketika akhir Ramadhan. Me-
Mukhtar Yahya, dkk, 1997: 151- ngerjakan shalat ‘Asar pada
152) waktu Dzuhur dalam jamak
taqdim, juga membayarkan zakat
Bila dilihat dari sisi bentuk-
maal sebelum haulnya.
bentuk keringanan yang terdapat
5.) Rukhshah berupa penundaan ke-
dalam rukhshah maka rukhshah
wajiban (Takhfif ta’khir): Seperti
terbagi kepada beberapa bentuk, di
penangguhan puasa Ramadhan
antaranya:
ke waktu sesudahnya, melaksana-
1.) Rukhshah yang berbentuk meng-
kan shalat Dzuhur pada waktu
gugurkan kewajiban (Takhfif
Ashar.
isqath): Contohya boleh mening-
6.) Rukhshah berbentuk peringanan
galkan shalat jumat, haji, umrah
(Takhfif tarkhis): Rukhshah ber-
dan jihad. Semua perbuatan itu
bentuk peringanan. Contohnya
tidak dapat dilakukan jika ter-
diperbolehkan memakan bangkai
dapat uzur dengan ketentuan-
saat kelaparan, berobat dengan
ketentuan tertentu.
obat-obatan atau makanan yang
2.) Rukhshah yang berupa pengurang-
najis atau haram, dan meminum
an kuantitas pekerjaan (Takhfif
khamar bagi orang yang tersekat
tanqish): Contohnya seperti kebo-
tenggorokannya. Seluruh jenis
lehan mengqasar shalat bagi
rukhshah ini dapat dilakukan jika
musafir.
sudah menjadi keharusan dan
3.) Rukhshah yang berbentuk peng-
satu-satunya jalan bisa ditempuh
gantian kewajiban (Takhfif ibdal):
untuk menyelamatkan penderita.
Contohnya mandi dan wudhu’ di-
7.) Rukhshah dalam bentuk meng-
ganti dengan tayamum. Kewajib-
ubah kewajiban (takhfif taghyir):
an berdiri dalam shalat dapat di
Contohya cara shalat dalam kon-
ganti dengan duduk, berbaring
disi peperangan, shalat dalam
dan dengan isyarat. Begitu juga
kondisi ini bisa dilakukan sesuai
kewajiban memerdekan budak
kemampuan dan gerakan yang
dalam kaffarat dapat diganti de-
mungkin bisa dilakukan. (Amir
ngan puasa dua bulan berturut-
Syarifuddin, 2000: 326, Abdul
turut dan memberi makan fakir
Haq, 2006: 183-185)
miskin. Kewajiban mengganti
puasa bagi orang yang sudah tua Dari beberapa bentuk rukhshah
yang tidak mampu berpuasa da- yang dijelaskan oleh ulama dalam
pat diganti dengan membayar pembagian rukhshah di atas pada
fidyah. prinsipnya mereka sama walaupun
berbeda dari segi pemaparan dan
JURIS Volume 13, Nomor 2 (Desember 2014) 120

bentuk-bentuknya. Tetap juga akan kondisinya adalah dia dan Allah


sampai kepada hukum wajib, Swt, sehingga untuk menetapkan
sunnat, makruh dan mubah. pilihan tetap tidak bisa lepas dari
Bila dilihat dari pembagian apa yang telah digariskan oleh
rukhshah yang ada selaras dengan syariat.
perkembangan zaman dan tekhno- Pelaksanaan rukhshah dalam
logi maka kondisi hari ini akan dapat kondisi tertentu memiliki batasan-
diaplikasikan dalam kehidupan se- batasan yang tidak boleh dilampaui.
hari-hari. Beberapa persoalan umat Ibaratkan kebolehan memakan bang-
hari ini seperti pilihan aborsi yang kai dalam kondisi darurat maka
harus dilakukan oleh seorang ibu kebolehan itu hanya sekedarnya
ketika divonis jika kehamilan di- bukan sepuasnya, kadarnya hanya
lanjutkan maka akan mengancam sampai bisa menanggulangi sedikit
nyawa si ibu karena ada penyakit di rasa lapar untuk bisa bertahan men-
rahim, kebolehan menunda salat cari makanan yang halal. Demikian
bagi seorang dokter yang harus juga dengan kasus-kasus yang lain-
segera melaksanakan operasi untuk nya. Hal ini senada dengan kaidah
menyelamatkan nyawa pasien se- fiqh:
mentara waktu salat akan habis ‫ما أبيح للضروره يقدر بقدرها‬
ketika operasi selesai, kebolehan
akad jual beli online yang pada “Apa yang dibolehkan karena ada
kemudharatan hanya dibolehkan
prinsipnya bertentangan dengan
sekedarnya.” (Kasmidin, 2011: 86)
prinsip jual beli. Dan yang terjadi
saat ini bagi jemaah haji Indonesia Obyek Rukhshah
yang akan berangkat ke Tanah suci
harus disuntik meningitis yang ter- Dalam perspektif fiqh sering di-
buat dari zat yang haram. tegaskan bahwa setiap ada masaqqah
Lebih jauh lagi prinsip rukhshah akan mendapat rukhshah, tetapi tidak
ini lebih banyak dipakai dalam semua orang bisa mendapatkan
perekonomian syariah modern. Ka- rukhshah. Ada kategori yang bisa
rena kalau harus terpaku kepada mendapat rukhshah:
konsep fiqh klasik tentu akan men- a. Ikrah ( pemaksaan)
jadikan ekonomi tidak berkembang. Terpaksa yang dimaksud di-
Contohnya saja dalam bentuk aqad- sini adalah menghendaki orang lain
aqad berganda yang merupakan melakukan tindakan yang berten-
produk-produk ekonomi syariah tangan dengan keinginannya, atau
hari ini. dalam defenisi lain menyuruh orang
Barangkali masih banyak lagi lain untuk melakukan perbuatan
kondisi-kondisi yang dialami umat tertentu, sekaligus memberikan
pada hari ini yang kondisi tersebut ancaman yang sangat mungkin
menjadikan umat tidak bisa melak- untuk dijatuhkan sehingga orang
sanakan hukum ‘azimah. Namun dipaksa mengalami ketakutan.
rukhshah bukanlah sesuatu yang Untuk sahnya sesuatu pekerja-
selalu harus menjadi pilihan karena an dapat dikategorikan terpaksa
setiap kondisi orang akan berbeda,
dan yang paling tahu dengan
121 Sulastri Chaniago, ‘Azimah dan Rukhshah Suatu Kajian dalam Hukum…

maka ulama ushul memberikan tanpa alasan yang benar) dalam hal
berapa syarat yaitu: ini terbagi kepada dua yaitu: ikrah
1. Pemaksa mampu merealisasikan yang haram seperti membunuh dan
ancamannya, baik melalui sarana berzina, kemudian ikrah yang mubah
kekuasaan atau intimidasi. memaksa seorang merusak harta
2. Orang yang dipaksa tidak mam- orang lain. (Abdul haq, 2006: 188)
pu menolak dengan cara apapun. Dari beberapa penjelasan di
3. Orang yang dipaksa menduga atas dapat dipahami bahwa obyek
kuat jika dia menolak maka ia paksaan dalam bentuk membunuh
akan melaksanakan ancamannya. dan berzina tetap diharamkan apa-
4. Objek paksaan adalah sesuatu pun kondisinya. Karena ini sangat
yang diharamkan dan meng- terkait dengan memelihara jiwa dan
akibatkan kerusakan. (Muham- keturunan. Berbeda dengan paksaan
mad Abu Zahrah, t. th: 321, Amir seperti merusak harta orang lain,
Syarifuddin, 2000: 380, Abdul meminum khamar dan memakan
Haq, 2006: 186) bangkai dalam hal ini keterpaksaan
masih mendapat Rukhshah.
Kalangan ulama hanafiyah se-
cara kualitatif membagi jenis paksa- b. Nisyan (Lupa)
an dalam dua bentuk yaitu, pertama; Nisyan (lupa) adalah tidak
ikrah mulja’ yaitu suatu paksaan yang mampu menampilkan sesuatu dalam
tidak mungkin melepaskan diri dari ingatan pada waktu diperlukan.
ancaman. Jenis ancamannya berupa Ketidakmampuan ini menyebabkan
pembunuhan dan pemotongan tu- tidak ingat akan beban hukum yang
buh. Kedua: ikrah ghairu mulja’; yaitu dipikulkan kepadanya.
suatu paksaan yang seseorang dapat Berkaitan dengan masalah
menghindarkan diri dari paksaan rukhshah dan konseksekwensi hu-
tersebut, dalam atrian bukan paksa- kumnya, nisyan dipilah kepada tiga
an dengan ancaman pembunuhan bagian:
atau pemotongan anggota tubuh. 1.) Jika lupa dalam bentuk mening-
Barangkali hanya dalam bentuk pe- galkan suatu kewajiban, maka
mukulan, pemenjaraan, perampasan hakikatnya kewajiban tersebut
harta benda. (Wahbah al-Zuhaily, belum gugur
1996: 187, Abdul haq, 2006: 187) 2.) Apabila lupa adalah melakukan
Kalangan ulama Syafi’iyyah le- suatu larangan, maka akan me-
bih sederhana membagi ikrah kepada nimbulkan dua akibat: pertama;
dua jenis yang mempunyai konsek- jika berhubungan dengan pe-
wensi hukum yang berbeda. Per- rusakan harta benda maka tidak
tama: ikrah bi al-haq (paksaan yang berdosa tetapi wajib membayar
dibenarkan) contohnya pemaksaan ganti rugi. Kedua; jika tidak
terhadap orang yang berhutang berkaitan dengan ganti rugi maka
untuk menjual barang-barangnya tidak ada dosa dan ganti rugi.
agar dapat melunasi hutangnya. 3.) Lupa terjadi pada sesuatu yang
Kedua; ikrah bi ghair al-haq (paksaan berakibat fatal, seperti hukuman
JURIS Volume 13, Nomor 2 (Desember 2014) 122

dera, maka dalam kondisi ini (Muhammad Abu Zahrah, t. th:


lupa dianggap sebagai sesuatu 315, Wahbah al-Zuhaily, 1996:
yang subhat sehingga tidak dapat 177-178, Amir Syarifuddin, 2000:
diterapkan hukuman. (Abdul haq, 377)
2006:189) d. Safar (perjalanan)
c. Jahl (tidak tahu) Bepergian atau melakukan
Ketidaktahuan adalah suatu hal perjalanan sudah merupakan suatu
yang sangat dilematis. Pada satu sisi kebutuhan bagi manusia. Walaupun
Islam sangat membencinya tetapi ia tidak masuk kategori primer bisa
selalu ada. Karena itu, syariat yang dikatakan “semi primer”. Dalam ke-
mulia tidak serta merta menafi- adaan tertentu terkadang perjalanan
kannya tetapi memberikan klasifi- tersebut mengakibatkan kesulitan
kasi pada aspek-aspek mana saja untuk melaksanakan kewajiban
mendapatkan rukhshah. agama. Pada dasarnya kesulitan da-
Selanjutnya ulama ushul mem- lam perjalanan tidak menghilangkan
bagi ketidaktahuan kepada empat kecakapan untuk berbuat hukum.
bagian: Tetapi syariat yang mulia ini mem-
1.) Ketidaktahuan tentang hukum berikan kemudahan (rukhshah)
yang pelakunya tidak diberi uzur dalam perjalanan.
atau Rukhshah. Contohnya murtad Di antara kemudahan (rukh-
setelah masuk Islam shah) dalam perjalanan adalah:
2.) Ketidaktahuan yang pelakunya bolehnya menqasar shalat yang
diberi keringanan, karena ketidak empat rakaat, boleh berbuka puasa
tahuannya tersebut berada dalam Ramadhan, bolehnya menyapu
hal-hal yang meragukan dari segi sepatu lebih dari malam, bolehnya
dalil hukum. Contohnya tidak meninggalkan shalat jumat dan
tahu dalam masalah-masalah mengganti dengan salat zuhur,
yang pemahamannya memerlu- bolehnya menjama’ shalat, bolehnya
kan tafsir dan ta’wil. Ketidak memakan bangkai dan sesuatu yang
tahuan tentang ta’wil tersebut diharamkan, serta gugurnya ke-
maka meyebabkan pelakunya wajiban salat yang telah dilakukan
menjadi kafir, maka tidak tahu walaupun bersuci dengan ta-
dalam hal ini dapat dikategorikan yamum. (Abdul haq, 2006: 192, Amir
rukhshah. Syarifuddin, 2000: 384)
3.) Ketidaktahuan dalam lapangan e. Maradl (sakit)
ijtihad. Dalam hal ini ada tiga
bentuk; pertama, tidak tahu dalam Sakit adalah sesuatu yang
hal hukum yang memiliki dua manusiawi yang dirasakan hampir
dalil, kedua, tidak tahu tentang bahkan seluruh manusia. Tetapi
sebab yang menimbulkan larang- yang menjadi persoalan apakah sakit
an, ketiga, tidak tahu tentang menggugurkan beban hukum atau
hukum yang dalil-dalil hukumnya tidak. Berbicara tentang sakit disini
itu berbeda. adalah terkait dengan penyakit yang
4.) Ketidaktahuannya karena berada menyulitkan seseorang untuk melak-
di luar lingkungan Islam. sanakan kewajibannya, karena ter-
123 Sulastri Chaniago, ‘Azimah dan Rukhshah Suatu Kajian dalam Hukum…

nyata keadaan sakit tidak meng- darah bisul, lalat, jerawat adalah hal
hilangkan kecakapan dalam berbuat yang sangat sulit untuk dihindari
hukum. Karena cakap terkait dengan karena kadarnya sedikit sehingga
akal. Sementara orang yang sakit kondisi ini masuk kategori yang
akalnya masih tetap utuh. dimaafkan. (Abdul haq, 2006: 191)
Syariat yang mulia memberi- g. Naqish (nilai minus)
kan keringanan kepada orang-orang
yang sakit dalam menjalankan ke- Yang termasuk dalam kategori
wajibannya. Tetapi tidak semua jenis ini adalah anak-anak, orang gila,
penyakit mendapat keringanan da- idiot (safih), dan hamba sahaya.
lam hukum. Karena itu fuqaha Ketidaksempurnaan yang dimaksud
memberikan batasan bahwa sakit bukan berati cacat badan atau
yang mendapat keringanan adalah minusnya intelektualitas melainkan
sakit yang membahayakan dirinya nilai minus yang bersifat insting
jika ia melakukan kewajiban syariat psikologis ( tabiat Kejiwaan).
sesuai dengan ketentuan umum Anak kecil, idiot dan orang gila
yang berlaku. Contohya orang yang nilai minusnya terletak pada daya
sakit boleh berbuka puasa pikir yang kurang memadai di-
Ramadhan, boleh mengganti banding daya nalar orang normal
wudhu’ dengan tayamum, boleh dan dewasa. Sementara nilai minus
duduk dalam shalat atau berbaring, hamba sahaya terletak pada ke-
dan juga berobat dengan sesuatu dudukannya yang masih berada di
yang najis. bawah kekuasaan orang lain. Syariat
memberikan rukhshah bagi mereka
f. Al-‘Usr (kesulitan) dalam pelaksanaan hukum. (Abdul
Kehidupan manusia tidak akan haq, 2006: 194)
lepas dari keadaan yang mengharus- Hukum Mengamalkan Rukhshah
kannya melakukan pilihan-pilihan
yang serba sulit dan dilematis. Hal Pada dasarnya rukhshah adalah
ini pasti akan terjadi dalam dinamika pembebasan seorang mukallaf dari
kehidupan sehari-hari. Hukum Islam melakukan tuntutan hukum ‘azimah
bukanlah hukum yang ekstrim, dalam keadaan darurat. Dengan sen-
hukum Islam memiliki elastisitas diri hukumnya boleh. Baik menger-
hukum yang disesuaikan dengan jakan yang dilarang maupun me-
konteks permasalahan yang terjadi. ninggalkan yang disuruh. Namun
Contohnya ketika turun hujan, dalam hal menggunakan Rukhshah
biasanya percikan air akan bercam- ulama berbeda pendapat.
pur dengan najis dan hal ini sangat Menurut jumhur ulama hukum
sulit untuk dihindarkan. Namun rukhshah tergantung kepada bentuk
karena percikan ini timbul dari uzur yang menyebabkan adanya
keadaan yang sulit untuk dihindari rukhshah. Dengan demikian adakala-
maka hukumnya dimaafkan. Demi- nya rukhshah itu wajib, sunat, mak-
kian juga dengan hal lain seperti ruh dan mubah sesuai dengan kon-
JURIS Volume 13, Nomor 2 (Desember 2014) 124

disi seseorang pada saat mengalami hadapinya. Dalam artian rukhshah


kesulitan. terhadap satu orang tidak bisa
Imam al-Syatibi menyatakan diberlakukan sama terhadap orang
bahwa hukum rukhshah adalah ibahah yang lain.
secara mutlak. Untuk hal ini Imam Pada prinsipnya adanya
Syatibi mengemukakan argumentasi, rukhshah dalam setiap uzur yang
pertama, pada dasarnya Rukhshah ditemui bertujuan untuk mewujud-
tersebut adalah keringanan dan kan maqasid al-syariah, dimana ber-
kelapangan yang diberikan dalam tujuan untuk memelihara lima aspek
kesulitan, sehingga ada pilihan pokok dalam kehidupan manusia
antara menggunakan ‘azimah atau yaitu agama, jiwa, akal, keturunan
rukhshah, sehingga ini adalah mubah. dan harta.
Kedua kalau menggunakan Rukhshah
tersebut diperintahkan baik dalam
PENUTUP
bentuk wajib atau sunat maka
hukumnya akan berubah menjadi Berdasarkan uraian tentang
‘azimah, bukan lagi Rukhshah. Karena ‘azimah dan rukhshah di atas dapat
hukum wajib itu merupakan ke- ditarik kesimpulan bahwa Islam
harusan pasti yang tidak mengan- adalah agama yang rahmahtan lil
dung pilihan lain. Dengan demikian ‘alamin. Karena Allah sebagai syari’
berarti menghimpun perintah dan selalu memberikan kemudahan–
rukhshah dalam satu tempat ini tidak kemudahan bagi hambanya dalam
mungkin karena keduanya adalah melaksanakan perintahnya dalam
dua hal yang berlawanan. (Amir setiap kesulitan yang ditemui.
Syarifuddin, 2000: 329) Semua ini bermuara untuk mewu-
Jika dicermati adanya ‘azimah judkan maqasid al-Syariah.
dan rukhshah dalam hukum Islam Adanya rukhshah bagi yang
sesungguhya adalah untuk mem- kesulitan melaksanakan hukum
berikan kemaslahatan dan menghin- dalam bentuk ‘azimah merupakan
darkan manusia dari kemudharatan wujud dari fleksibelnya hukum
yang merupakan tujuan pembentu- Islam, sehingga hukum Islam bukan-
kan hukum Islam. Pada kondisi lah hukum yang statis tetapi dina-
normal bagi setiap mukallaf berlaku mis, sesuai dengan kondisi dan
hukum ‘azimah tetapi pada kondisi- keadaan seseorang. Sehingga sesuai
kondisi tertentu hukum ‘azimah tidak kaidah bahwa hukum dapat berobah
menyampaikan manusia kepada dengan berobahnya waktu, tempat,
tujuan hukum sehingga mukallaf keadaan dan niat.
harus menggunakan rukhshah sesuai
dengan tingkat kesulitan yang di-
125 Sulastri Chaniago, ‘Azimah dan Rukhshah Suatu Kajian dalam Hukum…

DAFTAR PUSTAKA
Jakarta: PT Ichtiar Baru Van
Abdul Karim bin Ali bin
Hoeve
Muhammad al-Namlah, 2001,
Rakhshu al-Syar’iyyah wa Kasmidin, 2011, al-Qawaed al-
Istbatuha bi al-Qiyas, Riyadh: Fiqhiyyah, Batusangkar: STAIN
Maktabah Rusyd Baqatusangkar Press
Abdul Haq, dkk, 2006, Formulasi Mukhtar Yahya, dkk, 1997, Dasar-
Nalar Fiqih; Telah Kaidah Fiqh dasar Pembinaan Hukum Fiqh
Konseptual, Surabaya: Khalista Islami, Bandung: Al-Ma’arif
Abu Zahrah, t. th, Ushul Fiqh, Kairo: Amir Syarifuddin, 2000, Ushul Fiqh I,
Daa al-Fikr al-‘Arabi Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Abdul Aziz Dahlan (Ed), 1999, Wahbah al-Zuhaily, 1996, Ushul al-
Ensiklopedi Hukum Islam, Fiqh al-Islamy, Damaskus: Dar
al-Fikr.

Anda mungkin juga menyukai