Anda di halaman 1dari 34

KELOMPOK 7

“SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENYIARAN, PENGERTIAN DAN


RUANG LINGKUP PENYIARAN”

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Broadcasting Televisi

Dosen Pengampu: Drs. Joni Arman Hamid, M.I.Kom

Nama: Mutyara Nan Shalih

NIM: 11200510000066

Jenis Tugas: Kelompok

Kelas: KPI 5B

Tanggal: 19 September 2022

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA
2022

BAB I

PENDAHULUAN
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Perkembangan Penyiaran


1. Sejarah Penyiaran Radio di Dunia
Sejarah media penyiaran dunia dapat dibagi menjadi dua alur,
yaitu sejarah media sebagai penemuan teknologi dan sejarah media
sebagai suatu industri.
a. Sebagai Penemuan Teknologi
Sejarah sebagai penemuan teknologi ditandai oleh tiga
tonggak sejarah, yaitu berawal dari teori matematis yang
dikemukakan oleh Max well (1864) seperti diuraikan sebelumnya,
yang kemudian dilanjutkan pengembangannya oleh Heinrich Hertz
(1887), dan diimplementasikan secara praktis oleh Marconi (1901)
dengan pengiriman sinyal telegraf trans-Atlantik dari Cornwall,
Inggris ke New Foundland, Kanada.
Selanjutnya, penemuan demi penemuan dilakukan oleh para
ilmu wan, baik yang merupakan penemuan baru maupun inovasi
dari penemuan sebelumnya. Berikut ini beberapa tonggak sejarah
media penyiaran radio, antara lain:
1904 Tepatnya pada November, ditemukan tabung hampa
dua elektro da (two electrode vacuum tube, lihat Gambar 4) oleh
J.A. Fleming, yaitu alat yang dapat mengubah arus listrik bolak-
balik menjadi arus searah, sehingga dapat digunakan untuk
mendeteksi informasi yang ditumpangkan pada gelombang radio
frekuensi tinggi. Disebut sebagai thermionic valve, atau vacuum
diode, atau Fleming valve.
1906 Reginald Aubrey Fessenden" mene mukan unit
alternator penghasil sinyal frekuensi tinggi yang akan
menghasilkan gelombang radio yang kontinu (continuous radio
wave). Unit ini merupakan peralatan yang menyempurnakan
sistem yang didesain oleh Marconi yang bekerja secara terputus-
putus sinyalnya (in termittent generator).
Dengan demikian, penemuan Fessenden ini merupakan
cikal bakal sistem modulasi amplitudo (AM, amplitude modulation).
Dia disebut sebagai "Bapak Penyiaran Radio."
Tepat pada tanggal 24 Desember 1906, Fessenden
mengirim suaranya (voice) dan permainan biolanya serta rekaman
lagu lagu sampai beberapa ratus kilometer ke kapal-kapal di
Lautan Atlantik. Dalam pengiriman suara dan lagu ini, digunakan
mik rofon yang akan mengubah suara dan lagu ini ke bentuk sinyal
listrik yang akan memodulasi continuous radio wave dan dipan
carkan melalui antena ke udara. Pada sisi penerima, melalui an
tena ditangkap pancaran tersebut yang kemudian besaran radio
wave itu diubah kembali ke besaran listrik sebagai sinyal yang
termodulasi AM. Kemudian radio wave disingkirkan dengan alat
detektor dan yang tertinggal ialah sinyal suara dan musik terse but
yang dapat didengar melalui loudspeaker.
1906 Lee de Forest' menemukan tabung hampa trioda
(triode vacuum tube) yang dikenal sebagai audion. Vacuum tube
ini dapat digu nakan sebagai komponen penguat sinyal yang relatif
lemah dalam amplifier. Lee de Forest merupakan salah satu
"Bapak Du nia Elektronik."
Dia juga sebagai pelaku penyiaran dengan mendirikan
stasiun pemancar radio di kota New York pada 1916. Dengan
callsign 2XG, stasiun ini menyiarkan iklan produk hasil karyanya
dan peristiwa di masyarakat seperti reportase radio pertama kali
prosesi pe milihan presiden saat itu dengan kandidat Charles
Evans Hughes dan Woodrow Wilson pada November 1916. Dia
dikenal juga se bagai "Bapak Radio dan Kakek Pertelevisian."
1918 Edwin H. Armstrong menemukan penerima
superheterodyne dan mendapatkan paten pada 1918.
1933 Edwin H. Armstrong menemukan sis tem pemancaran
FM (frequency mo dulation) dan mendapatkan hak paten dari
pemerintah Amerika pada 26 De sember 1933. Sistem FM
merupakan alternatif pemancaran radio secara AM. Diketahui
sistem AM mempunyai banyak hambatan teknis, di antaranya
mudah dipengaruhi oleh interferensi noise external seperti kilat
dan lon catan api busi kendaraan bermotor. Akibat kekurangan itu,
maka penang kapan pada sistem AM kurang jernih.

b. Sebagai Industri
Awal kegiatan penyiaran dengan format seperti atau mirip
dengan yang kita lihat sekarang, dimulai dengan penyiaran radio
yang meman carkan siaran berupa sinyal suara dengan sistem
modulasi amplitudo (amplitude modulation = AM) yang dikenal
luas pada 1920. Tetapi ter catat dalam sejarah, bahwa pada 1916,
Lee de Forest telah memulai si aran untuk reportase pemilihan
presiden saat itu dari kota New York. Empat tahun kemudian, yaitu
1920, seorang ahli teknik bernama Frank Conrad di Pittsburgh
Amerika Serikat membangun suatu pemancar radio di garasi
rumahnya sebagai sarana menya Jurkan hobinya. Kemudian
Conrad me nyiarkan lagu-lagu, mengumumkan hasil pertandingan
olahraga, dan menyiarkan lagu instrumental. Dalam waktu sing
kat, Conrad berhasil menarik banyak pendengar seiring dengan
meningkat nya penjualan pesawat penerima radio saat ini. Stasiun
radio yang dibangun Conrad ini kemudian diberi nama KDKA dan
masih tetap mengudara hingga saat ini, menjadikannya sebagai
stasiun pe nyiaran radio tertua (radio komersial berizin pertama) di
Amerika Serikat dan mungkin di dunia. 10 Saat ini beroperasi
dengan pemancar berdaya 50 kilowatt pada frekuensi 1.020
kilohertz AM.
Beberapa tonggak sejarah penyiaran radio setelah
eksperimen Frank Conrad itu, sebagai suatu industri diuraikan
sebagai berikut:
1922 Di Inggris dibentuk British Broadcasting Corporation
(BBC). BBC memancarkan program siarannya yang pertama pada
14 No vember 1922 dengan sistem AM. Pendanaan bagi
kelangsungan operasional stasiun ini diperoleh dari penjualan izin
penyiaran dan kontribusi penjualan pesawat penerima. Cara ini
berbeda dari yang ditempuh oleh stasiun-stasiun radio di Amerika
yang menggunakan iklan sebagai sumber pendapatan. Setahun
kemu dian, cukup banyak stasiun yang beroperasi untuk melayani
seki tar 50 persen penduduk Inggris yang menangkap siaran
dengan menggunakan radio kristal, yang merupakan salah satu
jenis pe sawat penerima siaran AM pertama.
1925-1930 Sebanyak 17 juta pesawat radio terjual kepada
masyarakat Amerika dan dimulailah era radio menjadi media
massa. Tercatat pada 1926, perusahaan manufaktur radio berhasil
memperbaiki kualitas perangkat penerima tersebut.
1926 NBC (National Broadcasting Company) merupakan
stasiun penyi aran yang menerapkan konsep berjaringan. Konsep
berjaringan itu dirasakan perlu saat ini berkaitan dengan persoalan
pen danaan operasional siaran yang makin lama makin meningkat.
Melalui sistem jaringan, stasiun anggota jaringan dapat secara
bersama menanggung biaya produksi program dan menyiarkan
secara bersama-sama pada wilayah cakupannya masing-masing.
Dengan demikian, biaya yang ditanggung masing-masing stasiun
akan jauh lebih murah. Bagi pemasang iklan lebih menguntung
kan, karena wilayah audiens secara geografis akan lebih luas.
1933 Muncul sistem radio FM yang dirancang oleh Edwin
Howard Arm strong yang secara kualitas ternyata lebih baik dari
penyiaran ra dio AM. Ini merupakan ancaman atau pesaing siaran
sistem AM tersebut. Namun karena pecah Perang Dunia II, maka
pengem bangan lebih lanjut sistem penyiaran radio FM ini terhenti.
1941 Pada 1 Maret 1941, radio FM komersial pertama
mengudara di Nashville, Tennessee dengan callsign, W47NV.
1943 Setelah Perang Dunia II, radio FM diperkenalkan di
Jerman yang menggunakan pita VHF (very high frequency) (UKW,
ultrakurz welle).
1955 Sistem berjaringan yang mengalami masa
keemasannya di tahun 1930-an, kemudian mengalami penurunan
hingga 50 persen. Stasiun lokal yang merupakan anggota jaringan
makin banyak yang meninggalkan jaringan ketika penetrasi siaran
televisi su dah mulai masuk sebagai media massa baru dengan
wilayah cakupan siaran yang lebih luas. Pemasang iklan banyak
berpindah ke siaran televisi karena potensi yang ada pada siaran
televisi. Inilah salah satu sebab menurunnya sistem berjaringan
radio.
1960 Secara resmi pada 1960, sistem jaringan penyiaran
radio berhen ti. Selanjutnya masing-masing stasiun lokal tersebut
menggali potensi iklan lokal yang ada dan melakukan eksperimen
untuk format siaran yang diminati oleh pendengar di wilayahnya.
Salah satu stasiun radio di Midwest, Amerika Serikat melakukan
satu kiat dengan mengamati jumlah penjualan album rekaman
pada sejumlah toko penjualan album rekaman. Hasil pengamatan
itu adalah informasi tentang tren album lagu yang paling banyak di
beli masyarakat. Kemudian album lagu-lagu itu dicoba disiarkan di
stasiunnya. Hasilnya, banyak pendengar yang menyukainya se
hingga menimbulkan ide format siaran bertema lagu-lagu. Salah
satu format siaran itu adalah Top-40. Keberhasilan itu kemudian
memunculkan ide-ide format baru yang ternyata juga sukses.
1961 Pada awal tahun, siaran radio FM stereo mulai
diperkenalkan dimasyarakat Amerika. Ternyata memang siaran
FM banyak mem punyai kelebihan dari radio sistem AM, terutama
dari kualitas suara yang dihasilkan pada sisi penerimaan. Hal ini
disebabkan karena pada sistem FM kebal terhadap noise, baik
noise dari sum bernya maupun noise karena interferensi. Noise
dari sumber di atasi dengan pre-emphasis dan de-emphasis pada
pengolahan si nyal suaranya sebelum modulasi dan setelah
demodulasi. Adapun interferensi noise diatasi oleh sistem FM
karena variabel sistem FM adalah frekuensi yang tidak akan
terpengaruh oleh interfe rensi yang akan mengganggu amplitudo.
Walaupun jangkauan FM hanya perkotaan (tidak dapat sejauh
AM), tetapi karena kualitasnya tersebut dan juga perangkat
kerasnya yang relatif lebih murah, maka stasiun radio FM dapat
menjadi pesaing eksistensi stasiun radio AM.

c. Sejarah Radio di Indonesia

Di Indonesia sendiri, sejarah peradioan sebagai industri,


dapat dibagi menjadi empat periode pembabakan, yaitu zaman
penjajahan Belanda, Jepang, zaman kemerdekaan, dan zaman
setelah reformasi.

1) Zaman Periode Penjajahan Belanda (1925-1942)


Dimulai dengan pembangunan telegraf radio pada 1911 di
Sabang, yang berfungsi utama untuk berkomunikasi dengan kapal-
kapal yang melintas berlayar di Perairan Sabang, muncul
keinginan untuk mem bangun stasiun yang menyelenggarakan
siaran. Lahirlah perkumpulan siaran radio yang pertama di Hindia-
Belanda (sekarang Indonesia) pada yang diberi nama Bataviasche
Radio Vereeniging (BRV) di Weltevreden (Jakarta). Siaran pada
mulanya dikumandangkan dari salah satu ruangan di Hotel Des
Indes dalam bahasa Belanda. Siaran BRV ini mendapat dukungan
biaya dari para hartawan dan pengusaha bangsa Belanda.
Siarannya juga mengandung segi komersial berbentuk propa
ganda atau iklan perusahaan dan perdagangan.
Setelah lahirnya BRV, pada 1925 di Tanjung Priok berdiri
suatu perkumpulan radio yang mengadakan percobaan penyiaran
dengan materi musik Barat melalui pemancar berkekuatan 1.000
watt. Perkumpulan atau institusi penyiaran ini pada 1934 diberi
nama NIROM (Nederlands Indische Radio Omroep Maatschappij).
Pendirian NIROM ini kemudian memicu perorangan atau satu
perusahaan untuk membangun stasiun penyiaran sendiri di
daerahnya.
Pada umumnya, tujuan organisasi penyiaran tersebut ialah
mem bangkitkan, memelihara, serta mengembangkan minat
terhadap tek nik dan siaran radio, serta mengadakan kerja sama
untuk memenuhi keperluan dan keinginan para anggota. Isi
siarannya terdiri dari hiburan berupa musik, pariwisata, agama,
pendidikan, ilmu pengetahuan, serta siaran niaga.
Di kalangan pribumi tumbuh juga minat untuk mengadakan
siaran radio. Hal ini dipicu oleh semangat Sumpah Pemuda 28
Oktober 1928, sehingga mempunyai stasiun siaran radio
kebangsaan dirasakan dapat merupakan media untuk
mengakomodasi semangat ini. Sementara si aran yang
dikumandangkan oleh BRV dan perkumpulan radio Tanjung Priok
adalah hanya untuk mengalihkan perhatian masyarakat pribu mi
dari masalah politik. Perkembangan selanjutnya pada 1 April 1933
berdiri Solosche Radio Vereniging (SRV) di Solo, kemudian
Vereniging Oostersche Radio Omroep (VORO) di Weltevreden
(Jakarta) 1934, Mata ramsche Vereniging voor Radio Omroep
(MAVRO) di Yogyakarta 1934, dan masih banyak lagi stasiun-
stasiun yang didirikan oleh masyarakat pribumi di banyak daerah
di Hindia-Belanda.
Stasiun radio pribumi itu hampir semuanya menggunakan
bahasa Belanda. Hal ini merupakan taktik untuk mendapat
kepercayaan serta memperoleh izin dari pemerintah Belanda.
Dengan beroperasinya begitu banyak stasiun radio tersebut maka
pemerintah Hindia-Belanda mengeluarkan regulasi, yaitu Radiowet
(Undang-Undang Radio) dalam upaya menertibkan organisasi
penyiaran ra dio pada masa itu, terutama penggunaan frekuensi
dan isi siaran. Bersa maan dengan dikeluarkannya regulasi itu,
diresmikan satu stasiun yang berafiliasi dengan pemerintah, yaitu
NIROM (Nederlands Indische Radio Omroep Maatschappij) pada 1
April 1934.
Pada tahun pertama, 1934, bahasa siaran NIROM adalah
bahasa Belanda dengan sasaran utama para pendengar bangsa
Belanda dan Indonesia yang terpelajar.
Kemudian programa siaran NIROM diperluas dengan
memasukkan acara siaran ketimuran, yang bertujuan agar
siarannya dapat diminati bukan saja oleh bangsa Belanda dan
Indonesia terpelajar, melainkan juga dapat menarik simpati
masyarakat Indonesia umumnya. NIROM menyewa orkes-orkes
dan penyanyi Indonesia yang bermutu, sehingga siaran ketimuran
ini lebih memasyarakat di kalangan bangsa Indonesia,
Untuk mengimbangi peranan NIROM yang makin luas di
masyarakat pribumi, maka beberapa stasiun radio pribumi yang
telah berdiri mem bentuk asosiasi atau union pada 28 Maret 1937
di Bandung. Union ini dinamakan Perikatan Perkumpulan Radio
Ketimuran (PPRK), yang ter diri dari stasiun radio VORO, VORL
(Vereniging Oostersche Radio Luis teraars, di Bandung), MAVRO,
SRV, dan Cirvo (Chineesche en Inhem sche Radio Luisteraars, di
Surabaya). PPRK bersifat nonkomersial dan bertujuan memajukan
kesenian, kebudayaan nasional, serta memikirkan kemungkinan
berdirinya radio siaran di luar Pulau Jawa.
Tahapan selanjutnya adalah pada 7 Mei 1937 diadakan
pertemuan antara M. Soetardjo Kartohadikoesoemo sebagai ketua
PPRK dan pihak pemerintah Hindia-Belanda bertempat di gedung
Departemen van Onderwijs en Eeredienst (Depdiknas). Agenda
pembicaraan adalah menge nai siaran ketimuran yang akan diurus
oleh PPRK, dan mekanisme hubungan antara PPRK dan NIROM.
Pertemuan menghasilkan rumusan bahwa siaran ketimuran
akan diselenggarakan oleh PPRK melalui pemancar pemancar
NIROM. Hal ini berarti bahwa siaran ketimuran yang
diselenggarakan oleh NIROM harus diserahkan kepada PPRK.
Dalam peraturan yang kemudian disusun tercantum
beberapa ke wajiban PPRK, antara lain merencanakan programa
siaran ketimuran yang sesuai dengan keperluan dan keinginan
para pendengarnya. Meski pun dasar-dasar persetujuan telah
diambil dan peraturan pelaksanaan telah disusun, namum ternyata
belum dapat direalisasikan. Dengan ber bagai alasan, NIROM
selalu menolak menyerahkan siaran ketimuran ke pada PPRK.
Pada Agustus 1939, PPRK memperoleh subsidi dari
pemerintah un tuk mempersiapkan sarana penyiaran, agar pada 1
Januari 1940 ketika pelaksanaan penyerahan dari NIROM kepada
PPRK, semua peralatan telah lengkap. Pada waktu itu pula PPRK
segera mengangkat Mr. Koesoe mo Oetojo sebagai pimpinan
siaran ketimuran dibantu oleh suatu sekretariat yang
berkedudukan di Surakarta. Di samping itu, dibentuk pula
beberapa komisi, di antaranya komisi programa dan studi.
Pada 1 Januari 1940, berlalu tanpa sesuatu pun yang terjadi.
NIROM tampaknya belum ikhlas menyerahkan siaran ketimuran
kepada PPRK. Yang menjadi hambatan pokok ialah masalah
pembagian uang pajak ra dio antara NIROM dan PPRK. Akhirnya
atas desakan Raad van Advies, Directeur van Verkeer en
Waterstaat memutuskan bahwa PPRK harus mendapat uang
sebesar 126.000, sebagai anggaran belanja 1940 untuk
membiayai segala beban dalam melaksanakan pekerjaan yang
akan di serahkan kepadanya.
Pada 30 Juni 1940, keluarlah Surat Keputusan Pemerintah
N 1458/A yang menetapkan bahwa pemerintah menyetujui
penyerahan pekerjaan dari NIROM kepada PPRK. Sebagai
realisasi surat keputusan ini, maka pada 1 November 1940
mulailah berkumandang di angkasa si aran yang diselenggarakan
oleh PPRK

2) Zaman Periode Penjajahan Jepang (1942-1945)


Secara resmi, pemerintah Hindia-Belanda telah
menandatangani penyerahan kepada Jepang pada 8 Maret 1942.
Daerah Indonesia ditem patkan di bawah pemerintah militer
Jepang. Segala kegiatan politik dan rencana Jepang selanjutnya
dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan ekspansi
Jepang.
Selanjutnya, Jepang mengambil alih radio dengan
menghentikan sama sekali kegiatan PPRK dan perkumpulan radio
nasional lainnya Tugas dan pengelolaan radio diambil alih Jepang.
Selanjutnya dibentuk suatu jawatan yang mengurus siaran radio
yang disebut Hoso Kanri Kyo ku (Jawatan Urusan Radio). Pusat
radio Jepang untuk Pulau Jawa berada di Jakarta, sedangkan di
Sumatera berpusat di Bukittinggi. Di kota-kota besar didirikan
cabang-cabang Hoso Kyoku, seperti di Bandung, Purwo kerto,
Yogyakarta, Surakarta, Malang, Surabaya, Semarang, Medan, Pa
dang, dan Makassar. Pada waktu itu siaran radio berada di bawah
peng awasan Sendenbu (bagian propaganda tentara Jepang).
Selama enam bulan setelah Jepang berkuasa, bahasa
siaran masih menggunakan bahasa Belanda, Inggris, Perancis,
dan Arab, tetapi kemu dian bahasa siaran hanya menggunakan
bahasa Indonesia dan Jepang. Musik-musik Barat diganti dengan
musik Jepang dan Indonesia.
Untuk mengurusi pesawat penerima radio, Hoso Kyoku di
daerah daerah mendirikan kantor cabang yang dinamai Shodanso.
Kantor Shodanso antara lain bertugas menyegel pesawat-pesawat
radio dan menggantikannya dengan pesawat radio umum yang
diinstalasi di tem pat-tempat yang strategis dan ramai.
Dilarangnya pesawat radio perseorangan serta dimulainya
pemakaian radio umum oleh Jepang dimaksudkan untuk melarang
mendengarkan siaran radio yang berasal dari luar negeri.
Sebaliknya, rakyat digiring hanya untuk mendengarkan siaran-
siaran Hoso Kyoku.
Tercatat kemudian terjadi proses perjuangan pegawai
Indonesia di radio Jepang selama pendudukan Jepang itu.
Sementara Jepang memo bilisasi radio untuk tujuan propaganda
politik dan militer dalam kaitan nya dengan konsep Asia Timur
Raya, para pejuang radio dan pegawai radio bangsa Indonesia
terus berupaya memupuk rasa kebangsaan dan perjuangan di
kalangan masyarakat luas. Melalui siaran yang bercorak
Indonesia, ide-ide pergerakan nasional dan kemerdekaan semakin
meresap dan tersebar luas di seluruh Nusan tara. Beberapa hal
yang positif di bidang keradioan pada masa pendudukan Jepang,
antara lain:
a) Para pejuang dan tenaga-tenaga radio di pusat dan daerah
mendapat pengalaman berharga di bidang organisasi, teknik,
dan pola siaran yang lebih maju.
b) Selain itu, mereka mendapat kesempatan juga mendengar
siaran luar negeri, sehingga memperoleh peluang mengikuti
perkembangan dunia luar yang sangat bersangkut paut dengan
rencana menuju kemerdekaan.

Di bidang pembinaan seni budaya nasional, para pejuang


radio mendapat kesempatan menyiarkan sebanyak-banyaknya
kesenian dan kebudayaan Indonesia melalui seni musik, drama,
sastra, dan keroncong.

Pada zaman pendudukan Jepang, kreasi seni budaya


nasional cukup marak. Pegawai radio Hoso Kyoku tersebut telah
ikut memberi sum bangsih dalam mengembangkan jiwa atau
semangat keindonesiaan. Ini dilakukan oleh para seniman
Indonesia yang bergabung dalam Pusat Kebudayaan (Keimen
Bunka Shidosho) yang mempunyai banyak cabang di kota-kota
besar di Indonesia.

3) Zaman Periode Kemerdekaan (1945-Sekarang)


Sejak berakhirnya penjajahan Jepang, masih juga terjadi
perjuangan lagi, yaitu menghadapi masuknya tentara sekutu yang
kemudian ternyata Belanda berkeinginan untuk tetap menduduki
Indonesia yang nyata-nyata telah memproklamasikan
kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
Dengan peralatan siaran peninggalan Belanda dan Jepang,
RRI (Radio Republik Indonesia) diresmikan berdirinya pada 11
September 1945, yaitu hari yang bertepatan dengan pertemuan
terakhir dari beberapa pertemuan yang membahas visi dan misi
RRI selaku lembaga penyiaran negara yang merdeka.
Pertemuan terakhir itu di antaranya mengatur strategi
pemancar mobil untuk gerilya yang akan menjamin kelangsungan
siaran RRI da. lam keadaan apa pun dengan semboyan yang
terkenal: “Sekali di udara tetap di udara”.
Sejarah singkat RRI mulai dari menjelang hari Proklamasi
Kemerdekaan, diuraikan sebagai berikut:Pada 14 Agustus 1945,
Bung Karno dan Bung Hatta tiba di Bandara Ke mayoran dari
Saigon. Jusuf Ronodipuro meliput di bandara. Dalam wawan
caranya di bandara, Bung Karno mengatakan bahwa untuk
memperoleh ke merdekaan tidak perlu menunggu jagung
berbunga, Bung Karno mengutip ramalan Joyoboyo. Pada waktu
itu tidak ada yang tahu bahwa Tenno Heika (Kaisar Jepang) telah
menyatakan menyerah kalah kepada sekutu.
Pada 15 Agustus 1945, ruang lobi radio Jepang di Jakarta
yang biasa nya ramai, kelihatan lengang. Pegawai-pegawai wanita
Jepang kelihatan menyeka air mata. Di ruang pemberitaan hadir
Bachtiar Lubis dan Jusuf Ronodipuro. Kemudian Mochtar Lubis
(adik Bachtiar Lubis) datang ke stu dio menginformasikan bahwa
Jepang telah menyerah. Informasi ini diperoleh dari siaran BBC
karena dia bekerja di bagian monitoring.
Kempetai-kempetai berdatangan ke studio. Di halaman
mereka ber pakaian seragam, melakukan penjagaan ketat, dan di
dalam studio mereka berpakaian sipil. Kamar-kamar penyiar dan
ruang kontrol dijaga ketat. Pesawat-pesawat telepon juga dijaga
ketat.
Kepala Bagian Umum radio Jepang, Okonogi
mengumumkan bahwa seluruh pegawai radio yang telah berada
dalam kompleks, dikonsinyasi. Siaran luar negeri tidak boleh
mengudara, dan hanya siaran dalam negeri yang diperbolehkan.
Pada 16 Agustus 1945, dari pagi hingga malam tidak terjadi
apa-apa. Kompleks radio tetap dijaga ketat. Siaran dalam negeri
berjalan seperti bi asa menyiarkan lagu-lagu Jepang dan
Indonesia, serta berita-berita yang masih memanipulasi
"kemenangan" Jepang.
Kemudian pada tengah malam terdengar suara gaduh di
gerbang stu dio. Ternyata Sukarni (tokoh pemuda) datang
bersama beberapa opsir Ang katan Laut Jepang, tetapi dihalangi
masuk oleh kempetai yang berjaga di depan gerbang Sukarni
datang membawa konsep teks proklamasi setelah selesai
mengikuti rapat di rumah Laksamana Maeda bersama dengan
tokoh pemimpin Indonesia, antara lain Bung Karno dan Bung
Hatta.
Pada 17 Agustus 1945 pagi hari, siaran dalam negeri terus
berjalan. Berita-berita disiarkan dari sumber Domei (Kantor Berita
Jepang). Pegawai pegawai yang ada di studio tetap dalam status
konsinyasi, Pukul 09.00 Des Alwi, operator radio Jepang (Jakarta
Hoso Kyoku) yang tidak ikut kon sinyasi berhasil masuk ke studio
dan menginformasikan bahwa Indonesia telah merdeka. Kurang
lebih pukul 13.00 terjadi keributan lagi di lobi studio. Ternyata 810
orang mahasiswa Fakultas Kedokteran datang ke studio
membawa secarik kertas (kemungkinan salinan teks proklamasi),
yang ber maksud mengumumkan hal itu. Tetapi, salah seorang
dari rombongan ma hasiswa membawa pistol dan kemudian
terjatuh dan diketahui oleh kempetai yang sedang berjaga. Pistol
dan kertas ini dirampas oleh kempetai dan mereka diusir keluar
dari kompleks studio.
Sekitar pukul 17.30, ketika pegawai yang dikonsinyasi
sedang bersiap siap berbuka puasa, seorang wartawan Domei
bernama Sjachruddin, ber hasil memanjat tembok belakang
gedung radio dari Jalan Tanah Abang dan menyelusup ke ruang
pemberitaan. Sjachruddin membawa teks proklamasi yang
diterima dari Adam Malik untuk disiarkan melalui radio.
Pada pukul 18.00, para petugas pemberitaan, siaran, dan
teknik berun ding di ruangan pemberitaan untuk mencari
kesempatan menyiarkan teks proklamasi. Petugas teknik
menginformasikan bahwa studio luar negeri yang tidak mengudara
berada dalam keadaan kosong. Studio itu dapat di gunakan dan
beberapa petugas teknik akan mengatur line modulasi dari sana
yang dapat langsung ke pemancar 10 kilo watt yang terletak di
Tanjung Priok. Siaran studio dalam negeri tidak dihubungkan ke
pemancar, tetapi tetap dihubungkan ke speaker, sehingga bagi
orang-orang yang berada di studio terkesan bahwa siaran dalam
negeri tetap mengudara.
Pada pukul 19.00, teks proklamasi dibacakan secara
bergantian dalam bahasa Indonesia oleh Jusuf Ronodipuro dan
dalam bahasa Inggris oleh Suprapto.
Para teknisi yang berperan pada waktu itu antara lain Djoa
Saragih, Tadjuddin, dan Ismangun Irsan. Penyiaran teks
proklamasi tersebut melalui radio di Jakarta berlangsung berkali-
kali selama 15 menit dan pembacaan yang sama dilakukan juga
oleh Radio Bandung melalui gelombang 13, 16, 19, 25, dan 40
meter dengan para penyiar seperti Sakti Alamsyah, Abdul Hanan,
dan Sjam Amir.
Di Jakarta, setelah teks proklamasi tersebut disiarkan, para
pegawal si aran dan teknik berkumpul di ruang perkabaran
membicarakan kemungkin an-kemungkinan selanjutnya. Pada
pukul 20.30 para kempetai datang ke ruang pemberitaan karena
peristiwa penyiaran teks proklamasi tanpa izin tersebut telah
diketahui oleh Jepang. Para pembaca teks proklamasi disiksa oleh
kempetai. Langkah selanjutnya dari pihak Jepang atas insiden ini,
D. rektur Jenderal Hoso Kyoku Tomobaci datang ke studio dan
membubarkan konsinyasi pegawai. Semua pegawai disuruh keluar
dari kompleks studio dan seluruh siaran dihentikan. Di Bandung,
siaran radio juga dihentikan pada pukul 21.00 pada 17 Agustus
1945.
Karena Jakarta Hoso Kyoku tidak mungkin digunakan lagi,
maka para pejuang radio segera mengupayakan menginstalasi
pemancar-pemancar radio siaran perjuangan yang dikoordinasikan
oleh dr. Abdul Rachman Sa leh. Suku cadang pemancar dicuri dari
gudang Hoso Kyoku (di Jalan Medan Merdeka Selatan sekarang)
oleh para pejuang teknik antara lain Susetyo dan Wagiman.
Pemancar-pemancar yang selesai diinstalasi di rumah dr.
Abdul Rach man Saleh di Jalan Kimia dibawa secara sembunyi-
sembunyi ke Laborato rium Sekolah Kedokteran di Salemba
Pada 25 Agustus 1945, Presiden Soekarno melakukan
pidato radiomelalui pemancar bersejarah itu yang berkekuatan 50
watt. Pengantar siaran ialah 'this is the voice of free Indonesia:
Siaran dibuka dan ditutup dengan lagu kebangsaan Indonesia
Raya.
Pihak Jepang yang merasa kecolongan terus berusaha
mencari peman car "gelap tersebut. Demi kelanggengan dan
kelanjutan siaran perjuangan, pemancar alternatif diinstalasi di
lokasi lain, yaitu di Menteng Raya No. 74. Secara estafet, kedua
pemancar tersebut secara bergantian setiap malam
menggelorakan semangat perjuangan bangsa. Melalui pemancar
yang berlokasi di Menteng Raya No. 74, Wakil Presiden Bung
Hatta melaku kan pidato radio pada 29 Agustus 1945. Kedua
pemancar yang bersejarah itu tidak pernah ditemukan oleh
kempetai sampai Jepang angkat kaki dari Indonesia.
Cikal bakal stasiun radio yang berasal dari zaman Belanda
dan Jepang itu di daerah kemudian menjadi RRI stasiun daerah
bersangkutan, yang dinamai Stasiun Nusantara, Stasiun Regional-
I, dan Stasiun Regional-II, sesuai dengan tingkatan daerahnya,
provinsi dan kabupaten. Hingga saat ini RRI memiliki format
stasiun seperti pengaturan sebelumnya, hanya saja mengalami
perubahan sebutan. Stasiun Pusat Jakarta menjadi Sta siun
Cabang Utama, Stasiun Regional-I menjadi Stasiun Cabang
Madya, dan Stasiun Regional-II menjadi Stasiun Cabang Pratama.
Tetapi, de ngan diundangkannya PP No. 12/2005 tentang
Lembaga Penyiaran Pub lik RRI, maka strata stasiun RRI ini
menjadi Kelas-A, Kelas-B, dan Kelas C. Sementara kewajiban
wilayah jangkauan serta level pejabatnya dalam tataran
kepegawaian negeri, sesuai dengan pengaturan sebelumnya.
RRI merupakan radio yang mempunyai jaringan siaran
terbesar di Indonesia, yaitu 60 stasiun dengan 191 program di
Indonesia. Berdasarkan penelitian yang diselenggarakan
Universitas Indonesia pada 2003, RRI telah menjangkau 83
persen penduduk Indonesia.
Selanjutnya, dari kalangan swasta dalam dunia peradioan di
Indo nesia juga ikut berpartisipasi. Tercatat di Direktorat Jenderal
Postel Depkominfo, hingga 2009, tidak kurang dari 200 stasiun
penyiaran FM dan tidak kurang dari 100 stasiun AM (MW) yang
beroperasi di Indo nesia. Di Ibu Kota Jakarta saja tercatat 43 buah
stasiun radio FM yang beroperasi di samping FM RRI.
Menurut sejarahnya, embrio keberadaan siaran radio swasta
di In donesia adalah radio amatir. Radio amatir menjamur pada
awal Orde Baru (1966), namun dalam pertumbuhannya
menyimpang dari disiplin fungsi amatir.
Untuk menertibkan pertumbuhannya, Direktorat Jenderal
RTF du duk bersama-sama dalam tim antardepartemen, mulai
memberikan pe ran pembinaan terhadap siaran-siaran radio amatir
yang menyimpang tersebut. Pembinaan dilandasi (diawali) dengan
PP No. 55/1970 tentang Radio Siaran Non-Pemerintah. Lingkup
pembinaan Direktorat Jenderal RTF ialah di bidang software yang
merupakan syarat awal dari langkah pembinaan hardware oleh
departemen lain.
Pembinaan software ini dilandasi oleh Kepmenpen No.
39/1971 ten tang Petunjuk Kebijaksanaan Penyelenggaraan Acara
Siaran serta Isi Si aran bagi Radio Siaran Non-Pemerintah
(RSNP).
Para penyelenggara siaran radio non-pemerintah yang ada
me nyambut baik usaha tersebut dengan dibentuk organisasi
Persatuan Radio Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) pada 17
Desember 1974. Pemerintah mengukuhkan wadah ini melalui
Kepmenpen No. 242/1977 tanggal 8 Desember 1977.
Direktorat Jenderal RTF terus berupaya menyempurnakan
dan me ningkatkan kualitas pembinaan. Dalam pelaksanaan
pembinaan terse but telah diterbitkan Kepmenpen No.
226/Kep./Menpen/1984 tentang Penyempurnaan Pasal-pasal
dalam Kepmenpen No. 24/Kep./Menpen/ 1978 yang memperjelas
ketentuan wajib relai bagi seluruh RSNP dan menetapkan Kepala
Kantor Wilayah Deppen selaku Ketua Badan Pem bina Radio
Siaran Non-Pemerintah (BPRSNP) di daerah.
Sebagai petunjuk pelaksanaan pembinaan tersebut telah
pula diter bitkan Instruksi Dirjen RTF No. 01/Instr/Dirjen/RTF/1985
tanggal 1 Januari 1985 tentang Penyelenggaraan Siaran oleh
Radio-radio Siaran Non-RRI. Pedoman petunjuk pelaksanaan ini
berlaku untuk Radio Si aran Non-Pemerintah.
Selain itu, dilakukan pula evaluasi secara cermat dan
bertahap me ngenai pemenuhan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku meliputi pemilikan, status badan hukum,
keanggotaan PRSSNI, dan ketaatannya dalam melaksanakan
ketentuan wajib relai.
Hasil evaluasi tersebut digunakan sebagai dasar
dikeluarkannya rekomendasi perpanjangan izin Radio Siaran
Swasta (RSS) oleh Direk torat Jenderal RTF. Rekomendasi
perpanjangan izin RSS dikeluarkan se belum diterbitkannya surat
perpanjangan izin radio oleh Ditjen Postel. Bagi RSS yang belum
memenuhi seluruh ketentuan yang berlaku, proses pemberian
rekomendasi perpanjangan izinnya ditunda dan/atau tidak
diterbitkan.
Kemudian diterbitkan pula Edaran Direktur Jenderal RTF No.
175/ RTF/K/11/1989 tanggal 11 Februari 1989 tentang Mekanisme
Perizinan Radio Siaran Swasta. Edaran ini dimaksudkan untuk
menertibkan pela yanan perizinan dan agar masyarakat serta para
penyelenggara RSS bisa mengetahui urutan persyaratan
administratif yang harus dipenuhi terlebih dahulu.
Radio siaran pertama yang muncul pada saat itu bernama
Radio Ampera, yang menggunakan mobil unit sebagai sarana
siarannya. Setelah itu bermunculan radio-radio siaran amatir
lainnya, seperti Radio Lasy kar Arief Rahman Hakim, Radio
Pancasila, 8EH2C Radio Eksperimen Fakultas Teknik UI, Radio
KAMI, Radio Mahasiswa Djakarta, Radio Ragam, ARH22, Radio
Swanara, RC77, RS92, Radio Mahasiswa Tebet, Radio.

2. Sejarah Penyiaran Televisi di Indonesia


Pada tahun yang bersamaan dengan pemunculan konsep
penyiaran Radio FM, penyiaran televisi juga berkembang dan
tercatat pada 1939 di satu World’s Fair di Amerika, Zworykin yang
dibantu oleh Philo Farnsworth berhasil memperkenalkan pesawat
televisi pertama. Kemajuan di bidang telvisi ini didahului oleh
penemuan Vladimir Kozmich Zworykin,1 yaitu berupa sistem

1
Vladimir Kozmich Zworykin (Russia, 30 Juli 1889-29 Juli 1982) adalah penemu
dan insinyur kebangsaan Russia-Amerika, dan merupakan pionir dari teknologi televisi.
Bahkan beberapa penulis biografi mengatakan bahwa dia merupakan ‘true inventor’
televisi.
tabung-pengambil-gambar (pickup tube) iconoscope yang
merupakan bagian dari kamera elektronik pada 1923.
a. Sebagai Penemuan Teknologi
1884 Paul Gottlieb Nipkow (22 Agustus 1860 – 24 Agustus
1940) peneliti berkebangsaan Jerman, membangun satu teknologi
piringan putar untuk mengirim sinyal gambar melalui kawat, sistem
ini dinamakan Nipkow Disk. Nipkow merupakan orang pertama
yang menemukan prinsip Scanning Televisi, yaitu mengambil
besaran intensitas cahaya pada bagian kecil gambar untuk dioleh
kemudian ditransmisikan.
1925 John Logie Baird (13 Agustus 1888- 14 Juni 1946)
peneliti berkebangsaan Inggris, penemu pertama sistem televisi.
Sistemnya dinamakan electromechanical television, John Baird
mengadopsi piringan putar Nipkow kemudian diterapkan secara
elektronik. JLB disebut sebaga bapak televisi.
1927 John L Baird berhasil mentransmisikan sinyal televisi
sejauh 705 km menggunakan jalur telepon London dan Glasgow.
Merupakan sistem penyiaran televisi pertama menggunakan
sistem 30 garis dari Baird, kemudian BBC menyiarkan program
televisinya antara 1929-1932. Pada perkembangannya pada 1936
jumlah sistem garis ditingkatkan menjadi 240 garis dengan
peralatan tambahan
1935 Vladimir Kozmich Zworykin menemukan sistem
cathoderaytube yang disebut kineskop yang digunakan sebagai
tabung gambar pada televisi
1948 Louis W Parker (1906-1993) lahir di Budapest,
Hongaria berimigrasi ke Amerika Serikat pada 1932, menemukan
sistem receiver televisi yang sekarang dipakai teknologinya yang
dikenal sebagai intercarrier sound system, menyinkronkan gambar
dan suara.
1953 merupakan saat pertama televisi berwarna
diudarakan komersial yang diresmikan FCC pada 17 Desember
1953. Sebelumnya tercatat Zworykin mengenalkan sistem televisi
berwarna pada tahun 1925.

b. Sebagai Industri
Akibat ditemukannya beberapa sistem dan konsep teknologi
televisi dari tahun ke tahun yang dipelopori Paul G. Nipkow pada
1884 dengan teknologi piringan putarnya, maka industry
pertelevisian pun ikut berkembang.
1929 BBC mengudarakan siaran percobaan menggunakan
temuan John L Baird, yaitu sistem televisi 30 garis dan
berkembang menjadi siaran regular pada 1936 dengan
menyiarkan sistem 405 garis dari perusahaan Marconi-EMI
(Electronic dan Musical Industry) secara alternatif.
1929 Penyiaran pertama televisi secara regular dimulai di
Jerman, kemudian menyiarkan liputan Olympic Games yang
disiarkan di stasiun di Berlin dan Leipzig.
1931 Penyiaran secara regular dimulai di Perancis.
1950 Deutsche-Welle berdiri yang terdiri dari stasiun televisi
dan radio, di kota Born.
1951 Stasiun TV Netherland-1 berdiri, merupakan
broadcasting pertama di Belanda
1952 CBC TV berdiri dengan stasiun pemancarnyadi
Montreal, Quebec.
1930-1939 Kawasan Eropa dan Amerika
1940-1949 Sebagian Asia/Jepang, Alaska.
1950-1959 Kanada, Amerika Latin, Afrika, dan Papua New
Guinea

c. Pertelevisian Indonesia
Kehendak rakyat dan pemerintah untuk mengadakan
medium televisi merupakan loncatan besar Bangsa Indonesia
dalam usaha mewujudkan cita-cita nasioanl. Keputusan ini
bermula dengan lahirnya ketetapan MPRS No. II/MPRS/1060,
menyebutkan pada Bab I Pasal 18, bahwa pembangunan siaran
televisi untuk keperluan pendidikan, yang pada tahap pertama
dibatasi pada tempat-tempat yang ada di Universitas do Indonesia.
Keputusan ini segera disusul dengan diterbitkan SK Menpen
No.20/SK/M/61 tertanggal 25 Juli 1961 tentang pembentukan
Panitia Persiapan Televisi (P2TV), Kemenpen ini berlaku surut
mulai 1 Juli 1961.

1) Siaran pertama TV Indonesia

Pada suasana 17 Agustus 1962, Setelah siaran berlangsung


beberapa jam, berakhirlah semuanya. Pawai dan penurunan
bendera sore harinya tidak disiarkan.

Dengan perasaan belum puas petugas mengadakan suatu


pertemuan di studio RRI, Merdeka Barat. Pada kesempatan ini
dikemukakan hal-hal yang kurang dalam menyelenggarakan
siaran yang baru saja berlalu. Mungkin dari luar terlihat berjalan
dengan lancar namun ke dalamnya terdapat kegugupan yang tidak
seharusnya terjadi, namun hal itu menjadi sangat berharga untuk
ke depannya.

Dari segi teknik studio, siaran pertama tidaklah buruk dan


tidak mengecewakan. Jika gambar yang dipancarkan tidak
memuaskan penonton, itu disebabkan oleh antenna besar
pemancar 10 kilo-watt yang belum terinstall sepenuhnya. Untuk
penyiaran upacara bendera digunakan pemancar 100 watt yang
dikenal dengan nama saluran-5. Beberapa hari kemudian,
pemancar 10 kw dengan menara antenna setinggi 80 meter
selesai dikerjakan sebelum Asian Games IV resmi dibuka, dengan
demikian TVRI siap sedia menyukseskan acara Pekan Olahraga
Asia tersebut. Medium televisi TVRI menggunakan standar televisi
CCIR dengan 625 garis serta frekuensi frame sebesar 50 hertz.

3. Sejarah New Media


Media baru atau new media merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan kecanggihan teknologi
komunikasi. Media merupakan sebuah wadah untuk menyalurkan
berbagai informasi. Dahulu seseorang akan menyampaikan
informasi melalui gambar atau simbol-simbol yang diukir di
dinding. Seiring dengan perkembangannya, media mulai
memasuki dunia teknologi.
McQuail mendefinisikan media baru sebagai tempat dimana
seluruh pesan komunikasi terdesentralisasi; distribusi pesan lewat
satelit meningkatkan penggunaan jaringan kabel dan komputer.
Definisi media baru yang diungkapkan di atas memberikan
pandangan bahwa munculnya media baru ditandai dengan
penggunaan media melalui jaringan internet.
Menurut Everrt M. Rogers terdapat empat era dalam sejarah
media baru diantaranya sebagai berikut:
a. Era tulisan
Era tulisan merupakan era pertama yang ada di kehidupan
manusia. Sebelum mengenal huruf biasanya manusia pada
masa ini menggunakan simbol-simbol yang diukir di dinding
maupun tanah sebagai medianya. Pertama kali tulisan dikenal
oleh bangsa Sumerians sekitar 4000 SM, awalnya mereka
menggunakan tanah untuk membentuk sebuah huruf atau
mengukir huruf di atas tanah. Tanah menjadi media untuk
memperlihatkan seni dalam komunikasi pada saat itu karena
belum ada kertas. Selain tanah, bangsa Sumerians juga
menggunakan bahan lainnya seperti kayu, batu, kulit, daun,
dan bahan hutan lainnya.
Kemudian tulisan mulai berkembang ke Negeri Cina sekitar
1041 M. Orang-orang Cina memiliki inovasi baru setelah
mengenal tulisan, yaitu dengan menciptakan alat sederhana
yang berfungsi sebagai alat untuk mencetak tulisan atau huruf
ke dalam kertas atau buku. Perkembangan tulisan mulai
berkembang lagi sekitar tahun 1241 di Negeri Korea. Orang
Korea lebih memilih untuk membuat alat yang mampu
memindahkan huruf yang akan dicetak dari tanah ke dalam
logam. Era tulisan masih berfungsi sampai saat ini dan
menggunakan alat-alat yang lebih modern seperti
menggunakan pensil, pulpen, kertas, buku, dan alat-alat
lainnya.
b. Era cetak
Era cetak merupakan era lanjutan dari era tulis. Era cetak
lahir ketika seorang berkebangsaan Jerman bernama
Gutenberg menemukan mesin cetak atau mesin press. Mesin
cetak pertama kali hanya digunakan untuk kepentingan tertentu
karena pada saat itu masyaarakat belum banyak yang
mengenal tulisan.
Seiring dengan meningkatkan kebutuhan teknologi di zaman
itu, pada tahun 1833, mesin cetak buatan Gutenberg
digunakan dalam penerbitan surat kabar Amerika yang
pertama bernama The New York Sun. Penyebaran surat kabar
didukung oleh gambar atau foto-foto yang menunjukan
peristiwa dalam surat kabar tersebut. Kemudian mesin cetak ini
digunakan oleh Daguerre untuk mencetak gambar atau foto
pada tahun 1839. Daguerre merupakan seorang yang
menemukan metode fotografi untuk surat kabar.
c. Era telekomunikasi
Era telekomunikasi disebut juga sebagai era teknologi. Pada
era ini teknologi mulai berkembang dalam kehidupan
masyarakat. Perkembangan media ini dimanfaatkan
masyarakat untuk mendapatkan informasi sebanyak-
banyaknya tanpa batas. Kecanggihan teknologi memberikan
kemudahan pada masayarakat karena tidak ada batasan jarak
dan waktu. Menurut Rogers, era telekomunikasi ini pertama kali
diperkenalkan saat Samuel Morse menemukan cara untuk
menyamapaikan informasi melalui kabel elektronika yang
dikenal sebagai telegraf, yang dikirim dari Baltimore ke
Washington DC.
Kemunculan telegraf berdampak pada inovasi-inovasi
teknologi seperti lahir televisi, radio, telepon, dan teknologi
canggih lainnya. Di zaman ini, manusia tidak lagi sulit untuk
memperoleh informasi. Rogers mendefinisikan teknologi
komunikasi sebagai peralatan-peralatan perangkat keras,
struktur organisasi, dan nilai sosial dengan mana individu
mengumpulkan, memproses dan terjadi pertukaran informasi
pada individu lainnya.
d. Era interaktif
Era interaktif merupakan perkembangan teknologi
komunikasi yang menggabungkan antara teknologi komputer
dan telekomunikasi. Era ini dimulai pada tahun 1946, ketika
Universitas Pennsylvania merancang ENIAC (Electronic
Numeric Integrator and Computer) yang digunakan para
Angkatan Darat Amerika untuk menghitung table tembakan
senjata. Kemudian dilanjutkan oleh William Shockley, John
Bardeen dan Walter Brattain yang menemukan transitor pada
pesawat radio pada tahun 1947. Temuan ini menjadi inovasi
dalam menggantikan tabung hampa.
Puncak era interaktif ini pada tahun 1990 ketika Tim Berners
Lee menemukan program editor dan browser yang berfungsi
untuk menghubungkan dari komputer satu ke komputer yang
lain. Penemuan tersebut menciptakan WWW (World Wide
Web).
Penemuan-penemuan ini yang menciptakan media baru
yang berfungsi untuk memudahkan manusia dalam melakukan
komunikasi. Misalnya kemunculan “multimedia” yaitu gabungan
antar teknologi seperti handphone yang bisa digunakan untuk
chat, video, call, videocall, akses internet, televisi, dan lainnya.

B. Pengertian dan Ruang Lingkup Penyiaran


1. Pengertian Penyiaran
Penyiaran atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai
broadcasting, adalah keseluruhan proses penyampaian siaran yang
dimulai dari penyiapan materi produksi, produksi, penyiapan bahan
siaran, kemudian pemancaran sampai kepada penerimaan siaran
tersebut oleh pendengar/pemirsa di satu tempat. Dari definisi umum
ini tampak bahwa, arti penyiaran berbeda dengan pemancaran.
Pemancaran sendiri berarti proses transmisi siaran, baik melalui
media udara maupun media kabel koaksial atau saluran fisik yang
lain.
Sebagaimana bahasa aslinya: broadcasting, penyiaran bersifat
tersebar kesemua arah (broad) yang dikenal sebagai omnidirectional.
Dari definisi sifat penyiaran ini dapat diketahui bahwa semua sistem
penyiaran yang alat penerima siarannya harus dilengkapi dengan satu
unit decoder, adalah kurang sejalan dengan definisi broadcasting.
Oleh karena itu, pada nama sistemnya harus ditambahkan kata
terbatas sehingga menjadi sistem penyiaran terbatas. Sistem
penyiaran terbatas misalnya pernah dilakukan oleh salah satu stasiun
TV swasta di Jakarta saat awal siarannya pada tahun 1980-an, yaitu
harus menggunakan unit decoder yang terkontrol oleh stasiun
bersangkutan, sehingga pemirsanya harus berlangganan.
Pasal 1 butir 2, Ketentuan Umum Undang-Undang No. 32/2002
tentang Penyiaran, memberikan definisi khusus penyiaran sebagai
kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran
dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan
bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
Definisi khusus yang dimaksudkan disini adalah berkaitan
dengan fungsi regulasi yang diamanatkan oleh UU tersebut, sehingga
definisinya dibatasi mulai dari kegiatan pemancarluasan siaran, yang
tentunya telah menggunakan ruang publik. Dengan demikian, di ruang
publik ini, penyiaran telah menggunakan spektrum frekuensi
penyiaran, telah melangsungkan proses komunikasi massa, dan
sebagainya. Sementara, proses produksi siaran tersebut, seperti
produksi paket siaran, belum masuk ke wilayah publik atau masih
bersifat intern stasiun penyiaran bersangkutan dan karenanya tidak
termasuk dalam pengaturan UU tersebut. Oleh karena itu, stasiun
penyiaran bebas menentukan, apakah paket itu akan diproduksi
sendiri atau dari rumah produksi (production house). Tetapi bila bahan
kontent tersebut kemudian disiarkan yang berarti masuk ke ruang
publik, dia harus mengikuti aturan tentang content yang disusun oleh
KPI (Komisi Penyiaran Indonesia).
Selanjutnya, dalam konsideran UU No.32/2002 butir ditegaskan
bahwa, lembaga penyiaran merupakan media komunikasi massa
yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial, budaya,
politik, dan ekonomi, memiliki kebebasan dan tanggung jawab dalam
menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan,
serta kontrol dan perekat sosial. Ini berarti media penyiaran berperan
sebagai media massa yang sejajar dengan media cetak dan media
tatap muka.
2. Jenis-Jenis Media Penyiaran

Riswandi (2009:2) menjelaskan bahwa Media Penyiaran adalah


radio dan televisi dengan pemahaman sebagai berikut:2

a. Radio adalah media elektronik yang bersifat khas sebagai media


audio. Oleh karena itu, ketika khalayak menerima pesan dari
pesawat radio, khalayak pada tatanan mental yang pasif dan
bergantung pada jelas tidaknya kata-kata yang diucapkan oleh
penyiar.
b. Televisi merupakan media yang dapat mendominasi komunikasi
massa karena sifatnya yang dapat memenuhi kebutuhan dan
keinginan khalayak.

Jenis media penyiaran akan tercermin pada tayangan


siarannya di layar kaca. Dalam ini terdapat beberapa klasifikasi pada
jenis media penyiaran yang dapat terbagi menurut format siaran,
sumber pendanaan, wilayah cakupan layanannya, fungsi dalam
jaringan, menurut kelas dalam jaringan nasional (PP No.12/ 2005
tentang LPP RRI), dan menurut UU No.32/2002 tentang Penyiaran.3

a. Menurut format siaran, berarti dari jenis program yang disajikan


setiap harinya (rundown) yang biasanya dirancang dalam satu
tahun anggaran, maka media penyiaran dapat diklasifikasikan,
sebagai: media penyiaran pendidikan, media penyiaran berita,
media penyiaran hiburan, dan media penyiaran umum.
b. Menurut sumber pendanaan, berarti dari asal perolehan dana yang
digunakan untuk penyelenggaraan penyiaran, maka media
penyiaran dapat diklasifikasikan sebagai: media penyiaran publik,
media penyiaran swasta, dan media penyiaran komunitas.

2
Riswandi, Dasar-Dasar Penyiaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm 2.
3
Hidajanto Djamal dan Andi Fachruddin, Dasar-Dasar Penyiaran: Sejarah,
Organisasi, Operasional, dan Regulasi: Edisi Kedua, (Jakarta: Kencana, 2021), hlm 53-
57.
c. Menurut wilayah cakupan layanan, berarti dari luas wilayah yang
dapat menangkap siaran stasiun penyiaran tersebut, maka media
penyiaran dapat diklasifikasikan sebagai: media penyiaran lokal,
media penyiaran regional, media penyiaran nasional (RRI dari
siaran stasiun pusat Jakarta), dan media penyiaran internasional
(seperti VOI, BBC, ABC).
d. Menurut fungsinya dalam jaringan, berarti dari status dalam
jaringan secara operasional sehari-hari, maka media penyiaran
dapat diklasifikasikan sebagai: media penyiaran induk, dan media
penyiaran relai.
e. Menurut kelas dalam jaringan nasional, berarti dari strata dalam
organisasi lembaga penyiaran tersebut. Nomenklatur kelas ini
dicantumkan dalam Peraturan Pemerintahan No 12/2005 tentang
LPP RRI Pasal 18. Dalam hal ini, media penyiaran dapat
diklasifikasikan sebagai: media penyiaran kelas A (stasiun pusat
yang berkedudukan di ibu kota Jakarta/ pusat), media penyiaran
kelas B (stasiun daerah yang berkedudukan di ibu kota provinsi),
dan media penyiaran kelas C (stasiun daerah yang berkedudukan
di ibu kota wilayah).
f. Menurut UU No.32/2002 tentang Penyiaran, media penyiaran
disebut sebagai lembaga penyiaran yang terdiri dari jasa
penyiaran radio dan televisi. Dalam hal ini, media penyiaran dapat
diklasifikasikan sebagai (Pasal 13 UU tersebut) yaitu Lembaga
Penyiaran Publik (LPP), Lembaga Penyiaran Swasta (LPS),
Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK), dan Lembaga Penyiaran
Berlangganan (LPB).

3. Karakteristik Media Penyiaran

Media penyiaran televisi dan radio mempunyai karakteristik


sebagai media yang menguasai ruang tetapi tidak menguasai waktu,
sementara media cetak menguasai waktu tetapi tidak menguasai
ruang. Artinya, siaran dari suatu media televisi atau radio dapat
diterima di mana saja dalam jangkauan pancarannya (menguasai
ruang), tetapi siarannya tidak dapat dilihat kembali (tidak menguasai
waktu). Adapun media cetak untuk sampai kepada pembacanya
memerlukan waktu (tidak menguasai ruang), tetapi dapat dibaca
kapan saja dan dapat diulang-ulang (menguasai waktu). Karena
perbedaan sifat inilah yang menyebabkan adanya jurnalistik televisi,
radio, dan juga cetak, namun semuanya tetap tunduk pada ilmu
induknya, yaitu ilmu komunikasi.

Siaran televisi sesuai dengan sifatnya yang dapat diikuti secara


audio dan visual (suara dan gambar), dan secara bersamaan oleh
semua lapisan masyarakat, maka siaran televisi mempunyai
kemungkinan tidak dapat memuaskan semua lapisan masyarakat
secara merata. Satu contoh, siaran televisi program tertentu dapat
membuat kagum dan memukau sebagian penontonnya, tetapi
sebaliknya siaran tersebut dapat membuat jemu atau bosan sehingga
menyebabkan rasa tidak puas bagi penonton lainnya. Suatu program
tertentu mungkin disukai oleh kelompok masyarakat terdidik, namun
program itu akan ditinggalkan kelompok masyarakat lainnya.
Demikian juga pada media penyiaran ra- dio yang mempunyai bentuk
informasi berupa audio saja.

Adapun beberapa karakterisitik media penyiaran dan media


cetak, sebagai berikut:4

Jenis media Sifat


Cetak  Dapat dibaca, di mana dan
kapan saja
 Dapat dibaca berulang-ulang
 Daya pengaruh

4
J.B. Wahyudi, Teknologi Informasi dan Produksi Citra Bergerak, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1992).
kurang/rendah
 Pengolahan secara mekanik
atau elektris
 Biaya operasional relatif
rendah
 Daya jangkau populasi
terbatas
Penyiaran Radio  Dapat didengar ketika siaran
 Dapat didengar kembali bila
siaran ulang
 Daya pengaruh
kurang/rendah
 Pengolahan secara elektronik
 Biaya operasional relatif
murah
 Daya jangkau populasi luas
Penyiaran Televisi  Dapat didengar dan dilihat
ketika siaran
 Dapat didengar/dilihat
kembali bila siaran ulang
 Daya pengaruh sangat tinggi
 Pengolahan secara elektronik
 Biaya operasional sangat
tinggi
 Daya jangkau populasi luas
BAB III

Anda mungkin juga menyukai