Anda di halaman 1dari 42

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka ini memuat uraian sistematis tentang kajian teori dan

tinjauan temuan-temuan hasil penelitian terdahulu yang gayut dengan

permasalahan penelitian. Pada bagian kajian teori secara berturut-turut akan

dideskripsikan teori-teori yang berkaitan dengan (1) hakikat kemampuan menulis

puisi, (2) hakikat pengetahuan bahasa figuratif, dan (3) hakikat motivasi

berprestasi. Kemudian akan dilanjutkan dengan tinjauan temuan-temuan hasil

penelitian terdahulu. Berikut ini adalah kajian teori.

1. Hakikat Kemampuan Menulis Puisi

Banyak ahli mendefinisikan istilah kemampuan. Nurhadi dan Agus (2003:

15) menyebutkan bahwa kemampuan merupakan pengetahuan, keterampilan dan

nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Hal senada

diungkapkan oleh Yulaelawati (2004: 16), yang menjelaskan bahwa kemampuan

merujuk pada pengetahuan fundamental, keterampilan, dan pembawaan perilaku,

berkaitan pada keadaan seseorang dalam menunjukkan pemilikan suatu

kompetensi. Adapun Departemen Pendidikan Nasional (2003: 1)

menyederhanakan pengertian kemampuan (kompetensi) sebagai pengetahuan,

keterampilan, dan nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Jadi, kemampuan ini merujuk pada “kemampuan mendemonstrasikan

pengetahuan” (Suparno, 2001: 27).


commit to user

10
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

Berbagai definisi kemampuan tersebut menunjukkan bahwa kemampuan

lebih luas cakupan pengertiannya daripada keterampilan. Kemampuan ini lebih

mudah diukur dibandingkan dengan keterampilan. Selain itu, kemampuan

menggambarkan perilaku belajar yang terkini karena diadopsi sebagai model

kurikulum yang mutakhir, yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004

dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Oleh karena itu, dapat

disimpulkan bahwa kemampuan (kompetensi) adalah sekumpulan pengetahuan,

keterampilan, sikap, dan nilai sebagai kinerja yang berpengaruh terhadap peran,

perbuatan, prestasi, serta pekerjaan seseorang.

Untuk melakukan suatu kemampuan, seseorang memerlukan pengetahuan

khusus, keterampilan proses, dan sikap. Philipe Perrenoud (dalam Suparno, 2001:

29) menjelaskan beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang dalam

mengambil keputusan, yaitu mampu: (a) mengidentifikasi, menilai dan

mempertahankan sumber-sumber, keterbatasan, dan hak-hak, serta kebutuhan-

kebutuhan; (b) secara sendiri maupun berkelompok membentuk dan

melaksanakan projek serta menyusun strategi; (c) menganalisis situasi, hubungan,

dan medan kekuatan secara sistematis; (d) bekerjasama, bertindak sinergik,

berpartisipasi, dan berbagi tugas kepemimpinan; (e) mengelola dan menyelesaikan

konflik; (f) mengurai atau menyusun dalam urutan dan bekerja berdasarkan

aturan-aturan; dan (g) membangun aturan-aturan yang mengatasi perbedaan-

perbedaan kultural.

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap kemampuan

memerlukan pengembangan menyeluruh, dan berpikir kritis,serta praktik


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

reflektif yang akan membangun sejumlah pengetahuan, dan pengalaman hidup

bagi seseorang.

Salah satu kemampuan berbahasa adalah kemampuan menulis. Para pakar

telah banyak mendefinisikan arti menulis. Akhdiah (lewat Krisnawati, 1997)

mendefinisikan menulis sebagai kegiatan mengorganisasikan gagasan secara

tematik serta mengungkapkannya secara tersirat. Adanya gagasan dalam menulis

mengandung arti bahwa dalam menulis terdapat pesan yang disampaikan penulis

kepada pembaca dalam bentuk karangan.

Supriadi (1997) berpendapat bahwa menulis merupakan suatu proses kreatif

yang banyak melibatkan cara berpikir divergen (menyebar) daripada konvergen

(memusat). Menulis tidak ubahnya dengan melukis. Penulis memiliki banyak

gagasan dalam menuliskannya. Secara teknis, ada kriteria-kriteria yang dapat

diikutinya, tetapi wujud yang akan dihasilkan itu sangat bergantung pada

kepiawaian penulis dalam mengungkapkan gagasan. Banyak orang mempunyai

ide-ide bagus di benaknya sebagai hasil dari pengamatan, penelitian, diskusi, atau

membaca. Akan tetapi, begitu ide tersebut dilaporkan secara tertulis, laporan itu

terasa amat kering, kurang menggigit, dan membosankan. Fokus tulisannya tidak

jelas, gaya bahasa yang digunakan monoton, pilihan katanya (diksi) kurang tepat

dan tidak mengena sasaran, serta variasi kata dan kalimatnya kering.

Kondisi itu dapat terjadi pula pada kegiatan menulis puisi. Puisi adalah

bentuk karya sastra yang paling tua. Karya-karya besar dunia yang bersifat

monumental ditulis dalam bentuk puisi. Karya-karya pujangga yang besar seperti:

Oedipus, Antigone, Hamlet, Macbeth, Mahabharata, Ramayana, Bharata Yudha


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

ditulis dalam bentuk puisi. Puisi tidak hanya dipergunakan untuk karya-karya

besar, namun ternyata puisi juga sangat erat kaitannya dalam kehidupan sehari-

hari. Dunia telah diperindah dengan puisi. Nyanyian-nyanyian yang

diperdengarkan tidaklah semata-mata hanya lagunya yang indah, tetapi terlebih

lagi isi puisinya mampu menghibur manusia. Puisi-puisi cinta didengarkan oleh

para penyanyi dari berbagai kurun waktu dan anehnya tidak pernah membosankan

karena selalu diperbarui oleh penyairnya, dalam hal ini penulis lirik lagu itu

(Waluyo, 2002:1).

Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang

artinya berarti penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah

poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam

Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti

membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang

yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa

atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan

tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang

dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.

Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi

yang dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.

Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang

terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepat-tepatnya

dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur

dengan unsur lain sangat erat hubungannya.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat

musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu

seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang

menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan

mempergunakan orkestra bunyi.

Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan

yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden

mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang

bercampur-baur.

Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran

manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama.

Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya

selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya

penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya

berturut-turut secara teratur).

Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang

paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat

mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan,

kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian

orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah

untuk direkam.

Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran,

namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang

puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinasi, pemikiran, ide,

nada, irama, kesan panca-indera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan

perasaan yang bercampur-baur.Sebuah puisi dibangun atas beberapa unsur.

Adapun unsur-unsur puisi sebagai berikut.

Richards (dalam Tarigan, 1986) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari

(1) hakikat puisi yang melipuiti tema (sense), rasa (feeling), amanat (intention),

nada (tone), serta (2) metode puisi yang meliputi diksi, imajeri, kata nyata, majas,

ritme, dan rima.

Waluyo (1987) yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik

atau yang disebut pula sebagai struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang

berupa ungkapan batin pengarang.

Altenberg dan Lewis (dalam Badrun, 1989:6) tidak menyatakan secara jelas

tentang unsur-unsur puisi, namun dari outline buku mereka bisa dilihat adanya (1)

sifat puisi, (2) bahasa puisi: diksi, imajeri, bahasa kiasan, sarana retorika, (3)

bentuk: nilai bunyi, verifikasi, bentuk, dan makna, (4) isi: narasi, emosi, dan tema.

Dick Hartoko (dalam Herman J. Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur

penting dalam puisi, yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur

sintaksis puisi. Unsur tematik puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi,

unsur sintaksis menunjuk ke arah struktur fisik puisi.

Meyer menyebutkan unsur puisi meliputi (1) diksi, (2) imajeri, (3) bahasa

kiasan, (4) simbol, (5) bunyi, (6) ritme, (7) bentuk (Badrun, 1989:6).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur puisi

meliputi (1) tema, (2) nada, (3) rasa, (4) amanat, (5) diksi, (6) imaji, (7) bahasa

figuratif, (8) kata konkret, (9) ritme dan rima. Unsur-unsur puisi ini, menurut

pendapat Richards dan Waluyo dapat dipilah menjadi dua struktur, yaitu struktur

batin puisi (tema, nada, rasa, dan amanat) dan struktur fisik puisi (diksi, imajeri,

bahasa figuratif, kata konkret, ritme, dan rima).

Selain mempunyai unsur-unsur, puisi juga mempunyai dua struktur, yaitu

struktur lahir dan struktur batin. Struktur fisik puisi dijelaskan sebagai berikut.

Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak

dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang

tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal

tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.

Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam

puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat

mengungkapkan banyak hal, kata-katanya harus dipilih secermat mungkin.

Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi,

dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 1987:68-69) menjelaskan bahwa

bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek penyimpangan, yaitu penyimpangan

leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan

sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh

kelompok/ profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno),

dan penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga titik)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan

pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat

dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan

imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-

akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.

Kata konkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang

memungkin-kan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau

lambang. Misalnya kata kongkret “salju” melambangkan kebekuan cinta,

kehampaan hidup, dan lain-lain. Kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan

tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dan lain-lain.

Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/

meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128).

Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan

banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut

juga majas. Adapaun macam-macam majas antara lain metafora, simile,

personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme,

antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga

paradoks.

Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah

persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima

mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan

efek magis pada puisi Sutadji C.B., (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi,

asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya (Waluyo,1987:92), dan (3)

pengulangan kata/ ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek,

keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi. Adapun

struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai berikut.

Tema/ makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah

hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata,

baris, bait, maupun makna keseluruhan.

Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang

terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar

belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan,

agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia,

pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman

pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak

bergantung pada kemampuan penyair memilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan

bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan,

pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan

psikologisnya.

Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga

berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan

nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan

masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada

sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca dan lain-lain.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

Amanat/ tujuan/ maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang

mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum

penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

kemampuanmenulis puisi merupakan kegiatan mengorganisasikan gagasan secara

tematik dan mengungkapkannya melalui puisi.Puisitersebutmemiliki unsur-unsur

berupa emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan panca-indera, susunan

kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.

Penilaian terhadap puisimempunyai kelemahan pokok, yakni rendahnya

kadar objektivitas. Berapapun kadarnya, unsur subjektivitas penilai pasti

berpengaruh(Nurgiantoro, 2001: 303). Dengan demikian, perlu dipikirkan dan

ditentukan langkah dan teknik yang tepat untuk memperkecil kadar subjektivitas

tersebut.

Menurut Zaini Machmoed (dalam Nurgiantoro,2001: 305) dijelaskan bahwa

penilaian yang dilakukan terhadap tulisan siswa biasanya bersifat holistik,

impresif, dan selintas. Jadi, merupakan penilaian yang bersifat menyeluruh

berdasarkan kesan yang diperoleh dari membaca tulisan secara selintas. Agar guru

dapat menilai secara lebih objektif dan dapat memperoleh informasi yang lebih

rinci tentang kemampuan siswa untuk keperluan diagnostik-edukatif, penilaian

hendaknya disertai dengan penilaian yang bersifat analisis (Nurgiantoro, 2001:

305).

Selanjutnya, dijelaskan bahwa penilaian dengan pendekatan analisis

merinci tulisan ke dalam aspek-aspek atau kategori-kategori tertentu. Kategori-


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

kategori tersebut bervariasi. Namun, kategori-kategori pokok yang berada di

dalamnya hendaknya meliputi: (1) kualitas dan ruang lingkup isi, (2) organisasi

dan penyajian isi, (3) gaya dan bentuk bahasa, (4) mekanik: tata bahasa, ejaan,

tanda baca, kerapian tulisan, dan kebersihan, dan (5) respon afektif guru terhadap

karya tulis. (Zaini Machmoed dalam Nurgiantoro, 2001: 305).

Serupa dengan pengategorian di atas, Harris, Amran

Halim(dalamNurgiantoro, 2001: 306) mengategorikan penilaian tulisan meliputi:

isi gagasan yang dikemukakan (content), organisasi isi (form), tata bahasa dan

pola kalimat (grammar), gaya: pilihan struktur dan kosakata (style), dan ejaan

(mechanics).

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa agar dalam penilaian

terhadap tulisan siswa lebih representatif dan objektif, maka unsur-unsur yang

akan dinilai perlu dirumuskan terlebih dahulu. Di samping penilaian dilaksanakan

secara rinci, maka perlu dipertimbangkan segi keadilan. Artinya, masing-masing

kategori perlu diberi bobot yang berbeda sehingga dapat mencerminkan tingkat

pentingnya masing-masing unsur. Unsur yang penting perlu diberi bobot yang

lebih tinggi.

Mendasarkan pada teori-teori atau konsep yang telah dipaparkan di atas,

dapat disintesikan bahwa pada hakikatnya kemampuan menulis puisi adalah

kemampuan siswa dalam mengekspresikan atau menuangkan ide perasaannya ke

dalam kata-kata yang indah, penuh makna dengan memanfaatkan penggunaan

bahasa figuratif yang baik, pemilihan kata (diksi) yang tepat, aspek imaji yang

pas, penggunaan kosakata yang matang, dan repetisi bunyi yang elok.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

2. Hakikat Pengetahuan Bahasa Figuratif

a. Pengertian Bahasa Figuratif

Bahasa figuratif menurut Pradopo (1997: 61-62) disamakan dengan bahasa

kiasan. Bahasa figuratif dirumuskan sebagai bahasa yang menyebabkan sajak

menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan menimbulkan

kejelasan gambaran angan. Selain itu Shreiber dalam jurnalnya Figurative

Language in Delbo’s Auschwitz et Apres menyatakan figurative language to

appeal to our imagination makes her work a rich example to examine.Hal ini

selaras dengan pendapat Keraf (2004: 135) bahwa, bahasa figuratif ialah bahasa

yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara pengiasan yakni,

pengungkapan makna secara tidak langsung. Hal ini dilatar belakangi agar

terhindar dari keterbatasan kata-kata denotatif.

Bahasa figuratif yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/

meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128).

Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan

banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83).

b. Jenis-jenis Bahasa Figuratif

Bahasa kias atau bahasa figuratif pada dasarnya memiliki banyak jenis,

meski demikian bahasa figuratif memiliki sifat yang umum, yaitu bahasa figuratif

tersebut mempertalikan sesuatu dengan menenghubungkannya dengan hal yang

lain (Alternberd dalam Pradopo, 1997: 62). Dengan kata lain, bahasa figuratif
commit to user
memperbandingkan sesuatu dengan yang lain. Jenis-jenis bahasa figuratif menurut
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

Pradopo (1997: 23) adalah simile, metafora, perumpamaan epos (epic simile),

personifikasi, metonimi, sinekdoke, dan alegori.

Keraf (2004: 138-145) membagi bahasa kiasan menjadi 16, yaitu: simile,

metafora, alegori/parabel/fabel, personifikasi, alusi, eponym, epitet, sinekdoke,

metonimia, antonomasia, ironi/sinisme/sarkasme, satire, innuendo, antifrasis, pun

atau paronomasia. Pendapat yang lebih lengkap adalah pendapat yang

disampaikan oleh Keraf. Untuk itu dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Klimaks, adalah semacam gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal yang

dituntut semakin lama semakin meningkat.

Contoh :

Kesengsaraan membuahkan kesabaran, kesabaran pengalaman, dan

pengalaman harapan.

2) Antiklimaks, adalah gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal berurutan

semakin lama semakin menurun.

Contoh :

Ketua pengadilan negeri itu adalah orang yang kaya, pendiam, dan tidak

terkenal namanya.

3) Paralelisme, adalah gaya bahasa penegasan yang berupa pengulangan kata

pada baris atau kalimat.

Contoh :

Jika kamu minta, aku akan datang.

4) Antitesis, adalah gaya bahasa yang menggunakan pasangan kata berlawanan

maknanya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

Contoh :

Kaya miskin, tua muda, besar kecil, semuanya mempunyai kewajiban

terhadap keamanan bangsa.

5) Repetisi, adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang

dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang

sesuai.Repetisi sering diartikan sebagai gaya bahasa yang mengulang-ulang

kata, frase, atau klausa yang dipentingkan.

Contoh :

Di Stella Duce 2 Yogyakarta ia mulai meraih prestasi, di Stella Duce 2

Yogyakarta ia menemukan tambatan hati, di Stella Duce 2 Yogyakarta pula ia

menunggu hari tuanya.

Tidak ada kata lain selain berjuang, berjuang, dan terus berjuang.

6) Epizeuksis, adalah repetisi yang bersifat langsung, artinya kata yang

dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut.

Contoh :

Kita harus bekerja, bekerja, dan bekerja untuk mengajar semua ketinggalan

kita.

7) Tautotes, adalah repetisi atas sebuah kata berulang-ulang dalam sebuah

konstruksi.

Contoh :

Kau menunding aku, aku menunding kau, kau dan aku menjadi seteru.

8) Anafora, adalah repetisi yang berupa perulangan kata pertama pada setiap

garis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

Contoh :

Apatah tak bersalin rupa, apatah boga sepanjang masa.

9) Epistrofora, adalah repetisi yang berwujud perulangan kata atau frasa pada

akhir kalimat berurutan

Contoh :

Bumi yang kau diami, laut yang kaulayari adalah puisi, Udara yang kau

hirupi, dari yang kau teguki adalah puisi

10) Simploke, adalah repetisi pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat

berturut-turut.

Contoh :

Kau bilang aku ini egois, aku bilang terserah aku. Kau bilang aku ini judes,

aku bilang terserah aku.

11) Mesodiplosis, adalah repetisi di tengah-tengah baris-baris atau beberapa

kalimat berurutan.

Contoh :

Para pembesar jangan mencuri bensin. Para gadis jangan mencari perawannya

sendiri.

12) Epanalepsis, adalah pengulangan yang berwujud kata terakhir dari baris,

klausa atau kalimat, mengulang kata pertama.

Contoh :

Kita gunakan pikiran dan perasaan kita.

13) Anadiplosis, adalah kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat

menjadi kata atau frasa pertama dari klausa berikutnya.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

Contoh :

Dalam baju ada aku, dalam aku ada hati.

Dalam hati : ah tak apa jua yang ada.

14) Aliterasi, adalah gaya bahasa berupa perulangan bunyi vokal yang sama.

Contoh :

Keras-keras kena air lembut juga.

15) Asonansi, adalah gaya bahasa berupa perulangan bunyi vokal yang sama.

Contoh :

Ini luka penuh luka siapa yang punya.

16) Anastrof atau Inversi, adalah gaya bahasa yang dalam pengungkapannya

predikat kalimat mendahului subjeknya karena lebih diutamakan.

Contoh :

Pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat peranginya.

17) Apofasis atau Preterisio, adalah gaya bahasa di mana penulis atau pengarang

menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal.

Contoh :

Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahwa saudara telah

menggelapkan ratusan juta rupiah uang negara

18) Apostrof, adalah gaya bahasa yang berbentuk pengalihan amanat dari para

hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir.

Contoh :

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

Hai kamu semua yang telah menumpahkan darahmu untuk tanah air bercinta

ini berilah agar kami dapat mengenyam keadilan dan kemerdekaan seperti

yang pernah kau perjuangkan

19) Asindeton, adalah gaya bahasa yang menyebutkan secara berturut-turut tanpa

menggunakan kata penghubung agar perhatian pembaca beralih pada hal yang

disebutkan.

Contoh :

Dan kesesakan kesedihan, kesakitan, seribu derita detik-detik penghabisan

orang melepaskan nyawa.

20) Polisindeton, adalah gaya bahasa yang menyebutkan secara berturut-turut

dengan menggunakan kata penghubung.

Contoh :

Kemanakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah dan tak menyerah

pada gelap dan dingin yang merontokkan bulu-bulunya?

21) Kiasmus, adalah gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian, yang bersifat

berimbang, dan dipertentangkan satu sama lain, tetapi susunan frasa dan

klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa atau klausa lainnya.

Contoh :

Semua kesabaran kami sudah hilang, lenyap sudah ketekunan kami untuk

melanjutkan usaha itu.

22) Elipsis, adalah gaya bahasa yang berwujud menghilangkan suatu unsur

kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca.

Contoh :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

Risalah derita yang menimpa ini.

23) Eufimisme, adalah gaya bahasa penghalus untuk menjaga kesopanan atau

menghindari timbulnya kesan yang tidak menyenangkan.

Contoh :

Anak ibu lamban menerima pelajaran

24) Litotes, adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan

tujuan merendahkan diri.

Contoh :

Mampirlah ke gubukku!

25) Histeron Proteron, adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari

sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar.

Contoh :

Bila ia sudah berhasil mendaki karang terjal itu, sampailah ia di tepi pantai

yang luas dengan pasir putihnya.

26) Pleonasme, adalah gaya bahasa yang memberikan keterangan dengan kata-

kata yang maknanya sudah tercakup dalam kata yang diterangkan atau

mendahului.

Contoh :

Darah merah membasahi baju dan tubuhnya

27) Tautologi, adalah gaya bahasa yang mengulang sebuah kata dalam kalimat

atau mempergunakan kata-kata yang diterangkan atau mendahului.

Contoh :

Kejadian itu tidak saya inginkan dan tidak saya harapkan.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

28) Parifrasis, adalah gaya bahasa yang menggantikan sebuah kata dengan frase

atau serangkaian kata yang sama artinya.

Contoh :

Kedua orang itu bersama calon pembunuhnya segera meninggalkan tempat

itu.

29) Prolepsis atau Antisipasi, adalah gaya bahasa di mana orang menggunakan

lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang

sebenarnya terjadi.

Contoh :

Kedua orang tua itu bersama calon pembunuhnya segera meninggalkan

tempat itu.

30) Erotesis atau Pertanyaan Retoris, adalah pernyataan yang dipergunakan

dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih

mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki

adanya suatu jawaban.

Contoh :

Inikah yang kau namai bekerja?

31) Silepsis dan Zeugma, adalah gaya di mana orang mempergunakan dua

konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata yang

lain sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan sebuah kata

dengan dua kata yang lain sebenarnya hanya salah satunya mempunyai

hubungan dengan kata pertama.

Contoh :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

Ia menundukkan kepala dan badannya untuk memberi hormat kepada kami.

32) Koreksio atau Epanortosis, adalah gaya bahasa yang mula-mula

menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya.

Contoh :

Silakan pulang saudara-saudara, eh maaf, silakan makan.

33) Hiperbola, adalah gaya bahasa yang memberikan pernyataan berlebih-

lebihan.

Contoh :

Kita berjuang sampai titik darah penghabisan.

34) Paradoks, adalah gaya bahasa yang mengemukakan hal yang seolah-olah

bertentangan, namun sebenarnya tidak karena objek yang dikemukakan

berbeda.

Contoh :

Dia besar tetapi nyalinya kecil.

35) Oksimoron, adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan

menggunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama.

Contoh :

Keramah-tamahan yang bengis.

36) Asosiasi atau Simile, adalah gaya bahasa yang membandingkan suatu

dengan keadaan lain yang sesuai dengan keadaan yang dilukiskannya.

Contoh :

Pikirannya kusut bagai benang dilanda ayam.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

37) Metafora, adalah gaya bahasa yang membandingkan suatu benda tertentu

dengan benda lain yang mempunyai sifat sama.

Contoh :

Jantung hatinya hilang tiada berita.

38) Alegori, adalah gaya bahasa yang membandingkan kehidupan manusia

dengan alam.

Contoh :

Iman adalah kemudi dalam mengarungi zaman.

39) Parabel, adalah gaya bahasa parabel yang terkandung dalam seluruh

karangan dengan secara halus tersimpul dalam karangan itu pedoman hidup,

falsafah hidup yang harus ditimba di dalamnya.

Contoh :

Cerita Ramayana melukiskan maksud bahwa yang benar tetap benar

40) Personifikasi, adalah gaya bahasa yang mengumpamakan benda mati sebagai

makhluk hidup.

Contoh :

Hujan itu menari-nari di atas genting

41) Alusi, adalah gaya bahasa yang menghubungkan sesuatu dengan orang,

tempat atau peristiwa.

Contoh :

Kartini kecil itu turut memperjuangkan haknya

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

42) Eponim, adalah gaya di mana seseorang namanya begitu sering dihubungkan

dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan suatu sifat

tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu.

Contoh :

Hellen dari Troya untuk menyatakan kecantikan.

43) Epitet, adalah gaya bahasa yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus

dari seseorang atau sesuatu hal.

Contoh :

Lonceng pagi untuk ayam jantan.

44) Sinekdoke (sebagian). Gaya bahasa ini dibagi menjadi dua, yaitu pars pro

tato dan Totem Pro Parte.

a) Pars Pro Tato, adalah gaya bahasa yang menyebutkan sebagian untuk

menyatakan keseluruhan.

Contoh :

Saya belum melihat batang hidungnya

b) Totem Pro Parte, adalah gaya bahasa yang menyebutkan seluruh hal untuk

menyatakan sebagian.

Contoh :

Thailand memboyong piala kemerdekaan setelah menggulung PSSI Harimau.

45) Metonimia, adalah gaya bahasa yang menggunakan nama ciri tubuh, gelar

atau jabatan seseorang sebagai pengganti nama diri.

Contoh :

Ia menggunakan Jupiter jika pergi ke sekolah


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

46) Antonomasia, adalah gaya bahasa yang menyebutkan sifat atau ciri tubuh,

gelar atau jabatan seseorang sebagai pengganti nama diri.

Contoh :

Yang Mulia tak dapat menghadiri pertemuan ini.

47) Hipalase, adalah gaya bahasa sindiran berupa pernyataan yang berlainan

dengan yang dimaksudkan.

Contoh :

Ia masih menuntut almarhum maskawin dari Kiki puterinya (maksudnya

menuntut maskawin dari almarhum)

48) Ironi, adalah gaya bahasa sindiran berupa pernyataan yang berlainan dengan

yang dimaksudkan.

Contoh :

Manis sekali kopi ini, gula mahal ya?

49) Sinisme, adalah gaya bahasa sindiran yang lebih kasar dari ironi atau sindiran

tajam.

Contoh :

Harum bener baumu pagi ini.

50) Sarkasme, adalah gaya bahasa yang paling kasar, bahkan kadang-kadang

merupakan kutukan.

Contoh :

Mampus pun aku tak peduli, diberi nasihat aku tak peduli, diberi nasihat

masuk ke telinga.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

51) Satire, adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu.

Contoh :

Ya, Ampun! Soal mudah kayak gini, kau tak bisa mengerjakannya!

52) Inuendo, adalah gaya bahasa sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang

sebenarnya.

Contoh :

Ia menjadi kaya raya karena mengadakan komersialisasi jabatannya.

53) Antifrasis, adalah gaya bahsa ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata

dengan makna sebaliknya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau

kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya.

Contoh :

Engkau memang orang yang mulia dan terhormat

54) Pun atau Paronomasia, adalah kiasan dengan menggunakan kemiripan

bunyi.

Contoh :

Tanggal satu gigi saya tinggal satu

55) Simbolik, adalah gaya bahasa yang melukiskan sesuatu dengan menggunakan

benda-benda lain sebagai simbol atau perlambang.

Contoh :

Keduanya hanya cinta monyet.

56) Tropen, adalah gaya bahasa yang menggunakan kiasan dengan kata atau

istilah lain terhadap pekerjaan yang dilakukan seseorang.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

Contoh :

Untuk menghilangkan keruwetan pikirannya, ia menyelam diri di antara botol

minuman.

57) Alusio, adalah gaya bahasa yang menggunakan peribahasa atau ungkapan.

Contoh :

Apakah peristiwa Turang Jaya itu akan terulang lagi?

58) Interupsi, adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata atau bagian

kalimat yang disisipkan ke dalam kalimat pokok untuk lebih menjelaskan

sesuatu dalam kalimat.

Contoh :

Tiba-tiba ia-suami itu disebut oleh perempuan lain.

59) Eksklamasio, adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata seru atau

tiruan bunyi.

Contoh :

Wah, biar ku peluk, dengan tangan menggigil.

60) Enumerasio, adalah beberapa peristiwa yang membentuk satu kesatuan,

dilukiskan satu persatu agar tiap peristiwa dalam keseluruhannya tampak

dengan jelas.

Contoh :

Laut tenang. Di atas permadani biru itu tanpak satu-satunya perahu nelayan

meluncur perlahan-lahan. Angin berhempus sepoi-sepoi. Bulan bersinar

dengan terangnya. Di sana-sini bintang-bintang gemerlapan. Semuanya

berpadu membentuk suatu lukisan yang haromonis. Itulah keindahan sejati.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

61) Kontradiksio Interminis, adalah gaya bahasa yang memperlihatkan sesuatu

yang bertentangan dengan apa yang telah dikemukakan sebelumnya.

Contoh :

Semuanya telah diundang, kecuali Sinta.

62) Anakronisme, adalah gaya bahasa yang menunjukkan adanya

ketidaksesuaian uraian dalam karya sastra dalam sejarah sedangkan sesuatu

yang disebutkan belum ada saat itu.

Contoh :

Dalam tulisan Cesar, Shakespeare menuliskan jam berbunyi tiga kali (saat itu

jam belum ada)

63) Okupasi, adalah gaya bahasa yang menyatakan bantahan atau keberatan

terhadap sesuatu yang oleh orang banyak dianggap benar.

Contoh :

Minuman keras dapat merusak dapat merusak jaringan sistem syaraf, tetapi

banyak anak yang mengkonsumsinya.

64) Resentia, adalah gaya bahasa yang melukiskan sesuatu yang tidak

mengatakan tegas pada bagian tertentu dari kalimat yang dihilangkan.

Contoh :

“Apakah ibu mau….?”

Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahasa figuratif hampir

sama dengan majas, namun tatarannya lebih luas dari majas. Bahasa figuratif

dapat dikatakan sebagai bahasa kiasan atau bahasa yang disimpangkan dari kaidah

lazim untuk menciptakan efek tertentu dan mengaburkan makna.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

3. Hakikat Motivasi Berprestasi

Sumadi Suryabrata (1998: 70) menyatakan bahwa motivasi merupakan

keadaan pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas

tertentu guna mencapai suatu tujuan. Lebih jauh Koesworo (1989), Siagian

(1989), Sheinn (1991), Biggs dan Telfer (1987) menyatakan bahwa dalam

motivasi terkandung keinginan untuk mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan,

dan mengarahkan sikap dan prilaku individu dalam belajar (dalam Dimyati dan

Mudjiono, 1999: 80). Brown (1994: 152) menyatakan bahwa motivasi sebagai

suatu penggerak dari dalam, dorongan, emosi, atau hasrat yang menggerakkan

seseorang pada suatu tindakan tertentu.

Menurut Wexley & Yukl (dalam As’ad, 1987), motivasi diartikan sebagai

pemberian atau penimbulan motif, dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi

motif. Sependapat dengannya, Mitchell (dalam Winardi, 2002) mengartikan

motivasi sebagai perilaku yang mewakili proses- proses psikologikal yang

menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-

kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu. Gray (dalam

Winardi, 2002) menguatkan pendapat di atas seraya menyatakan bahwa motivasi

merupakan sejumlah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang

individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi, dalam

hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Chaplin (2001) mengartikan

motivasi sebagai suatu variabel yang ikut campur tangan yang digunakan untuk

menimbulkan faktor tertentu di dalam organisme, yang membangkitkan,

mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju satu sasaran.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

Motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi

perbuatan / tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan /

keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk

berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan. (Moh. Uzer Usman : 2000). Motivasi

adalah kekuatan tersembunyi di dalam diri kita yang mendorong kita untuk

berkelakuan dan bertindak dengan cara yang khas (Davies, Ivor K : 1986).

Motivasi adalah usaha – usaha untuk menyediakan kondisi – kondisi sehingga

anak itu mau melakukan sesuatu (Nasution : 1995).

McClelland membagi motivasi menjadi tiga jenis, yaitu (1) Need for

Achievement (motif berprestasi), yaitu motivasi atau kebutuhan prestasi. Motivasi

jenis ini merupakan motif sosial yang dipelajari kebutuhan untuk meningkatkan

performance; (2) Need for Affiliation (motif berafiliasi), yaitu kebutuhan

berhubungan dengan orang lain. Motivasi ini berbentuk pemenuhan kebutuhan

mencari teman dan mempertahankan hubungan yang telah dibina; dan (3) Need

for power (motif berkuasa), yaitu kebutuhan kekuasaan. Motivasi ini berbentuk

keinginan untuk memenuhi kebutuhan untuk mengadakan kontrol dan

mengendalikan atau memerintah orang lain.

Morgan (dalam Soemanto, 1987) mengemukakan bahwa motivasi

bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek- aspek dari motivasi.

Ketiga hal tersebut adalah keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating

states), tingkah laku yang didorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior),

dan tujuan tingkah laku tersebut (goals or ends of such behavior). McDonald

(dalam Soemanto, 1987) mendefinisikan motivasi sebagai perubahan tenaga di


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi untuk

mencapai tujuan. Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi karena

kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang

lainnya. Hal ini berbeda karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara

biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang

berbeda pula (Suprihanto dkk, 2003).

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, Soemanto (1987) secara umum

mendefinisikan motivasi sebagai suatu perubahan tenaga yang ditandai oleh

dorongan efektif dan reaksi- reaksi pencapaian tujuan. Karena kelakuan manusia

itu selalu bertujuan, kita dapat menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang

memberi kekuatan bagi tingkahlaku mencapai tujuan,telah terjadi di dalam diri

seseorang.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi

mempunyai peranan yang sangat penting. Namun, motivasi yang ada pada setiap

orang berbeda-beda. Pentingnya peranan motivasi ini dapat dilihat juga dalam

proses pembelajaran. Peranan motivasi perlu dipahami oleh pendidik agar dapat

melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa. Karena itu,

motivasi untuk proses pembelajaran dapat dirumuskan sebagai dorongan, baik

diakibatkan faktor dari dalam maupun luar siswa, untuk mencapai tujuan tertentu

guna memenuhi / memuaskan suatu kebutuhan. Dalam konteks pembelajaran

maka kebutuhan tersebut berhubungan dengan kebutuhan untuk pelajaran.

Peran motivasi dalam proses pembelajaran, motivasi belajar siswa dapat

dianalogikan sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin motivasi belajar


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

yang memadai akan mendorong siswa berperilaku aktif untuk berprestasi dalam

kelas, tetapi motivasi yang terlalu kuat justru dapat berpengaruh negatif terhadap

kefektivan usaha belajar siswa.

Mendasarkan peran motivasi tersebut dapat diketahui fungsi motivasi

dalam pembelajaran, yaitu (1) mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan,

tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan misalnya belajar; (2) motivasi

berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai

tujuan yang diinginkan; (3) motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya

menggerakkan tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan menentukan

cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

Dalam pembelajaran, motivasi mengandung nilai-nilai, yaitu (1) motivasi

menentukan tingkat berhasil atau gagalnya kegiatan belajar siswa; (2)

pembelajaran yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pembelajaran yang sesuai

dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada diri siswa; (3)

pembelajaran yang bermotivasi menuntut kreatifitas dan imajinitas guru untuk

berupaya secara sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan serasi guna

membangkitkan dan memeliharan motivasi belajar siswa; (4) berhasil atau

gagalnya dalam membangkitkan dan mendayagunakn motivasi dalam proses

pembelajaran berkaitan dengan upaya pembinaan disiplin kelas; dan (5)

penggunaan asas motivasi merupakan sesuatu yang esensial dalam proses belajar

dan pembelajaran.

Keterlibatan siswa dan interaksi kerjasama dapat ditinjau berdasarkan

teori-teori motivasi psychoanalitic, humanistic, dan social cognition.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

a. Teori Motivasi Psychoanalitic

Salah satu teori yang sangat terkenal dalam teori motivasi kelompok teori

psychoanalitic adalah Psychoanalytic Theory (Psychosexual Theory). Teori ini

dikemukakan Freud (1856 - 1939). Dia menyatakan bahwa semua tindakan atau

perilaku merupakan hasil dari naluri (instinct) biologis internal yang terdiri dari

dua kategori, yaitu hidup (sexual) dan mati (aggression). Erik Erikson yang

merupakan murid Freud yang menentang pendapat Freud. Dalam Theory of

Socioemotional Development (atau Psychosocial Theory), ia berpendapatbahwa

yang paling mendorong perilaku manusia dan pengembangan pribadi adalah

interaksi sosial (Huitt, 1997).

a. Teori Motivasi Humanistic

Teori yang sangat berpengaruh dalam teori humanistik ini adalah Theory

of Human Motivation yang dikembangkan oleh Abraham Maslow (1954). Maslow

mengemukakan gagasan hirarki kebutuhan manusia, yang terbagi menjadi dua

kelompok, yaitu deficiency needs dan growth needs. Deficiency needs meliputi

(dari urutan paling bawah) kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan

akan cinta dan rasa memiliki, dan kebutuhan akan penghargaan. Dalam deficiency

needs ini, kebutuhan yang lebih bawah harus dipenuhi lebih dulu sebelum ke

kebutuhan di level berikutnya. Growth needs meliputi kebutuhan kognitif,

kebutuhan estetik, kebutuhan aktualisasi diri, dan kebutuhan self-transcendence.

Menurut Maslow, manusia hanya dapat bergerak ke growth needs jika dan

hanya jika deficiency needs sudah terpenuhi. Hirarki kebutuhan Maslow

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

merupakan cara yang menarik untuk melihat hubungan antara motif manusia dan

kesempatan yang disediakan oleh lingkungan (Atkinson, 1983).

Teori Maslow mendorong penelitian-penelitian lebih lanjut yang mencoba

mengembangkan sebuah teori tentang motivasi yang memasukkan semua faktor

yang mempengaruhi motivasi ke dalam satu model (Grand Theory of Motivation),

misalnya seperti yang diusulkan oleh Leonard, Beauvais, dan Scholl (1995).

Menurut model ini, terdapat 5 faktor yang merupakan sumber motivasi, yaitu 1)

instrumental motivation (reward dan punishment), 2) Intrinsic Process Motivation

(kegembiraan, senang, kenikmatan), 3) Goal Internalization (nilai-nilai tujuan), 4)

Internal Self-Concept yang didasarkan pada motivasi, dan 5) External Self-

Concept yang didasarkan pada motivasi (Leonard, 1995).

a. Teori Motivasi Social Cognition

Tokoh dari Social Cognition Theory adalah Albert Bandura. Melalui

berbagai eksperimen, Bandura dapat menunjukkan bahwa penerapan konsekuensi

tidak diperlukan agar pembelajaran terjadi. Pembelajaran dapat terjadi melalui

proses sederhana dengan mengamati aktivitas orang lain. Bandura menyimpulkan

penemuannya dalam pola 4 langkah yang mengkombinasikan pandangan kognitif

dan pandangan belajar operan, yaitu (1) Attention, memperhatikan lingkungan; (2)

Retention, mengingat yang pernah dilihat atau diperoleh; (3) Reproduction,

melakukan sesuatu dengan cara meniru dari apa yang dilihat; dan (4) Motivation,

lingkungan memberikan konsekuensi yang mengubah kemungkinan perilaku yang

akan muncul lagi (reinforcement and punishment) (Huitt, 2004). Kebutuhan

kekuasaan tercermin pada keinginan untuk menguasai orang lain, sedangkan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id

kebutuhan berafiliasi berkenaan dengan terwujudnya situasi bersahabat dengan

orang lain.

Motivasi digunakan untuk mendapatkan kekuatan sehingga dapat

berprestasi. Motivasi dapat dipandang sebagai daya pendorong yang

menyebabkan seseorang yang seseorang berbuat sesuatu untuk mencapai tujuan.

Hal ini dipertegas oleh W. Huitt yang menyebutkan bahwa motivasi terlibat dalam

pembentukan respon. Ini berarti bahwa perilaku tidak akan ada bila tidak ada

dorongan dari dalam. Pendapat Dimyati dan Mujiono (1999: 80) memperkuat

pernyataan tersebut. Menurutnya motivasi merupakan dorongan mental yang

menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia. Salah satu jenis motivasi

adalah motivasi berprestasi. Menurut Mc Clellard, motivasi berprestasi

merupakan salah satu kebutuhan dasar setiap orang, di samping kebutuhan akan

kekuasaan, dan kebutuhan berafiliasi (dalam Dimyati dan Mudjiono, 1999: 82).

Kebutuhan berprestasi terwujud dalam keberhasilan seseorang dalam melakukan

tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.

Morgan, dkk (1986 : 304) menyatakan bahwa motivasi berprestasi

merupakan motivasi untuk memenuhi kebutuhan dan sukses dalam mengerjakan

tugas. Pendapat senada dikemukakan oleh Siti Rahayu Haditono (1979 : 8) yang

mengungkapkan bahwa motivasi berprestasi adalah kecenderungan untuk

berusaha keras mencapai prestasi dalam standar mutu yang baik. Mengenai

standar mutu baik atau disebut standar mutu keunggulan meliputi tiga hal, yakni

(1) keunggulan dalam melaksanakan tugas, (2) keunggulan prestasi dibanding

dengan prestasi sebelumnya dan (3) keunggulan dibandingkan dengan orang lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id

Murray berpendapat bahwa motivasi berprestasi adalah motif yang

berkaitan dengan keinginan untuk memperoleh prestasi yang baik, memecahkan

masalah masalah yang dihadapi, mengerjakan tugas tugas secepat mungkin dan

sebaik-baiknya. Dia menggunakan kisah hidup Lance Armstrong (LA) sebagai

contoh. Perlu diketahui bahwa LA telah menjadi juara balap sepeda bergengsi ‘the

Tour de France” yang memerlukan waktu tempuh tiga minggu dengan jarak 2.000

mil lebih. LA menjadi juara di event tersebut tidak hanya sekali, tetapi lima kali

sejak tahun 1999 hingga 2003. Prestasi itu dia capai setelah pada tahun 1996 dia

mendapatkan diagnosis menderita kanker dan peluang sembuhnya kurang dari 50

% ketika mulai menjalani chemotherapy.

Setelah LA mendapat diagnosis kanker, dia berkata bahwa hal pertama

yang dia pikirkan adalah:”Tidak!” Karir saya dalam bahaya. Saya cemas tidak

dapat merayakan ulang tahun saya pada tahun depan. Saya merasakan emosi yang

sama ketika saya sakit dan ketika menjadi atlit yang kompetitif. Pertama, saya

marah lalu saya merasa termotivasi dan terdorong untuk menjadi lebih baik.

Ketika saya tahu bahwa saya menjadi lebih baik, saya tahu bahwa saya telah

menang”

Pengalaman Lance Armstrong dengan kankernya mendorong dia untuk

berpikir prioritas dalam hidup. Pengalaman membuat LA menjadi individu yang

lebih bahagia dan lebih baik. LA menjadi pembicara tentang kanker dan

mendirikan the Lance Armstrong Foundation yang mendukung kesadaran dan

penelitian tentang kanker. LA kemudian menikah dan menjadi seorang ayah.

Karena itu, Murray menyimpulkan bahwa motivasi berprestasi mempunyai dua


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

ciri, yaitu (1) seseorang yang bermotivasi prestasi akan memilih untuk

menghindari tujuan prestasi yang mudah dan sulit, tetapi lebih memilih tujuan

yang moderat yang mereka pikir akan mampu diraih; (2) seseorang yang

bermotivasi prestasi akan memilih umpan balik langsung dan dapat diandalkan

mengenai bagaimana mereka berprestasi.

Pendapat di atas relevan dengan pendapat Mc Clelland (1976 : 122) yang

menyebut motivasi berprestasi sebagai “n-ach” singkatan dari need for

achievement (kebutuhan berprestasi). Kebutuhan berprestasi ditandai adanya kerja

keras, keinginan yang kuat, dan keuletan dalam mencapai prestasi. Prestasi yang

diinginkan bisa bersifat spesifik, misalnya seorang ingin menghasilkan suatu

karya atau suatu ciptaan. Prestasi yang diinginkan itu bisa pula mengacu pada

status pribadi, misalnya seorang ingin menjadi pengusaha yang berhasil atau

sukses. Selain itu, prestasi yang diinginkan bisa bersifat umum dan altruistic

(agung), misalnya seseorang ingin hidupnya bermanfaat bagi umat manusia. Pada

bagian lain, Mc Clelland (1976 : 276) menambahkan bahwa individu atau orang

yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan terdorong untuk mendalami

permasalahan mereka secara lebih intensif dan lebih awal daripada individu yang

memiliki motivasi rendah.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa motivasi berprestasi

adalah dorongan dari dalam diri seseorang untuk menjadi lebih baik. Motivasi

berprestasi merupakan dorongan dan keinginan yang kuat dalam diri seseorang

untuk meraih prestasi yang ditandai dengan kerja keras dan perjuangan yang tidak

mengenal lelah dalam bekerja maupun belajar.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id

B. Penelitian yang Relevan

Berikut ini penelitian-penelitian yang relevan yang terkait dengan

hubungan antara kosakata dan menulis dapat dipaparkan sebagai berikut:

Penelitian Mulyono, 2006 berjudul “Kontribusi Kompetensi Kebahasaan

dan Motivasi Berprestasi terhadap Kemampuan Membaca Pemahaman (Studi

Hubungan pada Siswa SMA Negeri I Wuryantoro)” menarik simpulan bahwa ada

hubungan positif antara motivasi berprestasi dan kemampuan membaca

pemahaman. Artinya, makin baik motivasi berprestasi, makin baik pula

kemampuan membaca pemahaman. Artinya, makin baik kompetensi kebahasaan,

makin baik pula kemampuan membaca pemahamannya. Hal ini menunjukkan

bahwa kompetensi kebahasaan dan motivasi berprestasi siswa berjalan seiring

dengan kemampuan membaca pemahaman.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Mulyono di atas adalah pada

variabel bebas kedua yaitu motivasi berprestasi, sedangkan perbedaannya terletak

pada variabel bebas pertama dan viabel terikat. Pada penelitian ini, variabel bebas

pertama adalah pengetahuan bahasa figuratif, sedangkan penelitian Mulyono

mengangkat variabel kompetensi kebahasaan. Sementara itu, pada penelitian ini

variabel terikat adalah kemampuan menulis puisi, penelitian Mulyono menetapkan

varaibel terikat dengan kemampuan membaca pemahaman.

Penelitian Suyatmi yang berjudul “Kemampuan Membaca Pemahaman

Ditinjau dari Penguasaan Struktur Bahasa dan Motivasi Berprestasi: Sebuah Studi

di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.”


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id

pada Tahun 2002. Salah satu butir simpulannya menyatakan menyimpulkan: ada

hubungan positif dan signifikan antara motivasi berprestasi dan kemampuan

membaca pemahaman

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Suyatmi di atas adalah pada

variabel bebas kedua yaitu motivasi berprestasi, sedangkan perbedaannya terletak

pada variabel bebas pertama dan viabel terikat. Pada penelitian ini, variabel bebas

pertama adalah pengetahuan bahasa figuratif, sedangkan penelitian Suyatmi

mengangkat variabel penguasaan struktur kalimat. Sementara itu, pada penelitian

ini variabel terikat adalah kemampuan menulis puisi, penelitian Suyatmi

menetapkan varaibel terikat dengan kemampuan membaca pemahaman.

Garliah dan Nasution (2005) melakukan penelitian dengan judul “Peran

Pola Asuh Orang Tua dalam Motivasi Berprestasi”, dengan subjek 100 orang

mahasiswa Universitas Sumatra Utara. Hasil penelitian mereka menunjukkan

bahwa ada perbedaan motivasi berprestasi mahasiswa pada berbagai bentuk pola

asuh orang tua. Persamaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah kedua

penelitian variabel bebasnya motivasi berprestasi. Perbedaannya, topik penelitian

ini tentang penulisan puisi sedangkan penelitian tersebut peran pola asuh orang

tua.

Penelitian yang dilakukan oleh Ghabanchi dan Haniyeh (2012: 41-48)

yang berjudul The Relationship Between Achiement Motivation and

PoetryAppreciation. Penelitian Ghabanchi dan Haniyeh memiliki hubungan

dengan penelitian ini yakni terletak pada variabel motivasi berprestasi.

Perbedaannya, Ghabanchi dan Haniyeh memilih variabel terikat dengan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id

mengapresiasi puisisedangkan pada penelitian ini menulis puisi. Hasil survei

mereka berdua mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

motivasi berprestasi dan apresiasi puisi.

Penelitian Ghabanchi dan Haniyeh ini menggunakan dua instrumen

penelitian. Instrumen untuk mengukur kemampuan mengapresiasi sastra

menggunakan tes kemampuan mengapresiasi sastra dengan tiga cerita pendek. Tes

ini merupakan instrumen baku yang dirancang oleh Earl Foreman pada tahun

1951 dan instrumen motivasi berprestasi menggunakan kuesioner atau angket

dengan skala Likert. Setiap item butir pernyataan dalam angketnya memiliki lima

tingkatan respon yaitu tidak pernah, jarang, biasanya, sering dan selalu. Selain itu

penelitian ini juga menepis penelitian terdahulunya yang menyatakan bahwa

wanita dan laki-laki tidak memiliki kemampuan yang sama dalam mengapresiasi

puisi.

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori di atas dapat disusun kerangka berpikir sebagai

berikut.

1. Hubungan antara Pengetahuan Bahasa Figuratif dan Kemampuan

Menulis Puisi

Pengetahuan bahasa figuratif merupakan kemampuan seseorang dalam

menguasai kata-kata bahasa Indonesia. Istilah menguasai berarti mampu

memahami dan dapat menggunakan kosakata tersebut dalam konteks komunikasi

baik secara lisan maupun tertulis sesuai dengan tujuan dan keperluan komunikasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 48
digilib.uns.ac.id

Penguasaan kosakata ini selalu dikaitkan dengan keterampilan menulis. Karena

itu, keterampilan menulis yang dihasilkan oleh siswa merupakan potret

kemampuan atau kualifikasi siswa yang bersangkutan dalam mengungkapkan satu

gagasan yang tersusun melalui rangkaian kalimat yang padu. Keterampilan ini

secara menyeluruh akan terbantu jika siswa tersebut memiliki penguasaan kosa

kata bahasa Indonesia yang baik. Memiliki pengetahuan tentang bahasa figuratif

yang baik berarti akan memperlancar upaya mereka dalam mengembangkan

kemampuan menulis, menuangkan, atau mengungkapkan gagasan dalam

rangkaian untaian kalimat yang padu.

Kecakapan atau kejelasan dalam mengemukakan suatu gagasan, ide,

ataupun pengalaman siswa dalam bentuk kemampuan menulis akan dipengaruhi

oleh banyaknya kosakata yang dimiliki siswa. Jadi, semakin banyak siswa

pengetahuan tentang bahasa figuratif, makin semakin baik pula kemampuan

menulis, dapat diduga bahwa pengetahuan tentang bahasa figuratif berhubungan

secara positif dengan kemampuan menulis puisi.

2. Hubungan antara Motivasi Berprestasi dan Kemampuan Menulis Puisi

Tujuan khusus pengajaran bahasa Indonesia di SMA dari aspek menulis

puisi adalah siswa mampu mengembangkan kemampuan menulis puisi dengan

baik. Kemampuan menulis puisi harus didukung oleh motivasi berprestasi yang

tinggi serta dilandasi rasa senang dan penuh perhatian serta minat tinggi terhadap

kemampuan menulis.

Apabila seseorang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dalam bidang


commit
menulis puisi, dapat diduga bahwa to user menulis seseorang itu pun tinggi.
kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id 49
digilib.uns.ac.id

Berdasarkan pemikiran itu, dapat diprediksi semakin tinggi motivasi berprestasi

siswa terhadap keterampilan menulis puisi semakin tinggi pula tingkat

kemampuan menulis puisi siswa.

3. Hubungan antara PengetahuanBahasa Figuratif dan Motivasi

Berprestasi Secara Bersama-sama dengan Kemampuan Menulis Puisi

Faktor yang sangat berperan dalam kemampuan menulis puisi adalah

pengetahuan tentang bahasa figuratif. Dengan pengetahuan bahasa figuratif yang

banyak, penulis berpotensi untuk menyusun untaian kalimat-kalimat yang

sistematis dan padu yang didukung oleh pilihan kata atau diksi yang tepat.

Pemilihan kosakata yang dipilih untuk digunakan dalam menulis puisi sangat

hidup dan menarik apabila kata-kata yang dipakai tersebut tepat. Hal ini

mengisyaratkan bahwa aktivitas penyeleksian kata dimungkinkan selama yang

bersangkutan atau penulis memiliki penguasaan kosakata bahasa figuratif yang

luas atau kekayaan perbendaharaan kata yang memadai.

Keterampilan menulis puisi pada hakikatnya merupakan keterampilan dalam

menyusun rangkaian kosakata bahasa figuratif untuk mencerminkan satu gagasan

yang utuh. Keberadaan keterampilan menulis puisi dapat ditingkatkan apabila

calon penulis memiliki motivasi yang tinggi. Dengan mempunyai motivasi tinggi

dalam bidang menulis puisi, seseorang berkecenderungan untuk tertarik dan

senantiasa melakukan aktivitas menulis puisi yang berulang-ulang.

Dua aspek yang dikemukakan di atas satu dengan lainnya tidak saling

mengecualikan (mutually exclusive), tetapi kait-mengkait sedemikian rupa


commit to usermenulis puisi. Dengan demikian,
sehingga keduanya mendukung keterampilan
perpustakaan.uns.ac.id 50
digilib.uns.ac.id

apabila ingin terampil menulis puisi, ia harus memperhatikan kedua aspek itu

sekaligus. Atas dasar pemikiran tersebut, dapat diduga bahwa penguasaan

kosakata bahasa figuratif dan motivasi berprestasi secara bersama-sama akan

memiliki hubungan positif dengan kemampuan menulis puisi.

Bertolak dari simpulan tersebut dapat digambarkan paradigma hubungan

antara variabel bebas dan terikat.

Tinggi

Tinggi
Tinggi
Pengetahuanba Kemampuan
hasafiguratif Menulis Motivasi
Puisi Berprestasi

Rendah
Rendah

Rendah

Gambar 1. Kerangka berpikir

Keterangan:

1a. Pengetahuan bahasa figuratif baku tinggi berkecenderungan untuk


mempunyai kemampuan menulis puisi yang tinggi pula;
1b.Pengetahuan bahasa figuratif baku rendah berkecenderungan untuk
mempunyai kemampuan menulis puisi yang rendah pula;
2a. Motivasi berprestasi tinggi berkecenderungan untuk mempunyai kemampuan
menulis puisi yang tinggi;
2b. Motivasi berprestasi rendah berkecenderungan untuk mempunyai
kemampuan menulis puisi yang rendah;
3a. Pengetahuan bahasa figuratif dan motivasi berprestasi tinggi
berkecenderungan untuk mempunyai kemampuan menulis puisi yang tinggi;
3b. Pengetahuan bahasa figuratif dan motivasi berprestasi rendah
berkecenderungan untuk mempunyai kemampuan menulis puisi yang rendah.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 51
digilib.uns.ac.id

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di depan, dapat diajukan

hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Ada hubungan positif antara pengetahuan bahasa figuratif dan kemampuan

menulis puisi siswa.

2. Ada hubungan positif antara motivasi berprestasi dan kemampuan menulis

puisi siswa.

3. Ada hubungan positif antara pengetahuan bahasa figuratif dan motivasi

berprestasi secara bersama-sama dengan kemampuan menulis puisi siswa.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai