Anda di halaman 1dari 10

MEMAHAMI ALUR KERJA MANAJEMEN KEADAAN DARURAT

(EMERGENCY MANAGEMENT) DAN APA SAJA YANG HARUS


DISIAPKAN
Oleh Ir. Alvin Alfiyansyah, ST, MBA, MSc, IPM, ASEAN Eng.

Gambar 1 : Bagan alur identifikasi keadaan darurat

Ketika terjadi keadaan darurat atau emergency, seringkali kita lupa apa saja yang harus dilakukan.
Perencanaan dan identifikasi keadaan darurat di lokasi kerja adalah salah satu poin yang harus melibatkan
tim HSE atau ahli Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) atau ahli Keselamatan Proses (process safety) dan
loss prevention. Kadang keadaan darurat bisa juga sudah disebut sebagai bencana, dalam Bahasa Inggris
emergency management terkadang sudah masuk aspek pengendalian disaster management (manajemen
bencana).

Tulisan ini hanya akan menggambarkan alur identifikasi keadaan darurat di lokasi kerja, apa saja
perbedaan tahapan masing masing sesuai bagan diatas, apa yang harus dilakukan sebelum keadaan
darurat terjadi, saat kejadian darurat terjadi dan setelah kejadian darurat terjadi.
Tulisan ini tidak akan menggambarkan hubungan dengan response terkait area di luar lokasi kerja seperti
pengumuman evakuasi ke masyarakat sekitar, dst.

Berbagai contoh keadaan darurat adalah sebagai berikut yang akan dibahas lagi dalam satu contoh
aktifitas kerja sesuai sudut pandang artikel ini :
 Oil Spills (Tumpahan Minyak)
 Chemical Spills /Hazardous Materials (Tumpahan Bahan Kimia/Material berbahaya)
 Fires / Explosions (Kebakaran/Ledakan)
 Medical Incidents / MedEvacs / Fatalities (Kecelakaan dengan tindakan medis/evakuasi dengan
alasan medis/kematian)
 Technical Rescue (High Angle/Confined Space) (Teknik Penyelamatan (di ketinggian atau sudut
tinggi/dalam ruang terbatas)

1|P a g e
 Security Events / Civil Unrest / Evacuations (kejadian pelanggaran
keamanan/demonstrasi/evakuasi)
 Natural Disasters (bencana alam)

Gambar 2 : Ilustrasi pekerjaan hydrojetting

Kita ambil contoh satu pekerjaan hydrojetting untuk menjelaskan lebih dalam bagan alur identifikasi
terkait tahapan analisa potensi keadaan darurat. Dalam kehidupan sehari-hari ibaratnya hydrojetting ini
seorang yang kerja dengan mesin semprot air pencuci mobil, namun ada perbedaannya. Perbedaaanya
tekanan airnya bisa mencapai 10000 psi atau 700 bar, dimana mesin listrik semprot air pencuci mobil
tekanannya itu hanya seperlima nya atau max bisa mencapai 4000 psi bila mesinnya digerakkan oleh
kombinasi gas dan listrik. Sebagai info saja, tekanan air lebih 30 psi bisa merusak lapisan terluar dari mata.
Dan tekanan lebih dari 50 psi dalam kurun lebih satu detik fokus ke satu bagian tubuh berpotensi dapat
melukai tubuh.
Gabungan identifikasi tahap prevention dan preparedness di sebuah industri terkadang disebut risk
assessment (analisa risiko) dengan merumuskan pre-incident planning (PIP).

PREVENTION (PENCEGAHAN)
Katakan kita mau melakukan hydrojetting untuk membersihkan heat exchanger (alat perpindahan panas)
yang dibersihkan adalah bagian luar yang berkarat termasuk satu persatu tubing-tubing panjang di
dalamnya yang jumlahnya ratusan atau puluhan yang mungkin tersumbat.

Gambar 3 : Heat Exchanger (Shell and Tube (many tubes)) dalam posisi siap digunakan kembali dan dibuka untuk dibersihkan.

Hal apa yang kita harus identifikasi akan potensi keadaan darurat di pekerjaan pembersihan heat
exchanger dengan metoda hydrojetting tersebut, berikut adalah contoh daftar nya :
 Apa site survey telah dilakukan utk melihat geometri, kontur dan besar Heat Exchanger ?
 Apa kotoran yang harus dibersihkan apakah akan potensi terhisap oleh manusia, cipratannya
apakah berbahaya atau padatannya berbahaya ?

2|P a g e
 Apakah personnel harus masuk ke dalam heat exchanger untuk membersihkan sehingga terpapar
bahaya confined space entry dan heat stress ?
 Berapa tekanan maximum yang diijinkan dan apakah mesin hydrojettingnya (semprot air) bisa
diatur untuk melepaskan tekanan tersebut ?
 Apakah ada bagian Heat Exchanger yang tidak boleh disemprot dengan tekanan tertentu seperti
sudah aus, korosi dan rapuh dan bagian mana saja ?
 Apakah perlu tangga, scaffolding/perancah serta pengaman dari bahaya jatuh saat bekerja ?
 Apakah PPE dipunyai tim pekerja dan perlu PPE specific seperti baju tahan tembakan yang
melindungi seluruh tubuh termasuk wajah dan leher ?
 Apakah perlu sertifikasi khusus atau pekerja harus merupakan mantan fire fighter atau mantan
militer terlatih yang terbiasa memegang selang/hose bertekanan tinggi atau senapan penembak
atau telah dibekali pelatihan fire fighter dan penembak khusus.
 Apakah tembakan air berupa gun seperti gambar 2 yang bisa diatur tekanannya dengan tangan
atau tubing dan selang pendek dengan pedal kaki yang bisa dilepas dan ditekan atau hanya selang
saja seperti konfigurasi pompa ban di jalan ?
 Apakah gun semprot air bisa dihentikan semprotan air bertekanannya secara otomatis baik
dengan pedal atau tuas tangan ? Berapa lama bisa terhenti tekanan airnya bila tuas ditekan atau
pedal kaki dilepas … (detik) ?
 Apa saja engineering safeguard yang bisa dibuat untuk mencegah paparan tekanan tinggi
terhadap tubuh.
 Apakah pekerja punya back-up personilnya bila salah satu meninggal saat melakukan pekerjaan ini
 Apakah risk assessment, JSA dan SOP telah dibuat untuk pekerjaan ini.

Jika semua hal diatas tersebut di cek maka diakhir tahap identifikasi ALUR PREVENTION, kita harus
mengambil kesimpulan apa keadaan darurat yang bisa terjadi seperti berikut atau disebut possible
credible incident result :
a. Splash atau chemical exposure : pusing dan lemas; pingsan atau potensi meninggal
b. Jatuh dari ketinggian : jatuh dan terbentur; luka atau potensi meninggal.
c. Kekurangan udara di confined space : lemas, pingsan; luka dan potensi meninggal.
d. Terkena tembakan air bertekanan tinggi (600 bar) : luka atau bolong salah satu anggota tubuh;
MTC atau LTI.
e. Terkena tembakan air bertekanan tinggi (600 bar) : terkena organ penting, pembuluh darah di
leher, mata, pembuluh darah di ketiak, telinga dan kepala; meninggal.

PREPAREDNESS (PERSIAPAN)
Setelah possible credible incident result ditentukan tahapan selanjutnya adalah menganalisa apa saja
yang harus disiapkan untuk masing-masing incident a sampai e diatas. Contoh :
o Apakah ada muster point dan yang terdekat dimana
o Peralatan komunikasi apa yang harus disiapkan masing-masing orang pekerja dan terdekat area
kerja ada peralatan komunikasi apa yang bisa digunakan
o Apakah masing-masing pekerja paham rute emergency dan evacuation route
o Nomor emergency yang harus dihubungi apakah diketahui semua pekerja ?
o Apakah pekerja diijinkan bekerja sendiri ?
o Apakah ada stretcher dan medic di lapangan ?
o Peralatan emergency apa saja yang harus ada dan disiapkan untuk masing-masing incident a
sampai e.
o rescue plan seperti apa yang harus disiapkan jika korban terperangkap di area tersebut utk
incident a sampai e.
3|P a g e
o perencanaan modifikasi area kerja, jam kerja, waktu istirahat, dan logistic apa lagi yang harus
disiapkan untuk menghadapi keadaan darurat
o Tim emergency response apakah ada strukturnya dan siapa saja yang berwenang serta tugas dan
tanggung jawab masing masing fungsi apa saja.
o Bila ada korban siapa saja yang harus dihubungi dan bertanggung jawab.
o Apakah tim emergency response ini diketahui para pekerja

Misal dari data laporan HIRA (hazard identification & risk assessment) didapatkan kegiatan dan tugas apa
saja yang berisiko tinggi. Sementara dari laporan analisa potensi kecelakaan besar (major accident hazard
(MAH)) didapat informasi apa saja kecelakaan proses yang dapat mengakibatkan MAH dan tingkat
risikonya, sesuai amanat Surat Edaran Menakertrans 140 /Tahun 2004 tentang Pemenuhan Kewajiban
Syarat – Syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Kimia dengan bahaya Besar, contoh aturan
luar negeri adalah safety case yang akan menganalisa MAH juga.
Hasil laporan dua dokumen ini maka kita harus pilih semua yang berisiko tinggi dan plot ke dalam
dokumen PDA untuk ditentukan klasifikasi incidentnya yang kemudian akan dibuat PIP nya (pre incident
planning). Response yang akan dibuat bergantung pada kategorisasi PDA yang telah dilakukan untuk
tujuan tindakan PIP yang diperlukan.

Hazard Identification & Risk Assessment and Control


Disiapkan oleh: Departemen: Lokasi: Diperiksa oleh:

Penilaian Risiko Pengendalian Risiko (Perhatikan


Kegiatan / Fasilitas Bahaya Risiko hirarki pengendalian)
Akibat Peluang Tingkat Risiko

Gambar 4 : Contoh laporan kerja identifikasi bahaya dan analisa risiko

Pre Determined Action (PDA) screening for XX Asset based on Major Accident Hazard List for preparation of Pre Incident Planning (PIP)
Unit of Operation or System/Activity System Failure Potential Scenario /
# Outcome - Consequences RISK PDA category
causing Major Hazards to occur Threat

Bottled gases under pressure : CO2 used


PDA - Medical
for flooding system; Argon; O2; External impact; Mishandling; Gas release and
22 C5
Flare system; Nitrogen bottles; Inergen; Corrosion. projectiles/missile
PDA - Gas Leakage
Air

Incorrect scaffolding assembly;


Overloading of scaffolding;
Personnel at height Scaffolding used not fit for purpose;
Scaffolding; Corrosion of platform supports;
Permanent platforms; General Loose grating clamps;
maintenance / inspection activities; Human error; Slippery surfaces;
Personnel fall from height
23 Telecom mast maintenance; Adverse weather (high winds / C5 PDA - Medical
and potential injury
Use of monkey ladders; high temperatures);
Use of step ladders; Unstable ground;
Use of manlifts; Multiple personnel using ladder at
Use of crane man baskets same time; Ladder not fit for purpose;
Incorrect operation of manlifts and
cranes.

Personnel under water @ Waste water Human error; Incorrect maintenance


Personnel fall into water,
24 ponds; Storm water ditches; Sea water activity; Poor visibility; Loss of control B5 PDA - Medical
liquid waste, and drowning
outfall channel (QG1) of vehicle

Gambar 5 : Contoh laporan kategori tanggap darurat (PDA) yang diperlukan untuk penentuan tindakan atas kejadian kecelakan yang terjadi
sesuai hasil analisa risiko

4|P a g e
Bagaimana merumuskan PIP yang detil ada dalam NFPA 1620 (standard for pre incident planning) yang
akan merujuk kepada informasi penting berikut :
- Apa saja fasilitas yang sedang dibangun (konstruksi) dan sudah beroperasi di lokasi perusahaan.
- Karakter pekerja yang dominan dari suku atau bangsa juga kebiasaan dan bahasanya.
- Spesifikasi sistem proteksi kebakaran dan keadaan darurat yang ada
- Kemampuan tanggap darurat dari personil pegawai internal dan dari luar perusahaan
- Ketersediaan perjanjian bersama tanggap darurat dari industri berdekatan atau dinas terdekat
- Ketersediaan air pemadam
- Faktor penentuan apakah incident akan meluas atau bisa ditanggulangi sendiri
- Informasi untuk keperluan tanggap darurat untuk melengkapi PIP.
Tips : Gambar satelit (gambar tampak atas), peta lokasi, gambar denah area kerja, foto lokasi area kerja;
bila disiapkan akan mendukung PIP menjadi sangat komprehensif karena perencanaan response dapat
dilakukan dengan membuat berbagai skenario.

RESPONSE (RESPON/TANGGAPAN)
Gabungan informasi dari prevention dan preparedness ini akan menentukan apa saja yang harus
diperhatikan untuk menuliskan emergency response plan yang baik.
Selain itu jika keadaan emergency benar-benar terjadi maka berapa lama waktu rescue (penyelamatan)
dan evakuasi bisa dihitung serta drill bisa disiapkan dan dihitung efektifnya dengan berbagai potensi
skenario dan dilihat dari berbagai aspek seperti kesehatan – fungsi anggota tubuh, paparan lingkungan
ataupun rusaknya aset dan fasilitas.
Setiap fungsi dari struktur organisasi emergency management dapat dirumuskan dan dilihat
keefektifannya saat response dilakukan. Semua resource dan logistic pun dapat dilihat kekurangannya
saat response dilakukan.

Hal seperti komitment tanggap darurat perusahaan (emergency response organizational commitment),
manajemen komunikasi tanggap darurat di internal dan external perusahaan, sistem komando insiden,
operasi tanggap darurat, penggunaan PPE khusus, Search and Rescue Act (aturan mencari dan
menyelamatkan), Petunjuk Evakuasi dan Tinggal di tempat aman, aturan manajemen penggunaan fire
extinguisher dan aktifasi pemadam kebakaran otomatis, manajemen darurat mengatur kru pemadam
kebakaran dan peralatan pemadam kebakaran; semua hal ini harus diatur khusus dalam prosedur rencana
tanggap darurat (emergency response plan) perusahaan.

Untuk menentukan response terbaik, setidaknya beberapa hal berikut ini harus ditentukan dan dilihat
keperluannya :
1. Emergency Response Organization Structure (struktur tim tanggap darurat). Siapa saja yang
harus terlibat, update nomor emergency dan petugas tiap mingguan, siapa yang menjadi on
scene commander (pimpinan di lokasi), siapa yang jadi incident commander (pimpinan tanggap
darurat), seksi dan petugas apa saja yang harus terlibat, jadwal dan jenis drill, definisi keadaan
darurat dan indikator apa yang harus diukur efektifitas keadaan tanggap darurat di lapangan
harus dibuat. Lebih detil bagaimana membuat struktur dan komanda tanggap darurat ada
panduan sesuai NFPA 1500 untuk membuat Incident Command System (ICS) yang terbaik.
Tujuan ICS ini adalah untuk :
a. Memastikan keselamatan petugas tanggap darurat dan semua tim yang terlibat.
b. Memastikan penyelesaian tujuan taktis tindakan tanggap darurat yang dilakukan.
c. Memastikan penggunaaan peralatan, material, dan tim (orang) dilakukan secara efisien.
ICS ini akan termasuk contoh tanggap darurat untuk di gedung, bila seseorang ditunjuk jadi fire
warden maka siapa saja yang ditunjuk harus mendapat pelatihan, dan cek lis apa yang harus
dipegang dan di cek saat tindakan tanggap darurat dilakukan baik untuk tujuan drill ataupun

5|P a g e
tujuan tanggap darurat sebenarnya harus di beri tahu sampai cara mengisi format cek lis nya.
Bila ada yang ditunjuk jadi pengamat (observer) saat simulasi keadaan darurat dilakukan maka
orang ini juga harus dilatih apa yang mesti dilihat, dinilai dan diperbaiki. Contoh terkait
pekerjaan hydrojetting maka struktur organisasi tanggap darurat ini harus dibuat melibatkan
perusahaan dan kontraktor yang bekerja dan tiap shift atau tiap minggu harus diidentifikasi
perubahannya.
2. Incident Data Classification, kecelakaan terkait lingkungan, lalu lintas, security akan memerlukan
penanganan berbeda dengan kecelakaan terkait kemungkinan
- kebakaran dan ledakan,
- medical – orang terluka saat bekerja, sakit, atau kemungkinan rescue dan evakuasi
orang harus dilakukan.
Possible credible incident result yang telah dilakukan ini akan menentukan response apa saja
yang diperlukan sesuai klasifikasinya. Klasifikasi data insiden dapat dijabarkan dalam contoh
berikut ini :
a. Fire (kebakaran), terbakarnya sebuah peralatan yang dinyatakan dengan peralatan
pemadam api baik yang portable (bergerak) seperti fire extinguisher ataupun yang tetap
seperti fire water and sprinkler system, dimana api terlihat ataupun tidak terlihat, dalam
hal ini ledakan bisa disatukan dengan klasifikasi fire.
b. Hazmat – terlepas dan tumpahnya bahan berbahaya dan beracun seperti H2S, bahan
radioaktif, korosif dari tempat penampungan seperti tangki dan drum, ataupun terlepas
dari peralatan pabrik yang dapat mencemari tanah, udara, dan melukai manusia termasuk
berpotensi menyala ataupun meledak.
c. Medical, keadaan khusus yang memerlukan penanganan luka ke manusia dengan cepat
baik di lokasi kerja ataupun ke rumah sakit.
d. Security, keadaan dimana terjadinya terror dan pelanggaran yang dapat merusak
peralatan di pabrik, lapangan ataupun dalam kantor juga melukai manusia.
e. Rescue, gabungan dari klasifikasi medical atau klasifikasi lain di atas atau keadaan khusus
seperti dimana manusia terjebak dalam lift, di ketinggian, di ruang terbatas, tertimpa
reruntuhan dan peralatan, dst.
f. Road Traffic Accident (RTA) atau Transportation Accident (TA). Terjadi di laut, darat
ataupun udara terutama di area yang dalam kontrol perusahaan yang menghasilkan
kerusakan.
g. False Alarm, keadaan dimana alarm aktif tapi tak ada jalur keluar darurat. Situasi dan
keadaan ini perlu dapat catatan khusus bila memang sering terjadi dimana mungkin
sebenarnya tim response tidak perlu diturunkan.
h. Mutual Aid, keadaan khusus dimana sudah perlu dilakukan penanganan lebih luas dan
perlu bantuan karena insiden terjadi di luar kontrol perusahaan yang mungkin melibatkan
klasifikasi a sampai f di atas yang harus melibatkan tim pemadam kota/daerah, atau pun
pemerintah kota, kepolisian, tentara, dst.
NFPA 901 memberikan panduan lebih dalam soal hal ini sesuai contoh klasifikasi di atas, dan klasifikasi
insiden ini bisa di simpulkan mungkin dalam 3 sampai 4 kategori bila terjadi sesuai tingkat keparahannya
misalnya Tier 1, skala kecil. Tier 2, skala menengah bawah. Tier 3, skala menengah atas. Tier 4, skala
besar. Ketegori lain dalam 3 Tier, Tier-1 - kecil; Tier-2 – sedang, Tier-3 - besar.
Sesuai contoh yang saya ambil tentu personil terluka saat pekerjaan hydrojetting dilakukan masuk
klasifikasi medical namun Tier nya, belum tentu Tier 1 tapi dapat langsung ke Tier 3 atau 4 bila
meninggal.
3. Kategorisasi Langkah Penyelamatan dan Pengamanan (Pre Determined Action = PDA). Dengan
adanya klasifikasi data insiden maka langkah penyelamatan dan pengamanan dapat dilakukan
dengan membuat panduan yang lebih detil dengan tujuan agar lebih mudah membuat prioritas
sesuai klasifikasi insiden yang telah terjadi, untuk membuat check list berisi peralatan apa saja

6|P a g e
yang harus dibawa saat penanganan insiden dilakukan, dan siapa saja yang harus terlibat. Contoh
untuk hal ini misal PDA - rescue dan medical pekerjaan hydrojetting bisa dibagi jadi 3 kategori
yaitu jika insiden terjadi saat confined space, saat bekerja di ketinggian, dan saat bekerja di ground
(tanah).
4. Metoda komunikasi dibagi dua yaitu melaporkan kejadian dan menangani kejadian. Untuk
melaporkan kejadian maka satu nomor emergency harus ditentukan di lokasi dan kode saat
komunikasi dengan radio pun harus ditentukan. Kemudian apa saja yang harus dilaporkan harus
dibuat panduannya baik saat menelpon ataupun berbicara lewat radio. Bila komunikasi harus
dilakukan melewati pagar perusahaan misalnya menghubungi pabrik sebelah atau memanggil
yang berwenang maka protokol komunikasi harus ditentukan diawal dan checklist apa saja yang
mesti diisi dan dicek saat memutuskan menghubungi pihak pihak di luar perusahaan.
Misal protokol melaporkan kejadian kecelakaan hydrojetting : “halo … operator 777, kami
melapor telah terjadi insiden, satu orang terluka, di ketinggian dekat heat exchanger F111, perlu
medical action segera”.
“Bila terjadi api, maka halo … operator 777, kami melapor terlihat api, dekat exchanger 777,
tolong tindakan bantuan dikirimkan ….” Lanjutan laporan : “kami telah memadamkan dengan fire
extinguisher” atau “kami memadamkan dengan fire extinguisher namun api belum mati, tindakan
bantuan diperlukan”; ini contoh statement jika memang tindakan response untuk initial fire
dibolehkan dilakukan oleh personil di area dan lokasi kerja sesuai aturan perusahaan; jika tidak
dibolehkan maka cukup sampai “tolong tindakan bantuan dikirimkan untuk memadamkan api ”.
Yang melaporkan biasanya wajib memberi tahu namanya siapa, nomor staff, dan jabatannya. Jika
visitor yang melapor maka harus dicatat siapa nama dan dari instansi mana.

Untuk menangani kejadian maka komando komunikasi ini sangat dinamis tergantung kebijakan
on scene commander di lokasi kecelakaan dan incident commander di kantor pusat perusahaan.
Panduan lanjutan komando komunikasi ini sebaiknya di analisa lewat fungsi masing-masing orang
dalam sistem komando penanganan insiden sesuai struktur organisasi tanggap daruratnya.
Semakin tinggi Tier insiden yang dialami maka kemungkinan semakin besar struktur organisasi
tanggap darurat yang diperlukan.
Table top drill sebaiknya dilakukan dalam periode tertentu untuk mengukur keperluan juga
besarnya tim yang diperlukan tergantung pada situasi darurat yang akan disimulasikan sebelum
berlanjut ke drill dengan langkah yang memerlukan aksi nyata di lokasi kerja. Bila transfer atau
perpindahan komando komunikasi ini perlu dilakukan maka harus ditentukan aturannya agar
dapat diukur keefektifannya.

RECOVERY (PEMULIHAN)
Bagian ini memerlukan studi dan analisa mendalam karena jika dijalankan belum tentu semua skenario
bisa ditulis dan dijadikan panduan. Beberapa faktor yang akan menentukan apakah recovery dapat
dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Nilai dan Jenis Kerusakan


2. Ketersediaan personil dan timnya, logistik berupa peralatan dan material yang dibutuhkan, dana
yang tersedia untuk melakukan tindakan pemulihan.
3. Persyaratan yang diatur undang undang dan peraturan seperti misalnya kewajiban tindakan
pemulihan bila ada ledakan, kebakaran ataupun tumpahan minyak dan bahan kimia berbahaya.
4. Dan faktor lainnya seperti keadaan cuaca maupun kecepatan pengiriman barang, peralatan dan
material yang diperlukan.

7|P a g e
Secara umum tahapan pemulihan dibagi 3 jenis yaitu :

1. Aktif dimana energi, keinginan, dan tindakan untuk melakukan pemulihan sangat tinggi.
2. Lanjutan dari aktif dimana perkembangan pemulihan telah dirasakan namun para personil mulai
letih dan lelah dengan segala upaya dan waktu yang dicurahkan untuk pemulihan dan mulai ada
konflik karena personil harus membagi waktu antara tugas dan pekerjaan normal yang harus
dilakukan dan tugas melakukan pemulihan.
3. Dan tahapan akhir yakni fasilitas kembali berjalan dan berfungsi normal namun tersisa tugas-
tugas administratif seperti berbagai macam laporan pemulihan yang harus diselesaikan.

Setidaknya fungsi pemulihan ini akan melibatkan berbagai tindakan berikut :

1. Manajemen pemulihan berupa siapa saja personil dan tugasnya apa saja untuk setiap timnya.
2. Hal apa saja di luar pemulihan fisik fasilitas yang harus dikelola seperti tindakan medis maupun
psikologi untuk para korban yang akan memerlukan dana, gaji dibayarkan, jam kerja, konseling
masa krisis untuk korban maupun keluarga korban, paket perawatan termasuk penanganan
korban meninggal, dan perawatan harian (dalam hal ini pengelolaan aturan Penyakit Akibat
Kerja (PAK) akan dianalisa dengan detil).
3. Penutupan dan sterilisasi area kejadian bencana dan kecelakaan kerja, supaya semua bukti tidak
terkontaminasi oleh tindakan yang tidak perlu dan orang luar serta supaya para insinyur dapat
menganalisa dampak kecelakaan dan bencana supaya dapat diperbaiki dan dipulihkan juga agar
investigasi baik oleh tim K3, Polisi, maupun investigasi dari semua kementerian terkait dan
kedokteran dapat bertugas dengan maksimal. Penutupan dan sterilisasi area ini akan dilakukan
terus menerus sampai semua pihak dari internal dan external sepakat investigasi telah selesai
dan area dapat dibuka kembali untuk dipulihkan atau personil dapat bekerja kembali di area
tersebut. Semua laporan terkait pemulihan dan investigasi yang harus dibuat akan merujuk ke
aturan lokal, daerah, maupun internasional, dan internal perusahaan yang berlaku.
4. Analisa kerusakan yang akan dilakukan tim untuk menghitung kerusakan apa saja yang telah
terjadi, berapa lama perkiraan dapat diperbaiki dan apakah semua peralatan, material dan
barang tersedia dengan cepat atau perlu waktu pengiriman tertentu, tim perbaikan ada atau
tidak juga sanggup atau tidak sesuai skills (keahlian) yang ada dan bila ada asuransi apakah bisa
ditalangi oleh dana asuransi atau dana sendiri.
5. Pengambilan data aktifitas kejadian lapangan dan data proses. Data-data ini penting dilakukan
pengambilannya sebab akan menentukan tindakan apa yang diperlukan agar kejadian serupa
tidak terulang, apa yang harus diperbaiki, dan apa saja yang lalai dilakukan (bila ada).
6. Investigasi kejadian. Terkait poin 3, hal ini akan menentukan apakah semua root cause akan
ditemukan dengan semaksimal mungkin upaya dilakukan untuk memperbaiki sistem yang ada
tanpa menyalahkan para personil. Bila ada dugaan tindakan pidana maka jalur pembuktian
secara hukum sebaiknya dilakukan, termasuk dugaan yang akan menghasilkan gugatan perdata.
7. Legal, aspek hukum akan menentukan semua upaya yang harus dilakukan untuk pelaporan,
tindakan investigasi, publikasi yang diupayakan melindungi kepentingan personil dan fasilitas
dimana kejadian bencana dan kecelakaan terjadi.
8. Semua sistem keselamatan, keamanan, dan tanggap darurat harus diperbaiki langsung setelah
bencana dan kecelakaan terjadi. Sebagai contoh untuk pekerjaan hydrojetting, jika memang
telah ada kejadian fatality dan medical treatment, maka rekayasa teknik peralatan hydojetting
8|P a g e
harus dilakukan dan pemilihan PPE dengan cut resistant terbaik harus dipakai para pekerja yang
mampu melindungi seluruh bagian tubuh termasuk tangan, kaki, leher dan seluruh bagian
kepala. Rekayasa tempat kerja dan waktu kerja harus dibuat seoptimal mungkin agar para
pekerja mempunyai waktu istirahat yang cukup, tidak kepanasan, cukup minum dan makan
selama melakukan pekerjaannya.
9. Asuransi. Telah dibahas di poin 4.
10. Komunikasi pemberitaan dan laporan di media oleh tim publikasi perusahaan, manajemen,
maupun para pegawai. Sebuah aturan mengenai komunikasi pemberitaan, standar laporan
pemberitaan, siapa yang berwenang memberitakan, apa saja hak dan kewajiban pegawai ketika
mengetahui kejadian kecelakaan dan bencana - dan apa yang tidak boleh para pegawai
sampaikan kepada orang yang di luar perusahaan terkait sebuah bencana dan kecelakaan.

Langkah recovery ini dapat dibagi menjadi 7 langkah identifikasi dan penerapan utama, yakni :

1. Melakukan analisa risiko. Semua kejadian bencana yang dapat merusak fasilitas dan kecelakaan
kerja perlu dianalisa. Untuk menentukan risikonya maka credible scenario mesti dibuat
berdasarkan data dan spesifikasi fasilitas, seperti misalnya bila fasilitas dibangun dengan tahan
gempa sampai 10 skala richter maka bila tidak ada catatan sejarah selama 10-20 tahun terakhir
bahwa ada kejadian gempa di atas 10 skala richter terjadi di area setempat dan regional maka
dapat dianggap skenario gempa di atas 10 skala richter tersebut bukanlah credible scenario.
Setelah credible scenario ditentukan maka langkah selanjutnya untuk prioritas bisa dari
membuat analisa risiko dampak bila bencana dan kecelakaan menimpa sistem produksi untuk
produk termahal dan terbanyak atau menganalisa sesuai sistem (proses) dan kebijakan apa yang
akan terganggu bila ada bencana dan kecelakaan. Dalam hal ini skenario juga harus dibuat
sesuai Tier Incident yang terjadi, semakin tinggi maka harus mendapat porsi prioritas lebih tinggi
(pembahasan sekilas mengenai Tier ada dalam pembahasan response). Biasanya Incident
Management Team (IMT) dan Business Continuity Response Team (BCP) akan berjalan
beriringan dan Strategic Management Team langsung terlibat jika memang telah dikatakan Tier
Incident yang terjadi kategori tinggi dan berdampak luar biasa terhadap perusahaan sehingga
tindakan pemulihan dan perencanaan kelangsungan bisnis diperlukan.

Gambar 6 : Aktifitas pemulihan di plot terhadap waktu dimana tim Incident Management Team (IMT), Business continuity Response Team
(BRT) dan Strategic Management team (SMT) akan terlibat

9|P a g e
Gambar 7 : Contoh Analisa Risiko untuk keperluan Recovery dan BCP

2. Analisa dampak terhadap bisnis. Misal pekerja hydrojetting tertembak peralatan


hydrojettingnyse sendiri sehingga meninggal atau luka sehingga harus dirumah sakitkan. Maka
dampak yang harus dianalisa adalah tertundanya pekerjaan tersebut dalam rentang waktu
tertentu, apakah ada personil yang dapat melakukan pekerjaan yang sama dengan keahlian yang
sama di tempat kerja atau harus didatangkan dari area dan negara tertentu, bila area diisolasi
selama waktu tertentu apakah pekerjaan dalam keadaan pabrik shutdown (misal bila pabrik
sedang dimatikan) maka apakah waktu shutdown harus diperpanjang dan apa saja mitigasi nya
agar sistem produksi dari pabrik tetap tersedia, apakah ada dana yang harus disediakan untuk
perawatan dan transport jenasah pegawai yang terkena kecelakaan, dst.
3. Tentukan dan tulis dalam prosedur mengenai strategi pemulihan, keperluan personil, material,
peralatan, dana untuk pemulihan.
4. Buat perencanaan kelangsungan bisnis (business continuity plan (BCP)) yang mencakup point 1
sampai 3 diatas termasuk perihal komunikasi, pemberitaan serta hak dan kewajiban para
pegawai akan komunikasi dan pemberitaan.
5. Buat kontrak dan perjanjian baik dengan industri terdekat dengan keberadaan fasilitas
perusahaan, dengan pihak ketiga, dengan petugas khusus seperti dinas pemadam kebakaran,
dinas PU, dan seterusnya juga dengan semua kementerian terkait, dengan tokoh masyarakat
terdekat.
6. Berpartisipasi dalam kegiatan perencanaan BCP yang melibatkan berbagai perusahaan sejenis
atau terdekat di daerah maupun regional.
7. Buat pelatihan dan latihan (drill) untuk berbagai kasus bencana dan kecelakaan kerja, baik
secara di atas meja (table top drill) maupun aksi di lapangan yang diperlukan.

10 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai