Anda di halaman 1dari 2

Nama : Ida Bagus Suryanatha Gangga Manuaba (11)

Kadek Aditya Krisnayana (12)

Kelas : XII MIPA 2

Tugas Bahasa Indonesia: Membuat esai dari fenomena aktual yang ada di lingkungan sekitar.

Topik: Ekoenzim

Esai:

Ada Apa dengan Ekoenzim?

Pemerintah Kabupaten Bangli akhir-akhir ini sedang gencar melaksanakan pembuatan


ekoenzim untuk mengatasi pencemaran Danau Batur, Kintamani. Hal ini dilakukan karena
menurut Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bangli air Danau Batur dinyatakan
tidak layak untuk dikonsumsi. Ditambah lagi terdapat paparan zat kimia yang masih
tergolong rendah di dalam air danau tersebut. Maka dari itu diperlukan berliter-liter ekoenzim
untuk mengatasi hal tersebut sehingga dibuatlah suatu gerakan yang diberi nama “Gerakan
Serentak Eco-enzyme Bangli BISA.” Namun, beberapa masyarakat menyatakan gerakan ini
menghabiskan banyak dana untuk mebeli sayur dan buah segar karena ekoenzim tidak dapat
dibuat dengan buah atau sayuran yang telah busuk. Jadi, mengapa ekoenzim ini tetap dipilih
untuk mengatasi pencemaran yang terjadi di Danau Batur?

Eco-enzyme atau yang dalam Bahasa Indonesia disebut dengan Ekoenzim (EE)
merupakan zat yang berbentuk cairan hasil fermentasi buah, sayur, atau limbah organik
pilihan lainnya dalam kurun waktu tertentu. Ekoenzim pertama kali dipopulerkan oleh Dr.
Rosukon Poompanvong yang merupakan seorang pegiat pertanian organik asal Thailand pada
tahun 2003. Pembuatan ekoenzim ini dimaksudkan untuk mengolah enzim dari sampah
organik untuk menjadi cairan pembersih. Ekoenzim berwujud seperti cairan coklat gelap dan
memiliki aroma fermentasi yang kuat.

Ada beberapa kandungan yang terkandung di dalam ekoenzim ini yakni, asam asetat
(H3COOH) yang dapat membunuh kuman, virus, dan bakteri. Lebih jelasnya lagi, kandungan
dari ekoenzim itu sendiri terdiri dari enzim lipase, amilase, dan tripsin. Ketiga enzim ini
dapat dipergunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan patogen. Hal inilah yang
Pemerintah Kabupaten Bangli coba untuk manfaatkan untuk menjernihkan atau mengurangi
pencemaran yang ada di Danau Batur. Telah diketahui bahwasannya Danau Batur telah
tercemar oleh bangkai ikan yang mati akibat semburan belerang. Hal tersebut menimbulkan
pencemaran air dan udara sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap. Selain itu mengutip
dari KOMPAS.com, Danau Batur juga tercemar oleh limbah pertanian yang ada disekitar
danau dan aktivitas boat di seputaran danau. Oleh karena itu, ekoenzim digunakan untuk
menetralisir bau sekaligus mengatasi dampak dari pencemaran tersebut.

Terkait dengan pengeluaran biaya untuk pembuatan ekoenzim, hal tersebut dapat
diminimalisir dengan penggunaan beberapa jenis sampah organik. Menurut beberapa sumber
yang terdapat di internet, ekoenzim tetap dapat dibut dengan sisa sayuran atau buah yang
telah digunakan. Beberapa jenis sampah organik yang tidak dapat digunakan adalah yang
telah membusuk, dimasak (direbus, digoreng, dikukus, dan lain-lain), berulat, berjamur, dan
kulit buah yang keras, seperti kulit kelengkeng, durian, dan lain-lain. Jadi, sayur dan buah
yang digunakan tidak harus dari buah yang segar atau yang baru dibeli. Pengeluaran untuk
membeli buah atau sayuran tersebut pun dapat diminimalisir. Hal yang perlu dilakukan
hanyalah mengumpulkan sisa sayuran atau buah setiap kali masak atau makan. Setelah
digunakan untuk pembuatan ekoenzim pertama, sisa buah atau sayuran tersebut masih bisa
digunakan untuk membuat ekoenzim kembali sehingga dipembuatan ekoenzim selanjutnya
menjadi lebih hemat lagi.

Ekoenzim adalah cairan hasil fementasi sisa sayuran dan buah-buahan yang bermanfaat
untuk pengendalian pencemaran air, khususnya yang ada di Danau Batur. Selain itu,
ekoenzim juga dapat dimanfaatkan sebagai cairan deterjen, pembersih piring, pupuk organik,
dan peptisida organik. Oleh karena itu, sampah sayuran dan buah-buahan yang ada dapat
dimanfaatkan kembali sehingga tidak terbuang secara percuma dan menghemat pengeluaran
untuk membeli buah atau sayuran segar hanya untuk membuat ekoenzim itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai