Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.

R USIA 26 TAHUN P1A0


POST PARTUM 1 HARI DENGAN NYERI LUKA JAHITAN PERINEUM
DI RUANG BAKUNG RSU NEGARA
JEMBRANA
TAHUN 2023

LAPORAN KASUS INDIVIDU

Oleh :

Yolanda Rut Denatasya Mayor

2215401005

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS TRIATMA MULYA
JEMBRANA-BALI
2023
ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. R USIA 26 TAHUN P1A0
POST PARTUM 1 HARI DENGAN NYERI JAHITAN LUKA PERINEUM
DI RUANG BAKUNG RSU NEGARA
JEMBRANA
TAHUN 2023

LAPORAN KASUS INDIVIDU

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Praktek Keterampilan Klinik Pratek
Kebidanan (KKPK) pada Program Studi D III Kebidanan Fakultas Kesehatan
Universitas Triatma Mulya

Oleh :

Yolanda Rut Denatasya Mayor

2215401005

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS TRIATMA MULYA
JEMBRANA-BALI
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan Rahmat dan hidayah sehingga dapat menyelesaikan Laporan Kasus Individu
yang berjudul “Asuhan Kebidanan Pada Ny. R Usia 26 Tahun P1A0 Post Partum 1 Hari
Dengan Nyeri Luka Perineum Di Ruang Bakung Rsu Negara” disusun sebagai salah satu
syarat menyelesaikan Praktek Keterampilan Klinik Praktek Kebidanan (KKPK) pada
Program Studi D III Kebidanan Fakultas Kesehatan Universitas Triatma Mulya Jembrana.

Penulis menyadari bahwa Laporan Kasus Inddividu ini masih memiliki beberapa
kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca demi perbaikan Laporan ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis tidak lupa
mengucapkan terima kasih kepada

1. Ibu Lina Darmayanti Bainuan, SST., M.Keb selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Universitas Triatma Mulya yang telah memberikan kesempatan untuk menyusun
Laporan Kasus Individu.
2. Ibu Ketut Anom Sri Kusumawati, SST, M.Tr.Keb selaku Ketua Program Studi DIII
Kebidanan Universitas Triatma Mulya dan selaku pembimbing pendamping yang
telah memberikan ijin dan memberikan bimbingan dalam penyusunan Laporan Kasus
Individu.
3. Ibu Ni Luh Artoni, A.Md. Keb selaku Kepala Ruangan Bakung di RSU Negara dan
selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan ijin dan memberikan bimbingan
dalam penyusunan Laporan Kasus Individu.

Akhir kata penulis mengharapkan saran dari pembaca karena penulis menyadari bahwa
laporan kasus individu ini masih banyak jauh dari kata sempurna. Penulis berharap agar
laporan kasus individu ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jembrana, 15 Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL HALAMAN..................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................4
C. Waktu dan Tempat Pengambilan Kasus.........................................................4
D. Tujuan Pratik..................................................................................................5
E. Manfaat Penulis Laporan...............................................................................5
BAB II TINJAUAN TEORI.......................................................................................6
A. Konsep Dasar Teori........................................................................................6
B. Nyeri Luka Perinium......................................................................................22
BAB III PERKEMBANGAN KASUS TINDAKAN................................................30
A. Data Subjektif.................................................................................................30
B. Data Objektif..................................................................................................31
C. Analisa............................................................................................................32
D. Penatalaksanaan.............................................................................................32
BAB VI PEMBAHASAN..........................................................................................36
A. Post Partum Hari I..........................................................................................36
BAB V PENUTUP.....................................................................................................37
A. Kesimpulan....................................................................................................37
B. Saran...............................................................................................................37

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas merupakan hal penting untuk diperhatikan guna menurunkan angka
kematian ibu dan bayi di Indonesia dan berbagai pengalaman dalam menanggulangi
kematian ibu dan bayi di banyak Negara, Pelayanan nifas merupakan pelayanan
kesehatan yang sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai dengan 42 hari pasca
persalinan oleh tenaga kesehatan. Asuhan masa nifas penting diberikan pada ibu dan bayi,
karena merupakan masa krisis baik ibu dan bayi. Enam puluh persen (60%) kematian ibu
terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian pada masa nifas terjadi 24 jam pertama.
Luka perineum adalah luka yang terjadi di antara area kelamin dan anus akibat robekan
yang terjadi secara spontan atau melalui prosedur episiotomi. Luka ini dapat
menyebabkan nyeri pada perineum. Saat proses persalinan, keluarnya bayi dapat
menyebabkan luka pada dinding depan vagina atau di sekitar orifisium urethrae externum
(pintu keluar saluran kemih luar) dan klitoris. Robekan pada bagian atas vagina sekitar ⅓
bagian umumnya terjadi sebagai kelanjutan dari robekan serviks uteri (leher rahim),
sedangkan robekan pada bagian bawah sekitar ⅓ bagian merupakan kelanjutan dari
robekan perineum (Prawirohardjo, 2011: 228-230). Berdasarkan data dari Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), terdapat 2,7 juta kasus nyeri luka perineum pada ibu yang
sedang bersalin. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 6,3 juta pada tahun 2050
(Sigalingging & Sikumbang, 2018: 162). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Santy
dan rekan-rekan (2020: 23), nyeri luka perineum merupakan masalah yang cukup umum
di Asia, dengan 50% dari seluruh kasus nyeri luka perineum di dunia terjadi di kawasan
Asia. Di Indonesia, sebanyak 75% ibu yang melahirkan pervaginam mengalami luka
perineum, dan sebanyak 57% dari ibu-ibu tersebut mengalami nyeri akibat jahitan luka
perineum (28% disebabkan oleh episiotomi dan 29% disebabkan oleh robekan spontan).

1
Luka perineum terjadi ketika jalan lahir mengalami regangan yang berlebihan dan
tiba-tiba saat janin lahir, baik itu kepala maupun bahu janin (dystokia bahu), terutama
pada bayi dengan berat badan yang besar. Hal ini menyebabkan luka dan nyeri pada
perineum selama proses kelahiran (Prawirohardjo, 2011: 328). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Arsyad (2014: 111), ditemukan hubungan yang signifikan antara
berat badan bayi saat lahir dengan robekan perineum pada persalinan normal dengan nilai
p-value = 0.000. Nilai koefisien kontingensi sebesar 0.497 menunjukkan hubungan yang
sedang antara berat badan bayi saat lahir dengan robekan perineum. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa berat badan bayi saat lahir mempengaruhi terjadinya robekan
perineum pada persalinan normal. Semakin besar berat badan bayi, semakin tinggi risiko
robekan perineum terjadi.
Perineum yang lembab karena luka memiliki risiko tinggi terkena infeksi. Sekitar 50%
penyebab infeksi perineum adalah kuman yang ada di jalan lahir, seperti Streptococcus
anaerob, yang sebenarnya tidak bersifat patogen. Karena adanya luka perineum, kuman-
kuman ini memiliki peluang untuk menyebabkan nyeri dan infeksi, termasuk pada area
luar alat kelamin, lubang vagina, anus, dan mulut rahim (Kurniawati, 2015: 228). Infeksi
perineum dapat muncul dalam bentuk abses, seroma, dan hematoma pada luka (Saifuddin,
2014: M-95). Angka kematian ibu akibat infeksi di Indonesia mencapai 207 kasus (4,9%),
sedangkan di Provinsi Lampung terdapat 3 kasus (1,4%) (Kemenkes RI, 2020: 97).
Infeksi perineum yang tidak ditangani dengan baik dapat memiliki konsekuensi serius
bagi kesehatan ibu setelah persalinan. Oleh karena itu, penting untuk menjaga kebersihan
perineum dan melaksanakan perawatan luka perineum yang tepat guna mencegah infeksi.
Selain itu, pemantauan dan pengobatan yang tepat harus dilakukan jika terdapat tanda-
tanda infeksi pada perineum setelah persalinan guna mencegah komplikasi yang lebih
serius.

2
Luka perineum yang terjadi selama persalinan dapat menyebabkan perdarahan dengan
intensitas yang bervariasi, dan biasanya membutuhkan proses penjahitan. Proses
penyembuhan luka perineum biasanya berlangsung selama 7-14 hari dan tidak melebihi
14 hari. Perawatan luka perineum pada ibu setelah melahirkan memiliki beberapa tujuan,
antara lain mengurangi rasa tidak nyaman, menjaga kebersihan (higiene pribadi),
mencegah infeksi, dan mengurangi nyeri yang berkelanjutan (Boyle, 2009: 96).
Namun, terdapat kasus-kasus di mana proses penyembuhan luka perineum
membutuhkan waktu lebih dari 14 hari, seperti yang terjadi di Praktik Mandiri Bidan
(PMB) Nyimas 1, di mana 10% dari 10 kasus persalinan pervaginam mengalami lama
penyembuhan luka perineum yang lebih dari 14 hari. Hal ini dapat mengindikasikan
adanya nyeri pada luka perineum yang berkelanjutan. Dalam hal ini, perlu dilakukan
penanganan dan pemantauan yang tepat terhadap luka perineum yang membutuhkan
waktu penyembuhan yang lebih lama. Pengelolaan nyeri yang efektif dan pemantauan
terhadap tanda-tanda infeksi sangat penting untuk memastikan penyembuhan yang
optimal dan mengurangi ketidaknyamanan yang berkepanjangan bagi ibu pasca
persalinan.
Luka pada perineum dapat menyebabkan perasaan perih saat buang air kecil. Hal ini
dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi ibu, termasuk nyeri, gangguan mobilitas,
ketakutan saat buang air kecil dan buang air besar, serta dapat mengganggu ikatan antara
ibu dan bayi selama masa nifas (Kusumaningsih, 2014: 2). Untuk mengatasi nyeri
tersebut, selain menggunakan pendekatan farmakologis, juga dapat digunakan pendekatan
non-farmakologis. Salah satu alternatif non-farmakologis yang dapat membantu
mengurangi nyeri adalah kompres dingin dengan menggunakan daun sirih. Kompres
dingin daun sirih dapat memberikan efek nalgesic dan meredakan peradangan pada luka
perineum. Caranya adalah dengan menyediakan daun sirih segar, membersihkannya,
kemudian melipatnya dan menempelkannya pada area luka perineum yang terasa nyeri.

3
Kompres dingin ini dapat dilakukan beberapa kali dalam sehari selama beberapa menit.
Penggunaan kompres dingin daun sirih sebagai terapi non-farmakologis dapat membantu
mengurangi rasa nyeri pada luka perineum dan memberikan perasaan nyaman bagi ibu pasca
persalinan. Namun, sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu dengan tenaga medis atau bidan
untuk memastikan bahwa penggunaan kompres dingin daun sirih sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan masing-masing ibu.

Berdasarkan data mengenai banyaknya ibu nifas yang mengalami nyeri pada area
perineum, penulis tertarik untuk melakukan pengkajian pada kasus ibu nifas dengan
keluhan nyeri pada area perineum di Ruang Bakung RSU Negara. Pengkajian ini
bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang keluhan nyeri
yang dialami oleh ibu nifas pada area perineum. Dengan melakukan pengkajian ini,
diharapkan dapat mengidentifikasi faktor penyebab atau kontributor nyeri perineum,
memperoleh gambaran klinis yang lengkap, serta merumuskan tindakan yang tepat untuk
manajemen dan penanganannya.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Kebidanan Pada NY. R Usia 26 tahun P1A0 Post Partum 1
hari dengan Nyeri luka Jahitan perineum?
C. Waktu dan Tempat Pengambilan Kasus
Waktu pengambilan kasus ini dilaksanakan pada pukul 15.00 Wita, Tanggal 14 Juni
2023 di ruang Bakung RSU Negara.

4
D. Tujuan Pratik
Tujuan dari praktik ini adalah untuk memberikan perawatan kebidanan yang tepat dan
mengikuti standar asuhan yang telah ditetapkan. Praktik ini melibatkan serangkaian yang
meliputi pengkajian data subjektif, data objektif, analisa dan planning/pelaksanaan tujuan
ini berlaku khususnya pada kasus ibu nifas yang mengalami nyeri pada luka perineum.
E. Manfaat Penulis Laporan
a. Manfaat Bagi Rumah Sakit
Praktik ini juga dapat berperan sebagai sumber informasi yang berharga bagi
penentu kebijakan dan pengelola program kesehatan di Rumah Sakit Umum
Negara dalam upaya penanganan dan pengurangan nyeri luka perineum pada ibu
nifas. Informasi yang dihasilkan dari praktik ini dapat digunakan untuk membantu
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan perbaikan dan pengembangan
program kesehatan yang ada.
b. Manfaat Bagi Mahasiswa
Dapat menerapkan teori yang diperoleh dari pendidikan secara nyata dilapangan
dalam hal melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan nyeri luka
perineum.
c. Bagi Instansi
Sebagai bahan masukan atau pertimbangan bagi rekan-rekan mahasiswa kebidanan
Universitas Triatma Mulya Jembrana dalam pelaksanaan asuhan kebidanan nyri luka
perineum pada Ibu nifas.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Teori


1. Definisi Masa Nifas
Masa nifas berasal dari bahasa latin yaitu Puer adalah bayi dan parous adalah
melahirkan yang berarti masa sesudah melahirkan (Saleha, 2008). Masa nifas
adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alatalat reproduksi pulih
seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6
minggu atau 40 hari (Ambarwati, 2009). Masa nifas adalah akhir dari periode
intrapartum yang ditandai dengan lahirnya selaput dan plasenta yang
berlangsung sekitar 6 minggu (Varney, 1997). Masa nifas adalah periode yang
dialami oleh seorang ibu setelah melahirkan, dimulai setelah kelahiran bayi
dan plasenta, yaitu setelah kala IV dalam persalinan selesai, dan berlangsung
hingga 6 minggu (42 hari) ketika perdarahan berhenti. Istilah "nifas" berasal
dari bahasa Latin, di mana "puer" berarti bayi, dan "paros" berarti melahirkan,
yang mengacu pada masa pemulihan ibu setelah persalinan, ketika organ-
organ reproduksi kembali ke kondisi sebelum kehamilan. Pada masa nifas, ibu
dapat mengalami berbagai masalah, baik dalam bentuk komplikasi fisik
maupun psikologis. Oleh karena itu, perhatian khusus dari tenaga kesehatan,
terutama bidan, sangatlah penting.
Masa ini merupakan periode yang sangat penting bagi tenaga kesehatan untuk
selalu melakukan pemantauan, karena jika pelaksanaannya kurang maksimal,
dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah yang bahkan dapat
berlanjut menjadi komplikasi masa nifas, seperti sepsis puerpuralis (infeksi
pada rahim pasca-persalinan) dan perdarahan. Pada masa ini dapat disebut
masa kritis bagi ibu setelah melahirkan, skitar 50% kematian ibu dapat terjadi
dalam 24 jam pertama postpartum akibat perdarahan serta penyakit komplikasi
yang terjadi pada saat kehamilan, Jika di tinjau dari penyebab adanya masalah
yang dialami oleh ibu dapat berimbas juga terhadap kesejahteraan bayi yang
dilahirkan, karena bayi tidak akan mendapatkan perawatan maksimal dari
ibunya, dengan demikian, angka morbiditas dan mortalitas bayipun akan
meningkat.

6
2. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Tujuan asuhan masa nifas dibagi 2 yaitu :
1. Tujuan Umum
Membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal mengasuh
anak.
2. Tujuan Khusus
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologis.
b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,
mengobati/merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya.
3. Tahapan Masa Nifas
A. Puerperium dini (immediate post partum periode)
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam, yang dalam hal
ini ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Masa ini sering
terdapat banyak masalah misalnya perdarahan karena atonia uteri oleh
karena itu bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi
uterus, pengeluaran lokhia, tekanan darah dan suhu.
B. Puerperium intermedial (Early post partum periode)
Masa 24 jam setelah melahirkan sampai dengan 7 hari (1 minggu). Periode
ini bidan memastikan bahwa involusio uterus berjalan normal, tidak ada
perdarahan abnormal dan lokhia tidak terlalu busuk, ibu tidak demam, ibu
mendapat cukup makanan dan cairan, menyusui dengan baik, melakukan
peraw atan ibu dan bayinya sehari-hari.
C. Remote Puerperium (Late post partum periode)
Masa 1 minggu sampai 6 minggu sesudah melahirkan. Periode ini bidan
tetap melanjutkan pemeriksaan dan peraw atan sehari-hari serta
memberikan konseling KB.
7

4. Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas


a. Sebagai teman terdekat sekaligus pendamping untuk memberikan
dukungan yang terus menerus selama masa nifas yang baik dan sesuai
dengan kebutuhan ibu agar mengurangi ketegangan fisik dan
psikologis selama persalinan dan nifas.
b. Sebagai pendidik dalam asuhan pemberian pendidikan Kesehatan
terhadap ibu dan keluarga.
c. Sebagai pelaksana asuhan kepada pasien dalam hal tindakan
perawatan, pemantauan, penanganan masalah, rujukan, dan deteksi
dini komplikasi masa nifas.
5. Asuhan Masa Nifas
Kebijakan Program Nasional tentang Masa Nifas adalah:
1) Rooming in merupakan suatu sistem perawatan dimana ibu dan bayi
dirawat dalam 1 unit/kamar. Bayi selalu ada disamping ibu sejak lahir
(hal ini dilakukan hanya pada bayi yang sehat).
2) Gerakan nasional ASI ekslusif yang dirangcang oleh pemerintah.
3) Pemberian vitamin A ibu nifas.
4) Program Inisiasi Menyusui Dini Berdasarkan program dan kebijakan
teknis masa nifas adalah paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas
untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir untuk mencegah
mendeteksi, dan menangani masalah-masalah yang terjadi, yaitu :

8
Kunjunga Waktu Tujuan
n
I 6-8 jam persalinan 1. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk jika
perdarahan berlanjut.
2. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota
keluarga mengenai bagaimana cara mencegah perdarahan
masa nifas karena atonia uteri.
3. Pemberian ASI awal.
4. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi yang baru lahir.
5. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hypotermi.
6. Jika petugas Kesehatan menolong persalinan, ia harus
7. tinggal dengan ibu dan bayi yang baru lahir selama 2 jam
pertama setelah kelahiran atau sampai ibu dan bayinya dalam
keadaan stabil.

II 6 hari setelah 1. Memastikan involusi uterus berjalan normal:uterus


persalinan berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan
abnormal, tidak ada bau.
2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, perdarahan.
3. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan, dan
istirahat.
4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
5. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi,
tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-
hari.

III 2 minggu Sama seperti diatas


setelah 6. (6 hari setelah persalinan)
persalinan
IV 6 minggu 1. Menanyakan pada ibu tentang kesulitan-kesulitan yang
setelah ia atau bayi alami.
persalinan 2. Memberikan konseling untuk KB secara dini.

Sumber : sulistyawati, (2009)

9
6. Kebutuhan Masa Nifas
1) Nutrisi dan cairan
Ibu nifas harus mengkonsumsi makanan yang mengandung zat-zat yang
berguna bagi tubuh ibu pasca melahirkan dan untuk persiapan produksi
ASI, bervariasi dan seimbang, terpenuhi kebutuhan karbohidrat, protein,
zat besi, vitamin dan mineral untuk mengatasi anemia, cairan dan serat
untuk memperlancar ekskresi. Ibu juga dianjurkan untuk minum setiap
kali menyusui dan menjaga kebutuhan hidrasi sedikitnya sedikitnya 3 liter
setiap hari.
2) Ambulasi
Pada persalinan normal, ibu tidak terpasang infus dan kateter serta tanda-
tanda vital berada dalam batas normal. Ambulasi sebaiknya dilakukan
secara bertahap. Diawali dengan gerakan miring kanan dan kiri diatas
tempat tidur. Ambulasi ini tidak mutlak, tergantung pada ada tidaknya
komplikasi persalinan, nifas dan status kesehatan ibu sendiri.
3) Eliminasi
Memasuki masa nifas, ibu diharapkan untuk berkemih dalam 6-8 jam post
partum. Kebutuhan untuk defekasi biasanya timbul pada hari pertama
sampai hari ketiga post partum. Kebutuhan ini dapat terpenuhi bila ibu
mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi serat, cukup cairan dan
melakukan ambulasi dengan baik dan benar.
4) Kebersihan diri
Kebersihan adalah keadaan bebas dari kotoran. Pada masa nifas yang
berlangsung selama lebih kurang 40 hari, kebersihan vagina perlu
mendapat perhatian lebih.kebersihan vagina yang tidak terjaga dengan
baik pada masa nifas dapat menyebabkan timbulnya infeksi.
5) Istirahat
Kebutuhan istirahat sangat diperlukan ibu beberapa jam setelah
melahirkan. Proses persalinan yang lama dan melelahkaan dapat membuat
ibu frustasi bahkan depresi apabila kebutuhan istirahatnya tidak terpenuhi.

10
6) Seksual
Ibu nifas boleh melakukan hubungan seksual setelah Kembali setelah 40
hari. Batasan waktu 6 minggu didasarkan atas pemikiran pada masa itu
semua luka akibat persalinan, termasuk luka episiotomy dan luka bekas
sectio caesarea biasanya telah sembuh dengan baik.
7) Latihan nifas
Pada masa nifas yang berlangsung selama 40 hari, ibu membutuhkan
latihan-latihan tertentu yang dapat mempercepat proses involusi. Salah
satu latihan yang dianjurkan pada masa ini adalah senam nifas. Senam
nifas merupakan senam latihan yang tepat untuk memulihkan kondisi
tubuh ibu dan keadaan ibu secara fisiologis maupun psikologis (Maritalia,
2012).
2. Perubahan Fisiologi dan Psikologi Masa Nifas
1. Perubahan fisiologi
a. Pada masa nifas, organ reproduksi internal dan eksternal akan mengalami
perubahan seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan ini terjadi secara
berangsur-angsur dan berlangsung selam kurang lebih 3 bulan. Selain organ
reproduksi, beberapa perubahn fisiologi yang terjadi selama masa nifas akan
dihas sebagai berikut ini.
1) Uterus
Uterus merupakan organ reproduksi interna yang berongga dan
berotot, berbentuk seperti buah alpukat yang sedikit gepeng dan
berukuran sebesar telur ayam. Panjang uterus sekitar 7-8 cm, lebar
sekitar 5-5,5 cm, dan tebal sekitar 2,5 cm. Letak uterus secara fiiologis
adalah anteversiofleksio, uterus terdiri dari 3 bagian yaitu: fundus
uteri, korpus uteri, dan serviks uteri. Dinding uterus terdiri dari otot
polos dan tersusun atas 3 lapis yaitu:
a) Perimetrium, yaitu lapisan terluar yang berfungsi sebagai
pelindung uterus.
b) Miometrium, yaitu lapisan yang kaya akan sel otot dan
berfungsi untuk kontraksi dan relaksasi uterus dengan melebar
dan kembali kebentuk semula setiap bulannya.

11
c) Endometrium, merupakan lapisan terdalam yang kaya akan sel
darah merah. Bila tidak terjadi pembuahan maka dinding
endometrium akan meluruh bersama dengan sel ovum matang.
Selama kehamilan, uterus berfungsi sebagai tempat tumbuh dan
berkembangnya hasil konsepsi.
2) Serviks
Serviks merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya
menyempit sehingga disebut juga sebagai leher rahim. Serviks
menghubungkan hipervaskularisasi mengakibatkan konsistensi serviks
menjadi lunak. Hampir 90% struktur serviks terdiri atas jaringan ikat
dan hanya dan hanya sekitar 10% berupa jaringan otot. Serviks tidak
mempunyai fungsi sebagai sfingter. Sesudah partus, serviks tidak
secara otomatis akan menutup seperti sfingter. Membukanya serviks
pada saat persalinan hanya mengikuti tarikan-tarikan korpus uteri
keatas dan tekanan bagian bawah janin kebawah.
3) Vagina
Vagina merupakan saluran yang menghubungkan rongga uterus dengan
tubuh bagian luar. Dinding depan dan belakang vagina berdekatan satu
sama lain dengan ukuran panjang ± 6,5 cm dan ±9 cm. Bentuk vagina
sebelah dalam berlipat-lipat dan disebut rugae. Lipatan-lipatan ini
memungkinkan vagina melebar pada saat persalinan dan sesuai dengan
fungsinya sebagai bagian lunak jalan lahir. Sesuai dengan fungsinya
sebagai bagian lunak jalan lahir dan merupakan saluran yang
menghubungkan cavum uteri dengan tubuh bagian luar, vagina
berfungsi sebagai saluran tempat dikeluarkannya secret yang berasal
dari cavum uteri selam masa nifas disebut lochea. Karakteristik
lochea dalam masa nifas adalah sebgai berikut :.
a. Lochea rubra
Timbul pada hari 1-2 post partum; terdiri dari darah segar
bercampur sisa-sisa selaput keuban, sel-sel desidua, sisa-sisa
vernix caeseosa, lanugo dan mekoneum.

12
b. Lochea sanguinolenta
Timbul pada hari ke 3 sampai hari ke 7 post partum;
karakteristik lochea sanguinolenta berupa darah bercampur
lendir.
c. Lochea serosa
Merupakan cairan berwarna agak kuning, timbul setelah 1
minggu postpartum.
d. Lochea alba
Timbul setelah 2 minggu postpartum dan hanya merupakan
cairan putih. Normalnya lochea agak berbau amis, kecuali bila
terjadi infeksi pada jalan lahir, baunya akan berubah menjadi
berbau busuk. Bila lochea berbau busuk segra ditangani agar
ibu tidak mengalami infeksi lanjut.

Sumber:https://www.facebook.com/nurmadianapoetri/photos/a.

4) Vulva
Vulva merupakan organ reproduksi eksternal, berbentuk lonjong,
bagian depan dibatasi oleh clitoris, bagian belakang oleh perineum,
bagian kiri dan kanan oleh labia minora. Pada vulva, dibawah clitoris,
terdapat orifisium uretra eksternal yang berfungsi sebagai tempat
keluarnya urin. Sama halnya dengan vagina, vulva juga mengalami
penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses
melahirkan bayi. Beberapa hari pertama sesudah proses melahirkan
vulva tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva
akan kembali kepada keadaan tidak hamil dan labia menjadi lebih
menonjol.
13

5) Payudara (mammae)
Payudara atau mammae adalah kelenjar yang terletak di bawah kulit,
diatas otot dada. Secara makroskopis, struktur payudara terdiri dari
korpus (badan), areola dan papilla atau putting. Fungsi dari payudara
adalah memproduksi ASI sebagai nutrisi bagi bayi (Maritalia, 2012).\
2. Perubahan psikologi
Perubahan psikologi sebenarnya sudah terjadi pada saat kehamilan. Menjelang
persalinan, perasaan senang dan cemas bercampur menjadi satu. Perasaan senang
timbul karena akan berubah peran menjadi seorang ibu dan segera bertemu
dengan bayi yang telah lama dinanti-nantikan.
Timbulnya perasaan cemas karena khwatir terhadap calon bayi yang akan
dilahirkan, apakah bayi akan lahir sempurna atau tidak. Adanya perasaan
kehilangan sesuatu secara fisik sesudah melahirkan akan menjurus pada suatu
reaksi perasaan sedih. Kemurungan dan kesedihan dapat semakin bertambah oleh
karena ketidaknyamanan secara fisik, rasa letih setelah peroses persalinan, stress,
kecemasan, adanya ketegangan dalam keluarga, kurang istirahat karena harus
melayani keluarga dan tamu yang berkunjung untuk melihat bayi atau sikap
petugas yang tidak ramah.
Minggu-minggu pertama masa nifas merupakan masa rentan bagi seorang ibu.
Pada saat yang sama, ibu baru (primipara) mungkin frustasi karena merasa tidak
kompeten dalam merawat bayi dan tidak mampu mengontrol situasi. Semua
wanita akan mengalami perubahan ini, namun penanganan atau mekanisme
koping yang dilakukan dari setiap wanita untuk mengatasinya pasti akan berbeda.
Hal ini dipengaruhi oleh pola asuh dalam keluarga dimana wanita tersebut
dibesarkan, lingkungan, adat istiadat setempat, suku, bangsa, pendidikan, serta
pengalaman yang didapat.

14
1. Adaptasi psikologis ibu dalam masa nifas
Pada primipara menjadi orangtua merupakan pengalaman tersendiri
dan dapat menimbulkan stress apabila tidak ditangani dengan segera.
Perubahan peran dari wanita biasa menjadi seorang ibu memerlukan
adaptasi sehingga ibu dapat melakukan perannya dengan baik.
Perubahan hormonal yang sangat cepat setelah proses melahirkan
juga ikut mempengaruhi keadaan emosi dan proses adaptasi ibu pada
masa nifas. Fase-fase yang akan dialami oleh ibu pada masa nifas
antara lain sebagai berikut:
a. Fase taking in
Merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama
sampai hari ke dua setelah melahirkan.ibu focus pada dirinya sendiri
sehingga cenderung pasif terhadap lingkungannya. Ketidaknyamanan
yang dialami ibu lebih disebabkan karena proses persalinan yang
baru saja dilaluinya. Rasa mules, nyeri pada jalan lahir, kurang tidur
atau kelelahan, merupakan hal yang sering dikeluhkan ibu.
b. Fase taking hold
Merupakan fase yang berlangsung antara 3- 10 hari setelah
melahirkan. Ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa
tanggung jawab dalam perawatan bayinya. Perasaan ibu lebih sesintif
sehingga ibu lebih mudah tersinggung.
c. Fase letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya sebagai seorang ibu. Fase ini berlangsung 10 hari setelah
melahirkan. Ibu sudah mulai dapat menyesuaikan diri dengan
ketergantungan bayinya dan siap menjadi pelindung bagi bayinya.
Perawatan ibu terhadap diri dan bayinya semakin meningkat. Rasa
percaya diri ibu akan peran barunya mulai tumbuh, lebih mandiri
dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan bayinya.

15

2. Postpartum blues (baby blues)


Postpartum blues merupakan perasaan sedih yang dialami oleh
seorang ibu berkaitan dengan bayinya. Biasanya muncul sekitar 2
hari sampai 2 minggu sejak kelahiran bayi.keadaan ini disebabkan
oleh perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit
menerima kehadiran bayinya. Perubahan perasaan ini merupakan
respon alami terhadap rasa lelah yang dirasakan. Selain itu juga
karena perubahan fisik dan emosional selama beberapa bulan
kehamilan. Perubahan hormone yang sangat cepat antara kehamilan
dan setelah proses persalinan sangat berpengaruh dalam hal
bagaimana ibu bereaksi terhadap situasi yang berbeda.
3. Depresi post partum
Kesedihan atau kemurungan yang dialami ibu pada masa nifas
merupakan hal yang normal. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan
yang terjadi dalam tubuh seorang wanita selam kehamilan dan
setelah bayi lahir. Seorang ibu primipara lebih beresiko mengalami
kesedihan atau kemurungan post partum karena ia belum mempunyai
pengalaman dalam merawat dan menyusui bayinya. Kesedihan atau
kemurungan yang terjadi pada awal masa nifas merupakan hal yang
umum dan akan hilang sendiri dalam dua minggu sesudah
melahirkan setelah ibu melewati proses adaptasi.
4. Respon antara ibu dan bayi setelah persalinan
a. Touch (sentuhan)
Sentuhan yang dilakukan ibu pada bayinya seperti membelai-belai
kepala bayi dengan lembut, mencium bayi, menyentuh wajah dan
ekstermitas, memeluk dan menggendong bayi, dapat membuat bayi
merasa aman dan nyaman.
b. Eye to eye (kontak mata)
Kontak mata mempunyai efek yang erat terhadap perkembangan
dimulainya hubungan dan rasa percaya sebagai faktor yang penting
sebagai hubungan antar manusia pada umumnya.

16
Bayi baru lahir dapat memusatkan perhatian pada suatu obyek, satu
jam setelah kelahiran pada jarak sekitar 20-25 cm, dan dapat
memusatkan pandangan sebaik orang dewasa pada usia sekitar 4
bulan. Kontak mata antara ibu dan bayinya harus dilakukan sesegera
mungkin setelah bayi lahir.
c. Odor (bau badan)
Begitu dilahirkan, indra penciuman bayi sudah berkembang dengan
baik dan sangat berperan dalam nalurinya untuk mempertahankan
hidup. Oleh karena itu ketika dilakukan IMD (inisiasi menyusui
dini), kedua telapak tangan bayi tidak boleh dibersihkan agar bau air
ketuban yang ada ditangan tersebut tetap terjaga dan menjadi
panduan bagi bayi untuk menemukan putting susu ibunya.
d. Body warm (kehangatan tubuh)
Bayi baru lahir sangat mudah mengalami hipotermi karena tidak ada
lagi air ketuban yang melindungi dari perubahan suhu yang terjadi
secara ekstirm di luar uterus.
e. Voice (suara)
Sistem pendengaran janin sudah mulai berfunsi pada usia 30 minggu
atau memasuki trimester ketiga kehamilan. Sejak dilahirkan, bayi
dapat mendengar suara-suara tersebut terhalang selama beberapa hari
oleh cairan amnion dari rahim yang melekat pada telinga.
f. Entrainment (gaya bahasa)
Bayi baru lahir mulai membedakan dan menemukan perubahan
struktur bicara dan bahasa dari orang-orang yang berada
disekitarnya. Perubahan nada suara ibu ketika berkomunikasi dengan
bayinya seperti bercerita, mengajak bercanda atau sedang memarahi
bayi, secara perlahan mulai dapat dipahami dan dipelajari bayi. Bayi
akan berespon dengan mengeluarkan suara-suara tertentu dari
mulutnya ketika ibu sedang mengajaknya bercanda.

17
g. Biorhythmic (irama kehidupan)
Di dalam rahim janin belajar menyesuaikan diri dengan irama
alamiah ibunya, seperti detak jantung. Selama lebih kurang 40
minggu di dalam rahim, janin terbiasa mendengar suara detak
jantung ibu. Dari suara detak jantung tersebut, janin mencoba
mengenali biorhythmic ibunya dan menyesuaikan dengan irama
dirinya sendiri.
3. Tanda-Tanda Bahaya Masa Nifas
Tanda-tanda bahaya masa nifas merupakan suatu tanda yang abnormal yang
mengindikasikan adanya bahaya/komplikasi yang dapat terjadi selama masa nifas,
apabila tidak dilaporkan atau tidakn terdeteksi bisa menyebabkan kematian ibu.
(Pusdiknakes, 2003).
Tanda-tanda bahaya masa nifas :
1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan post partum adalah keadaan kehilangan darah lebih dari 500 ml
selama 24 jam pertama sesduah kelahiran bayi. (Marmi, 2012)
Jenis perdarahan pervaginam :
a. Perdarahan post partum primer adalah mencakup semua kejadian
perdarahan dalam 24 jam setelah kelahiran. Penyebab perdarahan Post
Partum Primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta,
laserasi jalan lahir dan inversion uteri.
b. Perdarahan post partum sekunder adalah mencakup semua kejadian
perdarahan pervaginam yang terjadi antara 24 jam setelah kelahiran
bayi dan 6 minggu masa postpartum. Penyebab perdarahan post parum
sekunder adalah sub involusi uteri,retensio sisa plasenta, infeksi nifas.
Perdarahan post partum merupakan penyebab penting kematian
maternal khususnya dinegara berkembang.

18
Faktor-faktor penyebab perdarahan post partum adalah :
a) Grandemultipara
b) Jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun
c) Persalinan yang dilakukan dengan tindakan : pertolongan kala
uri sebelum waktunya, pertolongan persalinan oleh dukun,
persalinan dengan tindakan paksa, persalinan dengan narkosa.
Marmi, 2012).
c. Penanganan
Untuk mengatasi kondisi ini dilakukan penanganan umum dengan
perbaikan keadaan umum dengan pemasangan infus, transfuse darah,
pemberian antibiotok dan pemberian uterotonika. Pada kegawat
daruratan dilakukan rujukan kerumah sakit (Marmi, 2012).
2. Lochea yang berbau busuk (bau dari vagina)
Lochea adalah cairan yang dikeluarkan uterus melalui vagina dalam masa
nifas sifat lochea alkalis, jumlah lebih banyak dari pengeluaran darah dan
lendir waktu menstruasi dan berbau anyir (cairan ini berasal dari bekas
melekatnya plasenta). Menurut Rustum Mochtar (2012). Lochea dibagi dalam
beberapa jenis yaitu :
a) Lochea Rubra (Cruenta) : berisi darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa,lanugo, dan makoneum,
selama 2 hari pasca persalinan.
b) Lochea sanguinolenta : berwarna merah kuning berisi darah dan lender
hari ke 3-7 pasca persalinan.
c) Lochea serosa : berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, pada hari
ke7-14 pasca persalinan.
d) Lochea alba : ciran putih, setelah 2 minggu.
e) Lochea purulenta : keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
f) Lochiostasis : lochea tidak lancar keluarnya.
Bila lochea bernanah atau berbau busuk, disertai nyeri perut bagian
bawah kemungkinan diagnisisnya adalah metritis. Metritis adalah
infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab
terbesar kematian ibu.
19
Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi abses
pelvik, peritonitis, syok septic (Rustam Mochtar, 2012).
3. Sub-involusi uterus (pengecilan rahim yang terganggu)
Involusi adalah keadaan uterus mengecil oleh kontraksi Rahim dimana berat
rahim dari 1000 gr saat setelah bersalin, menjadi 40-60 mg 6 minggu
kemudian. Bila pengecilan ini kurang baik atau terganggu disebut sub-involusi
(Rustum Mochtar, 2012). Faktor penyebab sub-involusi, diantara lain, infeksi
(endometritis), sisa plasenta, adanya mioma uteri, beku-bekuan darah (Rustam
Mochtar, 2012). Pada palpasi uterus lebih besar dan lebih lembek dari
seharusnya. Fundus masih tinggi, lochea banyak dan bau, dan tidak jarang
terdapat perdarahan (Rustam Mochtar, 2012). Pengobatan dilakukan dengan
memberikan injeksi methergine setiap hari ditambah dengan Ergometrian per
oral. Bila ada sisa plasenta lakukan kuretase. Berikan antibiotic sebagai
perlindungan infeksi (Rustam Mochtar, 2012).
4. Nyeri perut dan pelvis
Tanda-tanda nyeri perut dan pelvis dapat menyebabkan komplikasi nifas
seperti Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Peritonitis umum dapat
menyebabkan kematian 33 % dari seluruh kematian karena infeksi. Menurut
Rustam Mochtar (2012) gejala klinis peritonitis dibagi 2 yaitu :
a) Peritonitis pelvio berbatas pada daerah pelvis tanda dan gejalanya
demam, nyeri perut bagian bawahtetapi keadaan umum tetap baik,
pada pemeriksaan dalam kavum daugles menonjol karena ada abses.
b) Peritonis umum
Tanda dan gejala : suhu meningkat nadi cepat dan kecil, perut nyeri
tekan, pucat muka cekung, kulit dingin, anorexsia, kadangkadang
muntah.
5. Pusing dan lemas yang berlebihan
Menurut Maunaba (2005), pusing merupakan tanda-tanda bahaya pada masa
nifas, pusing bisa disebabkan karena tekanan darah rendag (Sistol<100 mmHg
dan diastolnya >90 mmHg). Pusing dan lemas yang berlebihan dapat juga
disebabkan oleh anemia bila kadar haemoglobin <11 gr/dl.
20
Lemas yang berlebihan juga merupakan tanda-tanda bahaya, dimana keadaan
lemas disebabkan oleh kurangya istirahat dan kurangnya asupan kalori
sehingga ibu kelihatan pucat, tekanan darah rendah.
6. Suhu tubuh ibu >38°C
Dalam beberapa hari setelah melahirkan suhu badan ibu sedikit baik antara
37,2°C-37,8°C oleh karena reabsorbasi benda-benda dalam rahim dan
mulainya laktasi, dalam hal ini disebut demam reabsorbasi. Hal ini adalah
normal. Namun apabila terjadi peningkatan melebihi 38°C berturut-turut
selama 2 hari kemungkinan terjadi infeksi. Infeksi nifas adalah keadaan yang
mencakup semua peradangan alat-alat genetalia dalam masa nifas (Rustam
Mochtar, 2002).
7. Payudara berubah menjadi merah, panas, dan terasa sakit
Pada masa nifas dapat terjadi infeksi dan peradangan parenkim kelenjar
payudara (Masitis). Mastitis bernanah dapat terjadi setelah minggu pertama
persalinan, tetapi biasanya tidak sampai melewati minggu ke-3 atau ke-4
(Prawihardjo, 2008). Gejala awal mastitis adalah demam yang disertai
menggigil, nyeri dan takikardia. Pada pemeriksaan payudara membengkak,
mengeras, lebih hangat, kemerahan dengan batas tegas, dan disertai rasa nyeri
(Prawihardjo, 2008).
8. Perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya (baby blues)
Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya.
Keadaan ini disebut baby blues, yang disebabkan oleh perubahan perasaan
yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit menerima kehadiran bayinya.
Perubahan perasaan ini merupakan respon alami terhadap rasa lelah yang
dirasakan, selain itu juga karena perubahan fisik dan emosional selama
beberapa bulan kehamilan (Eny, 2009).
9. Depresi masa nifas (depresi postpartum)
Depresi masa nifas adalah keadaan yang amat serius. Hal ini disebabkan oleh
kesibukannya yang mengurusi anak-anak sebelum kelahiran anaknya ini. Ibu
yang tidak mengurus dirinya sendiri, seorang ibu cepat murung, mudah marah-
marah (Eny, 2009).

21
Gejala-gejala depresi masa nifas adalah :
a) Sulit tidur bahkan ketika bayi sudah tidur.
b) Nafsu makan hilang.
c) Perasaan tidak berdaya atau kehilangan control.
d) Terlalu cemas atau idak perhatian sama sekali pada bayi.
e) Tidak menyukai atau takut menyentuh bayi.
f) Pikiran yang menakutkan mengenai bayi.
g) Sedikit atau tidak ada perhatian terhadap penampilan pribadi.
h) Gejala fisik seperti banyak wanita sulit bernafas atau perasaan berdebar-
debar.
B. Nyeri Luka Perineum
1. Pengertian Nyeri Luka Perineum
Nyeri merupakan pengalaman subjektif yang hanya dapat dikomunikasikan atau
dinilai oleh individu yang mengalaminya. Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki
kemampuan untuk mengungkapkan atau mengevaluasi tingkat rasa nyeri yang mereka
alami. Nyeri sendiri merupakan suatu kondisi yang menyebabkan perasaan tidak
nyaman atau negatif, dan intensitasnya dapat bervariasi antara individu satu dengan
yang lainnya. Skala atau tingkat keparahan nyeri dapat berbeda-beda bagi setiap
individu (Uliyah, & Hidayat, 2014: 115).
Perineum adalah area tubuh yang terletak di antara organ kelamin dan anus. Luka
robekan perineum merujuk pada luka yang terjadi di daerah perineum akibat tindakan
episiotomi (sayatan pada perineum saat proses persalinan) atau regangan berlebihan
pada saat proses persalinan yang dapat menyebabkan robekan perineum yang lebih
luas. Hal ini dapat terjadi karena tekanan yang kuat saat bayi melewati jalan lahir.
Luka robekan perineum biasanya memerlukan perawatan dan jahitan untuk
mempercepat proses penyembuhan (Prawirohardjo, 2011: 328).
Adanya luka pada perineum dapat menyebabkan sensasi perih saat buang air kecil,
yang pada gilirannya dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi ibu. Hal ini dapat
menghambat kemampuan ibu untuk bergerak, serta menimbulkan rasa takut saat
buang air kecil dan buang air besar. Selain itu, luka perineum juga dapat mengganggu
ikatan antara ibu dan bayi selama masa pemulihan setelah persalinan. Kondisi ini
dapat mempengaruhi keintiman dan perawatan yang diberikan ibu kepada bayinya.
22
Oleh karena itu, perawatan yang adekuat dan penanganan luka perineum yang baik
sangat penting untuk mengurangi nyeri, memfasilitasi mobilisasi ibu, serta
mempromosikan hubungan yang baik antara ibu dan bayi selama masa postpartum
(Kusumaningsih, 2014: 2).
2. Jenis Nyeri Luka Perineum
a. Episiotomi
Episiotomi adalah robekan yang sengaja dibuat di perineum kegunaannya
untuk mempermudah jalan keluar bayi, serta akan menimbulkan luka
yangmenyebabkan rasa sakit. Waktu yang tepat untuk melakukan tindakan
episiotomi adalah ketika puncak his, perineum sudah menipis, lingkar kepala
pada perineum sudah sekitar 5 cm (Fatimah, & Lestari, 2019: 139-140).
Beberapa orang menyarankan epistotomi untuk menghindari melebarnya
vagina, kandung kemih, dan rektum. Semakin banyak anak yang dimiliki
seorang wanita, makin sedikit kemungkinan seseorang akan membutuhkan
episiotomi. Pada budaya tertentu, semua persalinan dilakukan dengan bedah
sesar (Fatimah, & Lestari, 2019: 140).
Fungsi episiotomi meliputi lima hal, yaitu:
1) Episiotomi menciptakan luka yang lurus dengan pinggiran yang tajam
sedangkan, ruptur perineum yang spontan bersifat luka koyak dengan dinding
luka yang bergerigi lebih mudah dijahit dan penyembuhan lebih memuaskan.
2) Luka lurus dan tajam lebih mudah dijahit.
3) Mengurangi tekanan kepala bayi.
4) Mempersingkat kala II.
5) Mengurangi kemungkinan terjadinya reptur perineum totalis (Fatimah, &
Lestari,2019: 143).
b. Luka Spontan
Luka spontan adalah terjadi karena regangan jalan lahir yang berlebihlebihan
dan terjadi secara tiba-tiba ketika janin di lahirkan, sehingga kepala maupun
bahu janin (anak besar, shoulder dystocia) merobek jaringan perineum dan
sekitarnya (Prawirohardjo, 2011: 328).
Klasifikasi robekan perineum berdasarkan luasnya adalah sebagai berikut:

23
1) Derajat I: Robekan derajat satu terjadi pada jaringan mukosa vagina, vulva
bagian depan, dan kulit perineum.
2) Derajat II: Robekan derajat dua terjadi pada jaringan mukosa vagina, vulva
bagian depan, kulit perineum, dan otot-otot perineum.
3) Derajat III: Robekan derajat tiga terjadi pada jaringan mukosa vagina, vulva
bagian depan, kulit perineum, otot-otot perineum, dan sfingter ani eksternal.
4) Derajat IV: Robekan derajat empat dapat terjadi pada jaringan keseluruhan
perineun dan sfingter ani yang meluas sampai ke mukosa (Fatimah, & Lestari,
2019: 143).
Sumber : https://skata.info/article/detail/1399/apakah-robekan-perineum-bisa-disembuhkan.
3. Etiologi Luka Perineum
Faktor luka perineum yang mengindikasikan untuk melakukan episiotomi
adalah sebagai berikut :
á. Perineum tidak bisa meregang secara perlahan
b. Kepala bayi mungkin terlalu besar untuk lubang vagina.
c. Ibu tidak bisa mengontrol keinginan mengejan.
d. Bayi tertekan.
e. Persalinan dilakukan dengan forcep.
f. Bayi sungsang (Fatimah, & Lestari, 2019: 143).
Faktor material mencangkup :
a. Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga
menekan kepala bayi ke arah posterior.
b. Pasien tidak mampu berhenti mengejan.

24
c. Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong.
d. Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang
berlebihan.
e. Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum.
f. Edema dan kerapuhan pada perineum.
g. Perluasan episiotomi.
Faktor neonatal mencangkup:
a. Posisi kepala yang abnormal (presentasi muka dan occipitoposterior).
b. Bayi yang besar.
c. Dystocia bahu.
d. Kelahiran bokong.
e. Ekstraksi forseps yang sukar.
f. Anomali congenital, seperti hydrocephalus (Oxorn, 2010: 451-452)
4. Patofisiologi Nyeri Luka Perineum
Patofisiologi nyeri perineum terjadi saat dilatasi serviks, pada corpus rahim
distensi, peregangan pada segmen bawah rahim, peregangan pada leher rahim dan
nyeri dilanjutkan ke dermaton terdapat pada segmen tulang belakang dengan
menerima respons dari rahim dan leher rahim saat proses persalinan. Ketegangan
jaringan di perineum dan otot perineum selama persalinan, dan rasa sakit yang
disebabkan oleh rangsangan struktur somatik dangkal dan digambarkan sebagai
lokal, terutama di daerah saraf pudendus (Oxorn, 2010: 450).
5. Pengukuran Intensitas Nyeri
Menurut Indrayani& Djami (2016: 111) alat pengukuran nyeri terdiri dari dari
skala undimensional sederhana dan kuisioner multidinensi. Berikut penjelasan
dari skala undimensional dan multidinensi antara lain :
a. Visual Analogue Scale (VAS) adalah skala dengan menggunakan kata-kata
kunci yang tidak memiliki tingkatan yang tepat tanpa angka dan tidak ada
pilihan dengan apa yang dialami ibu pospartum, seperti kata ‘tidak nyeri’
dan nyeri senyeri-nyerinya'.

25

b. Numerical Rating Scale (NRS) adalah skala dengan nilai numeris terdiri dari
garis 0-10cm yang telah ditentukan terlebih dahulu berdasarkan intensitas
nyeri mereka dan juga dapat dilengkapi dengan gambar ekspresi wajah
sehingga mudah digunakan.
Numerical Rating Scale (NRS) menurut Indrayani& Djami (2016: 111)

c. . Verbal Descriptor Scale (VDS) adalah garis yang terdiri dari tiga sampai
lima kata pendeskripsi yang telah disusun dengan jarak yang sama
sepanjang garis dan VDS bekerja sama dengan NRS. Pendeskripsian ini
dirangking dari tidak terasa nyeri sampai terasa nyeri (nyeri sangat hebat).
Verbal Descriptor Scale (VDS) menurut Indrayani& Djami (2016: 111)
d. McGill Pain Questioner (MPQ) adalah mengubah pengenalan sifat yang
multidimensional pengalaman nyeri dengan menggunakan intensitas,
kualitas dan durasi seseorang. MPQ adalah kombinasi antara verbal, nilai
numerik dan dan gambar tubuh.

26

6. Manajemen Penatalaksanaan Nyeri


a. Metode Farmakologis
Penggunaan metode farmakologi adalah penghilang rasa nyeri dengan
menggunakan obat-obatan kimiawi, antara lain dengan pemberian
analgetik dan anestesi, tetapi penggunana metode farmakologi dapat
menimbulkan efek samping bagi tubuh seperti ASI tidak keluar,
mengantuk, mual, penggunaan dalam jangka waktu yang lama dapat
merusak fungsi ginjal, hati, dan dapat menyebabkan penyakit jantung.
Intervensi farmakologis memerlukan pengawasan khusus dalam
penggunaannya. Maka, harus memperhatikan kepuasan, keamanan, dan
efektivitasnya (Indrayani& Djami, 2016: 175).
b. Metode Non-farmakologis
Strategi stimulasi kulit
1) Counterpressure
2) Effleurage (pijat ringan)
3) Sentuhan dan pijat
4) Berjalan
5) Bergoyang
6) Pengaturan posisi
7) Aplikasi/penerapan panas dan dingin
8) Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)
9) Akupresur dan akupunktur
10) Intradermal Water Block
Strategi stimulasi sensorik
1) Aromaterapi
2) Teknik Pernafasan
3) Musik
4) Imageri dan Visualisasi
5) Penggunaan titik fokus (Indrayani& Djami, 2016: 128)

27

7. Perawatan Luka Perineum


a. Aplikasi/Penerapan Kompres Dingin
Pendingin dapat mengurangi rasa sakit dengan cara mengurangi suhu otot
dan menghilangkan kejang otot. Penerapan kompres dingin jangan
diterapkan langsung pada daerah yang iskemik atau di bius karena dapat
merusak jaringan (Indrayani& Djami, 2016: 142). Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Rahmawati (2013: 43) didapatkan p value = 0,05 artinya
kompres dingin mempunyai pengaruh terhadap pengurangan nyeri luka
perineum pada ibu postpartum. Dalam penelitian ini penelitian kompres
dingin menggunakan daun sirih yang dibekukan. Berikut cara pengolahan
aplikasi kompres dingin daun sirih :
Ambil 5-10 lembar daun sirih.
a. Cuci dan bersihkan daun sirih dengan air mengalir.
b. Letakan daun sirih pada wadah yang bersih.
c. Masukan wadah yang berisi daun sirih kedalam freezer.
d. Tunggu sampai 6 jam atau sampai daun terasa dingin.
e. Setelah dingin, ambil 1 lembar daun sirih dan gulung
menggunakan kedua tangan.
f. Jika daun sirih sudah tergulung dan mengeluarkan aroma khasnya,
letakan daun sirih di atas luka perineum.
b. Teknik Relaksasi Untuk Mengurangi Nyeri Luka Perineum
Relaksasi merupakan salah satu teknik yang dapat membantu mengurangi
nyeri pada luka perineum. Berikut adalah beberapa teknik relaksasi yang
mungkin dapat membantu berdasarkan penelitian:
Pernapasan Dalam: Teknik pernapasan dalam dapat membantu
mengurangi stres dan ketegangan otot. Caranya adalah dengan mengambil
napas perlahan dan dalam melalui hidung, kemudian menghembuskan
napas perlahan melalui mulut. Berfokus pada pernapasan yang lambat dan
terkendali dapat membantu merilekskan tubuh dan mengurangi nyeri.

28
Relaksasi Progresif: Teknik ini melibatkan relaksasi secara bertahap dari
setiap kelompok otot dalam tubuh. Anda dapat mulai dengan
mengencangkan dan kemudian mengendurkan otot-otot pada bagian tubuh
tertentu, seperti tangan, kaki, wajah, atau otot-otot sekitar perineum.
Teknik ini dapat membantu merilekskan tubuh secara keseluruhan dan
mengurangi nyeri.
Visualisasi: Teknik visualisasi melibatkan membayangkan suatu tempat
atau situasi yang menenangkan. Anda dapat membayangkan diri Anda
berada di tempat yang damai, seperti pantai atau taman yang indah. Fokus
pada detail lingkungan yang positif dan menenangkan dapat membantu
mengalihkan perhatian dari nyeri dan merilekskan pikiran dan tubuh.
Meditasi: Meditasi adalah teknik yang melibatkan fokus pikiran dan
mengurangi gangguan dari luar. Meditasi dapat membantu merilekskan
pikiran, mengurangi stres, dan mengurangi persepsi nyeri. Anda dapat
mencoba meditasi dengan duduk dalam posisi nyaman, memusatkan
perhatian pada pernapasan atau mantra yang repetitif, dan mengizinkan
pikiran untuk mengalir tanpa menilai atau berpikir terlalu banyak.

29

BAB III
PERKEMBANGAN KASUS TINDAKAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. R USIA 26 TAHUN P1A0


POST PARTUM I HARI DENGAN NYERI LUKA JAHITAN PERINEUM
DI RUANG BAKUNG RSU NEGARA
TAHUN 2023

Tanggal Pengkajian : 14 Juni 2023

Jam Pengkajian : 15.00 Wita

1. Data Subyektif
a. Biodata
Ibu Suami
Nama : “NY. R” : “TN. J”
Umur : 26 tahun : 28 tahun
Suku / Bangsa : Indonesia : Indonesia
Agama : Hindu : Hindu
Pendidikan : SMA : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga : Swasta
Alamat : B.R kepuh mendoyo dauh tukad
b. Keluhan Utama :
Ibu mengatakan mengeluh nyeri luka jahitan perineum
c. Pemenuhan Kebutuhan Sehari – hari
1) Pola nutrisi
Setelah melahirkan
Makan : Ibu mengatakan makan 3x sehari dan selalu habis
Minum : Ibu mengatakan makan 8 gelas perhari
2) Pola eliminasi
Setelah melahirkan
BAK : Ibu mengetakan sudah buang air kecil 4x/hari
BAB : Ibu mengatakan sudah buang air besar 2x
Keluhan : Ibu mengatakan tidak ada keluhan
3) Personal Hygine
Mandi : Ibu mengatakan sudah mandi 2x
30
Gosok gigi : Ibu mengatakan sudah gosok gigi
Ganti Pembalut : Ibu mengatakan sudah menganti sebanyak pembalut 2x
4) Istirahat
Setelah Melahirkan
Tidur siang : Ibu mengatakan tidur siang selama 1 jam
Tidur malam : Ibu mengatakan tidur malam selama ≤ 5 jam
Keluhan : Ibu mengatakan mengeluhtidur malam terasa tidak enak karena
nyeri pada luka bekas jahitan.
5) Aktivitas
Ibu mengatakan sudah bisa mobilisasi seperti miring kanan, miring kiri, duduk
dan sudah bisa berjalan ke kamar mandi
6) Data psikogis
1. Respon orangtua terhadap kehadiran bayi dan peran baru sebagai orang tua
: ibu mengatakan orang tua senang dan mengharapkan kehadiran bayi
2. Respon anggota keluarga terhadap kehadiran bayi : ibu mengatakan
anggota keluarga sangat Bahagia akan kehadiran bayi
3. Dukungan keluarga : ibu mengatakan keluarga memberi dukungan
2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan umum : Baik
2) Kesadaran : Compas metis
3) Keadaan emosional : Stabil
4) Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 122/76 mmHg
Nadi : 60 x/menit
Pernapasan : 23 x/menit
Suhu : 37,2 x/menit

b. Pemeriksaan Fisik
1) Payudara : ( X ) Pembengkakan
( X ) Pengeluaran ASI lancer / tidak

31
2) Perut : Fundus uteri : Sejajar dengan pusat
Kontraksi uterus : Baik
Kandung kemih : Kosong
3) Vulva dan Perineum
Pengeluaran lokhea : ( ) Rubra ( X ) Sanguilenta
( X ) Serosa ( X ) Alba
( X ) Lochiastasis ( X ) Infeksi
Luka perineum : (  ) Kemerahan ( X ) Edema ( ) Echimosis
( X ) Discharge (  ) Menyatu
4) Ekstremitas : ( X ) Edema : atas / bawah
( X ) Nyeri : atas / bawah
( X ) Kemerahan : atas/bawah
Pemeriksaan Penunjang
Hemoglobin : 11 mg/dl
Protein urine : -
3. Analisa :
“NY. R” usia 26 tahun P1A0 post partum hari ke I
Masalah : Nyeri luka jahitan perinium
Kebutuhan :
1. Melakukan mobilisasi seperti miring kanan, miring kiri, duduk, berjalan-jalan dan
ke kamar mandi.
2. Melakukan Teknik relaksasi seperti memejamkan mata kemudian menarik nafas
dari hidung lalu dikeluarkan dari mulut secara perlahan.
4. Penatalaksanaan
Tanggal : 14 Juni 2023
Waktu ; 15. 30 Wita
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan pada ibu
Rasional : Agar ibu mengetahui dan mengerti kondisinya saat ini.
2. Meenjelaskan kepada ibu penyebab nyeri luka jahitan perinium
Rasional : Adanya pemisahan jaringan otot-otot perineum pada saat dilakukan
pisiotomi yang mengakibatkan nyeri

32
3. Memberikan KIE cara mengurangi nyeri pada luka jahitan perinium
a. Menganjurkan ibu untuk melakukan Teknik relaksasi seperti menarik nafas
dari hidung dan dikeluarkan secara perlahan melalui mulut.
b. Manganjurkan ibu untuk melakukan mobilisasi seperti miring kana, miring
kiri, duduk, berjalan-jalan dan kekamar mandi.
Rasional : mobilisasi dini dapat memulihkan kondisi tubuh dengan cepat,
system sirkulasi di dalam tubuh pun bisa berfungsi normal Kembali, bahkan
dapat mencegah aliran darah terhambat. Hambatan aliran darah dapat
menyebabkan terjadinya thrombosis vena dalam dan dapat menyebabkan
infeksi
4. Menganjurkan ibu untuk melakukan perawatan luka pada area perinium
Rasional : Melakukan perawatan luka perinium dapat mencegah terjadinya
infeksi dan mempercepat proses penyembuhan,
5. Menganjurkan ibu untuk selalu menganti pembalut jika sudah penuh
Rasional :
6. Menberikan KIE kebutuhan nutrisi ibu
a. Menganjurkan ibu mengkonsumsi makanan yang kaya akan protein seperti
ikan, telur, ayam, dan susu.
b. Menganjurkan ibu mengkonsumsi makanan yang kaya akan karbohidrat
seperti nasi, jaguang dan gandum.
c. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang kaya akan vitamin,
serat dan mineral seperti sayuran, buah, dan kacang-kacangan.

Rasional : Makan yang bergizi mampu memulihkan tenaga dan pemenuhan nutrisi
ibu selama proses pemulihan dengan luka persalinan dan tidak hanya itu
pemenuhan gizi yang baik pada ibu akan berdampak positif terhadap produksi ASI
ibu dan makanan yang mengandung serat dapat memperlancar BAB.

33

7. Memberikan KIE ASI ekslusif


Rasional : Komposisi susuai kebutuhan, kalori dari ASI memenuhi kebutuhan bayi
sampai usia enam bulan, ASI mengandung zat pelindung, perkembangan
psikomotorik bayi lebih cepat, manfaat bagi ibu dapat mempercepat kembalinya
rahim kebentuk semula
8. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi obat penghilang nyeri dan obat antibiotic
serta obat zat besi sesuai dengan anjuran dokter.
Rasional : Obat analgetik dapat mengurangi rasa nyeri yang dialami ibu dan obat
antibiotik dapat menghambat mikroba atau jenis lain penyebab infeksi, serta
dengan pemberian zat besi pada ibu nifas karena di masa nifas kebutuhan Fe
meningkat akibat kehilangan darah pada saat proses persalinan
9. Melakukan pendokumentasian dengan SOAP.
Rasional : Sebagai bukti pelayanan tenaga Kesehatan.
35

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis menyajikan hasil pemeriksaan, permasalahan yang terjadi, asuhan yang
diberikan untuk menangani masalah yang terjadi, dan membandingkan kesesuaian antara
teori yang diberikan untuk menangani masalah yang terjadi pada Ny. R di Ruang Baakung
RSU Negara. Penulis melakukann kunjungan nifas hari ke 1.

1. Post Partum 1 hari


Pada 1 hari post partum dilakukan pemeriksaan fisik, hasilnya keadaan ibu baik, TTV
normal, kontraksi baik, TFU 2 jari di bawah pusat, lochea rubra, pendarahan 2 kali
ganti ganti doek, ibu sudah bisah berkemih, bisa miring kanan dan kiri dan sudah bisa
duduk. Ambulasi dini pada ibu post partum harus dilakukan secepat mungkin, ibu post
partum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam, sebaiknya ibu
sudah diperbolehkan untuk mandi dan pergi ke kamar mandi dengan bantuan setelah 1
dan 2 jam melahirkan. (Saleha, 2023) menurut Saleha (2023), segera setelah plasenta
lahir, uterus berada kurang lebih pertrngahan antara umbikulikus dan simpisis atau
sedikit lebih tinggi dan pengeluaran lochea hari ke 1 post partum yaitu lochea rubra.
Pada 1 hari masa nifas, ibu memberikan kolostrum dikarenakan ia mendengar
informasidari bidan bahwa kolostrum adalah ASI pertama yang bermanfaat bagi
kekebalan tubuh bayi sehingga bayi tidak mudah terserang penyakit dan mengandung
sel darah putih dan antibody yang paling tinggi dari pada ASI sebernanya, khususnya
kandungan imonoglobin A (Ig A) yang membantu melapisi usus bayi yang masih
rentang dan mencegah kuman memasuki tubuh bayi (Saleha 2023). Sari dan rimandini
(2014) menyatakan bahwa hal yang perluh dipantau pada dkunjungan masa nifas 6-8
jam post partum adalah memastikan bahwa tidak terjadi pendarahan, pemberian ASI
awal dan tetap menjaga bayi agar tidak hipotermi. Asuhan yang diberikan pada ibu
adalah memberikan konseling mengenai kebutuhan istirahat karena ibu post partum
yang kebutuhan istirahatnya tidak terpenuhi dapat mempengaruhi jumlah produksi
ASI, memperlambat proses produksi involusi serta dapat menyebabkan depresi dan
ketidak nyamanan untuk merawat bayi dan dirinya (walyani 2015). Selaian itu
konseling tentang istirahat, konseling perawatan bayi seperti mengganti popok,
mengajarkan cara menyusui yang baik dan benar.
36

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil pengkajian Asuhan Kebidanan Pada Ny. R Usia 26 Tahun P1A0 Post Partum 1
Hari dengan Nyeri Luka Jahitan Perineum adalah pasien post partum yang mengalami
luka jahitan perineum sehingga dilakukan tindakan penjahitan perineum yang
menyebabkan nyeri pada daerah luka jahitan perineum dengan skala nyeri 5, sehingga
diagnose perawatan yang muncul adalah nyeri akut berhubungan dengan trauma
jaringan, sehingga tidak ada kesenjangan antara hasil pengkajian dengan teori.
Intervensi yang diberikan pada pasien Ny. R adalah mengkaji karakteristik nyeri,
mengkaji TTV, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, dan mengkaji perbaikan
jaringan perineum. Hal ini sesuai antara intervensi dengan teori yang ada. Hasil
evaluasi terakhir yang didapatkan adalah masalah nyeri teratasi yaitu pada pasien
dengan skala nyeri 1-2, sehingga intervensi dihentikan, sehingga tidak ada
kesenjangan antara hasil dan teori.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mampu meningkatkan kompetensi dan keterampilan dalam
memberikan asuhan kebidanan ibu hamil dengan asthma secara komperhensif
karena telah menyaksikan dan membantingkan serta melaksanakan secara
langsung antara penyerapan teori dan penerapan praktik di lapangan.
2. Bagi Institusi
Mahasiswa yang dapat memberikan dan melaksanakan asuhan kebidanan sesuai
dengan teori dan praktek karena teori mendasar setiap praktek sehingga antara
teori
dan praktek tidak ada kesenjangan dan dapat dijadikan bahan acuan.

37

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati dan Wulandari. (2009). Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta : Mitra Cendekia.

Ambarwati, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Nuha Medika.

Arsyad, M. M. (2019). HUBUNGAN ANTARA PARITAS DAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN
KEJADIAN RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN PERVAGINAM DI RSUD Dr. H. ABDUL
MOELOEK BANDAR LAMPUNG PERIODE 2012-2014.

Fatimah, F., & Lestari, P. (2019). PIJAT PERINEUM: Mengurangi Ruptur Perineum untuk Kalangan
Umum, Ibu Hamil, dan Mahasiswa Kesehatan.
Hardiyanti, L. F. (2021). PENGARUH KOMPRES DINGINDAUN SIRIHTERHADAP
PENURUNANINTENSITASNYERILUKA PERINEUM PADA IBU POSTPARTUMDI PMB DWI
MAYLA DAN NYIMAS, BANDAR LAMPUNG (Doctoral dissertation, Poltekkes Tanjungkarang).

Indrayani, & Djami, M. E. U. (2016). Update Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: Trans
Info Media.

Kusumaningsih, T. (2014). Peran Bakteri Probiotik terhadap Innate Immune Cell. Oral Biology
Journal, 6(2), 45-50.

Maritalia.2012. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Marmi, 2012. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Oxon, Harry dan William R.Forte. (2010). Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan, Alih
Bahasa , M.Hakimi. Yogyakarta: CV.Abadi Offset dan Yayasan Essentia Medica(YEM).

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.

Pusdiknakes, R. I. (2003). Asuhan Kebidanan Post Partum.

Rustam, M. (2012). Buku Asuhan Nifas dan Menyusui. Jakarta: Cv. Trans Info.

Sigalingging, M., & Sikumbang, S. R. (2018). Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Rupture
Perineum pada Ibu Bersalin di RSU Imelda Pekerja Indonesia Medan. Jurnal bidan komunitas.

Sulistyawati, A. (2009). Buku ajar asuhan kebidanan pada ibu nifas. Yogyakarta: Andi Offset.
Yogyakarta.

38

Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Varney, Helen, dkk. 2007. Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.

Varney, Helen, J. M. K. dan C. L. G. (2008). Buku Ajaran Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.

Walyani, Elisabeth Siwi dan Purwoastuti, Endang. 2017. Asuhan Kebidanan Masa Nifas Dan
Menyusui. Yogyakarta : PT. Pustaka Baru Press.

Walyani, Elisabeth Siwi. 2014. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal.
Yogyakarta: Pustaka Baru.
39

Anda mungkin juga menyukai