Anda di halaman 1dari 109

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang

potensial. Alasannya karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia

remaja. Disamping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka

ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan

uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen

untuk memasuki pasar remaja. Dikalangan remaja yang memiliki orang tua

dengan kelas ekonomi yang cukup berada, mall sudah menjadi rumah kedua.

Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga mengikuti mode yang sedang

beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak

pernah puas dengan apa yang dimilikinya (Raymond T. Google.com). Ada

beberapa alasan mengapa remaja menjadi sasaran pasar yang menarik; (1).

Remaja merupakan konsumen langsung. (2). Remaja merupakan pembujuk

yang hebat di lingkungan manapun. (3). Remaja adalah konsumen masa

depan artinya bahwa dengan bertambahnnya waktu, remaja yang dulu dibayai

orang tuanya, akan memiliki penghasilan sendiri. Maka jika produsen

membutuhkan konsumen loyal selayaknya sejak awal sudah berbaikan dengan

remaja ini.

Dampak ini menyangkut perubahan pada tata nan simbolis, struktur

sosial dan perilaku sehari-hari, budaya konsumen membuka kemungkinan

1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

untuk konsumsi produktif, dalam arti menjanjikan kehidupan pribadi yang

indah dan memuaskan menemukan kepribadian melalui perubahan diri dan

gaya hidup. Dinamika proses pasar yang selalu mengejar yang baru

menyebabkan budaya konsumen dapat merajut dan mengolah ulang tradisi dan

gaya hidup yang mutakhir.

Pakaian bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan karena

pakaian berguna untuk menjaga kesusilaan, selain itu pakaian berguna untuk

melindungi diri dari alam luar yang tidak baik untuk kesehatan seseorang, alat

melindungi kulit dari sengatan matahari pelindung udara dingin dan alat

memperindah serta mempercantik diri. Sosial dan ekonomi juga

mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang mode. Para perancang mode

menciptakan model-model berdasarkan kegemaran konsumen karena mode

bersifat komersial. Remaja dalam masa perkembangannya cenderung bersikap

hati-hati dalam menjaga terhadap hal yang dapat merusak penampilan, karena

hal tersebut dapat berakibat merusak self-esteem mereka. Pakaian merupakan

salah satu hal yang menunjang penampilan. Keadaan pakaian yang tidak

memuaskan seringkali membuat remaja menghindarkan diri dari pergaulan

kelompok teman sebaya. Adanya kebutuhan untuk dihargai, remaja berusaha

menjaga penampilan dengan mengikuti mode pakaian terbaru (up to date).

Untuk itu remaja cenderung harus membeli pakaian model terbaru, yang

akhirnya mengarah kepada perilaku konsumtif.

Remaja secara umum masih mengantungkan hidupnya kepada orang

tua sehingga mereka mendapatkan uang dari pemberian orang tua. Pengunaan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

uang untuk mengikuti perkembangan fashion dimungkinkan. Tidak menutup

kemungkinan bagi remaja yang dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan.

Remaja memilih dan membeli sesuatu tanpa memikirkan manfaatnya

artinya remaja kurang selektif dalam memilih mana kebutuhan yang pokok

dan mana kebutuhan yang kurang penting. Remaja membuat pertimbangan

untuk membeli suatu produk menitik beratkan pada status sosial, mode dan

kemudahan daripada pertimbangan ekonomis, begitu juga dengan pakaian.

Remaja dalam berpakaian tertentu mempunyai ciri khas sendiri.

Remaja mempunyai kepekaan terhadap apa yang sedang “in”, remaja

cenderung mengikuti mode yang sedang beredar, sedangkan mode itu sendiri

terus menuntut rasa tidak puas pada remaja yang memakainya, sehingga

mendorong remaja untuk terus mengkonsumsinya karena takut dibilang

ketinggalan jaman.

Hal ini berguna untuk memperoleh jati diri. Remaja berusaha

membentuk citra atau image tentang dirinya dan upaya ini terlihat dalam suatu

gambaran tentang bagaimana setiap remaja mempersepsikan dirinya.

Termasuk didalamnya bagaimana ia mencoba menampilkan diri secara fisik.

Hal tersebut membuat mereka sensitif terhadap gambaran fisik sehingga

mendorong mereka melakukan berbagai upaya agar tampilan fisiknya sesuai

dengan tuntutan komunitas sosial mereka.

Komunitas tertentu memilih berbelanja pakaian di mall, yang

tujuannya bukan sebagai suatu kebutuhan primer tetapi lebih didasarkan

pada gengsi dan kepuasan saja. Dikatakan sering karena hampir tiap pergi ke
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mall selalu membeli pakaian baru, padahal seringnya pergi ke mall bisa

sampai empat sampai tujuh kali dalam sebulan. Padahal hal itu tentu saja

sebuah pemborosan karena sebenarnya pergi ke mall dilakukan sebagai usaha

rekreasi dan penyegaran pikiran yang tidak perlu sampai sesering itu. Tetapi

kenyataannya setelah jam pulang sekolah mereka sering tampak berada di

mall, hal tersebut dikarenakan letak sekolah yang berada di pusat kota dan

dekat dengan beberapa mall. Faktor-faktor yang menyebabkan para remaja

berperilaku konsumtif karena tuntutan konformitas ada banyak hal,

diantaranya yaitu sifat remaja yang mudah terbujuk rayuan iklan, berpikir

tidak hemat, dan kurang realistis. Status ekonomi keluarga yang cukup

berada, dan adanya fasilitas yang menyediakan berbagai tempat-tempat lain

yang ikut mendukung terbentuknya perilaku konsumtif, karena mereka ingin

menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang

beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak

pernah puas dengan apa yang dimilikinya, dan hal ini yang membuat para

remaja berperilaku konsumtif.

Peralihan barang ke produksi massal dan munculnya pasar-pasar yang

baru untuk barang konsumen yang mengakibatkan perubahan-perubahan pada

prasarana produksi seperti misalnya mendorong munculnya tempat-tempat

konsumsi baru seperti toko serba ada, pasar raya, dan pusat perbelanjaan.

Tempat-tempat konsumsi baru menyangkut perubahan dalam cara bagaimana

barang-barang dipahami, barang tidak saja hanya disimpan dalam toko-toko

yang berbentuk gudang yang luas, dan muncul hanya bila ada konsumen
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang menginginkannya, melainkan juga diletakkan ditempat yang baru tempat

barang itu disusun dan diperagakan untuk menarik konsumen. Seluruh

kegiatan peragaan bertujuan membuat barang tampak lebih bagus dari yang

sebenarnya, dengan memanipulasi kesan di tempat peragaan tersebut.

Berkembangnya media massa yang diperuntukkan remaja menambah

wawasan remaja tentang fashion. Hal ini dapat dicermati dari majalah-

majalah yang dibaca para remaja. Selain itu radio swasta yang mengklaim

dirinya sebagai tempat mangkal kawula muda yang kreatif, dan ada wadah

lain yang digemari remaja televisi dan film juga sering menampilkan sosok-

sosok remaja lengkap dengan berbagai atribut-atribut yang mendukung

fashion. Iklan dan media massa menekankan tanpa henti bahwa kesan

pribadi seseorang datang dari penampilannya dan penampilan itu sendiri

tergantung pada reaksi orang selingkungan dan orang lain. Akibatnya,

ditekankan bahwa peningkatan penampilan dengan pakaian model

mutakhir, perawatan tubuh, dan wajah akan menghasilkan citra yang

bertambah baik.

Citra diri yang ditimbulkan oleh media massa terhadap para remaja

yang berkembang dalam masyarakat menimbulkan perilaku konsumtif

dikalangan remaja. Kecenderungan remaja dalam memiliki dan tampil dengan

pakaian-pakaian model mutakhir lebih nampak dikalangan remaja putri

dibandingkan remaja putra. Hal ini disebabkan pada masa-masa seperti ini

para gadis mulai memperlihatkan kecenderungan sifat-sifat kewanitaannya,

yang suka bergaya dan berhias. Namun, memilih barang dan pasar
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menyangkut kegiatan menilai segi estetika dan karena itu perlu ada

penafsiran mengenai barang, pengalaman, dan gaya hidup. Majalah, surat

kabar, bahkan terbitan lainnya penuh dengan cetakan kata-kata yang dapat

memandu konsumen dalam menenentukan pilihan yang tidak saja tepat

harga tetapi juga selera yang baik. Di dalam memilih suatu produk pakaian

remaja putri biasanya mempunyai pertimbangan sendiri. Bisa karena harganya

terjangkau dengan kantong mereka karena modelnya sedang jadi trend saat

itu, karena bujukan teman atau pacar, pengaruh lingkungan, merk atau

termakan rayuan iklan di berbagai media.

Istilah iklan atau periklanan akhir-akhir ini semakin banyak dikenal

terutama pada era informasi ini. Teknologi informasi telah memberikan

kesempatan pada masyarakat untuk menerima berbagai informasi. Iklan

menjadi media bagi perusahaan untuk memperkenalkan produknya, walaupun

periklanan itu kebanyakan digunakan disemua negara-negara termasuk

negara sosialis. Iklan merupakan cara yang baik untuk menginformasikan dan

membujuk atau meyakinkan (Combs-Dan Nimmo, 1994 : 27). Sehingga

peranan iklan dalam meningkatkan pola konsumsi sangat besar. Terutama

iklan produk seperti pakaian, alat-alat kecantikan, celana jeans, dan

sebagainya.

Secara umum periklanan dihargai karena dikenal sebagai pelaksana

beragam fungsi komunikasi yang penting dalam perusahaan bisnis dan

organisasi lainnya. Fungsi periklanan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Informing, digunakan dalam memperkenalkan suatu produk baru.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Persuading. Untuk membujuk misalnya memilih merk tertentu,

menganjurkan membeli merk tertentu, mengubah persepsi konsumen

tentang ciri-ciri merk tertentu.

3. Reminding, untuk mengingatkan, agar merk perusahaan tetap segar dalam

ingatan konsumen.

4. Adding value, memberi nilai tambah bagi penawaran –penawaran

perusahaan, inovasi, penyempurnaan kualitas, atau mengubah persepsi

konsumen

5. Bantuan untuk upaya lain perusahaan, iklan membantu perwakilan

perusahaan. (Terence, 2000 : 357-361)

Dari kelima fungsi iklan diatas, hanya ada dua fungsi yang relevan

dengan penelitian ini yaitu informing dan persuading. Informing digunakan

produsen untuk memperkenalkan produk kepada konsumen. Produsen yang

mengeluarkan produk terbaru memperkenalkan hasil produksinya pada

masyarakat terutama remaja melalui iklan. Lewat media iklan inilah konsumen

mengetahui produk-produk terbaru yang dihasilkan produsen. Seperti pada

penelitian ini, remaja putri mengetahui produk pakaian terbaru salah satunya

melalui iklan atau media massa. Melalui media ini remaja putri mengetahui

model yang sedang menjadi trend saat ini. Seperti yang disampaikan beberapa

informan dalam penelitian ini. Mereka mengaku mengetahui perkembangan

pakaian melalui iklan baik yang ada dalam majalah ataupun elektronik.

Fungsi kedua yang relevan dengan penelitian ini yaitu persuading.

Persuading digunakan untuk membujuk misalnya memilih merk tertentu,


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menganjurkan membeli merk tertentu, mengubah persepsi konsumen tentang

ciri-ciri merk tertentu. Selain untuk mengenalkan produknya iklan juga

digunakan untuk membujuk konsumen untuk membeli produknya. Iklan

dibuat dengan semenarik mungkin agar siapa saja yang melihat akan tertarik

dengan iklan itu dan akhirnya mempunyai keinginan untuk membeli produk

dalam iklan tersebut. Seperti iklan pakaian remaja yang ada dalam majalah

atau media elektronik.

Iklan dapat juga berfungsi sebagai penyampaian pesan. Penyampaian

pesan yang menarik akan sangat mempengaruhi konsumen untuk

meningkatkan gaya hidup konsumtinya. Untuk itu perlu ditemukan gaya

penyampaian yang cocok dengan pesan tersebut. Gaya penyampaian itu antara

lain adalah gaya hidup. Ini menitikberatkan pada cara sebuah produk yang

cocok dengan gaya hidup. Kemudian fantasi, Ini menciptakan sebuah

khayalan mengenai produk yang bersangkutan atau penggunanya.

Ada beberapa media yang sangat berperan besar dalam penularan gaya

hidup dan konsumtif. Media yang paling tampak perananya adalah televisi

karena bersifat audiovisual. Televisi mempunyai kemampuan yang unik untuk

mendemontrasikan pengguanaan produk. Tidak ada media lain yang dapat

menjangkau konsumen secara serempak melalui indra pendengaran dan

penglihatan. Para penonton dapat melihat dan mendengar yang

didemontrasikan, mengidentifikasikan para pemakai produk dan juga

membayangkan bahwa diri mereka sedang menggunakan produk tersebut.

Televisi juga mempunyai kemampuan untuk muncul tanpa diharapkan


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(instrusion value) yang tidak sejajar dengan media lainnya yaitu iklan

televisi menggunakan indra seseorang dan menarik perhatiannya bahkan

pada saat orang tersebut tidak ingin menonton iklan. Pengkonsumsian remaja

putri terhadap produk-produk industri pakaian tidak terlepas dari keadaan

sosial ekonomi orang tuanya. Remaja putri sebagai bagian integral dari

keluarga dan belum bermata pencaharian masih menjadi tanggung jawab

orang tua. Segala fasilitas yang di perlukan oleh remaja putri seperti halnya

fasilitas media massa yang diperlukan masih menjadi tanggungan orang tua.

Seorang remaja putri yang berasal dari latar belakang social ekonomi yang

berkecukupan akan berbeda dalam hal kelengkapan fasilitas media massa

dengan remaja putri lainnya yang berasal dari keluarga dengan latar belakang

sosial ekonomi yang berbeda. Kelengkapan fasilitas media massa berkaitan

dengan arus informasi perkembangan mode yang diperolehnya. Selain

kelengkapan fasilitas media massa, kebutuhan-kebutuhan remaja putri lainnya

terutama kebutuhan yang memerlukan dana berupa materi masih menjadi

tanggungan orang tua. Keperluan remaja putri untuk bisa selalu mengikuti

perkembangan mode dengan mengkonsumsi pakaian-pakaian yang up to

date tidak bisa terlepas dari latar belakang sosial ekonomi orang tua. Ada

perbedaan kebutuhan akan fashion dari masing-masing kelompok komunitas

remaja yang nampak nyata. Hal ini menggelitik peneliti untuk mengkaji gaya

hidup konsumtif remaja dalam perilaku berpakaian.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

B. Perumusan Masalah

Dari apa yang telah dikemukakan diatas, maka masalah dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

”Bagaimana Gaya Hidup Konsumtif Remaja Dalam Perilaku

Berpakaian di Dusun Mangkuyudan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten

Sukoharjo?”

C. Tujuan Penelitian

Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk: mendiskripsikan,

menjabarkan dan menggambarkan Gaya Hidup Konsumtif Remaja dalam

Perilaku Berpakaian.

D. Manfaat Penelitian

Dengan diadakan penelitian ini, penulis mengharapkan dapat

memberikan manfaat. Manfaat yang diharapkan adalah:

1. Untuk memberikan gambaran bagi penulis tentang gaya hidup konsumtif

remaja dalam perilaku berpakaian.

2. Bagi mahasiswa, hasil dari penelitian ini diajukan untuk melengkapi tugas-

tugas dan memenuhi syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi Universitas Sebelas Maret

Surakarta.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

E. Tinjauan Pustaka

Adapun konsep yang digunakan dalam skripsi ini adalah:

1. Gaya Hidup

Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara

satu orang dengan orang lain. Gaya hidup merupakan bagian dari

kehidupan sosial yang mana berfungsi dalam interaksi dengan cara-cara

yang mungkin tidak dapat dipahami oleh mereka yang dapat hidup dalam

masyarakat modern. (Chaney, 1996: 41). Gaya hidup adalah sebagai

proyek reflektif dan penggunaan fasilitas konsumen secara sangat kreatif.

Dalam pengertian bahwa gaya hidup perlunya keterbukaan yang tidak

terbatas makna-makna gaya hidup dalam konteks apapun (Loudon dan

Bita 1984). Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan

dalam aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra

diri untuk merefleksikan status sosialnya (Dahlan M.A., 1978).

Sedangkan menurut Susianto (1993) adalah pola hidup yang

mengarahkan untuk mencari kesenangan hidup seperti lebih banyak

menghasilkan waktu di luar rumah, lebih banyak bermain, senang pada

keramaian kota, senang membeli barang-barang mahal untuk memenuhi

kesenangan dan selalu ingin menjadi pusat perhatian bagi orang lain.

Gaya hidup adalah sebagai upaya mengenal kebutuhan anak muda.

Gaya hidup merupakan frame of reference yang dipakai sesorang

dalam bertingkah laku dan konsekuensinya akan membentuk pola

perilaku tertentu. Terutama bagaimana dia ingin dipersepsikan oleh


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana ia

membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial

yang disandangnya. Untuk merefleksikan image inilah, dibutuhkan

simbol-simbol status tertentu, yang sangat berperan dalam

mempengaruhi perilaku konsumsinya.

2. Konsumtif

Konsumtif adalah keinginan seseorang dalam mengkonsumsi

barang-barang yang sebenarnya kurang dibutuhkan secara berlebihan

untuk mencapai kepuasan yang maksimal (L. Tambunan). Konsumtif

berasal dari kata Consume: orang yang mepunyai tendensi atau sifat

untuk membeli barang-barang hasil produksi (Wakefield, 1973 : 38).

Menurut Nur Alian konsumtif merupakan semangat berbelanja

berlebihan yang mengarah pada pola kehidupan mewah, yaitu gaya hidup

yang berlebihan, baik sebatas kemampuan maupun diluar kemampuan

yang biasanya bertujuan untuk menentukan status sosial (Nur Alian,

1980 : 1). Sementara itu Bakir Hasan mengartikan konsumtifisme

sebagai penghabis barang dan jasa yang dihasilkan oleh pengusaha

(Bakir Hasan, 1979: 19). Konsumtif adalah pola hidup masih

dikendalikan dan didorong oleh suatu keinginan untuk memenuhi hasrat

kesenangan semata (Serviam, 1983), sedangkan menurut Mangkunegara

(1988) konsumtif adalah tindakan-tindakan yang dilakukan individu,

kelompok, atau orang-orang yang berhubungan dengan proses

pembuatan keputusan dalam mencapai, menggunakan barang-barang


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

atau jasa ekonomis yang dipengaruhi oleh lingkungan. Konsumtif adalah

kecenderungan individu untuk melakukan penggunaan suatu barang atau

jasa tiada batas dan individu lebih mementingkan faktor keinginan

daripada faktor kebutuhan, ketika individu tersebut memiliki sejumlah

uang yang lebih dari biasanya. (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia

dalam Lestari dan Sumaryono, 1996). Konsumtif adalah suatu pandangan

yang lebih memberikan penekanan padahal yang bersifat material

semata, daripada hal-hal yang bersifat pandangan ke masa depan

(Hesmaru dalam Rosnelly, 1991). Konsumtif adalah pola hidup manusia

dikendalikan atau didorong oleh suatu keinginan untuk memenuhi hasrat

kesenangan semata (Grinder, 1978). Menurut Santon (1985) konsumtif

adalah pola yang bersifat pemborosan, foya-foya, kepuasan yang dapat

ditunda menjadi kepuasan yang sesegera mungkin. Konsumtif adalah

kecenderungan hidup dengan keinginan membeli barang-barang yang

kurang diperlukan sehingga sifatnya menjadi berlebihan (Anggrasari,

1997).

Berdasarkan pada definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa

konsumtif merupakan kecenderungan tingkah laku dalam diri

seseorang untuk selalu menghabiskan sesuatu, yang berwujud barang

atau jasa. Menghabiskan di sini tidak hanya dalam artian membeli atau

mengkonsumsi barang secara harafiah begitu saja, tetapi dapat pula

dikatakan membeli gaya hidup yang sedang menjadi modis. Selain itu

konsumtif dapat dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

berlebih maupun yang kurang kemampuannya. Bagi yang melakukan di

luar kemampuan maka mereka berusaha mendapatkan dengan cara

apapun. Konsumtif ini dilakukan untuk mendapatkan status sosial dan

prestise sosial.

Konsumtif lebih menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi

barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan

untuk mencapai kepuasan yang maksimal. Diatas menunjukkan bahwa

remaja dalam membeli fashion hampir tidak dikarenakan oleh kebutuhan

tetapi didasarkan untuk mencari identitas diri, perbedaan dan status

perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat

usia remaja sebagai usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja

ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi

bagian dari lingkungan itu, kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama

dengan orang lain yang sebaya menyebabkan remaja berusaha untuk

mengikuti berbagai atribut yang sedang “ini”.

3. Remaja

Remaja adalah masyarakat yang dari sudut golongan usia

merupakan kalangan yang tradisional (Soekanto, 1990: 51). Artinya,

keremajaan merupakan gejala sosial yang bersifat sementara. Oleh

karena berada pada usia kanak-kanak dengan usia dewasa. Sifat

sementara dari kedudukannya mengakibatkan remaja masih mencari

identitasnya, sedangkan oleh anak-anak sudah dianggap dewasa,

sedangkan oleh orang dewasa masih dianggap kecil. Usia remaja ini

berkisar antara 15 hingga 21 tahun 9 Andi Mappiare (1982: 23). Remaja


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh

menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi

yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock,

1992). Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena

tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau

tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks dkk, 1994)

bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau

peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa. Menurut

Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi

perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada

umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Remaja adalah

kelompok sasaran yang potensial untuk memasarkan produk-produk

industri bukan hanya karena daya beli yang tinggi tetapi juga karena

perkembangan yang dialami remaja itu sendiri (Jatman, dalam Lina dan

Rosyid 1997). Remaja adalah merupakan tahap perkembangan manusia

yang berada diantara dua golongan yaitu golongan anak-anak dan

golongan dewasa (Haditono 2001, 260). Menurut (Sarlito Wirawan,

1991: 16) remaja adalah suatu masa peralihan dari anak-anak menjadi

dewasa, dimana dalam masa tersebut terjadi perubahan jasmani dan

kejiwaan yang dikenal sebagai masa pubertas, batas usia remaja adalah

13-24 tahun dan belum menikah serta belum memenuhi persyaratan

kedewasaan secara sosial. Sedangkan menurut pendapat Monks (1999),

remaja adalah batasan usia remaja antara 12-21 tahun dengan perincian
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

12-15 adalah masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan

dan 18-21 tahun adalah masa remaja akhir. Menurut pendapat Hurlock

(1999) remaja adalah menurut usia remaja awal 13-16 tahun sedangkan

masa remaja akhir 17-18 tahun.

Remaja adalah suatu masa peralihan dari anak- anak menjadi

dewasa, dimana dalam masa tersebut terjadi perubahan jasmani dan

kejiwaan yang dikenal sebagai masa pubertas. Batas usia remaja tersebut

adalah 13-24 tahun dan belum menikah serta belum menikah. Tahap

umur yang datang setelah masa kanak- kanak berakhir, ditandai oleh

pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh

remaja, luar dan dalam itu, membawa akibat yang tidak sedikit terhadap

sikap, perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja.

4. Perilaku Berpakaian

a. Perilaku

Perilaku adalah tindakan manusia yang dapat diobservasi

perilaku ini disebabkan adanya suatu rangsangan yaitu sutau obyek

fisik yang mempengaruhi seseorang dalam banyak cara. Setelah

seseorang mengetahui adanya stimulus kemudian memprosesnya

kedalam pengetahuannya, yang pada akhirnya pengetahuan in akan

menghasilkan dan menyebabkan responnya. Rangsangan yang terus

menerus menerpa seseoarang akan menyebabkan emosi atau

konsekuensi yang menunjukkan sikap (perasaan). Sikap ini misalnya

rasa senang, tidak senang, baik atau buruk. Dari sikap akan

menghasilkan tendesi perilaku untuk mencapai sesuatu obyek.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

Sehingga perilaku itu mempunyai kognitif (pengetahuan), afektif

(emosi), dan tindakan (tendesi perilaku). Perilaku manusia adalah

suatu aktivitas manusia itu sendiri (Soekidjo , 1993: 55)

Secara operasional, perilaku dapat diartikan suatu respons

organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek

tersebut. (Soekidjo, 1993: 58) perilaku diartikan sebagai suatu aksi-

reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi

apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni

yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan

menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. (Notoatmojo, 1997: 60).

Perilaku adalah tindakan atau perilaku suatu organisme yang

dapat diamati dan bahkan dapat di pelajari. (Kwik, 1974 sebagaimana

dikutip oleh Notoatmojo, 1997). Perilaku manusia pada hakikatnya

adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai

manifestasi hayati bahwa dia adalah makhluk hidup. (Kusmiyati dan

Desminiarti, 1990: 1). Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul

karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara

langsung maupun tidak langsung. (Sunaryo, 2004). Perilaku adalah

suatu cara tingkah laku yang diciptakan untuk ditiru oleh banyak

orang dan cara bertindak yang tepat melakukan proses dalam waktu

relatif lama sehingga terbentuk kebiasaan (Hendropuspito, 1991: 160).

Perilaku adalah sebagai tingkah laku, perbuatan (Poerwadarminta,

1997: 671). Perilaku adalah tanggapan atau reaksi yang terwujud

dalam gerakan atau sikap, tidak hanya badan atau ucapan terjadi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

karena adanya sikap yang nyata diperlukan suatu faktor pendukung

atau kondisi yang memungkinkan akan adanya kesempatan (Miftah,

1988). Perilaku adalah perbuatan yang dapat diobservasi, perilaku

disebabkan karena adanya suatu stimulus yaitu suatu obyek fisik yang

mempengaruhi seseorang dalam banyak cara setelah seseorang

mengetahui adanya stimulus kemudian memproses ke dalam

pengetahuannya yang pada akhirnya akan menimbulkan sauatu sikap

dimana sikap tersebut akan terimplementasikan dalam suatu tindakan

(Zainudin, 1989 : 10).

Perilaku merupakan suatu reaksi yang dapat diamati secara

umum atau obyektif, sehingga hal-hal yang diperbuat akan tampak

hasil dari perbuatan tersebut pada dasarnya berorientasi pada tujuan.

Dengan perkataan lain, perilaku kita pada umunya dimotivasi oleh

suatu keinginan untuk mencapai tujuan tertentu.

b. Berpakaian

Berpakaian adalah mengenakan, memakai, menggunakan

pakaian yang segala sesuatu menempel pada tubuh dari ujung rambut

sampai ujung kaki. Menurut istilah, busana adalah pakaian yang kita

kenakan setiap hari dari ujung rambut sampai ujung kaki berserta

segala pelengkapannya yang selalu, dan begitu sering dibahas, diurai,

dipertentangkan atau dipersetujukan adalah pakaian dalam pengertian

dipakai secara fisik. Sedikit sekali atau kurang, kita melihat pakaian

sebagai adab, sebagai bagian dari sudut pandang takwa sehingga


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19

berada pada pengertian pakaian pada konsep yang lebih utuh,

kontekstual. Tidak hanya pada batasan-batasan fisik saja.

Berpakaian bersifat dinamis. berpakaian erat kaitannya dengan

citra diri seseorang. Dari cara berpakaian seseorang dapat dilihat

status ataupun selera dari orang tersebut. Lawrence Langner pun

mengemukakan bahwa berpakaian bisa merupakan suatu alat

komunikasi seperti misalnya bahasa latin atau tulisan. Ia bisa bicara

tentang asal, usia dan status, dan perasaan si pemakai, selera, atau

tingkat intelektual serta tingkat ekonomi yang bersangkutan

(Lawrence Langner dalam Lurie, 1984: 6). Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa pilihan berpakaian merupakan wujud dari

“penampilan diri“. Oleh karena itu para remaja berusaha mengikuti

mode. Mereka berusaha memiliki dan tampil dengan pakaian-pakaian

model mutakhir.

Kecenderungan remaja dalam memiliki dan tampil dengan

pakaian-pakaian model-model mutakhir lebih nampak di kalangan

remaja putri dibandingkan remaja putra. Hal ini disebabkan pada

masa-masa seperti ini para gadis mulai memperlihatkan

kecenderungan sifat-sifat kewanitaannya, yang suka bergaya dan

berhias.dalam kenyataan sehari-hari terlihat bahwa suatu model

pakaian tertentu yang sedang modis selalu ingin memiliki oleh para

remaja putri. Remaja putri selanjutnya menyesuaikan penampilannya

dengan memakai mode tersebut.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

20

Perilaku berpakaian adalah suatu reaksi bentuk nyata yang

dapat diamati secara umum atau obyektif dalam mengenakan pakaian

dan dapat dikatakan juga bahwa berpakaian merupakan wujud dari

“penampilan diri“. Suatu bentuk tindakan nyata seseorang yang

diperlihatkan melalui cara berpakaian untuk menunjukkan prestise

sosial.

Dalam Jurnal Internasional di bawah ini terdapat definisi

konseptual mengenai perilaku berpakaian, Cahill Sharon and Riley

Sarah (2008). Resistances and Reconciliations: Women and Body Art.

In Guy Ali, Green Eileen, and Banim Maura (eds) Through the

Wardrobe: Women's Relationships with Their Clothes. Oxford: Berg.

A Review of 18 Years. Plastic and Reconstructive Surgery, 69(3),

445-450 DOI: 10.1177/146950507077681.

Appearance has been repeatedly shown to have a potent


and immediate effect on others in a wide range of circumstances.
In particular women's appearance seems to have a key role to
self and identity. "a woman is made to feel continually insecure
about her physical appearance, and simultaneously so dependent
on it " (Chapkis, 1986, p. 140). Women (and to some extent men)
are willing to go to dangerous lengths and to endure painful
procedures to 'improve' and alter their appearance. The
increasing popularity of practices of body modifications such as
dieting, tattoing, piercing and cosmetic surgery attests to
theimportance of appearance in social relations. But some of the
participants in such practices claim to be resisting rather than
reifying hegemonic influences.

Penampilan telah berulang kali terbukti memiliki pengaruh


kuat dan langsung pada orang lain dalam berbagai keadaan.
Dalam penampilan khusus kaum perempuan tampaknya memiliki
peran kunci untuk diri dan identitas. "Seorang wanita dibuat
merasa tidak aman terus-menerus tentang penampilan fisiknya,
dan sekaligus begitu tergantung pada itu" (Chapkis, 1986, hal
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

21

140). Perempuan dan untuk beberapa remaja bersedia untuk pergi


ke pusat perbelanjaan untuk 'memperbaiki' dan mengubah
penampilan mereka. Meningkatnya popularitas remaja dalam
perilaku berpakaian membuktikan penampilan dalam hubungan
sosial mempengaruhi. Tapi beberapa remaja tersebut dalam
perilaku berpakaian seperti itu meruapakan hal yang wajar
mengaku menolak bukan konsumtif.

F. Teori Yang Digunakan

Sosiologi sebagai ilmu pengertahuan, lahir diwarnai oleh berbagai

macam pemikiran yang saling bertentangan. Pendekatan tentang pokok-

pokok pikiran dalam disiplin ilmu sosiologi yang diciptakan oleh para ahli ini

pada perkembangan melahirkan berbagai macam teori. Pergulatan ini

tercermin dalam berbagai paradigma.

Paradigma merupakan suatu pandangan yang menjadi pokok

persoalan (subject matter) dari cabang ilmu (Ritzer, 1985 : 4). Pengertian ini

diperkenakan oleh Thomas Kuhn. Pengertian paradigma tersebut kemudian

disambut oleh George Ritzer dengan perumusannya tentang paradigma. Dua

orang ilmuan bernama Masterman dan Freindrichs memberikan pengertian

bahwa paradigma merupakan pandangan yang mendasar dari ilmu tentang

apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya oleh suatu cabang ilmu

pengetahuan (Ritzer, 1985 : 7).

Menurut Ritzer sosiologi juga memiliki paradigma yang terdiri dari

tiga paradigma yaitu paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial,

paradigma perilaku sosial.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

22

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma perilaku sosial.

Paradigma ini memusatkan perhatian pada hubungan antar individu dengan

lingkungan. Lingkungan terdiri atas bermacam-macam objek sosial dan

objek non sosial, menurut penganut paradigma perilaku sosial (BF. Skiner)

objek sosiologi yang kongkrit realitas adalah perilaku manusia yang nampak

serta kemungkinan perulangannya (Behavior Man And Contingencies of

Reinforcement). (Ritzer, 1985: 70).

Dipilihnya paradigma ini karena paradigma ini memusatkan perhatian

pada interaksi sosial, menurut penganut paradigma ini memusatkan perhatian

pada interaksi antara lain individu dan lingkungannya, yaitu lingkungan yang

terdiri atas bermacam-macam objek sosial dan non sosial dengan prinsip yang

sama. Terdapat hubungan yang fungsional antara tingkah laku dengan

perubahan yang terjadi dalam lingkungan aktor.

Melalui paradigma perilaku sosial peneliti berusaha menggambarkan,

menjabarkan tentang gaya hidup konsumtif remaja dalam perilaku berpakaian

apa saja yang mempengaruhi tingkah laku individu dalam hal ini perilaku

membeli atau pola konsumsi remaja dalam perilaku berpakaian.

Dalam paradigma perilaku sosial terdapat teori yaitu behavior

sociolog. Teori yang dipakai dalam pembahasan ini adalah behavior sociologi

atau teori sosiologi karena memfokuskan pada hubungan antara tingkah laku

aktor dengan akibat tingkah laku yang terjadi dalam lingkungan aktor.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

23

Sehingga bisa diamsusikan bahwa pola konsumsi dalam perilaku

berpakaian dipengaruhi oleh akibat perilaku membeli dilingkungannya.

Akibat tingkah laku itu karena adanya perulangan tingkah laku tidak dapat

dirumuskan terlepas dari efeknya terhadap perilaku itu sendiri. Suatu ganjaran

yangt idak membawa pengaruh terhadap aktor tidak akan di ulang.

Konsumtif di pandang dalam sosiologi sebagai bukan sekedar

pemenuhan kebutuhan hidup yang bersifat fisik dan biologis manusia terkait

pada aspek-aspek sosial budaya. Konsumtif berhubungan dengan masalah

selera, identitas, atau gaya hidup. Jika para ekonomi memperlakukan selera

sebagai suatu yang stabil, dfokuskan pada nilai guna dibentuk secara

individual, dan dipandang sebagai sesuatu yang dapat berubah, difokuskan

pada kualitas simbolik dari barang, dan tergantung pada persepsi tentang

selera dari orang lain (Damsar, 2002 : 119).

Pola konsumtif masyarakat mengalami perubahan yang cukup

signifikan. Kebutuhan masyarakat telah berubah bergeser dari pemenuhan

kebutuhan dasar menuju pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersier. Seperti

yang terjadi pada remaja dewasa ini. Berpakaian merupakan kebutuhan yang

tidak bisa lepas dari kehidupan remaja dalam upayanya mencari jati diri dan

ingin mendapatkan pengakuan dari lingkungan pergaulannya.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dijelaskan bahwa pelajar

membelanjakan uangnya untuk membeli suatu produk fashion tidak hanya

untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka akan sandang, tetapi lebih dari itu.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

24

Mereka tidak hanya melihat nilai guna dari produk fashion yang mereka

konsumtif. Tanda di balik pakaian yang melekat pada tubuhnya, tas yang

membebani pundaknya, jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

Memakai produk bermerk ”A“ bukan merupakan produk itu lebih nyaman

dipakai, tetapi produk bermerk “A” mempunyai status yang lebih tinggi

dibanding merk lainnya.

G. Definisi Konseptual

Definisi konseptual adalah menegaskan batasan atau konsep yang

digunakan agar tidak terjadi perbedaan penafsiran antara penulis dan

pembaca. Definisi konseptual dalam penelitian ini adalah:

1. Gaya Hidup

Gaya hidup merupakan frame of reference yang dipakai seseorang

dalam bertingkah laku dan konsekuensinya akan membentuk pola

perilaku tertentu. Terutama bagaimana dia ingin dipersepsikan oleh orang

lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana ia

membentuk imange di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial

yang disandangnya.

2. Konsumtif

Konsumtif adalah keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang

yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai

kepuasan yang maksimal.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

25

3. Remaja

Suatu masa peralihan dari anak- anak menjadi dewasa, dimana

dalam masa tersebut terjadi perubahan jasmani dan kejiwaan yang dikenal

sebagai masa pubertas.

4. Perilaku Berpakaian

Perilaku berpakaian adalah suatu reaksi bentuk nyata yang dapat

diamati secara umum atau obyektif dalam mengenakan pakaian dan dapat

dikatakan juga bahwa berpakaian merupakan wujud dari “penampilan

diri“. Suatu bentuk tindakan nyata seseorang yang diperlihatkan melalui

cara berpakaian untuk menunjukkan prestise sosial.

H. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang menjadi acuan penelitian ini adalah:

1. Nuning Setiawati, S.Sos., 2009. Identifikasi Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Perilaku Konsumtif Mahasiswa

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan dan

menganalisa mengenai gaya hidup dan perilaku konsumtif di kalangan

mahasiswa dan bagaimana peran status ekonomi orang tua terhadap

perilaku konsumtif mahasiswa.

Kerangka pemikiran penelitian ini bahwa dalam perilaku konsumtif

mahasiswa satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi, tapi yang

jelas mereka yang berstatus ekonomi tinggi selalu bisa berpenampilan


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

26

yang modis dan gaul. Peran status ekonomi orang tua adalah serangkaian

perilaku yang diharapkan dan dituntut oleh masyarakat terhadap individu

ataupun organisasi yang memegang kedudukan tertentu dalam masyarakat

yang mana kedudukan seseorang dalam suatu rangkaian serta yang

tersusun hierarkis yang merupakan kesatuan seimbang dari hal-hal yang

menjadi nilai dalam masyarakat yang biasanya dikenal sebagai prevelise

(kekayaan, pendapatan, barang, konsumsi), prestige (status dan gaya

hidup), dan kekuasaan.

Sejalan dengan masalah dan tujuan penelitian maka penelitian ini

dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif yang

mengkaji tentang identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

konsumtif mahasiswa. Sumber data dari seluruh mahasiswa D III FISIP

Universitas Sebelas Maret Surakarta. Untuk pengumpulan data

menggunakan teknik wawancara, dokumentasi serta observasi. Dalam

penelitian ini sampel dipilih dari informan yang dapat dipercaya untuk

menjadi sumber data yang baik.

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa perilaku konsumtif

mahasiswa, sebagaian besar tidak karena pengaruh iklan, yang lebih

menentukan adalah karena status ekonomi orang tua yang mendukung dan

pengaruh dari teman pergaulan.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

27

2. Novita Ayu Hartantrie, S.Sos., 2008. Fenomena Distribution Store

(Distro) dan Perilaku Konsumtif Di Kalangan Pelajar Di SMA Negeri 4

Surakarta.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan dan

mengnalisa mengenai gaya hidup dan perilaku konsumtif di kalangan

pelajar SMA Negeri 4 Suarakarta serta mengkaji secara mendalam

penyebab mengapa para remaja khususnya pelajar memilih produk yang

dijual di distro sebagai sarana untuk merealisasikan perilaku konsumtif

mereka.

Kerangka pemikiran penelitian ini bahwa remaja merupakan

masa-masa yang masih terbilang kurang stabil dan bersifat dinamis.

Terutama masih dalam tahap pencarian akan sebuah identitas diri dengan

tuntutan berbagai kebutuhan dan cenderung berlaku konsumtif. Hal ini

tentunya dipengaruhi oleh adanya berbagai informasi dari luar, termasuk

pengaruh lingkungan dengan adanya pengetahuan maka akan membentuk

sebuah jati diri yang kemudian membuat remaja bersikap cenderung

konsumtif dari persepsi kemudian tercermin dalam bagaimana dia

bertindak dan berperilaku konsumtif.

Sejalan dengan masalah dan tujuan penelitian maka penelitian ini

dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif yang

mengkaji tentang fenomena distribution store (Distro) dan perilaku

konsumtif di kalangan pelajar SMA Negeri 4 Surakarta. Sumber data dari


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

28

seluruh pelajar SMA Negeri 4 Surakarta. Untuk pengumpulan data

menggunakan teknik wawancara, dan observasi. Dalam penelitian ini

sample dipilih dari informan yang dapat dipercaya untuk menjadi sumber

data yang baik.

Berdasarkan kenyataan di lapangan yang menunjukkan bahwa

remaja (pelajar) merupakan sasaran pemasaran berbagai produk, maka

jalan yang perlu ditempuh adalah menumbuhkan kesadaran dalam diri

remaja mengapa mereka perlu berperilaku konsumtif. Apakah perilaku itu

benar-benar untuk memenuhi kebutuhan ataukah hanya sekedar untuk

memenuhi keinginan dan kesenangan sesaat saja? Remaja tidak harus

berhemat, namun sikap rasional perlu diambil dalam menghadapi kondisi

pasar yang demikian. Remaja perlu membuang jauh-jauh sikap emosional

dalam mengkonsumsi suatu produk.

3. Richard Elliott. 2009, Exeter University, Fashion and Consumer Culture.

Volume 28 Advances in Consumer Research 2009 Pages 235-241

DOI:10.1177/0486613407302482.

This study adopts a sociological approach to adolescent consumer


behaviour to examine normative influence on fashion brand
choice.Bearden's social influence scale (1989) is applied to the
choice of sports footwear brands by teenagers.The informational
faktor is found to be hardly relevant, and the normative faktor
divides into two components C identity and compliance. Modifying
the concept of compliance to the rather softer notion of ' approval'
results in a scale (based on Bearden's original) that significantly
discriminates between fashion brand buyers and others. The need
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

29

to be liked by one's peers appears to be a more important driver of


choice than the need to express one's identity with them.

The present research is designed to explore the distinction in


today's society and to understand current purchase motivations of
adolescent consumers of symbolic products. In an attempt to
discriminate between the motivations of top brand vs. lesser or
store brand buyers, the SII Scale was administered together with
questions on recent purchases of sports footwear and the
associated meanings of the top brands. A proposition has been put
forward to reflect the expectation that in today's society, the
approval of peer groups (which have the sanction of ridicule at
their disposal) is a more salient motivation than shaping an
identity is. After a series of focus groups at local schools and with
university students to determine usage patterns of trainers and
brand attitudes, a survey was designed to allow quantitative
analysis.. Adolescents aged between 15 and 19 were interviewed in
dispersed shopping precincts in the United Kingdom, resulting in a
convenience sample of 555 young men and women who responded
to the full questionnaire. The survey asked for information on
sports played and sports trainers owned. Information was elicited
on the usage of particular brands for particular sports and for
general street wear. Criteria for choosing brands were established
with a eries of itemised-scale ratings, and attitudes to the three
largest-selling brands (Nike, Adidas and Reebok) were obtained
with Likert scale statements for each. Open-ended questions asked
for ' one word that comes to mind' for each of the three brands.
Finally, respondents were handed Bearden's Susceptibility to
Interpersonal Influence (SII) Scale (using 5 scale points) for self-
completion. Three additional questions were included to ascertain
the influence of films, sports stars and top bands on brand choice,
but these have been excluded from the current analysis.

Faktor analysis of the SII scale with a varimax rotation indicated a


three-faktor solution, where eigenvalues over 1 is the criterion. A
scree-test pointed to a four faktor solution, a not unexpected
difference between the two extraction criteria (Hair, et al 1998),
but this was rejected upon examination of the results, which split
one of the items normally associated with information-seeking into
its own faktor. The three components may be interpreted as being
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

30

related to identity-seeking, compliance-seeking and


informational/consultative (see Tabel 1). three. The first faktor
(identity-seeking) accounted for the highest percentage of variance
(39%), and total variance explained was 59%. Individual items,
however, did not always fall into the expected category, and item 4
( ' To make sure I buy the right product or brand, I often observe
what others are buying and using'), suffers from multiple loadings,
although the original scale has it clearly in the informational
camp. item individualy. In the current study, this item loads over.5
only in the 'compliance-seeking' faktor. faktor. Even more messily,
item 5 (' I rarely purchase the latest fashion styles until I am sure
my friends approve of them') loads clearly into the ' identity-
seeking' category, rather than the expected compliance category,
while item 1 (' I often consult other people to help me choose the
best brand of a particular product') loads almost equally on
informational and identity-seeking, and below .5 in both cases.

IMPLICATIONS FOR FUTURE RESEARCH


This study has attempted to broaden the context of consumer
behaviour from the individual towards a more socially-situated
person, but this is only a first step towards locating choice
behaviour in a truly cultural context. Although the
conceptualisation of consumer behaviour as being driven by
individual preferences has dominated the field since its inception,
recent radical reframings of consumer choice suggest that rather
than choice being a psychological variable it should be thought of
as a cultural variable; 'the basic choice that a rational individual
has to make is the choice about what kind of society to live in.
According to that choice, the rest follows' (Douglas 1996).
Meskipun This extends the social affiliation role of brands to one
of the symbolic expression of a basic cultural value system and
points us away from simple preferences and towards the negative
pole of 'hostility'. Rather than focus simply on what people want, it
may be more informative to ask what they do not want, as people
do not only seek social approval from some social groups, they
also want to express hostility to other groups. We therefore need to
enrich our conceptualisation of the symbolic meaning of brand
choice as not just a badge of allegiance but also as an act of
rejection and hostility 'To understand shopping practices we need
to trace standardised hates, which are much more constant and
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

31

more revealing than desires' (Douglas 1996). The work on anti-


choice behaviour (eg Hogg, 1998) has made a start in re-
contextualising consumer choice, but despite being based on
Bourdieu's (1984) sociological theory of 'refusal of taste' it has not
embraced the cultural perspective taken by Douglas and remains
focused on individuation. Future research should explore the
extent to which affiliation, the building and maintenance of social
relationships and the expression of cultural values are key faktors
in understanding brand choice.

Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis untuk perilaku


konsumen remaja untuk meneliti pengaruh normatif pada pilihan
merk fashion. Kebutuhan untuk disukai oleh rekan seseorang
muncul untuk menjadi yang lebih penting dari pilihan dari
kebutuhan untuk mengekspresikan identitas seseorang dengan
mereka. Setelah serangkaian diskusi kelompok terarah di sekolah
lokal dan dengan para mahasiswa untuk menentukan pola
penggunaan merk, survei dirancang untuk memungkinkan analisis
kuantitatif. Remaja berusia antara 15 dan 19 diwawancarai di
daerah sekitar perbelanjaan tersebar di Britania Raya,
menghasilkan kenyamanan 555 perempuan muda yang merespon
kuesioner penuh Survei meminta informasi tentang pakaian.
Informasi itu menimbulkan atas penggunaan merk tertentu untuk
memakai jalan umum. Kriteria untuk memilih merk didirikan
dengan galeri dari peringkat skala diperinci, dan sikap untuk tiga
merk terbesar-penjualan (Nike, Adidas dan Reebok) diperoleh
dengan skala Likert laporan untuk masing-masing. Pertanyaan
terbuka meminta 'satu kata yang terlintas dalam pikiran' untuk
masing-masing tiga merk. Akhirnya, responden memberikan
Kerentanan Bearden untuk Pengaruh interpersonal (SII) Skala
(menggunakan 5 poin skala) untuk diri-selesai. Tiga pertanyaan
tambahan dimasukkan untuk memastikan pengaruh film, bintang
remaja dan band-band atas pada pilihan merk.

Analisis Faktor skala SII dengan rotasi menunjukkan solusi tiga


faktor, di mana nilai lebih dari 1 adalah kriteria tersebut. A scree-
test menunjuk sebuah solusi faktor empat, perbedaan yang tidak
terduga antara dua kriteria ekstraksi tetapi ini ditolak setelah
pemeriksaan hasil, yang memisahkan salah satu item yang
biasanya dikaitkan dengan informasi-mencari menjadi faktor
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

32

sendiri. komponen dapat ditafsirkan sebagai kasus terkait dengan


identitas-mencari, kepatuhan mencari dan informasi/konsultasi.
Faktor pertama (mencari identitas) menyumbang persentase
tertinggi varians (39%), dan menjelaskan total varians adalah 59%.,
namun tidak selalu jatuh ke dalam kategori yang diharapkan, dan
item 4 ('Untuk memastikan saya membeli produk yang benar atau
merk, saya sering amati apa yang orang lain yang membeli dan
menggunakan'), menderita beban ganda, meskipun asli skala telah
dengan jelas di kamp informasi. Dalam studi saat ini, ini item
beban lebih dari 0,5 hanya dalam ketaatan-mencari. Bahkan lebih
messily, item 5 ('aku jarang membeli gaya fashion terbaru sampai
saya yakin teman-teman saya menyetujuinya') beban jelas ke dalam
'mencari identitas' kategori, bukan kategori kepatuhan yang
diharapkan, sedangkan item 1 ('saya sering berkonsultasi dengan
orang lain untuk membantu saya memilih merk terbaik dari produk
tertentu') hampir sama pada banyak informasi dan mencari
identitas, dan di bawah 0,5 pada kedua kasus.

IMPLIKASI UNTUK PENELITIAN MENDATANG


Penelitian ini berupaya untuk memperluas konteks perilaku
konsumen dari individu terhadap orang yang lebih sosial-terletak,
tetapi ini hanya langkah pertama menuju lokasi pilihan perilaku
dalam konteks yang benar-benar budaya. konseptualisasi perilaku
konsumen sebagai didorong oleh preferensi individu telah
mendominasi lapangan sejak awal, reframings radikal baru-baru ini
menunjukkan bahwa pilihan konsumen daripada pilihan menjadi
variabel psikologis itu harus dianggap sebagai variabel budaya;
pilihan 'dasar bahwa individu yang rasional harus membuat adalah
pilihan tentang bagaimana bentuk rupa masyarakat untuk hidup
masuk Menurut pilihan itu, sisanya berikut '(Douglas 1996). Hal
ini memperluas peran afiliasi sosial dari merk ke salah satu
ekspresi simbolik dari suatu sistem nilai dasar budaya dan
mengarahkan kita menjauh dari preferensi sederhana dan menuju
kutub negatif 'permusuhan'. Daripada fokus hanya pada apa yang
orang inginkan, mungkin lebih informatif untuk bertanya apa yang
tidak mereka inginkan, orang tidak hanya mencari persetujuan
sosial dari beberapa kelompok sosial, mereka juga ingin
mengekspresikan kebencian terhadap kelompok lain. Oleh karena
itu kita perlu memperkaya konseptualisasi kita tentang makna
simbolis dari pilihan merk tidak hanya lencana kesetiaan tetapi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

33

juga sebagai tindakan penolakan dan permusuhan. "Untuk


memahami praktik belanja kita perlu melacak standar benci, yang
jauh lebih konstan dan lebih mengungkapkan dari keinginan
'(Douglas 1996). Pekerjaan pada perilaku anti-pilihan (misalnya
Hogg, 1998) telah mulai di pilihan konsumen kembali
contextualising, tetapi meskipun yang berbasis (1984) teori
sosiologis Bourdieu tentang 'penolakan rasa' itu tidak memeluk
perspektif budaya yang diambil oleh Douglas dan masih terfokus
pada individuasi. Penelitian di masa mendatang harus
mengeksplorasi sejauh mana afiliasi, bangunan dan pemeliharaan
hubungan sosial dan ekspresi nilai-nilai budaya merupakan faktor
kunci dalam memahami pilihan merk.

Simbol gaya hidup/merk adalah salah satu pertimbangan para


remaja dalam membeli suatu barang. Merk seringkali dikaitkan
dengan kualitas suatu barang, sebagian remaja dalam membeli
barang harus melihat berdasarkan merknya. Dengan kata lain merk
juga dapat dijadikan sebagai tolok ukur baarang yang akan
dikonsumsi.

I. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini lebih menitik beratkan pada penelitian deskriptif

kualitatif dengan maksud untuk memberikan gambaran dan memberikan

uraian mengenai suatu gejala yang di teliti.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah di Dusun Mangkuyudan

Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Adapun pemilihan lokasi

tersebut didasarkan atas beerapa alasan yakni:

a. Karena sebagian besar masyarakat di Desa Mangkuyudan memiliki

usaha sendiri sehingga untuk berperilaku konsumtif lebih mendukung.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

34

b. Karena adanya pengaruh budaya kota yang modern masuk ke desa

Mangkuyudan sehingga masyarakat terpengaruh dengan budaya

tersebut.

c. Kemungkinan untuk memperoleh ijinnya tidak mengalami kesulitan.

3. Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi populasinya adalah Seluruh

remaja Putri di Desa Mangkuyudan Kecamatan Ngabeyan Kabupaten

Sukoharjo. Sample adalah sebagaian anggota populasi yang diambil

dengan menggunakan teknik tertentu, sample menggambarkan keadaan

sebenarnya dari populasi yang diwakilinya. Sampel yang diambil dalam

penelitian ini tidak mutlak jumlahnya artinya sample yang akan diambil

menyesuaikan dengan kebutuhan peneliti selama di lapangan guna

memperoleh data selengkapnya.

4. Teknik Pengambilan Sampel

Penarikan sample dalam penelitian ini menggunakan purposive

sampling artinya, peneliti menentukan informan yang benar-benar

mewakili informasi yang peneliti perlukan. Menurut Lexy J. Moleong

bahwa dengan teknik purposive sampling terkandung maksud untuk

sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber. (Moleong,

2002: 165)

Jenis sampel yang dipergunakan adalah maximum variation

sampling dengan teknik pengambilan sampel seperti yang dimaksudkan


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

35

untuk dapat menangkap atau menggambarkan suatu tema sentral dari studi

melalui informasi silang menyilang dari berbagai tipe responden. Dengan

pengambilan sampel variasi maksimum bukan bermaksud untuk

menggeneralisasikan penemuannya, melainkan mencari informasi yang

dapat menjelaskan adanya variasi serta pola-pola umum yang bermakna

dalam variasi tersebut (Slamet, 2006: 65).

Dari sekian banyak remaja di Dusun Mangkuyudan, peneliti akan

mengambil 8 orang remaja putri sebagai sampel yang di pilih berdasrkan

skala usia dan status remaja dengan rincian 2 orang pekerja perempuan, 2

orang mahasiswa, 2 orang pelajar SMA dan 2 orang pelajar SMP. Hal

tersebut di pilih karena dari informan tersebut akan mewakili remaja.

Penarikan sampel dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.1
Maximum Variation Sampling
Status
Usia Sekolah
Pekerja
SMP SMU Kuliah
13 - 16 √
17 - 20 √ √
21 - 24 √ √
(Sumber: hasil observasi dan pra survey penelitian tahun 2010)

5. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

36

a. Data Primer, Sumber data primer yang diperoleh secara langsung dari

lapangan melalui observasi dan wawancara dengan informan.

Observasi di lakukan dengan mengamati kondisi fisik dukuh

Mangkuyudan dan aktivitas remaja putri. Wawancara di lakukan

secara langsung dari sumbernya yaitu informasi dari remaja putrid di

dukuh Mangkuyudan. Yang merupakan sumber utama untuk

dijadikan landasan dalam penulisan penelitian, yang antara lain :

1) Informasi dari remaja Di Desa Mangkuyudan, Ngabeyan,

Kartasura.

2) Informasi dari orang tua remaja yang berperilaku konsumtif.

b. Data Sekunder, Data yang mempunyai hubungan erat dengan bahan

primer terdiri dari :

1) Buku-buku tentang ilmu sosial yang menyangkut manusia dalam

kehidupan sosial masyarakat.

2) Buku-buku, dokumentasi dan berbagai data yang memuat

tentang gaya hidup konsumtif remaja serta buku-buku/karya tulis

yang relevan bagi pemecahan permasalahan dalam penelitian.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah wawancara mendalam (Indepth Interview). Jenis wawancara ini

bersifat luntur dan terbuka, tidak berstuktur ketat, tidak dalam suasana

formal dan bisa dilakukan berulang pada informan yang sama (Patton,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

37

1980). Pertanyaan yang diajukan bisa semakin berfokus, sehingga

informasi yang bisa dikumpulkan semakin rinci dan mendalam.

Kelonggaran dan kelenturan cara ini akan mampu mengorek kejujuran

informan untuk memberikan informasi yang sebenarnya. Dalam hal ini

peneliti harus mempersiapkan garis besar pertanyaan yang diajukan

kepada responden maupun pihak-pihak tertentu yang dapat memberikan

keterangan yang sesuai dengan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.

7. Validitas Data

Validitas data dimaksudkan sebagai pembuktian bahwa data yang

diperoleh peneliti sesuai dengan apa yang benar-benar terjadi dilapangan.

Untuk menguji validitas data, peneliti menggunakan metode trianggulasi,

dimana untuk mendapatkan data tidak hanya diambil dari suatu sumber

data saja melainkan dari berbagai sumber. Trianggulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang yang lain

diluar data untuk keperluan pengecekan sebagai pembanding terhadap data

tersebut. Teknik data yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan

melalui sumber lain.

8. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan langkah atau tahap lanjutan setelah

pengumpulan data. Analisis ini digunakan untuk menjawab semua

pertanyaan yang diperoleh dalam penelitian. Langkah-langkah yang

digunakan dalam analisis data antara lain.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

38

Bagan 2. Model Analisis Interaktif

Pengumpulan Data

Reduksi Data Sajian Data


( Data Reduction ) ( Data Display )

Penarikan Kesimpulan
(Condusion Drawing)

(Sumber : HB. Sutopo, 2006 : 120)

a. Reduksi Data (Data Reduction)

Pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

pengabstrakan, data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di

lapangan. Sebagai salah satu bentuk dari analisis, maka proses

mempertegas, memperpendek, dan juga mengatur data merupakan

sesuatu hal yang sangat penting dilaksanakan.

b. Penyajian Data (Data Display)

Merupakan suatu proses pengumpulan informasi yang tersusun

dan disajikan yang memberi kemudahan dalam penarikan kesimpulan,

data yang sudah terkumpul perlu disajikan dalam bentuk-bentuk

tertentu guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk

yang padu. Dengan penyajian data yang padu ini akan memudahkan

peneliti dalam menentukan langkah selanjutnya.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

39

c. Penarikan Kesimpulan

Merupakan suatu proses untuk menemukan dan menempatkan

salinan untuk temuan dalam seperangkat data yang lain. Dari data yang

diperoleh peneliti berusaha mengambil kesimpulan. Dengan

bertambahnya data, kesimpulan yang kabur menjadi lebih besar.

Dalam hal ini kesimpulan senantiasa harus diverifikasi selama

penelitian berlangsung.

Ketiga komponen tersebut akan berjalan bersama pada waktu

kegiatan pengumpulan data. Setelah memperoleh data, reduksi data segera

dilaksanakan. Dari sajian data dapat dipergunakan untuk menarik suatu

kesimpulan. Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah interaktif, dalam model ini terdapat tiga komponen pokok menurut

Miles dan Huberman (dalam HB.Sutopo, 2006: 120) yaitu reduksi data,

penyajian data dan menarik kesimpulan.

Dalam proses analisa, ketiga komponen tersebut diatas

keaktivitasannya terbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data

berbagai proses siklus. Dalam bentuk inipeneliti tetap bergerak diantara

ketiga komponen dengan komponen pengumpulan data, selama proses

pengumpulan data berlangsung. Sesudah pengumpulan data, kemudian

bergerak diantara reduksi data, penyajian data dan pengambilan

kesimpulan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

40

BAB II

DESKRIPSI LOKASI

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Ngebeyan Kecamatan Kartasura

Kabupaten Sukoharjo. Letak Kabupaten Sukoharjo cukup strategis karena

berbatasan langsung dengan Kota Surakarta, yang merupakan salah satu pusat

perdagangan.

Kabupaten sukoharjo terdiri atas 12 Kecamatan, yaitu:

1. Kecamatan Weru 5. Kecamatan Grogol 9. Kecamatan Sukoharjo

2. Kecamatan Bulu 6. Kecamatan Nguter 10. Kecamatan Mojolaban

3. Kecamatan Baki 7. Kecamatan Tawangsari 11. Kecamatan Kartasura

4. Kecamatan Gatak 8. Kecamatan Bendosari 12. Kecamatan Polokarto

Dari kedua belas kecamatan tersebut salah satu diantaranya adalah Kecamatan

Kartasura. Di Kecamatan Kartasura terdapat salah satu kelurahan yang bernama

Kelurahan Ngabeyan.

A. Gambaran Umum Kelurahan Ngabeyan

Gambaran umum Kelurahan Ngabeyan ini disusun berdasarkan data

sekunder yang sebagian bebsar diperoleh dari monografi Kelurahan

Ngabeyan. Data ini meliputi luas wilayah, kondisi geografis, batas-batas

wilayah, keadaan penduduk, sarana dan prasarana yang ada di Kelurahan

Ngabeyan.

40
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

41

1. Luas Wilayah

Luas desa : 1.923 Ha

2. Kondisi Geografis

Kelurahan Ngabeyan terletak pada ketinggian 121 meter diatas permukaan

air laut. Sedangkan curah hujan rata-rata per tahun 2000-3000 mm/tahun.

Keadaan suhu rata-rata 240C – 280C.

3. Batas-batas Wilayah

a. Sebelah Utara : Kabupaten Karanganyar

b. Sebelah Selatan : Kecamatan Gatak

c. Sebelah Barat : Kabupaten Boyolali

d. Sebelah Timur : Kota Surakarta

Desa Ngabeyan termasuk kawasan perbatasan antara Kartasura

dengan Kota Surakarta sehingga untuk berbelanja remaja di Desa

Ngabeyan lebih suka memilih Kota Surakarta/Solo selain jarak tempuh

lebih dekat kota Surakarta banyak pusat-pusat perbelanjaan seperti PGS

(Pusat Grosir Solo), Grand Mall, Luwes dll. Budaya remaja sekarang yang

cenderung konsumtif, suka berbelanja ke pusat-pusat perbelanjaan seperti

mall-mall yang terletak di kota solo menyediakan berbagai macam

kebutuhan remaja terutama pakaian.

4. Orbitrasi (Jarak dari Pusat Pemerintahan Desa/Kelurahan)

a. Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan = 0,5 km

b. Jarak dari ibukota kabupaten/kota = 12 km


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

42

5. Penggunaan

Desa Ngabeyan memiliki luas wilayah Ha dengan rincian sebagai berikut :

a. Tanah sawah irigasi teknis : 183.6539 Ha

b. Tanah tegal/ladang : 4.000 Ha

c. Lahan pemukiman / bangunan : 47.000 Ha

d. Lain-lain (kas desa, lapangan dll) : 10.425 Ha

Sebagian besar dari wilayah Desa Ngabeyan merupakan daerah

persawahan.

B. Kondisi Demografis Desa Ngabeyan

1. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Pada sekarang ini jumlah penduduk Desa Ngabeyan sebanyak 5304

jiwa yang terbagi atas 1224 Kepala Keluarga (KK). Jumlah penduduk

tersebut terbagi atas penduduk perempuan dan penduduk laki-laki. Dimana

jumlah penduduk perempuan berjumlah lebih banyak dari penduduk laki-

laki seperti yang terlihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah


1 Perempuan 2783
2 Laki-Laki 2521
Jumlah 5304
Sumber : Data Monografi Desa Ngabeyan, Desember 2009

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk

perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki. Jumlah


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

43

penduduk perempuan adalah sebesar 2783 jiwa sedangkan jumlah

penduduk laki-laki sebanyak 2521 jiwa.

2. Jumlah Penduduk Menurut Umur

Jumlah dari penduduk di Desa Ngabeyan yang digolongkan

menurut umur juga jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.2
Jumlah Penduduk Menurut Umur
No Umur Laki-laki Perempuan
1 0 – 4 th 245 131
2 5 – 9 th 137 297
3 10 – 14 th 223 159
4 15 – 19 th 183 188
5 20 – 24 th 195 255
6 25 – 29 th 368 289
7 30 – 39 th 752 459
8 40 – 49 th 399 425
9 50 – 58 th 289 205
10 58 th + 50 56
Jumlah 2841 2462
Sumber : Data Monografi Desa Ngabeyan, Desember 2009

Komposisi penduduk menurut umur secara garis besar

dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu :

a. Usia muda / angkatan belum produktif, yaitu usia 0 – 14 tahun

b. Usia dewasa / angkatan kerja produktif, yaitu usia 15 – 59 tahun

c. Usia tua / angkatan tidak produktif yaitu usia 58 tahun ke atas

Dari tabel 2.2 dapat dilihat bahwa penduduk dengan usia 30-39

tahun merupakan penduduk dengan jumlah terbesar, yaitu 1211 jiwa dari
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

44

keseluruhan jumlah penduduk di Desa Ngabeyan. Sedangkan jumlah

penduduk yang paling sedikit adalah berusia 58 tahun ke atas, yaitu

sebesar 54 jiwa dari keseluruhan penduduk.

Sedangkan jika dilihat dari kategori usia muda, dewasa, dapat

diketahui bahwa sebagian besar penduduk di Desa Ngabeyan yang berusia

15-19 tahun berjumlah 371 jiwa atau sebesar, sedangkan jumlah penduduk

yang berusia antara 20-24 tahun berjumlah 450 jiwa.

Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada

dasarnya penduduk dengan usia muda dan dewasa adalah berjumlah 821

jiwa dari keseluruhan penduduk.

3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Perihal pendidikan, masyarakat Desa Ngabeyan dapat

dikelompokkan ke dalam 3 kelompok yang dibagi berdasarkan tingkat

pendidikan. Kelompok atau kategori yang berdasarkan tingkat pendidikan

tersebut adalah sebagai berikut :

a. Tingkat pendidikan rendah

Penduduk yang termasuk dalam tingkat pendidikan rendah adalah

penduduk yang tidak sekolah/tidak pernah sekolah, penduduk yang

belum/tidak tamat SD, dan penduduk yang hanya tamat SD.

b. Tingkat pendidikan lanjut/menengah

Yaitu penduduk yang telah tamat SLTP dan yang telah tamat SLTA.

c. Tingkat pendidikan tinggi


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

45

Yaitu penduduk yang telah tamat perguruan tinggi (Universitas,

Institut, Akademi dan lain-lain).

Dalam membedakan mengenai jumlah penduduk menurut tingkat

pendidikan dibatasi pada penduduk yang berumur 5 tahun ke atas. Jumlah

penduduk di Desa Ngabeyan berdasarkan tingkat pendidikan adalah

sebanyak 823 jiwa. Dan untuk mengetahui lebih jelas mengenai jumlah

penduduk berdasarkan tingkat pendidikan, dapat dilihat dari tabel berikut

ini :

Tabel 2.3
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah Laki-laki Perempuan


1 Tamat S2 5 3 2
2 Tamat Akademi/Perguruan Tinggi 153 57 96
(S1)
3 Tamat D3 51 28 23
4 Tamat D1 43 29 14
5 Tamat SLTA 122 73 49
6 Tamat SLTP 202 135 67
7 Tamat SD 298 173 125
8 Tidak tamat SD -
Jumlah 823 498 376
Sumber : Data Monografi Desa Ngabeyan, Desember 2009

Dari data yang telah disajikan dalam tabel 2.4 di atas,

menunjukkan bahwa penduduk yang tamat SD di Desa Ngabeyan

menempati urutan pertama dari jumlah penduduk berdasarkan tingkat

pendidikan, yaitu sebanyak 298 dari seluruh penduduk yang berusia 6


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

46

tahun ke atas. Disusul kemudian oleh penduduk yang tamat SLTP

sebanyak 202 orang serta penduduk yang hanya tamat SLTA sebanyak

122 orang. Penduduk yang tamat Akademi/Perguruan Tinggi sebanyak

153 orang, sedangkan penduduk yang tamat D3 sebanyak 51 orang.

Jumlah penduduk yang tamat D1 sebanyak 43 orang, sedangkan yang

tamat S2 hanya 2 orang dan tidak tamat SD tidak ada.

Sehingga jika dibuat suatu penggolongan tingkat pendidikan

seperti yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa golongan

penduduk yang tergolong dalam tingkat pendidikan menengah menempati

urutan teratas, yaitu sebanyak 324 orang dari penduduk atau tingkat

pendidikan rendah yaitu sebanyak 298 orang dan yang terakhir adalah

golongan atau tingkat pendidikan tinggi yang sebanyak 201 orang. Dari

rata-rata di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat

di Desa Ngabeyan adalah tergolong tidak rendah karena jumlah penduduk

yang berpendidikan rendah dan berpendidikan tinggi tidak terlalu jauh

jumlahnya.

C. Sarana dan Prasarana

1. Sarana Perekonomian

Sarana perekonomian yang ada di Desa Ngabeyan berdasarkan dari

data terakhir pada monografi pemerintahan Desa Ngabeyan untuk

sementara ini ada 11 unit yang dapat dilihat pada tabel berikut ini :
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

47

Tabel 2.4
Jumlah Sarana Perekonomian

No Sarana Jumlah
1 Pasar desa 1
2 Toko / Swalayan 4
3 Angkutan 6
Jumlah 11
Sumber : Data Monografi Desa Ngabeyan, Desember 2009

Dari tabel 2.4 dapat dilihat bahwa sarana perekonomian yang ada di

Desa Ngabeyan. Jumlah sarana perekonomian yang paling banyak adalah

angkutan sebanyak 6 unit angkutan di sini berfungsi sebagai alat

transportasi remaja untuk pergi ke suatu tempat perbelanjaan yang ada di

kota dengan adanya alat tersebut maka remaja untuk pergi ke kota lebih

efesien, sedangkan toko/swalayan hanya terdapat 4 unit. Perkembangan

barang-barang dari kota lain saat ini semakin marak, ditambah lagi dengan

banyaknya pusat perbelanjaan terutama di Surakarta hal tersebut sudah

pasti memicu tingkat konsumtif dari para konsumen semakin tinggi. Para

penduduk di Desa Ngabeyan terutama yang remaja lebih suka berbelanja

ke mall dan pusat perbelanjaan yang ada di kota Surakarta seperti PGS

(Pusat Grosir Solo), Beteng dan mall-mall lainnya karena disana

menyediakan berbagai macam kebutuhan pakaian dan perlengkapan dari

anak-anak hingga dewasa. Akses untuk menuju pusat perbelanjaan di Kota

Surakarta sangat mudah dijangkau dan letaknya strategis karena angkutan

umum banyak yang lewat dan lokasinya di pinggir jalan di pusat kota.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

48

2. Sarana Komunikasi

Sarana komunikasi yang terdapat di Desa Ngabeyan dapat dilihat

dalam tabel berikut:

Tabel 2.5
Jumlah Sarana Komunikasi

No Sarana Komunikasi Jumlah


1 Warnet 8
2 Telepon umum 12
3 Televisi 738
4 Parabola 2
Jumlah 853
Sumber : Data Monografi Desa Ngabeyan, Desember 2009

Sarana komunikasi sangat penting bagi manusia. Dengan sarana

komunikasi, manusia dapat menyampaikan dan menerima informasi

dengan cepat. Dengan demikian mereka tidak akan ketinggalan informasi.

Saat ini sarana komunikasi sudah marak dan banyak fasilitasnya mulai

dari televisi, radio, surat kabar majalah dan internet. Sarana komunikasi

yang baru seiring dengan perkembangan teknologi saat ini adalah internet

pada umumnya para pengguna internet menggunakan internet yang

tersedia di warung-warung internet atau lebih sering di kenal dengan

istilah warnet. Hal ini karena biayanya lebih murah dibandingkan dengan

menggunakan internet pribadi. Para remaja di Desa Ngabeyan juga

menggunakan warung-warung internet yang sekarang sudah banyak

disekitar rumah. Mereka bebas mengakses segala macam informasi

melalui internet, berbagai macam model pakaian yang up date bisa dengan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

49

mudah didapat melalui akses lewat internet selain internet remaja

memperoleh model pakaian terbaru juga dari media lain seperti TV,

dengan adanya TV akan mempengaruhi kehidupan remaja karena Film-

film atau sinetron yang di tayangkan setiap hari selalu menampilkan mode

pakaian terbaru dan hal itu dapat mempengaruhi perilaku berpakaian

mereka. Selain TV, majalah atau surat kabar juga berperan penting karena

sebagian remaja berlangganan majalah maka untuk mendapat informasi

pakaian terbaru lebih cepat dibanding remaja yang tidak berlangganan

Majalah atau surat kabar.

3. Sarana Transportasi

Kemajuan ekonomi di Desa Ngabeyan tentu saja didukung oleh

sarana dan prasarananya. Prasarana yang ada di daerah Desa Ngabeyan

terutama alat perhubungan yang berupa alat transportasi. Sarana

transportasi merupakan faktor penting dalam memperlancar mobilitas

serta berbagai macam aktivitas masyarakat. Sarana transportasi yang

dimiliki penduduk Desa Ngabeyan yang terdiri dari sarana transportasi

milik pribadi atau kendaraan-kendaraan pribadi dan kendaraan umum.

Kendaraan pribadi yang dimiliki pada umumnya berupa sepeda, sepeda

motor, dan mobil. Sedangkan kendaraan umum dapat berupa angkutan-

angkutan kota ataupun pedesaan seperti taksi, bus, atau becak dan

sebagainya.

Sarana transportasi yang ada di Desa Ngabeyan dapat dilihat seperti

pada tabel di bawah ini :


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

50

Tabel 2.6
Jumlah Sarana Transportasi

No Tingkat Pendidikan Jumlah


1 Sepeda 257
2 Sepeda motor 508
3 Mobil pribadi 132
4 Bus 36
Jumlah 988
Sumber : Data Monografi Desa Ngabeyan, Desember 2009

Dari tabel 2.6 dapat diketahui bahwa sepeda dan sepeda motor

merupakan sarana transportasi yang paling banyak dimiliki oleh penduduk

di Desa Ngabeyan. Hal ini disebabkan karena secara ekonomis lebih

mudah didapatkan daripada sarana transportasi yang lain dengan adanya

saran transportasi tersebut maka remaja lebih mudah untuk melakukan

kegiatan atau aktivitas yang menjadi rutinitas keseharian mereka. Sepeda

motor memberi kemudahan bagi remaja untuk pergi ke pusat perbelanjaan

D. Kondisi Sosial dan Budaya

Sebagaimana remaja pada umumnya di Dusun Mangkuyudan

merupakan remaja yang sedang mengalami masa transisi, di mana masa

tersebut kelompok sebaya (peer group) merupakan salah satu komunitas yang

berpengaruh terhadap cara pandang remaja itu sendiri di dalam lingkungan

luar juga banyak terdapat kelompok sebaya (peer group) dengan berbagai

macam kesamaan hal maupun hobby. Maka dari itu perkembangan remaja

khususnya bisa dikatakan turut dipengaruhi oleh intensitas interaksi peer


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

51

group yang terjadi di dalam maupun diluar sekolah bisa menjadi kontrol

terhadap remaja. Remaja Dusun Mangkuyudan mempunyai beberapa kegiatan

yang masih berjalan hingga saat ini. Kegiatan tersebut merupakan salah satu

bentuk kegiatan yang sudah ada sejak dulu yang turun temurun hingga saat

ini, dimana kegiatan tersebut perwujudan dari kegiatan sosial masyarakat.

Kegiatan yang masih ada hingga saat ini antara lain adalah kegiatan karang

taruna kerja bakti, pengajian dan lain sebagainya.

Kegiatan karang taruna pada remaja di Dusun Mangkuyudan dapat

dijumpai pada kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, misalnya membantu warga

masyarakat yang mempunyai hajatan seperti pernikahan. Pada umumnya

remaja bersama-sama membantu warga yang mempunyai hajatan secara

sukarela tanpa mengharapkan suatu bentuk imbalan. Kegiatannya pun dibagi

antara laki-laki dan perempuan. Selain kegiatan seperti diatas biasanya remaja

karang taruna juga mengadakan kumpulan yang diadakan setiap satu bulan

sekali setiap tanggal 10. Dalam kegiatan kumpulan tersebut diadakan acara

musyawarah untuk membahas masalah-masalah yang ada di Dusun

Mangkuyudan yang biasanya bertempat di salah satu rumah yang sudah

ditunjuk sebelumnya. Dimana setiap kehadirannya para remaja tersebut ditarik

iuran yang digunakan untuk penggantian biaya konsumsi bagi orang yang

rumahnya ditempati Selain itu dana yang terkumpul tersebut biasanya

dipotong sebagian untuk uang kas. Uang kas tersebut biasanya baru dipakai

atau digunakan jika ada kepentingan yang bersifat umum seperti menengok

orang sakit secara bersama-sama atau untuk keperluan kegiatan lainnya.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

52

Selain kegiatan hajatan, remaja juga melakukan kegiatan gotong-

royong membersihkan lingkungannya yang lebih dikenal dengan kegiatan

bersih desa. Dalam kegiatan bersih desa remaja baik yang laki-laki maupun

perempuan, berbaur bekerja sama membersihkan lingkungan sekitar tempat

tinggal mereka seperti membersihkan selokan atau got, memotong rumput dan

pohon liar, memperbaiki jalan, maupun membersihkan dan memperbaiki

sarana dan prasarana umum yang ada di sekitar tempat tinggal mereka seperti

tempat ibadah, penerangan, gapura, dan lain sebagainya. Biasanya kegiatan

tersebut sering dilakukan ketika akan diadakannya suatu kegiatan atau

perayaan hari besar seperti kegiatan tujuh belasan.

Remaja Dusun Mangkuyudan juga melakukan kegiatan pengajian yang

dilakukan setiap dua minggu sekali yang bertempat di masjid yang ada di

Dusun Mangkuyudan. Karena di Dusun Mangkuyudan ada beberapa masjid.

Pengajian yang di adakan ini khusus untuk remaja Untuk lebih meningkatkan

rasa kebersamaan.

Kegiatan-kegiatan kemasyarakatan seperti yang telah diterangkan

tersebut di atas merupakan warisan dari nenek moyang kita. Maka sudah

seyogyanya kita sebagai generasi muda sebisa mungkin untuk menjaga dan

melestarikan tradisi/kegiatan tersebut.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

53

BAB III

HASIL PENELITIAN GAYA HIDUP KONSUMTIF REMAJA

DALAM PERILAKU BERPAKAIAN

A. Karakteristik Informan

Dalam penelitian ini, informan yang diambil sebagai sampel adalah

yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Karena penelitian ini

tentang gaya hidup konsumtif remaja dalam perilaku berpakaian maka

informan yang dipilih adalah remaja. Jumlah remaja di Dusun Mangkuyudan

sebanyak 80 orang dari jumlah tersebut yang menjadi informan penelitian

sebanyak 8 orang yang dipilih berdasarkan skala usia dan status yaitu terdiri

dari 2 orang pekerja perempuan, 2 orang mahasiswa, 2 orang pelajar SMA dan

2 orang pelajar SMP.

1. Status dan Usia Informan

Perlu diketahui pula keadaan umur remaja sebab keadaan umur

seseorang mempengaruhi keadaan psikis dan perilaku orang tersebut.

Umur remaja berkisar antara 15-24 tahun, usia yang sedang gencar-

gencarnya mencari identitas diri. Karena dalam masa seperti itu

merupakan masa peralihan, di mana terjadi perubahan-perubahan jasmani,

kepribadian dan peranan di dalam maupun di luar lingkungan.

Gambaran tentang profil informan akan di jabarkan secara ringkas

melalui tabel-tabel di bawah ini, dimana tabel-tabel ini bersumber dari

53
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

54

hasil wawancara Untuk lebih jelasnya, data informan tersebut adalah

sebagai berikut :

Tabel 3.1
Status dan Usia Informan

No Status Usia
1 Pekerja Perempuan 24
2 Pekerja Perempuan 24
3 Mahasiswa 22
4 Mahasiswa 21
5 Pelajar SMA 19
6 Pelajar SMA 18
7 Pelajar SMP 16
8 Pelajar SMP 15
(Sumber Data: Data Primer, Januari 2010)

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi informan

dalam penelitian ini adalah remaja putri yang diambil dari berbagai status

dan berbagai usia. Dalam penelitian ini remaja putri dipilih untuk

dijadiakn informan karena remaja putri lebih cenderung konsumtif di

banding remaja putra maka dalam penelitian ini semua informan di ambil

dari para remaja putri.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

55

2. Status dan Seringnya Berbelanja Pakaian dalam 1 Bulan Terakhir

Tabel 3.2
Status dan Seringnya Berbelanja

No Status Seringnya Belanja Pakaian

1 Pekerja Perempuan 3-4 kali


2 Pekerja Perempuan 3-6 kali
3 Mahasiswa 2-7 kali
4 Mahasiswa 3-4 kali
5 Pelajar SMA 2-5 kali
6 Pelajar SMA 3-7 kali
7 Pelajar SMP 3-4 kali
8 Pelajar SMP 4-7 kali

( Sumber Data : Data Primer, Informan 2010 )


Dari hasil penelitian diatas bahwa keseringan remaja putri

berbelanja pakaian dalam satu bulan terakhir adalah rata-rata 3-5 kali.

Ada juga yang berbelanja pakaian dalam satu bulan terakhir adalah 2-7

kali bahkan ada yang tidak tentu sesuai dengan situasi. Keseringan remaja

putri pergi ke pusat perbelanjaan mempengaruhi gaya hidup konsumtif

mereka karena mereka selalu ingin tahu dengan hal-hal yang baru dan

tidak mau ketinggalan jaman karena mereka hidup di dalam lingkungan

yang luas.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

56

3. Status dan Cara memperoleh Informasi Pakaian

Tabel. 3.3
Status dan Cara Memperoleh Informasi Pakaian

No Status Cara Memperoleh Informasi

1 Pekerja Perempuan TV, Majalah, koran atau dari teman


2 Pekerja Perempuan Majalah, TV, ketika jalan-jalan
3 Mahasiswa Majalah, TV, film
4 Mahasiswa Internet, Majalah
5 Pelajar SMA Teman, Film, Majalah
6 Pelajar SMA Toko langganan, teman
7 Pelajar SMP Majalah, TV, Internet
8 Pelajar SMP Orang tua
(Sumber Data : Data Primer, Januari 2010)

Tabel di atas dapat dilihat bahwa remaja putri dalam memperoleh

informasi pakaian terbaru melalui media massa majalah lebih banyak

dibanding dengan media massa yang lain seperti TV, Internet, atau dari

film selain mengikuti perkembangan mode pakaian melalui media massa,

pengetahuan tentang mode pakaian bisa di dapat dengan melihat atau

sering memperhatikan melalui toko-toko langganan pakaian yang ada.

Teman dan orang tua juga mempengaruhi remaja dalam memilih mode

pakaian mereka.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

57

4. Status dan Alasan Berbelanja

Tabel. 3.4
Status dan Alasan Berbelanja

No Status Alasan Berbelanja Pakaian

1 Pekerja Perempuan Suka saja


2 Pekerja Perempuan Ingin selalu mengikuti trend
3 Mahasiswa Biar tidak ketinggalan jaman
4 Mahasiswa Biar selalu up date
5 Pelajar SMA Karena pengaruh teman
6 Pelajar SMA Suka saja
7 Pelajar SMP Biar tidak ketinggalan jaman
8 Pelajar SMP Ingin berpenampiln beda
( Sumber Data : Data Primer, Januari 2010 )

Tabel di atas dapat dilihat bahwa remaja putri mempunyai alasan

berbelanja pakaian karena mereka ingin selalu mengikuti trend yang

sedang “ in“ saat ini tapi mereka juga tidak ingin ketinggalan jaman dan

salah satu alasan mereka berbelanja pakaian karena adanya pengaruh

teman. Seorang remaja putri cenderung tidak begitu menyesal membeli

pakaian yang sedang trend, daripada di lingkungan pergaulannya ia

tidak akan mendapatkan tempat jika tetap mengenakan busana yang

sudah out of date. Remaja putri terebut beranggapan bahwa produk yang

sudah out of date memang selayaknya dicampakkan, dan ia harus bisa

memiliki produk baru yang up to date yang sedang menjadi mode remaja

saat ini.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

58

B. Gaya Hidup Konsumtif Remaja

Remaja memang sering dijadikan target pemasaran berbagai produk

industri antara lain karena karakteristik mereka yang labil, spesifik dan mudah

dipengaruhi sehingga akhirnya mendorong munculnya berbagai gejala dalam

perilaku membeli yang tidak wajar. Membeli dalam hal ini tidak lagi

dilakukan karena produk tersebut memang tidak dibutuhkan, namun membeli

dilakukan karena alasan-alasan lain seperti sekedar mengikuti arus mode,

hanya ingin mencoba produk baru, ingin memperoleh pengakuan sosial dan

sebagainya.

Bagi kebanyakan remaja, menganut gaya hidup seperti ini merupakan

cara yang paling tepat untuk dapat ikut masuk ke dalam kehidupan kelompok

sosial yang diidamkan. Remaja merupakan obyek yang menarik untuk

diminati oleh para ahli pemasaran. Kelompok usia remaja adalah salah satu

pasar yang potensial bagi produsen. Alasannya antara lain karena gaya hidup

konsumtif seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja

biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis,

dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya (Tambunan, 2001: 1).

Remaja lebih mudah terpengaruh teman sebaya dalam hal berperilaku.

Masing-masing indicator akan diukur dengan beberapa item pertanyaan yang

mempengaruhi gaya hidup konsumtif remaja adapun indicator tersebut antara

lain :

1. Acuan atau Frame of Reference yang digunakan untuk bertingkah laku

melihat mode
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

59

2. Keinginan untuk dilihat orang lain

3. Waktu mengenakan pakaian

4. Cara mendapatkan uang untuk membeli pakaian

5. Simbol-simbol

1. Acuan atau Frame of Reference yang Digunakan untuk Bertingkah

Laku melihat Mode

Di dalam memilih suatu produk pakaian remaja putri biasanya

mempunyai pertimbangan sendiri. Bisa karena harganya terjangkau

dengan kantong mereka karena modelnya sedang jadi trend saat itu, karena

bujukan teman atau pacar, pengaruh lingkungan, merk atau termakan

rayuan iklan di berbagai media.

Istilah iklan atau periklanan akhir-akhir ini semakin banyak dikenal

terutama pada era informasi ini. Teknologi informasi telah memberikan

kesempatan pada masyarakat untuk menerima berbagai informasi. Iklan

menjadi media bagi perusahaan untuk memperkenalkan produknya,

walaupun periklanan itu kebanyakan digunakan disemua negara-negara

termasuk negara sosialis. Iklan merupakan cara yang baik untuk

menginformasikan dan membujuk atau meyakinkan (Combs-Dan Nimmo,

1994: 27). Sehingga peranan iklan dalam meningkatkan pola konsumsi

sangat besar. Terutama iklan produk seperti pakaian, alat-alat kecantikan,

celana jeans, dan sebagainya.

Media massa yang mengekspos mode pakaian adalah majalah,

surat kabar, TV atau film melalui media massa tersebut di peroleh


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

60

informasi tentang berbagai model pakaian yang sedang trend, semakin

lengkap fasilitas media massa yang dimiliki seorang remaja putri semakin

cepat pula diperoleh informasi tentang trend mode yang sedang

berkembang saat ini. Iklan dapat juga berfungsi sebagai penyampaian

pesan. Penyampaian pesan yang menarik akan sangat mempengaruhi

konsumen untuk meningkatkan gaya hidup konsumtinya. Untuk itu perlu

ditemukan gaya penyampaian yang cocok dengan pesan tersebut. Gaya

penyampaian itu antara lain adalah gaya hidup. Ini menitikberatkan pada

cara sebuah produk yang cocok dengan gaya hidup. Kemudian fantasi. Ini

menciptakan sebuah khayalan mengenai produk yang bersangkutan atau

penggunanya.

Seperti yang dipaparkan oleh informan Dwi Lestari, dalam

menanggapi dari mana sering melihat model pakaian/trend pakaian terbaru

mengatakan sebagai berikut

”Biasanya saya melihat dari TV, Majalah atau internet


mbak soalnya kalau dari majalah atau koran modelnya selalu up
date dan kadang juga ketika jalan-jalan kepusat perbelanjaan kalau
kebetulan ada yang suka pasti saya beli...”

Sama halnya dengan apa yang dipaparkan oleh infoman Beliga, dia

sebelum membeli pakaian selalu melihat/mengamati majalah karena dia

juga berlangganan majalah, sepert yang di katakan sebagai berikut :

”Karena tiap bulan saya berlangganan majalah jadi kalau


mau beli pakaian saya lebih sering melihat majalah dulu mbak, biar
tau pakaian model apa yang sedang ”in” saat ini karena saya tidak
mau ketinggalan jaman dan selalu pengen cari yang up date”
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

61

Beda halnya dengan apa yang dikatakan oleh Putri, dia menanggapi

sering melihat model baru pakaian bukan pengaruh dari iklan seperti yang

dikatakan sebagai berikut:

”Bukan pengaruh iklan, saya lebih sering melihat model


terbaru dari faktor trend dan desainnya bagi saya pribadi kalau
sudah termasuk kriteria ya saya beli mbak meskipun bukan trend
pakaian saat ini, jadi iklan tidak begitu mempengaruhi saya dalam
berpakaian.”

Dikatakan oleh Pratiwi, dia menanggapi sering melihat model baru

pakaian dari majalah dan internet seperti yang dikatakan sebagai berikut:

”Kebiasaan aku kalau mau beli pakaian atau yang lainnya


pasti selalu beli majalah mbak, sebelum aku melihat majalah atau
iternet aku belum puas tapi kalau sudah lihat majalah atau internet
sudah tahu model pakaian yang sedang ”in” saat ini kalau tertarik
pasti saya beli”

Dikatakan oleh Ida, menanggapi sering melihat model baru

pakaian karena pengaruh teman dan film seperti yang dikatakan sebagai

berikut:

”Kalau aku membeli pakaian biasanya terpengaruh dari


teman mbak, terkadang pakaian yang dikenakan teman saya
menurut saya bagus pasti saya ikut-ikutan beli tapi kalau tidak dari
teman biasanya dari TV mbak”

Wulan, menanggapi dari mana seringnya melihat model baru

pakaian dari toko langganan dan dari teman sebaya:

”Kebetulan saya punya toko langganan baju mbak tepatnya


di distro tempat pacar saya bekerja jadi kalau mau beli baju pasti di
sana mbak soalnya bagus-bagus tapi teman juga sering
mempengaruhi saya dalam berpakaian”

Beda halnya dengan Ayu, menanggapi dari mana seringnya melihat

model baru pakaian dari orang tua dan TV tapi lebih seringnya saya
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

62

dipengaruhi oleh orang tua karena terkadang di TV pakaiannya tidak

sopan.

”Saya anak tunggal mbak jadi dalam membeli pakaian harus


ada campur tangan orang tua saya mbak, soalnya saya tidak boleh
beli baju tanpa harus didampingi terkadang saya pengen punya baju
seperti yang di TV tapi orang tua bilang itu tidak bagus atau tidak
sopan kalau di pakai mbak”

Seperti dikatakan oleh Ayu berbeda halnya dengan apa yang

dikatakan oleh Dita dalam menanggapi dari mana seringnya melihat model

baru pakaian dari teman dan internet seperti yang dikatakan sebagai

berikut :

”Wah...kalau saya mau membeli pakaian pasti lihat internet


dulu mbak kebetulan di rumah ada fasilitas itu jadi enak khan
tinggal cari saja disitu, saya biasanya sama kakak kalau mau
membeli pakaian karena dia lebih tau pakaian mana yang pantas
dikenakan anak seumur saya mbak tapi teman juga sering
mempengaruhi saya mbak dalam berpakaian ”

Dari penuturan-penuturan diatas dapat disimpulkan bahwa remaja

putri lebih memperhatikan mode/trend yang sedang ”in” melalu media

massa seperti majalah, surat kabar dan iklan. Sebab ada salah satu dalam

media massa yang selalu menampilkan rubrik atau mode iklan dalam

setiap penerbitannya. Dari sini, media massa membantu memfasilitasi

berbagai informasi kepada konsumen mengenai produk-produk terbaru

seperti mode/tend pakaian. Ada juga yang menganggap bahwa media

massa hanya berfungsi sebagai pemberi informasi produk-produk terbaru

tanpa adanya keputusan untuk mengkonsumsi suatu barang. Ada juga bagi

kebanyakan remaja yang masih duduk dibangku sekolah mereka dalam

berpakaian lebih terpengaruh dari teman sebaya tapi orang tua tidak
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

63

menutup kemungkinan dalam mempengaruhi mereka bahkan toko

langganan. Ada beberapa media yang sangat berperan besar dalam

penularan gaya hidup dan konsumtif. Media yang paling tampak

perananya adalah televisi karena bersifat audiovisual. Televisi mempunyai

kemampuan yang unik untuk mendemontrasikan pengguanaan produk.

Tidak ada media lain yang dapat menjangkau konsumen secara serempak

melalui indra pendengaran dan penglihatan. Para penonton dapat melihat

dan mendengar yang didemontrasikan, mengidentifikasikan para pemakai

produk dan juga membayangkan bahwa diri mereka sedang menggunakan

produk tersebut. Televisi juga mempunyai kemampuan untuk muncul

tanpa diharapkan (instrusion value) yang tidak sejajar dengan media lainya

yaitu iklan televisi menggunakan indera seseorang dan menarik

perhatiannya bahkan pada saat orang tersebut tidak ingin menonton iklan

(Terence, 2000: 535).

2. Keinginan untuk Dilihat Orang Lain

Seseorang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena

orang lain tersebut mengharapkannya. Dan ini akan mudah dilihat bila

permintaan diajukan secara langsung. Harapan-harapan orang lain dapat

menimbulkan ketaatan, bahkan meskipun harapan itu bersifat implisit.

Salah satu cara untuk memaksimalkan ketaatan adalah dengan

menempatkan individu dalam situasi yang terkendali, dimana segala

sesuatunya diatur sedemikian rupa sehingga ketidaktaatan merupakan hal

yang hampir tidak mungkin timbul. Remaja dalam berpakaian biasanya


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

64

selalu ingin dilihat berbeda oleh orang lain karena dengan pandangan

orang lain yang melihat setiap individu maka orang lain tersebut akan bisa

menilai pribadi seseorang. Remaja selalu ingin berbeda dengan remaja lain

terutama bagaimana dia ingin dipersepsikan oleh orang lain dalam

berpakaian dan yang berkaitan dengan status sosial yang disandangnya

Seperti dipaparkan oleh Dwi Lestari, keinginan untuk di lihat orang

lain dan informan mengatakan sebagai berikut :

”Ya, kalau saya ingin dilihat modern mbak kalau tidak


ngikuti mode pakaian khan malu juga apalagi saya sudah kerja
malu dengan teman-teman kalau pakaiannya tidak modern mbak”

Berbeda dengan apa yang dipaparkan oleh Ayu, dan informan

mengatakan sebagai berikut :

”Biar tidak ketinggalan jaman mbak, apalagi kalau waktu


kumpulan karang taruna pakaiannya tidak bagus khan malu ”

Dipaparkan oleh Ayu sama halnya dengan Dita, mengatakan

sebagai berikut :

”Wah...kalau saya ingin selalu kelihatan beda mbak karena


kalau beda khan kelihatan unik gitu mbak apalagi teman-teman
saya senang dengan cara berpakaian saya ”

Dikatakan oleh Beliga, tentang keinginan untuk dilihat orang lain

adalah sebagai berikut :

” kalau saya biar dilihat mereka selalu mengikuti trend


mbak karena setiap ada tren atau model pakain terbaru pasti saya
beli mbak”

Berbeda dengan apa yang dipaparkan oleh Putri dan Pratiwi

menanggapi tentang keinginan untuk dilihat orang lain dan mereka

mengatakan sebagai berikut :


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

65

Putri: ”Ya, kalau saya biar kelihatan tidak ketinggalan


jaman mbak malu khan kalau dianggap tidak gaul sebagai
mahasiswa aku khan harus berpenampilan yang selalu terkini dan
tidak ketinggalan jaman mbak ”

Pratiwi: ”Berpakaian selalu up date tu lebih nyaman lho


mbak....apalagi aku sebagai mahasiswa jadi berpakaian harus selalu
up date biar kelihatan gaul mbak ”

Dikatakan oleh Ida menanggapi tentang keinginan untuk dilihat

orang lain adalah sebagai berikut :

”Kalau saya pengen dilihat modern, apalagi saya anak


sekolah penampilan itu perlu mbak ”

Berbeda dengan halnya apa yang dipaparkan oleh Wulan,

mengatakan sebagai berikut :

”Wah...kalau itu jangan ditanya mbak yang pasti saya ingin


selalu berpenampilan beda dengan yang lain mbak, bisa nggak bisa
saya harus selalu berpenampilan beda dan modis ”

Uraian diatas jelas bahwa remaja dalam berpakaian juga adanya

pengaruh dari teman sebaya selain itu dalam berpakaian remaja juga ingin

dilihat orang lain bahwa mereka mempunyai nilai berbeda dengan remaja

lain seperti yang sudah dipaparkan diatas, sebab masa remaja merupakan

masa penyesuaian diri dengan tuntutan lingkungan yang baru. Pada masa

ini kaum remaja mempunyai keinginan untuk dapat bergaul dengan teman-

teman sebayanya, kebutuhan untuk dapat berinteraksi dan diterima oleh

kelompok merupakan hal yang sangat penting sehingga mereka berusaha

menyesuaikan diri dengan tuntutan kelompoknya. Membeli dilakukan

karena alasan-alasan lain seperti sekedar mengikuti arus mode, hanya ingin

mencoba produk baru, ingin memperoleh pengakuan sosial dan


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

66

sebagainya. Bagi kebanyakan remaja, menganut gaya hidup seperti ini

merupakan cara yang paling tepat untuk dapat ikut masuk ke dalam

kehidupan kelompok sosial yang diidamkan. Remaja merupakan obyek

yang menarik untuk diminati oleh para ahli pemasaran. Kelompok usia

remaja adalah salah satu pasar yang potensial bagi produsen. Alasannya

antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di

samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-

ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan

uangnya (Tambunan,2001:1).

3. Waktu Mengenakan Pakaian

Tidak menutup kemungkinan seorang remaja ingin sama dengan

remaja lain.keinginan untuk menciptakan komunitas tertentu yang

nantinya bisa saja diikuti oleh remaja lain, sehingga kesamaan itu juga

muncul. Oleh karena itu, lingkungan pergaulan teman sebaya efektif pula

dalam menentukan perilaku berpakaian remaja. Mereka mengikuti gaya

bergaul ini sesuai dengan tingkat ekonomi mereka. Di dalam kelompok itu

pun mereka saling menunjukkan penampilan yang dipandang sebagai

ukuran status ekonomi mereka masing-masing di depan teman-temannya

dan dengan sendirinya teman-teman yang lain akan berusaha mengikuti

agar mereka merasa tidak berbeda dan diterima di dalam kelompok

tersebut Hal ini dapat dilihat mulai dari penampilan mereka yang

berlebihan misalnya memakai assesoris, jam tangan, sepatu, dan barang-

barang yang lain


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

67

Seperti yang dipaparkan oleh Putri, menanggapi tentang kapan

mengenakan pakaian tersebut sebagai berikut :

”Aku lebih seringnya memakai pakaian baru saat kuliah


mbak , tergantung acara juga sich mbak”

Berbeda apa yang dikatakan oleh Dwi Lestari menanggapi tentang

kapan mengenakan pakaian tersebut sebagai berikut :

”Lebih seringnya saya pakai saat kerja mbak kebetulan


tempat saya kerja tidak mengenakan seragam jadi tiap beli pakaian
baru pasti saya pakai kerja, malu juga kan kalau pakaiannya itu-itu
trus...tapi saat kumpul-kumpul ma teman-teman juga mbak... .”

Seperti yang dipaparkan oleh Pratiwi menanggapi tentang itu

adalah sebagai berikut :

”Saya pakai saat kuliah mbak, saat kumpul ma teman-teman


saya juga memakainya mbak, tergantung pakaian yang saya beli
mbak”

Dikatakan oleh Beliga adalah sebagai berikut:

”Ya, kalau saya memakai pakaian baru saat pergi ma teman-


teman mbak , tapi tergantung acara dan situasinya juga sich
mbak...”

Berbeda dengan halnya apa yang dikatakan oleh Ida tentang kapan

mengenakan pakaian tersebut sebagai berikut :

”Saya pakai ketika jalan-jalan ma teman-teman dan pacar


mbak”

Sama halnya dengan apa yang dikatakan oleh Wulan adalah

sebagai berikut :

”Ya, kalau saya pakai maen bareng ma teman-teman mbak


soalnya malu kalau waktu maen ma teman-teman bajunya sama
trus, tapi tergantung situasi juga mbak...”
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

68

Menanggapi kapan mengenakan pakaian tersebut Ayu mengatakan

sebagai berikut :

”Biasanya saya pakai di lingkungan rumah mbak kalau


tidak ya ketika maen ma teman-teman mbak...”

Berbeda dengan halnya apa yang dikatakan oleh Dita mengatakan

sebagai berikut :

”Kalau saya pakainya saat pergi ma teman dan kakak mbak


tapi di rumah saya juga sering memakainnya apalagi kalau masih
baru”

Dari uraian diatas bahwa remaja mengenakan pakaian baru ada

yang saat mereka bekerja karena bagi mereka yang sudah bekerja memakai

pakaian yang sama merasa malu dengan lingkungan kerjanya. Berbeda lagi

dengan remaja yang masih kuliah atau sekolah, mereka memakai pakaian

ketika kumpul sama teman-teman dan kuliah tetapi bagi mereka yang

masih sekolah mereka kenakan saat berada dilingkungan sekitar dan main

dengan teman-teman sebaya mereka. Bahwa remaja dalam berpakaian juga

adanya pengaruh dari teman sebaya, sebab masa remaja merupakan masa

penyesuaian diri dengan tuntutan lingkungan yang baru. Pada masa ini

kaum remaja mempunyai keinginan untuk dapat bergaul dengan teman-

teman sebayanya, kebutuhan untuk dapat berinteraksi dan diterima oleh

kelompok merupakan hal yang sangat penting sehingga mereka berusaha

menyesuaikan diri dengan tuntutan kelompoknya. Demikian pula dalam

masalah penampilan dan tata cara berpakaian , penilaian teman-teman

sebaya akan sangat berpengaruh


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

69

4. Cara Mendapatkan Uang untuk Membeli Pakaian

Remaja putri dalam kehidupannya saat ini membutuhkan teman-

teman sebaya dengan dirinya. Untuk dapat bergaul dan diterima teman-

teman sebaya ia berusaha menyesuaikan diri. demikian pula dalam tata

cara berpakaian ia berusaha mengikuti perkembangan teman-temannya

sehingga ia pun sering memperhatikan pakaian yang dikenakan teman-

temannya. Bila remaja membeli barang hanya untuk memperoleh

pengakuan dari orang lain tanpa pertimbangan yang rasional, maka akan

menyebabkan remaja semakin terjerat dalam perilaku konsumtif. Bila

remaja terjerat dalam hidup yang konsumtif maka kebutuhan yang menjadi

prioritas utama menjadi tidak terpenuhi. Akibatnya terjadi pemborosan

karena remaja membelanjakan sebagian besar uangnya untuk mengejar

gengsi semata. Orang tuapun tentunya akan keberatan jika sebagian besar

uang yang diberikan kepada anaknya digunakan untuk hal-hal yang kurang

bermanfaat.

Seperti yang dipaparkan oleh Dwi Lestari, yang menanggapi dari

mana mendapatkan uang untuk membeli pakaian baru tersebut dan

mengatakan sebagai berikut :

”Saya beli pakaian baru uangnya dari gaji mbak , tapi


kadang juga uang kiriman dari orang tua mbak saya pakai juga
buat beli pakaian ”

Sama halnya dengan apa yang dikatakan oleh Beliga menanggapi

tentang hal tersebut dan dia mengatakan sebagai berikut :

”Ya kalau saya dari gaji mbak, mau dari mana lagi kalau
bukan gaji yang saya pakai buat beli pakaian ”
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

70

Berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Putri, mengatakan

sebagai berikut :

”Wah, kalau saya uang buat beli pakaian yang pasti dari
orang tua tapi juga kadang dari pacar mbak ”

Pratiwi menanggapai tentang dari mana mendapatkan uang dia

mengatakan sebagai berikut :

”Yang pasti buat beli pakaian dari orang tua karena saya
kerja partime juga kadang beli pakaian dari gaji atau tabungan
mbak ”

Dipaparkan oleh Ida, Tentang tanggapan tersebut adalah sebagai

berikut :

”Karena saya masih sekolah jadi intuk membeli baju/


pakaian baru yang pasti dari orang tua mbak ”

Beda halnya apa yang dikatakan dengan Wulan ini menanggapi

dari mana mendapatkan uang untuk membeli mengatakan sebagai berikut :

”Kebetulan saya tiap sore mengajar lest privat anak-anak


SD dan hasil dari mengajar saya gunakan untuk beli pakaian mbak
tapi orang tua saya juga memberi mbak kadang kalau beli pakaian
terus juga di marahi ”

Ayu dan Dita menanggapi dari mana mendapatkan uang untuk

membeli pakaian mengatakan sebagai berikut :

Ayu: ”Buat beli pakaian ya dari orang tua mbak, soalnya


tiap mau beli pakaian harus sama orang tua mbak ”

Dita: ”Uangnya dari orang tua tapi kakak juga ngasih saya
uang mbak kalau tidak ngasih biasanya yang nganter saya beli
pakaian kakak mbak ”

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa uang yang diperoleh untuk

membeli pakaian ternyata hampir semua dari orang tua mereka, atau
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

71

keluarga dekat mereka tapi ada juga yang menggunakan uang sendiri

karena sudah bekerja. Hal ini akan menimbulkan pemborosan dan bahkan

inefisiensi biaya, apalagi bagi remaja yang belum mempunyai penghasilan

sendiri. Gaya hidup konsumtif yang memanfaatkan nilai uang lebih besar

dari nilai produknya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan

pokok ini hanya berdasarkan pada keinginan untuk mengkonsumsi

barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk

mencapai kepuasan yang maksimal. Pola konsumsi seseorang terbentuk

pada usia remaja yang biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-

ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan

uangnya sehingga menimbulkan inefisiensi biaya. Kebutuhan yang

dipenuhi bukan merupakan kebutuhan yang utama melainkan kebutuhan

yang dipenuhi hanya sekedar mengikuti arus mode, ingin mencoba produk

baru, ingin memperoleh pengakuan sosial tanpa memperdulikan apakah

memang dibutuhkan atau tidak. Padahal hal ini justru akan menimbulkan

kecemasan.

5. Simbol-simbol Gaya Hidup

Menjadi salah satu pertimbangan para remaja dalam membeli

suatu barang adalah merk. Merk seringkali dikaitkan dengan kualitas suatu

barang. Ada sebagaian dari remaja merasa membeli barang harus melihat

merknya. Dengan kata lain merk juga dapat dijadikan tolok ukur barang

yang akan dikonsumsi. Merk merupakan perwujudan suatu ”identitas

tertentu dan melekat sebagai simbol tertentu”. Merk sendiri mempunyai


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

72

pengertian yaitu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,

susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki

daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau

jasa (UU No 15 tahun 2001 tentang merk). Identitas merk adalah apa yang

disodorkan oleh pemasar, sedangkan citra merk adalah apa yang

dipersepsikan oleh konsumen. Identitas merupakan pendahuluan dari citra,

identitas merk dikirimkan bersamaan dengan sumber-sumber informasi

yang lain kemudian melalui media komunikasi sinyal-sinyal ini dikirimkan

kepada konsumen. Sinyal-sinyal ini di perlukan sebagai stimulus dan

diserap oleh indera dan ditafsirkan oleh konsumen. Proses penafsirannya

dilakukan dengan pengalamn masa lalu kemudian diartikan. Proses inilah

yang disebut sebagai persepsi berdasarkan persepsi konsumtif inilah citra

merk terbentuk.

Di dalam dinamika pasar yang sangat kompetitif, merk mempunyai peran

yang sangat penting sebagai pembeda. Produk mudah sekali ditiru tetapi

merk, khususnya citra merk yang terekam dalam benak konsumen tidak

dapat ditiru. Tanpa citra yang kuat dan positif, sangatlah sulit bagi

perushaan untuk menarik pelanggan baru dan mempertahankan yang

sudah ada, dan pada saat yang sama meminta mereka membayar harga

yang tinggi. Merk yang tangguh perlu mencapai sasaran itu.

Seperti itulah yang terjadi pada remaja putri. Merk menjadi salah

satu faktor dalam gaya hidup konsumtif perilaku berpakaian. Merk

merupakan pencitraan diri seseorang. Dalam memilih suatu merk tertentu


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

73

remaja tidak hanya menganggap merk tersebut nyaman dipakai tetapi ada

lebih dari merk tersebut, yaitu merk tersebut lebih tinggi statusnya di

banding merk lainnya.

Seperti apa yang dikatakan oleh Dwi Lestari, dia adalah salah satu

remaja yang membeli pakaian melihat merk, mengatakan sebagai berikut :

”Ya jika saya membeli pakaian pertama kali yang saya lihat
merk, karena enak tidaknya dipakai tergantung merknya kalau
menurut saya merk juga penting kalau merknya bagus kualitasnya
juga bagus dan selalu cocok kalau saya pakaidan pasti harga
tergantung merk juga, tapi kalau masalah model tidak pernak
ketinggalan mbak ”

Menurut Beliga, menanggapi hal itu mengatakan sebagai berikut :

”Kalau aku beli pakaian pasti yang ber- mermrk mbak ,


kalau pakaian bermerk khan modelnya bagus selain itu warna
bajunya juga bagus tidak norak mbak ”

Berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Putri, tentang

menanggapi hal itu dan dia mengatakan sebagai berikut :

”Kalau saya yang jadi pertimbangan tetap pada faktor trend


dan desainnya jadi bagi aku pribadi kalau udah masuk kriteria saya
pasti saya beli mbak , bagi saya merk tidak begitu penting kalau
beli baju yang bermerk pastinya khan mahal yang penting saya bisa
ngikuti trend dan tidak ketinggalan jaman ”

Dikatakan oleh Putri berbeda dengan apa yang dikatakan oleh

Pratiwi mengatakan sebagaia berikut :

”Yang pasti merk mbak, kalau beli apapun selain baju pasti
saya cari yang bermerk apalagi baju merk yang pertama saya lihat
mbak ”

Sama halnya apa yang dikatakan oleh Ida mengatakan sebagai

berikut:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

74

”Saya lebih suka pakaian yang bermerk mbak kalau dipakai


nyaman mbak, memang mahal sich tapi mau gi mana lagi mbak
saya cari pakaian yang nyaman dipakai bukan baru dipakai 2-3 kali
dah rusak mbak ”

Menurut Ayu dan Dita, menanggapi tentang hal itu adalah sebagai

berikut :

Dita: ”Kalau saya yang cari bukan merk mbak tapi lebih
cari model pakaiannya”

Ayu: ”Wah..mbak mama kalau beliin saya baju tidak


bermerk mbak mahal juga kahn kalau cari yang merk, saya sich
tidak bermerk g pa-pa yang penting model pakaiannya bagus”

Uraian di atas dapat dilihat bahwa remaja dalam membeli pakaian

yang pertama mereka lihat adalah merk karena pakaian yang bermerk

menurut mereka lebih nyaman dipakai selain itu model dan warnanya juga

bagus tetapi ada juga yang membeli pakaian tanpa melihat merk yang

penting model pakainnya bagus dan tidak mahal. Di dalam dinamika pasar

yang sangat kompetitif, merk mempunyai peran yang sangat penting

sebagai pembeda. Produk mudah sekali ditiru tetapi merk, khususnya citra

merk yang terekam dalam benak konsumen tidak dapat ditiru. Tanpa citra

yang kuat dan positif, sangatlah sulit bagi perushaan untuk menarik

pelanggan baru dan mempertahankan yang sudah ada, dan pada saat yang

sama meminta mereka membayar harga yang tinggi. Merk yang tangguh

perlu mencapai sasaran itu.

Tabel di bawah ini ada beberapa item yang menggambarkan gaya hidup

konsumtif remaja dari para informan :


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

75

Tabel 3.5.
Gaya Hidup Konsumtif Remaja

Gaya Hidup Konsumtif Remaja

Acuan/ Waktu
Informan Keinginan
frame of mengenakan Cara mana
dilihat Simbol- Intensitas
reference pakaian mendapatkan
orang lain simbol konsumtif
yg tersebut uang
digunakan
Konsumtif:
Belanja pakaian
Majalah Saat kumpul 3-4 kali dalam
Pekerja Dianggap Dari gaji dan
(Gadis) dengan teman- Merk sebulan dalam
Perempuan Modern dari orang tua
teman, TV teman kerja membeli pakaian
lebih dari 1
pakaian.
Pekerja TV, Ketika Selalu Tergantung Dari Gaji Merk Konsumtif:
Perempuan jalan-jalan, mengikuti Acara dan Belanja Pakaian
Majalah trend situasi lebih dari 4 kali
(fashion, dalam sebulan
aneka) tapi tidak
menutup
kemungkinan
ketika jalan-jalan
ke pusat
perbelanjaan
juga selalu
membeli
pakaian.
Konsumtif :
dalam sebulan
berbelanja
pakaian 2-7 kali
Dari faktor Tidak tetapi lebih
Dari Orang tua
Mahasiswa trend dan Ketinggalan Saat Kuliah Merk seringnya
dan pacar
desainnya Jaman berbelanja di
mall menurutnya
kalau pakaian
bermerk pasti
selalu up date.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

76

Konsumtif
dalam sebulan
berbelanja
pakaian 3-4 kali
Saat kuliah
Internet, Dari orang tua tetapi lebih
selalu dan kumpul Model
Mahasiswa Majalah dan Hasil kerja seringnya
up date dengan teman- pakaian
Story (gaji) berbelanja di
teman
PGS karena
merk tidak
begitu
mempengaruhi.
Konsumtif :
dalam sebulan
berbelanja
Ketika jalan
Pelajar Teman, Dianggap pakaian 2-5 kali,
dengan teman Dari orang tua Merk
SMA Film Modern ketika ada
dan pacar
diskon lebih dari
3 pakaian yang
di beli
Konsumtif:
dalam sebulan
Ketika jalan berbelanja
Toko dengan teman pakaian lebih
Pelajar Berpenampil Dari orang tua Model
langganan, dan dari 5 kali lebih
SMA an beda dan tabungan Pakaian
Teman tergantung seringnya
situasi berbelanja
pakaian di
distro.
Konsumtif :
sebulan biasanya
berbelanja
Biar tidak Di lingkungan
Orang tua, Model pakaian 3-4 kali
Pelajar SMP ketinggalan rumah dan Dari orang tua
TV Pakaian dan setiap
jaman teman sebaya
berbelanja
pakaian lebih
dari satu pakaian
Konsumtif:
dalam sebulan
Model
Teman, Ingin selalu biasanya
Dirumah dan Dari orang tua Pakaian
Pelajar SMP kakak dan kelihatan berbelanja
saat pergi dan kakak Femini
internet beda pakaian 4-7 kali
m
dan seringnya
dibelikan kakak.
(Sumber Data: Data Primer, Informan 2010)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

77

Dari matrik diatas dapat dilihat bahwa kecenderungan para

informan dalam gaya hidup konsumtif secara langsung dipengaruhi oleh

beberapa media massa atau iklan yang ada di sekeliling mereka, media

massa memegang peran paling penting terhadap pergaulan dan

perkembangan remaja. Iklan atau media massa dapat mempengaruhi nilai

dan sikap remaja karena remaja di usia seperti ini masih labil dan masih

berusaha mencari tahu apa yang ingin diketahuinya baik itu melalui teman,

orang tua dan lingkungan. Remaja dalam berpakaian selain pengaruh dari

teman sebaya dalam berpakaian remaja juga ingin dilihat orang lain bahwa

mereka ingin berbeda dengan remaja lain, sebab masa remaja merupakan

massa penyesuaian diri dengan tuntutan lingkungan yang baru. Bagi

remaja yang sudah bekerja mengenakan pakaian baru ketika kerja

merupakan waktu yang tepat karena di lingkungan kerja di mana mereka

selalu di tuntut untuk berpakaian rapi berbeda lagi dengan remaja yang

duduk dibangku perkulihan atau sekolah, mereka memakai pakaian ketika

kumpul bersama teman-teman dan kuliah tetapi bagi mereka yang masih

pelajar lebih seringnya memakai pakaian tersebut ketika berada

dilingkungan rumah dan ketika main bersama dengan teman sebaya.

Menjadi salah satu pertimbangan para remaja dalam membeli suatu barang

adalah merk, karena merk seringkali dikaitkan dengan kualitas suatu

barang. Ada sebagian dari remaja merasa membeli barang harus melihat

merknya. Merk juga dapat di jadikan tolok ukur barang yang akan di
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

78

konsumsi, merk merupakan perwujudan suatu identitas tertentu dan

melekat sebagai symbol tertentu.

C. Perilaku Berpakaian

Remaja merupakan tahapan usia manusia yang menarik perhatian

dikarenakan pada usia remaja, individu yang bersekolah di tingkat SMP,

SMA, awal perguruan tinggi dan pekerja dalam jumlah yang cukup banyak

serta tingginya angka permasalahan yang mereka alami mulai dari banyaknya

pemberontakan remaja terhadap orang tuanya, yang seringkali menjadikan

orang tuanya bingung menghadapi anaknya sendiri kesulitan penyesuaian diri

di lingkungan. Yang khas pada remaja dan terkadang sukar di pahami oleh

orang tua atau orang –orang dewasa.

Perkembangan remaja yang dapat menjelaskan fenomena perilaku

berpakaian khususnya perkembangan kognisi sosial remaja, yang kemudian

mencoba mengulas cara apa yang dapat ditempuh guna mengarahkan perilaku

berpakaian remaja menjadi lebih sesuai dengan konteks sosialnya. Remaja

bukan saja perlu dikenalkan akan harapan-harapan lingkungan sosial terhadap

dirinya, di mana dalam perilaku berpakaian sekalipun. Lingkungan memiliki

nilai dan harapan tersendiri, perilaku berpakaian bagi remaja harus dimiliki

remaja sebelum ia memusatkan berpakaian yang cocok untuk dirinya karena

remaja akan selalu menjadi pusat perhatian orang-orang di ekitarnya, di

manapun ia berada.

Keyakinan akan selalu menjadi pusat perhatian ini kiranya yang

mendorong remaja untuk selalu berpenampilan menarik dan kecenderungan


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

79

remaja untuk memberi perhatian mendetail terhadap model pakaian yang ia

kenakan, warna yang serasi, asesoris yang menambah menarik perhatian

mereka. Penampilan berbeda dengan orang lain disekitarnya ini akan membuat

mereka lebih menjadi pusat perhatian orang-orang disekitarnya. Penampilan

berbeda dio sini jika di bandingkan dengan trend pakaian yang berlaku pada

generasi muda pada umumnya, artinya mengikuti trend berpakaian terbaru,

remaja merasa dirinya akan semakin menjadi pusat perhatian orang-orang di

sekitarnya. Keluarga, teman sebaya dan lingkungan sekolah adalah tiga

lingkungan utama yang sangat mempengaruhi remaja dalam bertingkah laku

ketiga lingkungan ini merupakan tempat remaja belajar mengenai aturan dan

norma yang berlaku di masyarakat. Ada beberapa indikator remaja dalam

perilaku berpakaian seperti di bawah ini:

1. Perilaku Berpakaian sehari-hari

2. Perilaku berpakaian saat beraktivitas

a. Perilaku berpakaian ketika sekolah/ke kampus

b. Perilaku berpakaian ketika kerja

c. Perilaku berpakaian ketika pesta

3. Keserasian antara pakaian dan asesoris yang dikenakan waktu di luar

rumah.

1. Perilaku Berpakaian Sehari-hari di Lingkungan Rumah

Pakaian merupakan sesuatu yang menempel pada tubuh dari ujung

rambut sampai kaki, kecenderungan remaja dalam memiliki dan tampil

dengan pakaian-pakaian model mutakhir lebih nampak dikalangan remaja

putri dibandingkan remaja putra. Dengan mengikuti pakaian yang sedang


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

80

trend, mereka berharap dapat diterima di lingkungan pergaulannya. Dalam

kesehariannya, mereka cenderung sangat memperhatikan trend yang

sedang berkembang. Dengan berbagai alasan diungkapkan kenapa mereka

selalu up date terhadap trend yang sedang berkembang. Misalnya sekedar

agar tidak dianggap ketinggalan jamn (gaul), isng-iseng, atau bahkan dapat

diterima dalam suatu komunitas pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan

pada masa-masa seperti ini para gadis mulai memperlihatkan

kecenderungan sifat-sifat kewanitaannya, yang suka bergaya dan berhias

dalam sehari-hari terlihat bahwa suatu model pakaian tertentu yang sedang

modis selalu ingin dimiliki oleh remaja putri.

Seperti yang dipaparkan oleh Dwi Lestari, menanggapi tentang

perilaku berpakaian sehari-hari dan mengatakan sebagai berikut :

“Ya…kalau saya berpakaian sehari-hari dirumah biasa saja


mbak, tapi memang kalau kerja saya harus bernampialn modis dan
tiap hari kerja harus berbeda pakaiannya“

Beda halnya apa yang dikatakan oleh Beliga, mengatakan sebagai

berikut :

“Berpakaian saya tiap hari dirumah ya cuma gini mbak tidak


berlebih-lah saya lebih suka pakai kaos dan celana pendek

Tanggapan dari Putri, tentang menanggapi hal tersebut adalah :

“Biasanya saya dirumah pakai kaos mbak, “tapi kalau mau


keluar rumah meskipun itu cuma sebentar saya ganti pakaian”

Tanggapan dari Putri, berbeda dengan apa yang dikatakan oleh

Pratiwi tentang hal itu dan mengatakan sebagai berikut :

“Biasanya pakaian yang saya kenakan kekampus dan waktu


jalan ma teman-teman berbeda mbak, waktu kuliah lebih seringnya
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

81

saya pakai kemeja ma celana jeans trus jilbab tapi jilbab ma sepatu
harus sama warnanya berbeda ketika kalau jalan ma teman biasanya
saya pakai rock panjang ma kaos mbak dan dirumah cuma pakai
baju biasa mbak tapi tetap modis “

Menanggapi hal tersebut Ida dan Wulan mengatakan sebagai

berikut :

Ida: ”Pakaian yang saya pakai dirumah sama juga dengan


pakaian saat pergi mbak soale aku lebih banyak kegiatan diluar jadi
jarang kalau pakai pakaian biasa dirumah, kalau pas dirumah ya
pakai kaos dan celana pendek gitu mbak“

Wulan: “Dirumah cuma pakai t-shirt mbak tapi kalau pas


keluar dilingkungan rumah saya ganti pakai yang lebih sopan mbak
meskipun itu kerumah tetangga tapi lo pergi ma pacar atau teman
gitu mbak saya seringnya pakai kemeja ma jeans.“

Berbeda dengan halnya apa yang dikatakan oleh Ayu mengatakan

sebagai berikut :

“Wah..kalau aku dirumah ya cuma pakai kaos biasa mbak ,


tapi bajunya kalau masih baru sering aku pakai mbak tapi lo udah
bosen tidak pernah saya pakai lagi soale saya orangnya cepat
bosenan mbak jangankan baju sepatu saja saya juga gitu, apalagi lo
ada orang yang barangnya sama punya saya wah saya dah tidak
mau lagi memakainya malu mbak soalnya “

Tanggapan yang dikatakan oleh Ayu berbeda dengan apa yang

dikatakan oleh Dita menanggapi hal itu adalah sebagai berikut :

“Dirumah ya pakai kaos gitu mbak kalau cuma pakai kaos


khan tidak ribet mbak dan lebih simple soale khan hanya dirumah
tapi kalau waktu pergi atau keluar saya harus pakai pakaian yang
rapi dan feminim mbak meskipun itu perginya hanya ssebentar dan
itupun tiap pergi pasti saya ganti dulu , kalau tidak rapi malu dijalan
khan saya banyak ketemu orang “

Uraian diatas dapat dilihat bahwa kebanyakan remaja ketika

mereka berada dirumah berpakaian tidak berlebihan hanya memakai kaos

dan celana jeans panjang atau celana pendek karena memang mencari
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

82

yang simple dan tidak ribet tetapi berbeda ketika mereka mau melakukan

aktivitas seperti kerja, kuliah atau hal lainnya mereka cenderung lebih rapi

dan modis.

2. Perilaku Berpakaian Ketika Beraktivitas

Keberadaan produk pakaian kemudian menjadi trend tersendiri

dalam dunia pergaulan anak muda khususnya para remaja putri. Bahkan

terdapat anggapan bahwa orang dapat dikatakan gaul apabila mereka

sudah memakai produk-produk pakaian dengan berbagai model. Sehingga

tidaklah mengherankan ketika kita melihat sebagian besar para remaja

putri kemudian memakai produk-produk pakaian di manapun mereka

berada. Aktivitas yang mereka lakukan di sini bukan hanya sebagai

aktivitas ekonomi, tetapi juga sebagai aktivitas sosial mereka untuk

mempertahnakan diri agat tetap diakui dalam suatu pergaulan. Hal

selanjutnya, yang biasanya menjadi pertimbangan untuk membeli pakaian

adalah lingkungan pergaulan (teman sebaya). Usia remaja merupakan saat

seseorang bergaul tidak hanya dengan orang tuanya semata, namun justru

lebih banyak bergaul dengan teman sebayanya, yang berasal dari

lingkungan sekolah, kerja, rumah maupun kegiatan lainnya. Adanya

pengaruh dari teman sebaya di sadari dapat merubah keyakinan pada diri

seorang remaja. dalam usia yang masih belum stabil tersebut, remaja tidak

mau dan tidak ingin dikucilkan oleh lingkungan pergaulannya. Oleh

karena itu, mereka berusaha menyesuaikan dirinya dengan lingkungan

dengan berbagai cara. Perasaan conform (ingin sama) dengan orang lain
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

83

dan imitasi (peniruan) terhadap yang dilakukan orang lain masih sangat

tinggi di kalangan remaja. Mereka masih cenderung mudah menangkap

dan mengadopsi hal-hal baru, budaya-budaya baru, serta produk-produk

yang dianggap sebagai simbol eksistensi mereka dalam sebuah pergaulan.

Sebenarnya antara trend dan lingkungan pergaulan teman sebaya

merupakan faktor yag saling berkaiatan satu dengan yang lain. Dalam

perilaku berpakaian remaja selalu saja ingin dilihat berbeda dengan remaja

lain karena dengan perbedaan itu remaja lebih

a. Perilaku Berpakaian Ketika Sekolah atau ke Kampus

Perkembangan dalam dunia konsumtif menunjukkan di

mulainya berbagai macam produk yang khusus ditujukan untuk pasar

remaja perempuan, mulai dari kosmetik, pakaian, dan berbagai macam

pernak-pernik lainnya yang menunjang penampilan. Kalangan muda

adalah kalangan yang memang di pandang sebagai motor utama

terbentuknya budaya global. Dalam era ekonomi yang mengarah ke

konsumtif remaja merupakan segmen pasar yang potensial, khususnya

remaja putri. Sekolah atau kampus sebagai sarana tempat belajar dan

bersosialisasi ternyata juga mempunyai peranan yang cukup signifikan

dalam membentuk suatu kontruksi budaya konsumtif.

Dewasa ini remaja putri terlihat lebih fashionable. Baik di

sekolah, di kampus, di jalan atau di mall atau di manapun mereka

berada. Walaupun disekolah mereka tetap terlihat fashionable. Hal itu

dapat terlihat dari tas atau sepatu yang mereka pakai. Remaja, sekarang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

84

ini lebih memegang kendali atas keputusan dalam membeli produk

pakaian. Mereka bisa memutuskan sendiri produk pakaian yang akan

dibeli tanpa pertimbangan dari orang tua mereka meskipun ada

beberapa remaja yang masih adanya pengaruh dari orang tua. Mereka

dapat leluasa memilih produk pakaian yang cocok dengan selera

mereka masing-masing tanpa campur tangan orang tua. Berbeda

halnya dengan remaja yang sudah menjadi mahasiswa mereka lebih

bebas mengekspresikan perilaku berpakaian mereka karena dikampus

remaja tidak lagi memakai seragam seperti yang ada disekolah

melainkan memakai pakaian bebas yang sesuai dengan karakter remaja

tersebut. Perilaku berpakaian pada remaja sebenarnya dapat dimengerti

bila melihat usia remaja sebagai usia peralihan dalam mencari identitas

diri. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan

berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu. Kebutuhan untuk

diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu

menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang

sedang in.

Seperti apa yang dikatakan oleh Putri tentang perilaku

berpakaian ketika pergi kekampus sebagai berikut:

“Kalau ke kampus ya harus modis mbak, kalau tidak modis


malu ma teman selain modis ya harus ngikuti trend mbak “

Sama halnya dengan apa yang dikatakan oleh Pratiwi adalah

sebagai berikut:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

85

“Ya pergi ngampus harus rapi dan modis mbak, malu juga
khan kalau tidak rapi masak anak kuliah pakaiannya tidak rapi
tapi yang paling penting selalu ngikuti trend“

Berbeda dengan tanggapan tentang perilaku berpakaian

informan yang masih duduk disekolah SMP dan SMA, bagi Ida dan

Wulan menanggapi tentang hal tersebut adalah sebagai berikut:

Ida: “Kalau kesekolah ya pakai seragam sekolah mbak


sesuai ketentuan, agar kelihatan gaul saya juga pakai jam tangan
yang sesuai dengan warna tas yang saya pakai mbak biar
kelihatan serasi gitu “

Wulan: “Ya pakai seragam sekolah mbak, jadi ya


pakaiannya gitu-gitu aja “

Ayu: “Pakai seragam sekolah mbak, kebetulan disekolah


semua seragam seperti sepatu dan ikat pinggang“

Tanggapan yang dikatakan oleh Ayu sama halnya apa yang

diungkapkan oleh Dita karena kebetulan ke dua pelajar ini bersekolah

ditempat yang sama.

Dari hasil yang telah disumpulkan bahwa pakaian sangat

penting dalam kehidupan remaja. Bagi mereka pakaian merupakan

gaya hidup, mereka menampilkan diri mereka dan perilaku berpakaian

dianggap sebagai cerminan citra diri. Tepat diusia pelajar seperti

informan sekarang ini merupakan masa pencarian jati diri dan pada

usia ini biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman.

Ternyata bagi remaja yang masih duduk dibangku sekolah seperti SMP

dan SMA mereka dalam perilaku berpakaian harus menyesuaikan

dengan tata tertib yang ada disekolah jadi dalam perilaku berpakaian

pun mereka lebih cenderung biasa dan sesuai dengan ketentuan yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

86

berlaku disekolah mereka berbeda dengan remaja yang sudah duduk

dibangku kuliah mereka dalam perilaku berpakaian lebih bebas

memakai pakaian sesuai dengan kehendak mereka.

b. Perilaku Berpakaian Ketika Kerja

Sebagai bagian dari remaja yang cenderung mempunyai

lingkup pergaulan yang luas para remaja ini dituntut untuk selalu

berpenampilan modis dan selalu mengikuti trend sesuai dengan

tuntutan dari lingkungan pergaulan mereka. Untuk memenuhi tuntutan

tersebut mereka melakukan konsumsi yang kadang cenderung

berlebihan untuk menunjukkan identitas dari mereka. Bagi remaja

yang sudah bisa memenuhi kebutuhan sendiri membeli pakaian dalam

pemenuhannya, mereka dengan status remaja yang sudah bekerja

tentunya tidak perlu khawatir akan kekurangan atau bahkan kehabisan

uang karena segala sesuatunya bisa dipenuhi sendiri kebutuhannya

meskipun terkadang masih ada campur tangan dari orang tua mereka.

Pada akhirnya, aktivitas konsumtif yang mereka lakukan bukan hanya

sebagai aktivitas ekonomi tetapi juga sebagai aktivitas sosial mereka

untuk mempertahankan diri agar tetap diakui dalam suatu komunitas

pergaulan atau lingkungan mereka. Pertimbangan-pertimbangan sosial

tersebut menyangkut simbol mengenai apa yang di konsumtif bahkan

apa yang di konsumtif menunjukkan kekuatan mereka terutama dari

segi finansial, budaya masa kini, maupun gaya hidup mereka dalam

mengikuti trend dan perkembangan jaman. Remaja yang bekerja selalu


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

87

di tuntut untuk berpakaian rapi dan modis karena lingkungan kerja

merupakan lingkungan yang cukup luas di mana mereka selalu

bertemu dengan orang yang selalu berbeda di dalam lingkungannya,

dalam perilaku berpakaian remaja yang sudah bekerja selalu berganti

pakaian setiap harinya dan selalu berusaha untuk menampilkan yang

terbaik.

Seperti yang dikatakan oleh Dwi Lestari tentang perilaku

berpakaian ketika bekerja mengatakan sebagai berikut :

“Waktu kerja ya harus berpakaian rapi dan modis mbak


apalagi saya kerjanya dikantor selalu ketemu ma klien kalau tidak
rapi khan malu ma mereka , saya kurang suka dengan asesoris
mbak jadi tidak pernah pakai asesoris tapi kalau jam tangan saya
selalu pakai mbak dan terkadang juga warna tas sesuai dengan
warna sepatu yang saya pakai mbak “
Berbeda halnya dengan apa yang dikatakan oleh Beliga

menanggapi tentang perilaku berpakaian ketika bekerja mengatakan

sebagai berikut :

“Yang pasti rapi dan selalu enak di pandang mbak, saya juga
selalu memakai asesoris seperti gelang, kalung gitu mbak tapi
seringnya kalau saya kerja selalu pakai rok ma kemeja “

Dari penuturan-penuturan diatas dapat disimpulkan bahwa

remaja dalam perilaku berpakaian biasanya selalu ingin dilihat berbeda

oleh orang lain karena dengan pandangan orang lain yang melihat

setiap individu maka orang lain tersebut akan bisa menilai pribadi

seseorang. Remaja selalu ingin berbeda dengan remaja lain terutama

bagaimana ia ingin dipersepsikan oleh orang lain dalam perilaku

berpakaian dan yang berkaitan dengan status sosial yang


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

88

disandangnya. Kebutuhan untuk dapat berinteraksi dan diterima oleh

kelompok merupakan hal yang sangat penting sehingga mereka

berusaha menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan sekitar.

c. Perilaku Berpakaian Ketika Pesta

Remaja yang merupakan bagian dari masyarakat yang

responsive karena mempunyai jiwa yang cenderung masih labil dan

dinamis, adalah kelompok yang relatif lebih mudah dipengaruhi

budaya popular dan gaya hidup konsumtif tersebut. Keinginan yang

kuat untuk mencoba hal-hal baru dan sifatnya cepat bosan, membuat

remaja menjadi sasaran empuk dan segmen pasar yang potensial bagi

produk-produk yang memjual kesan dan citra gaul tersebut. Sebagai

remaja, banyak sekali kegiatan atau aktivitas yang dilakukan dengan

teman-teman selain sekolah atau kerja, remaja jika hanya dirumah saja

mereka akan bosan dan jenuh pastinya akan selalu mencari suasana

baru dengan teman-temannya meskipun hanya sekedar kumpul di salah

satu tempat nongkrong yang menjadi tempat favorit mereka, ke pesta,

atau pergi bersama dengan teman. Dalam perilaku berpakaian ke pesta

pun remaja juga selalu ingin kelihatan menarik dan tidak ketinggalan

jaman, di mana mereka dalam pesta tidak hanya bertemu dengan teman

yang sudah mereka kenal tetapi juga teman yang baru mereka jumpai

atau kenal, untuk kelihatan gaul dan menarik maka mereka harus

berpakaian setidaknya sama dengan teman yang lain agar kelihatan

gaul. Keinginan untuk dikataklan “gaul“ ini memunculkan motivasi


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

89

untuk membeli dan mengkonsumsi barang yang sedang in tersebut.

Perasaan ingin sama dengan orang lain dan peniruan terhadap yang

dilakukan orang lain masih tinggi di kalangan remaja selain itu untuk

dapat diterima dengan mudah dalam suatu pergaulan mereka harus

selalu up to date dalam mengikuti trend yang ada.

Seperti yang dipaparkan oleh Dwi Lestari, dalam menanggapi

perilaku berpakaian ketika pesta adalah sebagai berikut:

“Tergantung pestanya mbak, kalau memang pestanya untuk


acara ulang tahun atau pesta tidak formal ya berpakaian juga
tidak terlalu mewah yang penting tidak jauh beda dengan teman
yang lain, berbeda kalau pestanya seperti pernikahan saya harus
berpakaian elegan seperti pakai rok trus pakai kemeja yang
memang untuk pesta sama di tambahi asesoris gitu mbak sepatu
dan tas harus sesuai warnanya“

Berbeda dengan apa yang dipaparkan oleh Beliga, dalam

menanggapi perilaku berpakaian tersebut sebagai berikut:

“Kalau ke pesta yang harus rapi dan modis mbak,


tergantung acara juga sich, tapi yang pasti berpakaian sesuai
acara dan tidak mau kalah penampilannya dengan yang lain“

Dipaparkan oleh Putri, tentang perilaku berpakaian ketika pesta

adalah sebagai berikut:

“Kalau ke pesta pernikahan, biasanya pakaian yang saya


pakai rancangan saya sendiri mbak saya membuat atas insiatif
sendiri soalnya pesta pernikahan khan acara resmi jadi pakai
pakaian yang resmi juga khan, dan untuk model pakaiannya
saya lihat dari majalah tau tabloid gitu mbak tapi kalau acara
pestanya tidak resmi ya pakaianya juga biasa mbak kalau cuma
acara kayak gitu khan gampang cari pakaianya beli di toko j “

Dikatakan oleh Pratiwi, tentang menanggapi perilaku

berpakaian tersebut adalah sebagai berikut:


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

90

“Ya, tergantung pestanya mbak tapi lebih seringnya pergi


kepesta pernikahan kalau acara pesta ulang tahun atau apa gitu
kurang suka dan pakaiannya pun saya selalu membeli di butik
soalnya kalau di butik khan bagus-bagus modelnya dan selalu
ada asesorisnya jadi tidak usah binggung untuk cari asesoris
yang cocok dengan pakaian yang saya pakain ke pesta tersebut“

Dari uraian diatas bahwa remaja dalam berpakaian setelah

pengaruh trend dan lingkungan pergaulan, desain dan model menjadi

pertimbangan selanjutnya bagi para remaja untuk mengkonsumsi suatu

produk, dalam hal ini, desain dan model suatu produk menjadi hal

yang penting dalam kaitannya dengan kenyaman ketika memakai

produk tersebut. Dalam desain ini tiap orang tentunya memiliki suatu

kesukaan sendiri. Kebanyakan remaja dalam perilaku berpakaian

ketika pesta adalah melihat tergantung acara tersebut jika acara pesta

tersebut adalah acara resmi seperti pernikahan maka remaja dalam

perilaku berpakaian lebih cenderung formal dak ketika acara pesta

hanya sekedar acara ulang tahun atau sejenisnya maka mereka hanya

mengenakan pakaian yang sesuai acara tersebut.

3. Keserasian antara Pakaian dan Asesoris yang Dikenakan Waktu di

Luar Rumah

Asesoris adalah suatu alat atau barang pelengkap tambahan yang

digunakan remaja untuk melengkapi keindahan dalam berpakaian seperti

tas , gelang dan sepatu dan biasanya remaja selalu ingin kelihatan menarik

dan modis dengan asesoris yang dikenakan dan itu cenderung sama

warnanya dengan pakaian yang dipakai saat itu dengan begitu remaja lebih
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

91

percaya diri untuk berpenampilan tetapi ada juga remaja yang kurang suka

asesoris atau barang pelengkap tersebut karena menurut mereka terkadang

memakai asesoris hanya menambah ribet dan kurang percaya diri, ada juga

remaja yang menggunakan asesoris pada waktu tertentu yang

menyesuaikan dengan situasi.

Seperti yang dipaparkan oleh Dwi Lestari, menanggapi tentang

keserasian pakaian dan asesoris tambahan mengatakan sebagai berikut:

“Tapi memang kalau kerja saya harus bernampialn modis dan


tiap hari kerja harus berbeda pakaiannya tapi kalau menyesuaikan
dengan sepatu atau tas tidak juga mbak cuma saat-saat tertentu saja

Beda halnya apa yang dikatakan oleh Beliga, mengatakan sebagai

berikut:

“Tapi kalau pergi saya sukanya pilih-pilih baju dan saya


sesuaikan juga dengan sepatu, tas yang saya pakai mbak biar
kelihatan serasi dan enak kalau dilihat, kerja pun saya juga gitu
mbak.”

Tanggapan dari Putri, tentang menanggapi hal tersebut adalah

“Kalau saya kurang begitu suka dengan asesoris mbak, tapi


terkadang juga sich mbak, menyesuaikan dengan sepatu soale cuma
dikit sepatu yang warnaya sama dengan pakaian yang saya miliki”

Tanggapan dari Putri, berbeda dengan apa yang dikatakan oleh

Pratiwi tentang hal itu dan mengatakan sebagai berikut :

“Pakai asesoris seperti tas, sepatu atau gelang yang


warnanya sama dengan pakaian kalau ada acara tertentu aja mbak
ribet kalau tiap hari harus sama trus “

Menanggapi hal tersebut Ida dan Wulan mengatakan sebagai

berikut :
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

92

Ida: “Tergantung acara j mbak , ribet juga kalau tiap hari


pakai yang sama warna pakaiannya dengan asesoris kelamaan
milihnya “

Wulan: “Wah kalau saya tas , gelang (asesoris), sepatu harus


sesuai dengan baju mbak biar serasi dan biar enak dipandang “

Ayu mengatakan sebagai berikut :

“Ya, aku harus sama mbak kalau dilihat orang lain itu biar
meching mbak “

Dikatakan oleh Dita menanggapi hal itu adalah sebagai berikut :

“Tidak selalu pakai yang sama dengan warna asesoris mbak,


buat beli baju j dah mahal pa lagi buat beli asesoris yang harus
sama dengan warna pakaian tambah boros dong“

Uraian diatas dapat dilihat bahwa sebagian responden hanya

kadang-kadang saja dalam menyeserasikan warna pakaian dengan asesoris

yang dikenakan karena menurut mereka dengan memakai asesoris yang

warna sama dengan pakaian hanya menambah ribet dan membuat tidak

percaya diri tetapi ada juga remaja yang memang peduli dengan warna

pakaian dan asesoris yang dikenakan dalam berpenampilan selain lebih

kelihatan modis juga membuat remaja lebih percaya diri dalam

berpenampilan.

Berdasarkan informasi dalam perilaku berpakaian remaja dapat

dilihat pula secara jelas dalam matrik berikut ini :


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

93

Tabel 3.6
Perilaku Berpakaian

Perilaku Berpakain
Informan Perilaku berpakaian Keserasian pakaian dan
sehari-hari asesoris
Pekerja t-shirt dan celana Tidak selalu memakai asesoris
Perempuan pendek. tergantung situasi
Selalu memakai asesoris yang
Pekerja Kaos dan celana disesuaikan dengan pakaian
Perempuan panjang (jeans) yang dikenakan, selalu pilih-
pilih baju.
Kaos panjang tapi Pakaian yang dikenakan harus
Mahasiswa
selalu kelihatan modis sesuai dengan sepatu.
Mahasiswa Kaos dan celana pendek Tergantung acara.
t-shirt dan celana
Pelajar SMA Tidak selalu, tergantung acara
pendek
Tidak selalu, tidak begitu suka
Pelajar SMA Kaos dan celana pendek
dengan asesoris
Kaos yang penting Pakaian yang dikenakan sesuai
Pelajar SMP
nyaman dengan asesorisnya
Pelajar SMP Kaos dan celana pendek Ya, tergantung acara.
(Sumber Data : Data Primer, Informan 2010)

Berdasarkan matrik diatas dapat dilihat beberapa contoh perilaku

berpakaian remaja baik dilihat dari perilaku berpakaian sehari-hari,

perilaku berpakaian saat kerja atau beraktivitas dan saat sekolah atau

kuliah, perilaku berpakaian remaja yang sudah bekerja berbeda dengan

remaja yang masih sekolah atau kuliah. Para remaja yang sudah bekerja

ini dituntut untuk selalu berpenampilan modis dan rapi karena memang

lingkungan yang berbeda dengan remaja yang masih sekolah. Remaja

yang masih sekolah selalu mengikuti trend sesuai dengan tuntutan dari

lingkungan pergaulan mereka. Untuk memenuhi tuntutan tersebut mereka


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

94

melakukan konsumsi yang kadang cenderung berlebihan untuk

menunjukkan identitas dari mereka. Bagi remaja yang sudah bisa

memenuhi kebutuhan sendiri membeli pakaian dalam pemenuhannya,

mereka dengan status remaja yang sudah bekerja tentunya tidak perlu

khawatir akan kekurangan atau bahkan kehabisan uang karena segala

sesuatunya bisa dipenuhi sendiri kebutuhannya meskipun terkadang masih

ada campur tangan dari orang tua mereka baik yang masih sekolah ataupun

bekerja. Remaja selalu ingin berbeda dengan remaja lain terutama

bagaimana ia ingin dipersepsikan oleh orang lain dalam perilaku

berpakaian dan yang berkaitan dengan status sosial yang disandangnya.

Kebutuhan untuk dapat berinteraksi dan diterima oleh kelompok

merupakan hal yang sangat penting sehingga mereka berusaha

menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan sekitarnya.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

95

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Gaya Hidup Konsumtif

Remaja Dalam Perilaku Berpakaian Di Dusun Mangkuyudan Kelurahan

Ngabeyan Kecamatan Kartasura, berikut ini disajikan pembahasan yang dikaitkan

dengan teori. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa remaja yang ber-gaya

hidup konsumtif dalam perilaku berpakaian in gin selalu berpenampilan sesuai

dengan arus perkembangan jaman.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penelitian ini didukung

dengan teori yang digunakan yaitu teori Behavioral Sociology yang termasuk

dalam Paradigma Perilaku Sosial. Teori Behavioral Sociology memfokuskan

hubungan antara tingkah laku aktor dengan akibat tingkah laku yang terjadi dalam

lingkungan aktor.

Dengan mengikuti pakaian yang sedang trend, mereka berharap dapat

diterima dalam lingkungan pergaulannya. Dalam kesehariannya, emreka

cenderung sangat memperhatikan trend yang sedang berkembang. Dengan

berbagai alas an diungkapkan kenapa mereka selalu up to date terhadap trend

yang sedang berkembang. Misalnya sekedar agar tidak dianggap ketinggalan

jalam (gaul), ising-iseng, atau bahkan dapat diterima dalam suatu komunitas

pergaulan sehari-hari (tidak terkucil).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa gaya hidup konsumtif remaja dalam

perilaku berpakaian dipengaruhi oleh akibat perilaku membeli di lingkungannya.

95
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

96

Akibat tingkah laku ini karena adanya reinforcement yang dapat diartikan sebagai

ganjaran atau reward. Dalam penelitian ini ganjaran itu terwujud oleh

penghargaan dari lingkungan dengan diterimanya mereka dalam lingkungan

pergaulan karena trend pakaian yang dipakainya. Perulangan tingkah laku tidak

dapat dirumuskan terlepas dari efeknya terhadap perilaku itu sendiri. Suatu

ganjaran yang tidak membawa pengaruh terhadap aktor tidak akan diulang

(Ritzer, 1985: 73).

Konsep dasar Behavioral Sociology yang menjadi pemahamannya adalah:

“reinforcemenet” yang dapat diartikan sebagai ganjaran (reward) . tak ada sesuatu

yang melekat dalam obyek yang dapat menimulkan ganjaran. Perilangan

tingkahlaku tidak dapat dirumuskan terlepas dari efeknya terhadap perilaku itu

sendiri. Perilangan dirumuskan dalam pengertiannya terhadap aktor. Sesuatu

ganjaran yang tak membawa pengaruh terhadap aktor tidak akan diulang.

Adapun proposisi yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

1. Makin tingginya ganjaran (reward) yang diperoleh atau yang akan diperoleh

makin besar kemungkinan sesuatu tingkahlaku akan diulang.

2. Demikian juga sebaliknya. Makin tinggi biaya atau ancaman hukuman

(punishement) yang akan diperoleh makin kecil kemungkinan tingkahlaku

yang serupa akan diulang.

3. Adanya hubungan berantai antara stimulus dan antara berbagai tanggapan.

4. Makin sering orang menerima ganjaran atas tindakannya dari orang lain,

makin berkurang nilai dari setiap tindakan yang dilakukan berikutnya.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

97

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Istilah gaya hidup konsumtif berbicara tentang dampak konsumsi

massa atas kehidupan sehari-hari. Dampak ini menyangkut perubahan pada

tatanan simbolis dan perilaku sehari-hari dalam berpakaian. Gaya hidup

konsumtif membuka kemungkinan untuk konsumsi produktif, dalam arti

menjanjikan kehidupan pribadi yang indah dan memuaskan, menemukan

kepribadian melalui perubahan diri dan gaya hidup. Gaya hidup konsumtif

dapat dikatakan merupakan unsur utama dalam produksi gaya hidup masa

kini, sebab meskipun kelompok remaja yang berada di luar atau mencoba

menjauhkan diri dari jangkauan pasar dan perilaku melawan arus, seperti

misalnya gaya hidup kosumtif remaja dan gerakan-gerakan sosial baru,

dinamika proses pasar yang selalu mengejar yang “baru“ itu menyebabkan

gaya hidup konsumtif dapat merajut dan mengolah ulang tradisi dan gaya

hidup mutakhir.

Di dalam bab ini memberikan gambaran tentang penelitian diatas

mengenai gaya hidup konsumtif yang menonjolkan ciri-ciri berikut ini :

1. Gaya hidup konsumtif remaja yang sering di beri ciri materialis dan sering

digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengungkapkan tindakan

mementingkan diri sendiri yang hedonistis di mana individu memusatkan

kehidupannya pada konsumtif barang-barang, secara tidak langsung

97
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

98

sebenarnya mengatakan bahwa remaja telah memperlihatkan kemenangan

rasionalitas ekonomi yang menyingkirkan adat istiadat tradisional serta

nilai-nilai budaya leluhur dan menghasilkan budaya yang menarik.

Khususnya, peralihan barang ke produksi massal dan munculnya pasar-

pasar yang baru untuk konsumen mengakibatkan perubahan pada

prasarana produksi, seperti misalnya munculnya tempat-tempat konsumsi

baru: toko serba ada, pasar raya, dan pusat perbelanjaan. Karena itu

pengalaman membeli barang berubah dan muncul hanya bila ada

konsumen yang menginginkannya, melainkan juga diletakkan ditempat

yang baru tempat barang itu disusun dan diperagakan untuk menarik

konsumen. Seluruh kegiatan peragaan bertujuan membuat barang tampak

lebih bagus dari yang sebenarnya, dengan manipulasi kesan di tempat

peragaan itu. Karena itu membeli barang berarti membeli kesan dan

pengalaman, dan kegiatan berbelanja bukan lagi suatu transaksi ekonomi

sederhana melainkan lebih merupakan interaksi simbolis di mana individu

membeli dan mengkonsumsi kesan.

2. Ciri yang kedua gaya hidup konsumtif yang harus ditekankan adalah

bahwa gaya hidup konsumtif ialah suatu budaya tempat berbagai kesan

memainkan peranan utama. Sejauh ini telah di kemukakan betapa

banyaknya makna baru terkait pada komoditi material melalui peragaan

dan pesan iklan. Tetapi perlu pula di kemukakan, produksi berbagai kesan

sebagai komoditi merupakan ciri utama gaya hidup konsumtif dan industri

gambar hidup, surat kabar, media massa, majalah, dan televisi mencipta
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

99

dan menyebarkan berbagai kesan tanpa henti. Memilih barang dan pasar

menyangkut kegiatan menilai segi estetika dan karena itu perlu ada

penafsiran mengenai barang, pengalaman, dan gaya hidup. Majalah, surat

kabar bahkan terbitan lainnya penuh dengan cetakan kata-kata yang dapat

memandu remaja dalam menentukan pilihan yang tidak saja tepat harga

tetapi juga berselera baik.

3. Ciri yang ketiga gaya hidup konsumtif seharusnya menjadi jelas bahwa

gaya hidup sehari-hari tidak dapat begitu saja dinamakan materialis.

Perencanaan, pembelian dan peragaan tentu saja banyak sekali. Gaya

hidup konsumtif yang modernis yang terpantul dalam kehidupan sehari-

hari terserap kedalam struktur kehidupan sehari-hari, dan ide budaya

tandingan, bahwa kehidupan itu adalah suatu karya seni, makin menyebar

luas, karena itu dalam gaya hidup konsumtif masa kini mendapat

kedudukan istimewa. Ekspresi tubuh dan penampilan diri mempunyai arti

penting, tidak saja dirumah melainkan ditempat-tempat umum. Iklan dan

media massa menekankan tanpa henti bahwa kesan pribadi seseorang

datang dari penampilannya dan penampilan itu sendiri tergantung pada

reaksi orang-orang selingkungan orang lain. Akibatnya, ditekankan bahwa

peningkatan penampilan dengan pakaian model mutakhir akan

menghasilkan citra diri bertambah baik.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

100

Adapun gaya hidup konsumtif remaja dalam perilaku berpakaian

adalah sebagai berikut:

1. Pekerja Perempuan, dalam gaya hidup konsumtif berpakaian remaja

pekerja perempuan ini selalu berpenampilan rapi dan modis karena

tuntutan lingkungan kerjanya yang memang mengharuskan remaja ini

berpakaian rapi, sehingga dalam perilaku berpakaian mereka lebih

terkesan mewah dan selalu up to date, sering juga remaja ini

menyeserasikan asesoris dengan pakaian yang dikenakan. Gaya hidup

konsumtif ini dengan ciri atau unsur yang pertama karena membeli barang

berarti membeli kesan dan pengalaman, dan kegiatan berbelanja bukan

lagi suatu transaksi ekonomi sederhana melainkan lebih merupakan

interaksi simbolis di mana individu membeli dan mengkonsumsi kesan.

Tindak membeli itu sendiri mungkin pula bergeser ke belakang karena

individu di dorong untuk menikmati gaya hidup konsumtif, untuk menjadi

peraga yang sadar akan penampilannya dan kesan yang diberikannya.

2. Mahasiswa, dalam gaya hidup konsumtif berpakaian remaja mahasiswa

ini lebih memperhatikan dari faktor trend dan desainnya, dengan desain

pakaian yang bagus maka mereka beranggapan bahwa tidak ketinggalan

jaman, sehingga dalam perilaku berpakainnya pun mereka lebih kelihatan

gaul dan lebih percaya diri. Gaya hidup konsumtif ini termasuk dalam ciri

atau unsur yang kedua, di mana kesan gaya hidup konsumtif dan iklan

pada dasarnya bersifat berubah-ubah, di mana usahanya mampu meramu


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

101

paduan baru yang membangkitkan kembali kenangan dan merangsang

keinginan.

3. Remaja Pelajar, dalam gaya hidup konsumtif berpakaian remaja pelajar

ini lebih cenderung terpengaruh karena lingkungan teman sebaya, toko

langganan bahkan pilihan dari orang tua sehingga dalam perilaku

berpakaiannya remaja pelajar ini terkesan ikut-ikutan dengan teman

sebaya karena dengan bisa mengikuti perilaku berpakaian teman atau

lingkungannya mereka sudah cukup puas meskipun ada keinginan untuk

kelihatan beda dengan orang lain. Gaya hidup konsumtif ini termasuk

dalam unsur yang ke tiga karena kesan pribadi seseorang datang dari

penampilannya dan penampilan itu sendiri tergantung pada reaksi orang-

orang selingkungan orang lain. Akibatnya, ditekankan bahwa peningkatan

penampilan dengan pakaian model mutakhir akan menghasilkan citra diri

bertambah baik.

Berdasarkan serangkaian uraian pada bab-bab terdahulu dan mengacu

pada perumusan masalah serta tujuan penelitian dapat kita simpulkan bahwa

gaya hidup konsumtif remaja dalam perilaku berpakaian dikalangan remaja

putri di Dusun Mangkuyudan Kelurahan Ngabeyan Kecamatan Kartasura

cukup tinggi dengan berbagai faktor yang mempengaruhi gaya tersebut.

Perbedaan dan persamaan gaya hidup konsumtif remaja dalam perilaku

berpakaian antara remaja pekerja, mahasiswa dan pelajar adapun perbedaanya

adalah sebagai berikut:


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

102

1. Pekerja Perempuan, yang dijadikan acuan dalam melihat trend model

pakaian melalui media massa seperti majalah, koran, tabloid.

2. Mahasiswa, yang dijadikan acuan dalam melihat trend model pakaian

karena faktor desain dan trend.

3. Pelajar, yang dijadikan acuan dalam melihat trend model pakaian karena

pengaruh dari toko langganan, teman sebaya bahkan orang tua.

Adapun persamaan gaya hidup konsumtif remaja dalam perilaku

berpakaian adalah sebagai berikut:

1. Keinginana untuk selalu di anggap modern dan tidak ketinggalan jaman

2. Uang yang di gunakan untuk membeli pakaian sebagian besar remaja ini

dari orang tua meskipun ada remaja yang sudah bekerja.

B. Implikasi

1. Implikasi Empiris

Konsumsi produk pakaian pada remaja putri dipengaruhi oleh akibat

perilaku membeli dalam lingkungannya. Hal ini dilakukan karena ada

ganjaran yang akan diterima. Ganjaran itu terwujud oleh penghargaan dan

lingkungan pergaulannya karena produk pakaian yang dipakainya.

Ganjaran itu berupa penerimaan lingkungan pergaulan atas dirinya.

Dalam gaya hidup konsumtif perilaku berpakaian ada keinginan

remaja agar di terima di dalam lingkungannya adapun keinginannya adalah

sebagai berikut :

a. Pekerja Perempuan, remaja ini selalu ingin berpenampilan terlihat

modis dan rapi selain dari keinginan sendiri untuk berpakaian seperti
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

103

itu karena adanya tuntutan dari lingkungan kerjannya sebab remaja

ini akan merasa malu jika memakai pakaian yang sama dalam tiap

harinya maka remaja pekerja ini lebih cenderung bersifat konsumtif.

b. Mahasiswa, remaja ini dalam perilaku berpakaiannya ingin selalu

dianggap modern dan selalu up to date oleh lingkungan, karena

remaja ini lebih sering berkumpul dengan teman sebayanya jika tidak

berpakaian seperti temannya maka remaja ini akan di jauhi oleh teman

mereka maka remaja tersebut akan berusaha menyesuaikan diri

dengan tuntutan kelompoknya.

c. Remaja Pelajar, perilaku berpakaian remaja ini lebih cenderung

dipengaruhi oleh lingkungan teman sebayanya sebab remaja ini

dalam berpakaian masih saja suka ikut-ikutan, karena menurut

mereka dengan berpakaian sama seperti teman sebaya sudah merasa

cukup puas sehingga kebutuhan untuk dapat berinteraksi dan diterima

oleh kelompok merupakan hal yang sangat penting bagi mereka.

Gaya hidup konsumtif remaja dalam perilaku berpakaian di dusun

Mangkuyudan, Keluarahan Ngabeyan Kecamatan Kartasura cenderung

tinggi. Hal ini dapat terlihat dari intensitas mereka pergi ke mall dan

frekuensi membeli pakaian seperti t-shirt, celana, sepatu, tas dan asesoris

lainnya. Sedangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pola

konsumtifnya produk pakaian di kalangan remaja putri adalah faktor

lingkungan, faktor psikologi, faktor ekonomi, dan faktor media informasi.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

104

2. Implikasi Teoritis

Dalam penelitian ini penulis menggunakan paradigma perilaku

sosial. Melalui paradigma perilaku sosial peneliti berusaha menganalisis

bagaimana gaya hidup konsumtif remaja dalam perilaku berpakaian dalam

hal ini gaya hidup konsumtif remaja dan cara berpakaian remaja putri.

Teori yang digunakan dalam pembahasan ini adalah teori

Behavioral Sociology atau teori sosiologi. Teori ini memfokuskan pada

hubungan antara tingkah laku aktor dengan akibat tingkah laku yang

terjadi dalam lingkungan aktor.

Relevasi yang ada dari hasil penelitian in dengan teori tersebut

diatas adalah bahwa pola konsumtif dikalangan remajadipengaruhi oleh

membeli di lingkungannya. Hal ini karena adanya reinforcement yang

dapat diartikan sebagai ganjaran atau reward, yang berwujud oleh adanya

penghargaan dari lingkungannya. Paradigma yang digunakan dalam

penelitian ini adalah paradigma perilaku sosial. Paradigma ini

dikemukakan oleh B. F Skinner. Dalam paraidgma terdapat dua teori yaitu

teori behavioral sociologi dan teori exchange. Teori yang dipakai dala

penelitian ini yaitu teori behavioral sociologi. Konsep dasar dalam teori

ini adalah reinforcement atau ganjaran. Dalam penelitian ini ganjaran yang

dimaksud yaitu diterimanya seseorang dalam lingkungan pergaulannya

atas pakaian yang dikenakannya.

Menurut Jean Baudrilland dunia fashion merupakan paradigma

dominasi kode. Dalam pakaian yang kita lihat adalah permainan penanda-

penanda seperti yang diungkap oleh Jean. Sekarang jika kita memakai
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

105

pakaian, celana jeans misalnya. Tujuan awalnya untuk melindugi tubuh

tetapi masalah akan menjadi lain jika kita memperlihatkan merk celana

jeans yang kita pakai. Nilai guna berubah menjadi nilai artificial. Sebab

ada pesan yang kita sampaikan saat kita memperlihatkan merk tersebut

Dalam hasil penelitian ini, seharusnya penulis juga menggunakan

teori interaksionisme simbolik sebagai penjelasan tingkah laku melalui

analisa makna, dimana untuk menjelaskan, memahami tingkah laku

remaja. Berkaitan dengan penelitian ini maka teori interaksiionisme

simbolik digunakan sebagai alat untuk memahami gaya hidup konsumtif

remaja dalam perilaku berpakaian dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya seperti pendapatan, pendidikan dan statusnya.

Perbedaan inilah yang mengakibatkan para remaja bergaya hidup

konsumtif remaja dalam perilaku berpakaian.

Dalam pandangan teori interaksionisme simbolik ini, proses

kehidupan masyarakat secara sederhana dapat digambarkan sebagai

berikut: individu atau unit-unit tindakan yang terdiri atas kumpulan orang

tertentu yang saling menyesuaikan atau saling mencocokkan tindakan satu

sama lain dengan melalui proses interprestasi dan apabila aktor lain dari

tindakan di atas merupakan tindakan kolektif dari individu yang tergabung

dalam kelompok masyarakat tersebut.

3. Implikasi Metodologis

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

diskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memahami secara mendalam


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

106

bagaimana gaya hidup konsumtif remaja dalam perilaku berpakaian di

kalangan remaja putri. Dalam penelitian ini secara metodologis memiliki

kelebihan dan kekurangan.

Adapun kelemahan atau kekurangan adalah sebagai berikut :

a. Dalam penelitian gaya hidup konsumtif remaja dalam perilaku

berpakaian ini masih bersifat general atau umum sebab remaja yang di

jadikan informan dalam penelitian ini di ambil dari berbagai status.

b. Dalam penelitian ini seperti yang dikemukakan diatas, maka penulis

berharap kepada siapa saja yang berminat dalam penelitian

selanjutnya untuk dapat melanjutkan dan menyempurnakan peneltian

ini.

c. Dalam latar belakang masalah penulis kurang lengkap dalam

memberikan data-data yang menggambarkan setting lokasi penelitian,

seperti jumlah toko pakaian dan perkembangannya, surat kabar dan

majalah yang berkaitan dengan mode yang beredar.

C. Saran-saran

Berdasarkan pada berbagai temuan di lapangan serta kesimpulan

penelitian ini, maka beberapa saran yang dapat penulis kemukakan adalah

sebagai berikut :

1. Organisasi/ibu-ibu PKK yang ada di dusun Mangkuyudan seharusnya ikut

serta menangani masalah sosial gaya hidup konsumtif yang terjadi di

remaja karena mereka yang lebih dekat dengan pelajar/remaja (yang


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

107

mayoritas menginginkan gaya hidup konsumtif) sehingga aksinya lebih

tepat sasaran. Organisasi ini harusnya ikut memberantas gaya hidup

konsumtif yang berlainan/bertentangan dengan aturan hidup di dalam

remaja. (yang tidak boleh berlebihan).

2. Adanya usaha minimal dengan memberikan informasi tentang gaya hidup

konsumtif yang terjadi dikalangan remaja, yaitu dengan cara melakukan

“kampanye konsumerisme di kalangan remaja”, khususnya diberikan

di dalam organisasi karang taruna. Dengan mensosialisasikan pemahaman

tentang perilaku konsumtif remaja tentang pengertian, pemahaman serta

dampak-dampak apa saja yang dapat ditimbulkan dalam diri remaja akibat

dari gaya hidup konsumtif. Dengan demikian diharapkan dapat

memberikan kesadaran bagi semua kalangan remaja untuk menarik diri

dari jeratan konsumerisme yang semakin tinggi.

3. Remaja juga bisa mengimbangi pengaruh konsumerisme dengan kegiatan

positif yang lain seperti mengikuti kegiatan olahraga, kesenian, kelompok-

kelompok diskusi, atau berorganisasi. Lewat kegiatan seperti itulah,

mereka bisa mengatasi masalah sosial tersebut. Tentu saja, untuk melawan

pengaruh buruk globalisasi ini, perlu pula didukung orang tua, masyarakat

dan juga pemerintah dengan menyediakan media bagi remaja untuk

berkreasi. Dengan beragam kegiatan positif ini, bisa mengasah kepekaan

sosial, rasa nasionalisme, dan patriotisme.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

108

DAFTAR PUSTAKA

Badudu, J. Sidan Zain Sutan Moh. 1994. Kamus umum B. Indonesia. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.

Baudrillard, Jean P. 2004. Masyarakat Konsumsi, Yogyakarta: Kreasiwacana

Chaney, David. 1996. Lifestyle: Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta:


Jalasutra.

Dadang, S. 1994. Psikologi Remaja Dimensi-dimensi Perkembangan. Bandung.


Mandar Maju.

Dahlan, M.A. 1978. “Sosialisasi Pola Hidup Sederhana “Prisma, No. 10 ,


November. Tahun VII.

Damsar. 2002. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Giafindo Persada

Ewen, S. (1976). Captains of Consciousness: Advertising and the Social Roots of


the Culture, New York: Mc Graw-Hill.

Grinder, R. E. 1978. Adolescence. New York: John Wiley and Sors. Int.

Kaslan, AT. 1983. Ekonomi Selayang Pandang. Bandung. Sumur.

Koentjaraningrat. 1979. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Lina dan Rosyid. H.F. 1997. Perilaku Konsumtif berdasar Focus of Control pada
Remaja Putri. Psikologika : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi
No. 4 Tahun II , 5- 13.

Mangkunegara, A.A dan Prabu, A. 1988. Perilaku Konsumen, Bandung: PT.


Eresco.

Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Ritzer, George., 2002, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Jakarta:


Raja Grafindo Persada.

Serviam. SMA Santa Ursula I. 1983 Konsumerisme: Perlu Atau Malu. Jakarta:
Erlangga.

Slamet, Y. 2006. Metode Penelitian Sosial. Surakarta: Sebelas Maret Iniversity


Press.

Soekanto, Soerjono, 1999. Sosiologi Suatu Pengantar: Jakarta: Raja Grafindo


Persada.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

109

Susetyaningrum, I. 1997. Hubungan antara Focus and Control dengan Sikap


Konsumtif pada Anggota Drama Wanita. Yogyakarta.

Susianto, H., (1993). Studi Gaya Hidup Sebagai Upaya Mengenal Kebutuhan
Anak Muda , Jurnal Psikologi dan Masyarakat. Jakarta: Grasindo PT
Gramedia.

Sutopo, HB. 1990. Metode Penelitian Kualitatif 2. Surakarta: Universitas Sebelas


Maret Press.

Tambunan, R . 2001. Remaja dan Perilaku Kosumtif. 19 November 2001.

DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN

Skripsi :

1. Tyas Purbaningrum. 2008. Pola Konsumsi Produk Fashion Dikalangan Pelajar


Putri. Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Novita Ayu Hartantri. 2008. Distributor Store dan Perilaku Konsumsi Remaja.
Universitas Sebelas Maret.

3. Dwi Handayani Sulistiati. 1992. Hubungan Antara Status Social Ekonomi


Orang Tua Dengan Perilaku Konsumsi Pada Mode Pakaian Di Kalangan
Remaja Putri. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Nuning Setyawati. 2009. Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Perilaku Konsumtif Mahasiswa. Universitas Sebelas Maret Surakarta

JURNAL INTERNASIONAL

1. Richard Elliott. 2009, Exeter University, Fashion and Consumer Culture.


Volume 28 Advances in Consumer Research 2009 Pages 235-241
DOI:10.1177/0486613407302482.

2. Cahill Sharon and Riley Sarah. 2008, Resistances and Reconciliations:


Women and Body Art. In Guy Ali, Green Eileen, and Banim Maura (eds)
Through the Wardrobe: Women's Relationships with Their Clothes. Oxford:
Berg. A Review of 18 Years. Plastic and Reconstructive Surgery, 69(3), 445-
450 DOI: 10.1177/146950507077681.

Anda mungkin juga menyukai