Anda di halaman 1dari 14

Taubat

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf

Dosen Pengampu Muh Hafidz M.Ag.

Disusun Oleh:
1. Naila Yaquta Zahra (23010230080)
2. Qonita Khoerunnisa (23010230081)
3. Fiki Navilata Khusna (23010230082)
4. Adam Ribha Naja (23010230083)
5. Atika Ulvia Adlina (23010230084)
6. Nayla Izzatul Ulya (23010230085)
7. Dwi Aghniya Ilmi (23010230086)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SALATIGA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya.
kami bisa menyusun makalah ini selesai tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tetap
tercurahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW yang dinanti-nantikan syafa'atnya di
akhirat nanti. Makalah ini berjudul "Taubat" disusun dalam rangka memenuhi tugas mata
kuliah Akhlak Tasawuf.

Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu kami Bapak Muh Hafidz
M.Ag. yang telah membantu kami baik secara moral ataupun materi. Terimakasih juga kami
ucapkan kepada teman-teman yang telah memberikan ide-idenya sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan
di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca supaya terciptanya
makalah yang lebih baik lagi di masa mendatang. Kami berharap semoga makalah ini bisa
menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca.

Salatiga, 12 Oktober 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii


DAFTAR ISI …………………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………..…...1
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3
A. Pengertian Taubat…………………………………………………….. .......3
B. Dalil Dalil Taubat ......................................................................................... 4
C. Syarat Taubat …………………………………………………………...….5
D. Macam Macam Taubat ...…………………………………………………..6
E. Hikmah Taubat …………………………………………………..………....9
BAB III PENUTUP........................................................................................... 10
A. Kesimpulan .................................................................................................10
B. Saran ........................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan perpaduan dari dua unsur utama (nafsu dan akal) tidak
mungkin bisa luput dari kesalahan sepanjang hidupnya. Allah SWT. dengan rahmat-
Nya memberikan jalan keluar bagi manusia saat terlanjur melakukan suatu kesalahan,
yaitu taubat, agar bisa kembali ke jalan yang benar. Perintah bertaubat disebutkan
berkali-kali oleh al-Qur’an, sebagian berbentuk komunikasi langsung, Sebagian lagi
berbentuk narasi (cerita). Beberapa ayat menjelaskan tentang taubat yang diterima
oleh Allah SWT. Dan sebagian yang lain menegaskan taubat yang tidak diterima. Oleh
karena itu, kami tertarik untuk meneliti ayat-ayat al-Qur'an yang berkenaan dengan
taubat. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman yang utuh tentang konsep
taubat perspektif al-Qur'an. Hasilnya adalah bahwa–berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an-
taubat tersusun dari empat unsur penting, yaitu penyesalan, segera menghentikan
maksiat, memohon ampunan,dan tekad kuat untuk tidak mengulangi lagi di masa depan.
Dari ayat-ayat yang lain ada dua syarat taubat, yaitu taubat harus segera dilakukan
dalam waktu dekat dalam arti yang sebenar-benarnya (tidak boleh ditunda-tunda) dan
harus disertai meningkatkan amal-amal shaleh.

Taubat merupakan kewajiban bagi setiap muslim baik laki-laki maupun


perempuan yang sudah terlanjur melakukan dosa dan kesalahan, baik yang dilakukan
secara sengaja atau tidak sengaja, baik yang ada hubungannya dengan Allah maupun
sesama manusia. Taubat merupakan kebutuhan yang fundamental,seperti kebutuhan
terhadap makan dan minum. Apabila tidak dilakukan, hati dan jiwa serta hubungan
dengan Allah dan kehidupan ruhaniahnya akan terganggu.Untuk mengembangkan unsur
rohaniah, Islam mengajarkan kepada manusia menjauhi segala dosa dan kemaksiatan
agar tidak mengotori akidah dan keimanan. Sebab dosa-dosa yang dikerjakan manusia
akan mengakibatkan timbulnya kegelisahan, kecemasan, dan sebagainya. Semuanya itu
menandakan bahwa kesehatan rohaniahnya terganggu.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Taubat?
2. Apa dalil Taubat?
3. Apa syarat Taubat?
4. Apa macam-macam Taubat?
5. Apa hikmah Taubat?

C. Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi dari taubat.

2. Agar mahasiswa dapat mengetahui dalil tentang taubat.

3. Agar mahasiswa dapat mengetahui syarat-syarat taubat.

4. Agar mahasiswa dapat mengetahui macam-macam taubat.

5. Agar mahasiswa dapat mengetahui hikmah hikmah taubat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Taubat
Secara etimologi taubat merupakan masdar dari ‫يزا ٘اة‬-‫راابة‬yang bermakna
kembali. Taubat secara terminologi syariat adalah menyesal dengan sepenuh hati
atas dosa yang telah lalu, memohon ampunan (istigfar) dengan lisan,
menghentikan kemaksiatan dari badan, bertekad untuk tidak mengulangi lagi
di masa depan. Sayyidina ‘Ali menuturkan bahwa taubat itu terhimpun dari enam
unsur, yaitu penyesalan terhadap dosa di masa lalu atau melaksanakan hal-hal yang
fardlu (jika taubat dari meninggalkan fardlu), mengembalikan harta benda yang
dizalimi pada pemiliknya, meminta maaf pada pihak yang dizalimi,bertekad untuk
tidak mengulangi perbuatan dosa itu lagi, dan berkomitmen untuk mendidik nafsu
dalam ketaatan pada Allah sebagaimana pernah menggiring nafsu pada kemaksiatan.
Taubat adalah suatu term yang terdiri dari tiga komposisi, yaitu ilmu, hal
(keadaan) dan perbuatan. Ilmu yang dimaksud di sini adalah mengetahui besarnya
resiko suatu perbuatan dosa dan juga meyakini bahwa dosa adalah penghalang
antara dirinya dengan segala sesuatu yang dicintainya. Ketika seseorang telah
memahami ilmu ini secara mendalam dalam hatinya, maka hatinya akan merasa
sakit sebab ia kehilangan segala yang dicintainya. Jika ia menyadari bahwa kehilangan
tersebut adalah akibat dari perbuatannya, maka ia akan merasa sedih dan susah.
Inilah yang disebut dengan penyesalan. Apabila rasa sakit ini semakin besar dan
menguasai hati, maka ia akan bertekad untuk melakukan apapun yang berkaitan
dengan masa sekarang, masa lalu dan masa depan. Masa sekarang adalah
bagaimanapun juga ia harus segera menghentikan perbuatan dosa yang sedang
ialakukan. Masa depan adalah bertekad untuk meninggalkan perbuatan dosa tersebut
hingga akhir hayat. Masa depan adalah memperbaiki kesalahan yang telah berlalu
dengan kebaikan-kebaikan dan amal saleh.

Dari penjelasan di atas pemahaman yang dapat ditangkap oleh penulis adalah
bahwa taubat memiliki empat unsur penting. Pertama, penyesalan dari kesalahan
dan dosa di masa lalu. Kedua, segera menghentikan kemaksiatan yang sedang
dilakukan. Ketiga, memohon ampunan (istigfar) pada Allah SWT. Keempat, tekad kuat
untuk tidak mengulangi lagi kesalahan tersebut di masa depan. Unsur terakhir inilah

3
yang mendorong orang untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan pada Allah
SWT dan bersikap lebih hati-hati dalam setiap perbuatannya. Unsur taubat yang
kedua, ketiga dan keempat di atas dapat dipahami dari surat Ali Imran ayat 135,
yaitu

‫ع ٰلى‬
َ ‫ُص ُّر ْوا‬ َ ‫ّٰللا فَا ْست َ ْغف َُر ْوا ِلذُنُ ْوبِ ِه ْۗ ْم َو َم ْن يَّ ْغف ُِر الذُّنُ ْو‬
‫ب ا ََِّّل ه‬
ِ ‫ّٰللاُ ْۗ َولَ ْم ي‬ َ ُ‫ظلَ ُم ْْٓوا ا َ ْنف‬
َ ‫س ُه ْم ذَك َُروا ه‬ َ ِ‫َوالَّ ِذيْنَ اِذَا فَعَلُ ْوا فَاح‬
َ ‫شةً ا َ ْو‬
‫َما فَ َعلُ ْوا َوهُ ْم يَ ْعلَ ُم ْون‬

Artinya:“Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji atau menzalimi


diri mereka sendiri, maka mereka segera ingat kepada Allah lalu memohon ampunan
atas dosa-dosa mereka. Siapakah yang mengampunidosa-dosa selain Allah. Dan
mereka tidak terus-menerus atas perbuatan dosa mereka, sedang mereka
mengetahui”.

B. Dalil-Dalil Taubat
1.) Surat An-Nisa [4] Ayat 17: Taubat Nasuha Menurut Al-Qur’an
Berkenaan dengan taubat nasuha, Allah swt berfirman dalam surah an-Nisa [4] ayat
17-18 yang berbunyi:
ْٰۤ ُ
‫ع ِل ْي ًما َح ِك ْي ًما‬ ‫علَ ْي ِه ْم ْۗ َو َكانَ ه‬
َ ُ‫ّٰللا‬ ‫ولىِٕكَ يَت ُ ْوبُ ه‬
َ ُ‫ّٰللا‬ ٍ ‫ّٰللا ِللَّ ِذيْنَ يَ ْع َملُ ْونَ الس ْۤ ُّْو َء بِ َج َهالَ ٍة ث ُ َّم يَت ُ ْوب ُْونَ مِ ْن قَ ِر ْي‬
‫ب فَا‬ َ ُ‫اِنَّ َما الت َّ ْوبَة‬
ِ ‫علَى ه‬
Artinya:“Sesungguhnya bertobat kepada Allah itu hanya (pantas) bagi mereka yang
melakukan kejahatan karena tidak mengerti, kemudian segera bertobat. Tobat mereka
itulah yang diterima Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (Surah an-Nisa
[4] ayat 17)

2.) Surat Al-furqon [25] Ayat 71


ِ ‫صا ِل ًحا فَ ِانَّهٗ يَت ُ ْوبُ اِلَى ه‬
‫ّٰللا َمتَابًا‬ َ ‫عمِ َل‬ َ ‫َو َم ْن ت‬
َ ‫َاب َو‬
Artinya: “Dan orang-orang yang bertobat dan mengerjakan amal saleh, maka
sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya” (QS.
al-Furqan/25: 71).

3.)Surat At-Tahrim [66] Ayat 8


‫اَّل ْنهٰ ُۙ ُر‬
َ ْ ‫ي مِ ْن تَحْ تِ َها‬ ْ ‫ت تَ ْج ِر‬ ٍ ‫س ِي ٰاتِ ُك ْم َويُدْخِ لَ ُك ْم َجنه‬ َ ‫ع ْن ُك ْم‬ َ ‫عسٰ ى َربُّ ُك ْم ا َ ْن يُّكَف َِر‬ َ ‫ص ْو ًح ْۗا‬ ِ ‫ٰ ْٓياَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ت ُ ْوب ُْْٓوا اِلَى ه‬
ُ َّ‫ّٰللا ت َْوبَةً ن‬
َ‫ي َو َّال ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا َم َعهٗۚٗ نُ ْو ُرهُ ْم َي ْس ٰعى َبيْنَ ا َ ْي ِد ْي ِه ْم َو ِبا َ ْي َمانِ ِه ْم َيقُ ْولُ ْونَ َربَّنَا ْٓ اَتْمِ ْم لَنَا نُ ْو َرنَا َوا ْغف ِْر لَن َۚٗا اِنَّك‬ ‫َي ْو َم ََّل يُ ْخ ِزى ه‬
َّ ‫ّٰللاُ النَّ ِب‬
َ ‫ع ٰلى ُك ِل‬
‫ش ْيءٍ قَ ِديْر‬ َ

4
Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat
yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-
kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang
beriman bersama dengannya; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di
sebelah kanan mereka, sambil mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk
kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala
sesuatu.”
C. Syarat-Syarat Taubat
Imam al-Ghazali dalam hal membagi syarat-syarat taubat berbeda dengan
ulama’ lainnya, misalnya Syaikh Muhammad al-Bayjuri, Imam an-Nawawi dan Imam
al-Qusyairy. Menurut para ulama’ ini, taubat dari segala dosa adalah wajib. Baik dosa
itu berupa dosa kecil atau dosa besar, baik yang nampak atau tidak (seperti penyakit
hati riya’, ‘ujub, dan lain-lain). Jika maksiat atau dosa itu terjadi hanya antara manusia
dan Allah saja, tidak berhubungan dengan hak manusia, maka taubatnya harus
memenuhi 3 (tiga) syarat, yaitu:
1. Pertama, menyesali semua perilaku yang menyimpang dari syara’
yang telah diperbuat, karena mencari ridha Allah.
2. Kedua, meninggalkan kesalahan dalam tingkahnya. Dan yang ketiga, bertekad untuk
tidak mengulangi perbuatan maksiatnya. Namun jika taubatnya berkaitan dengan
hak manusia, masih harus ada syarat lagi, yaitu menyelesaikan haknya pada orang
yang bersengketa tadi. Jika ia menzhalimi hartanya, mak ia harus mengembalikan
barang yang dizhalimi kepada pemiliknya, atau meminta pembebasan tanggungan
pada yang bersangkutan. Jika hak itu berupa had qazaf (hukuman menuduh zina)
atau sejenisnya, maka ia harus menjalankan atau meminta maaf kepada yang
bersangkutan.Sedangkan al-Ghazali membaginya menjadi empat macam,
diantaranya:
1. Pertama, meninggalkan perbuatan dosa dengan dibarengi tekad hati yang kuat bahwa
yang bersangkutan tidak akan mengulang dosa tersebut. Adapun jika seseorang
meninggalkan satu perbuatan dosa, tetapi dalam hatinya masih terlintas bahwa
mungkin saja suatu waktu dia akan mengerjakannya lagi, atau hatinya masih maju-
mundur dalam penghentian dosa tersebut maka, maka dia tidak dapat dikatakan
bertaubat. Dia hanya dapat dikatakan sebagai orang yang meninggalkan dosa, tetapi
bukan orang yang bertaubat.
5
2. Kedua, menghentikan dan meninggalkan semua dosa yang telah dia lakukan (pada
masa lalu) sebelum dia bertobat. Adapun jika seseorang meninggalkan dosa yang
tidak pernah dia lakukan, dia dinamakan sebagai orang yang menjaga diri, bukan
orang yang bertobat. Bukankah kamu tahu bahwa Nabi Muhammad Saw. itu selalu
suci dari kekufuran, sehingga tidaklah benar bila dikatakan bahwa Nabi Saw. bertobat
dari kekufuran? Sebab, Nabi Saw. tiada pernah dihinggapi kekufuran sedikit pun.
Adapun bila dikatakan Sayyidina Umar r.a. bertaubat dari kekufuran, hal ini tepat
karena beliau pernah melakukan dosa kekufuran.
3. Ketiga, dosa yang ditinggalkannya (sekarang) harus sepadan dengan dosa yang pernah
dilakukannya. Sepadan bukan dari sisi bentuk dosa, tetapi dari sisi tingkatan dosa.
Misalnya, seorang kakek renta dulunya adalah tukang zina dan tukang merampok.
Karena usia tua, dia sudah tidak bisa lagi melakukan dua perbuatan dosa itu. Sang
kakek tidak dapat dikatakan “bertaubat dari (dalam arti menahan diri dan
meninggalkan) dua perbuatan dosa itu”, toh dia sudah tidak mampu lagi
melakukannya. Maka, taubat yang tepat bagi kakek ini adalah dengan meninggalkan
dosa tersebut, yang masih bisa dilakukan. Misalnya, berdusta, menggunjing orang
lain, menuduh orang lain berbuat zina tanpa saksi, mengadu dosa dan sebagainya.
Dengan meninggalkan dosa yang sepadan ini, si kakek dapat bertaubat dari perbuatan
zina dan merampok yang dahulu pernah dilakukannya (meski sekarang dalam keadaan
tidak mampu lagi melakukannya).
4. Keempat, meninggalkan dosa harus karena mengagungkan Allah Swt. Bukan karena
takut yang lain, tetapi hanya takut dimurkai oleh Allah Swt., takut pada hukuman-Nya
yang pedih. Semata dengan niat seperti ini, tanpa dicampuri hal-hal yang lain. Tidak
boleh juga ada maksud keduniaan. Artinya, bukan karena takut orang lain dan bukan
juga takut dipenjara. Kalau taubat karena takut dipenjara, berarti taubat terhadap
penjara. Bukan taubat karena Allah. Jadi, taubat itu harus karena takut kepada murka
Allah, bukan karena takut dipenjara. Atau, bukan karena tidak punya uang. Kalau
taubatnya karena dia tidak punya uang, dia masih bisa saja melakukannya ketika
mempunyai uang, dan sebagainya. Itulah syarat-syarat taubat dan rukun-rukunnya.
Apabila empat syarat itu berhasil dan diamalkan secara penuh, itulah taubat yang
sesungguhnya. Taubat sejati. Itulah yang dinamakan dengan taubatan nasuha di dalam
al-Qur’an.
D. Macam-macam Taubat
Adapun macam-macam pembagian taubat adalah sebagai berikut:
6
1. Wajib
Disebut taubat yang wajib ialah taubat dikarenakan meninggalkan perintah atau
meninggalkan larangan-Nya. Taubat ini wajib dilakukan bagi setiap orang mukallaf
sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah Swt.
3. Sunnah

Disebut taubat sunnah ialah taubat yang dilakukan karena meninggalkan perkara-
perkara yang dianjurkan. Barangsiapa yang melakukan jenis taubat yang pertama maka
dia termasuk ke dalam orang-orang yang baik, dan barangsiapa yang melakukan jenis
taubat yang kedua maka dia termasuk ke dalam bagian orang-orang yang pertama
dimasukkan ke dalam surgaBarangsiapa yang tidak melakukan jenis taubat yang
pertama maka dia merupakan termasuk orang-orang yang zalim (menempatkan sebuah
perkara yang bukan pada tempatnya), adakalanya dia termasuk orang-orang yang kafir,
dan adapun juga dia termasuk orang-orang yang fasik (fasik sesuatu yang buruk dan
mencakup segala sesuatu yang dianggap merusak).Ulama sufi banyak
mengkategorikan macam-macam taubat.

Menurut Hasyim Muhammad dalam tradisi tasawuf taubat itu


dikategorikan ke dalam tiga macam:
1. Taubat bagi kalangan awwam
Yaitu taubat pada tingkatan dasar. Seseorang yang ingin bertaubat dianjurkan
untuk memenuhi persyaratannya paling minimal, yaitu menyesali perbuatan yang telah
dilakukan dengan sepenuh hati serta meninggalkan perilaku perbuatan tersebut untuk
selama-lamanya. Lebih dari itu juga yang paling utama berdasarkan keyakinan bahwa
tidak akan mengulanginya lagi kesalahan yang sama.
2. Taubat dari yang baik menuju ke yang lebih baik
Seseorang yang ingin bertaubat pada tingkatan ini, dianjurkan untuk kembali
dari yang baik kepada yang lebih baik. Didalam dirinya tumbuh rasa semangat untuk
senantiasa selalu meningkatkan kadar kebaikan dan ketaatan untuk
menjadi yang lebih baik lagi dan juga ketaatan.
3. Taubat dari yang terbaik menuju kepada Allah Swt
Seseorang yang bertaubat pada tingkatan ini akan melakukan yang terbaik tanpa
motivasi apapun dari orang lain kecualikarena Allah Swt. dan untuk Allah Swt.
Seseorang pada tingkatan ini secara langsung akan mencapai derajat wara’. Menurut
Syeikh ‘Abd al-Qadir al-Jailani tingkatan taubat dibagi dalam dua jenis, yaitu:

7
1. Taubat bagi kalangan awwam
Ialah berusaha akan meninggalkan perbuatan dosa dan masuk ke dalam dunia
yang penuh dengan amal saleh melalui zikir kepada Allah Swt, serta meninggalkan
hawa nafsu. Dia juga harus meningalkan semua yang dilarang-Nya dan melakukan
segala yang diperintahkan-Nya.
2. Taubat mukmin sejati
Yaitu hamba Allah yang sebenarnya, berbeda dengan orang awwam. Mereka
itu berada pada tingkatan hikmah dan makrifat tentang ketuhanan, suatu peringkat yang
lebih tinggi kedudukannya dari pada keadaan yang paling tinggi pada tingkatan orang
awwam. Al-Ghazali juga membagi karakteristik dan tingkatan orang yang bertaubat
empat bagian, yaitu:
1. Orang yang melakukan maksiat bertaubat dan ia istiqamah
terhadap taubatnya itu hingga akhir hayat, berusaha untuk menutupi
kekurangannya dan tidak akan kembali lagi untuk melakukan perbuatan dosa.
Keistiqamahan seperti inilah yang disebut sebagai orang yang berlomba-lomba dalam
melakukan kebaikan dan orang yang mengubah keburukan dengan kebaikan. Taubat
yang ini disebut sebagai Taubatan Nasuha yang dalam hatinya terdapat ketenangan (al-
nafs al-sakinah wa al-muthmainnah) yang kembali kepada Tuhannya dengan hati yang
puas dan diridhai-Nya.
2. Orang yang bertaubat dan istiqamah dalam ketaatan serta
meninggalkan segala keburukan. Kecuali, sesungguhnya ia tidak mampu
terhindar dari dosa yang menimpanya secara tidak sengaja, kemudian dia meyalahkan
dirinya sendiri, menyesal lalu memperbaiki niatnya untuk menghindari dari faktor-
faktor yang dapat menimbulkannya untuk melakukan dosa. Jiwa seperti ini disebut
sebagai jiwa yang mencela dirinya sendiri (al-nafs al-lawwamah).
3. Orang yang bertaubat serta meneruskan keistiqamahannya
dalam kurun waktu yang pendek kemudian ia dapat dikuasai oleh syahwat
disebagian perbuatan-perbuatan maksiat. Hal ini dikarenakan ketidakmampuannya
dalam menundukan syahwatnya. Walaupun demikian ia tetap melakukan ketaatan
dan meninggalkan perbuatan dosa tetapi sebenarnya ia mampu dan nafsu untuk
melakukannya.
4. Orang yang bertaubat suatu ketika ia berjalan di atas jalur
istiqamah kemudian kembali keperbuatan-perbuatan dosa tanpa membisikkan
kedalam hatinya untuk bertaubat dan menyesali segala perbuatannya. Akan tetapi ia
8
semakin tergoda dalam kelalaian demi mengikuti nafsu syahwatnya. Orang seperti ini
digolongkan kepada golongan yang berpaling, jiwa yang selalu menyeru kepada
kejahatan(al-nafs al-amarah bi al-su’) jiwa seperti ini dikhawatirkan akan terjerumus
kedalam su’ulkhatimah.
E. Hikmah Taubat
Hikmah taubat yang secara garis besar sebagai berikut ini:
a. Penghapusan keburukan dan akan masuk surga dengan ampunan.
b. Memperbarui iman.
c. Menagalahkan musuh yang abadi, yaitu setan.
d. Mengalahkan segala nafsu yang akan mengarah kepada keburukan.
e. Mendapatkan cinta Allah Swt
Taubat memiliki hikmah yang sangat penting dalam rangka menyadari semua
kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan, menyesali perbuatan yang pernah
dilakukan dan memohon ampunan kepada Allah Swt. disertai tekat yang kuat untuk
meninggalkan kesalahan yang pernah dilakukan. Taubat yang dilakukan seseorang
diharapkan akan menghasilkan hikmah yang sangat bermanfaat bagi dirinya.
Hikmah-hikmah itu antara lain sebagai berikut:
a. Terhapusnya segala dosa dan perbuatan keji yang pernah dilakukan.
b. Memperbarui iman dan meningkatkan kualitasnya.
c. Lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt.
d. Mengganti keburukan dengan kebajikan.
e. Menundukkan hati untuk senantiasa patuh atas segala perintah-Nya.
f. Meningkatkan kecintaan kepada Allah Swt.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa taubat adalah suatu tindakan untuk Kembali kepada
Allah dengan melepaskan dosa yang pernah dilakukan, kemudian bertekad untuk tidak
mengulanginya lagi. Kita sebagai orang islam diperintahkan untuk selalu
menyegerakan bertaubat tanpa menunda nunda atas segala kesalahan yang telah
diperbuat dengan taubat semurni murninnya disertai dengan mempelajari syariat islam.
Dengan bertaubat akan berimplikasi terhadap kehidupan kita baik jasmani maupun
rohani, didunia maupun diakhirat. Karena orang yang telah bertaubat akan tenang
hatinya sehingga dalam melakukan segala hal tidak terombang ambing dengan yang
namanya dosa.
B. Saran
Kami sebagai pembuat makalah, menyadari bahwasannya dalam pembuatan
makalah ini masih banyak mengalami kekurangan dikarenakan dalam pembuatan
makalah ini masih banyak kekurangan dari segi sumber dan waktu, untuk itu kami
berharap kritik dan saran yang dari pembaca agar kedepannya makalah ini menjadi
makalah yang jauh lebih baik dari sebelumnya.
.

10
DAFTAR PUSTAKA

Sumber syarat Taubat :Jurnal Aqidah UIN Alauddin Makassar Vol 5, 2019

Konsep taubat menurut Sheikh Abdul Qadir Al Jailani :Jurnal UIN Ar-Raniry Banda Aceh,
2018Surur, M. (2018). Konsep Taubat dalam Al Qur'an. KACA (Karunia Cahaya Allah):
Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin, 8(2), 115-131.

11

Anda mungkin juga menyukai