Konsep Kritik Sanad (Akbar Budiman)
Konsep Kritik Sanad (Akbar Budiman)
tambahkan kaedah
mayor kritik kesahihan sanad
bukan kedaifan.
kritik minor
Oleh:
Akbar Budiman A
NIM: 80200223023
DOSEN PENGAMPU:
Dr. Darsul S Puyu, M.Ag.
Kalimat pujian dengan segala pujian kepada Sang Khalik. Tasbih dan dzikir
yang tiada henti hanya kepada-Nya. Syukur tiada ujung atas rahmat dan nikmat
yang telah diberikan kapada hamba-Nya. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada Nabi Agung seluruh alam Nabi Muhammad Saww dan juga
kepada keluarganya. Semoga kita termasuk pengikutnya yang setia dan
mendapatkan syafa’atnya di hari tiada pertolongan selain rahmat-Nya dan syafaat
Nabi-Nya.
Sebelumnya, Kami ucapkan segenap cinta dan terima kasih kepada dosen
pembimbing dalam mata kuliah Filsafat Ilmu dan semua yang tak bisa penulis
sebutkan satu-persatu yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian
makalah ini. Penulis memahami makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka,
kritik dan saran sangat penulis butuh kan guna memperbaiki dan membuat makalah
ini jauh lebih baik. semoga makalah ini bermanfaat dalam dunia intelektual
khususnya bagi penulis sendiri.
Akbar Budiman A.
Daftar Isi..................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................. 2
BAB II .................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
PENUTUP ............................................................................................................ 18
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 18
B. Implikasi ............................................................................................................. 19
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kritik sanad?
2. Apa urgensi kritik sanad?
3. Apa objek kritik sanad?
4. Apa tujuan penelitian hadis?
5. Apa tahapan-tahapan dalam melakukan penelitian sanad hadis melalui
teori jarh dan ta’dil?
Ibid,. h. 230.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kritik Sanad
Kritik sanad dalam ilmu hadis dikenal dengan istilah naqd al-sanad (نقد
)السندterdiri dari dua suku kata yang berpola mudof (sandar) dan mudof ilaih
(sandar kepadanya). Kata naqd secara bahasa merupakan bentuk maṣdar dari
kata naqada yanqudu naqdan ( )نقدا ينقد نقدyang dapat berarti; memilih,
membedakan, mengkritik atau memisahkan antara mata uang yang baik dan
buruk.3 Oleh karena itu, kata naqd dari segi bahasa dapat bermakna mengkritik
sesuatu agar dapat membedakan dan memisahkan sesuatu dari yang baik dan
buruk, lalu memilih salah satunya. Sementara kata al-sanad السندjuga
merupakan bentuk maṣdar dari asal kata سند يسند سنودا/ سنداyang dapat berarti
bersandar, menyandarkan atau menegakkan dengan kokoh.4 Oleh karena itu,
kata al-sanad secara bahasa dapat dimaknai dengan penyandaran kepada
sesuatu sebagai penghubung yang saling mengokohkan.
Adapun menurut istilah, al-sanad sebagaimana yang dijelaskan oleh
Muḥammad ‘Ajjaj al-Khaṭib ialah: “Jalan menuju matan, yaitu silsilah para
perawi yang memindahkan matan dari sumbernya yang pertama”.5 Sementara
menurut al-Sakhawi ialah Jalan yang menghubungkan kepada matan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dipahami bahwa sanad adalah
rentetan mata rantai para perawi hadis yang saling terhubung untuk
memindahkan matan hadis dari sumber pertamanya atau silsilah para perawi
yang dapat menghubungkan kepada matan sebuah hadis. Oleh karena itu, dapat
pula dipahami bahwa kritik sanad (naqd al-sanad) ialah meneliti keadaan para
perawi yang terlibat dalam penyandaran hadis dengan kriteria-kriteria / syarat
keṣaḥiḥ-an sanad. Muḥammad Ṭhir al-Jawabī menjelaskan bahwa naqd al-
ḥadis menurut istilah ialah:
3
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1411 H/ 1990
M), h. 464
4
Ibid,. h. 181.
5
Muḥammad Ajjāj bin Muḥammad Tamīm bin Ṣāliḥ bin ‘Abdullah al-Khatīb, Uṣūl al-
Ḥadīṡ, ‘Ulūmuh wa Muṣṭalaḥuh, (Bairūt: Dār al-Fikr, 1427 H/2006 M), h. 22
”Ilmu kritik hadis adalah penetapan status cacat atau adilnya para perawi
hadis dengan menggunakan idiom khusus berdasarkan bukti-bukti yang
mudah diketahui oleh para ahlinya, dan mencermati matan-matan hadis
sepanjang telah dinyatakan sahih dari aspek sanad untuk tujuan mengakui
validitas atau menilai lemah, dan upanya menyingkap kejanggalan pada
matan hadis yang telah dinyatakan sahih, mengatasi gejala kontradiksi
pemahaman hadis dengan mengaplikasikan tolak ukur yang mendetail”.
Penjelasan dari Muḥammad Ṭāhir tersebut secara umum tentang kritik hadis
yang meliputi kritik sanad dan matan. Namun dalam penjelasannya, ia juga
menyebutkan tentang kritik sanad, yaitu; “penetapan status cacat atau adilnya para
perawi hadis dengan menggunakan idiom khusus berdasarkan bukti-bukti yang
mudah diketahui oleh para ahlinya. Penjelasan-penjelasan tersebut menunjukkan
bahwa kritik sanad ialah penelitian terhadap hadis dengan meneliti keadaan setiap
perawi yang terlibat dalam proses penyampaian dan penyandaran hadis (sanad)
dengan melihat kriteria-kriteria tertentu untuk menetapkan cacat atau adilnya
seorang perawi. Sedangkan tujuan kririk sanad ialah sebagai upaya untuk
memisahkan atau membedakan antara sanad yang berkualitas ṣaḥīḥ (kuat) dan yang
berkualitas ḍa‘īf (lemah / buruk).
6
M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis:Telaah Kritis dan Tinjauan dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1995), h. 4.
penelitian lagi. Penelitian terhadap hadis mutawātir tetap saja dapat dilakukan,
hanya saja yang menjadi tujuan utama penelitian bukanlah untuk mengetahui
bagaimana kualitas sanad hadis terkait, melainkan untuk mengetahui dan
membuktikan apakah benar hadis tersebut berstatus mutawātir atau tidak.
7
Ulfah Zakiyah, Muhammad Ghifari, (AL-ISNAD: Journal of Indonesian Hadist Studies,
vol 3.), h. 67.
merupakan pedoman ajaran Islam dan karenanya riwayat hadis haruslah
terhindar dari yang meragukan.
2. Penelitian Matan Hadis Dalam penelitian terhadap hadis tidak cukup hanya
dengan penelitian sanad saja tapi mengabaikan matan. Karena keduanya
merupakan satu kesataun jika sanad sebagai pembawa berita dan matan
adalah beritanya. Sejak pertengahan abad kesembilan belas para pemikir
Muslim menghadapi banyak tantangan berulang terhadap gagasan Islam
klasik tentang autoritas keagamaan. Pergolakan di dunia Muslim telah
mendorong meluasnya pengujian kembali sumber-sumber klasik hukum
Islam karena orang muslim telah berjuang untuk memelihara, menyesuaikan
atau mendefinisikan kembali norma-norma sosial dan menghadapi kondisi
yang berubah (Daniel W. Brown, 2000).
Seperti halnya dengan pesan Tuhan yang absolut dan universal yang
hadir dalam latar belakang sejarah dan pengambilan fokus sejarah dan
mengambil fokus bahasa dan tulisan, maka tidak bisa tidak ia harus hadir
dalam warna partikular, sekalipun pesannya tetap absolut dan universal. Lalu,
karena perjalanan sejarah yang panjang tidak menutup kemungkinan bagi
para penganutnya, terutama kalangan agamawan untuk melakukan
interpretasi terhadap kitab suci. Interpretasi yang terlalu liberal bisa saja
terlalu melenceng dari doktrin tauhid yang sesungguhnya, sehingga doktrin
tauhid yang semula masih murni dan sederhana lalu berubah oleh tangan-
tangan manusia yang tidak terkendali (Yunasril Ali, 2012).
Hal ini juga terjadi ketika kita berbicara pada ranah hadis, dalam
menyikapi matan hadis ada yang membaca hadis dengan sangat tekstual saja
sehingga hadis yang dibaca menjadi sangat sempit dan reterlek. Sedangkan
ada pula yang membaca hadis dengan pembacaan yang sangat kontekstual
dan tidak jarang jauh dari teksnya itu sendiri sehingga pembacaannya pun
menjadi luas namun tidak jarang kabur dari makna yang sebenarnya.
Tujuan pokok penelitian hadits, baik dari segi sanad maupun matan adalah
untuk mengetahui kualitas hadits yang diteliti. Kualitas hadits sangat perlu
diketahui dalam hubungannya dengan kehujahan hadits yang bersangkutan.
Hadits yang kualitasnya tidak memenuhi syarat dan tidak dapat digunakan
sebagai hujjah. Pemenuhan syarat itu diperlakukan karena hadits merupakan
salah satu sumber ajaran Islam. Penggunaan hadits yang tidak memenuhi syarat
akan mengakibatkan ajaran Islam tidak sesuai dengan apa yang seharusnya.
Ulama hadits sesungguhnya telah melakukan penelitian terhadap seluruh hadits
yang ada, baik yang termuat dalam berbagai kitab hadits maupun yang termuat
dalam berbagai kitab nonhadits. Kalau begitu apakah penelitian hadits masih
diperlukan juga pada saat sekarang ini? Untuk menjawab pertanyaan tersebut
terlebih dahulu perlu dijelaskan beberapa hal sebagi berikut:8
1) Hasil penelitian yang telah dikemukakan oleh para ulama pada dasarnya
tidak terlepas dari hasil ijtihad. Suatu hasil ijtihad tidak terlepas dari dua
kemungkinan, yakni benar dan salah. Jadi, hadtis tertentu yang dinyatakan
berkualitas oleh seorang ulama hadits masih terbuka kemungkinan
ditemukan kesalahannya setelah setelah dilakukan penelitian kembali secara
lebih cermat.
2) Pada kenyataannya tidak sedikit hadits yang dinilai shohih oleh ulama hadits
tertentu, tetapi dinilai tidak shahih oleh ulama hadits lainnya. Padahal suatu
berita tidak terlepas dari dua kemungkinan, yakni benar atau salah. Dengan
demikian penelitian masih perlu dilakukan, minimal untuk mengetahui
sebab-sebab perbedaan hasil penelitian itu.
3) Pengetahuan manusia berkembang dari masa ke masa. Perkembangan
pengetahuan itu sudah selayaknya dimanfaatkan untuk melihat kembali
hasil-hasil penelitian yang telah lama ada.
4) Ulama hadits adalah manusia biasa, yang tidak terlepas dari berbuat salah.
Karenanya tidak mustahil bila hasil; penelitian yang telah mereka
kemukakan, masih dapat ditemukan letak kesalahannya setelah dilakukan
penelitian kembali.
5) Penelitian hadits tidak terlepas dari penelitian sanad dan matan dalam
penelitian sanad, pada dasarnya yang dteliti adalah kualitas peribadi dan
kapasitas intelektual para periwayat yang terlibat dalam sanad, di samping
8
Ibid,. h. 70.
metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat itu.
Menilai pribadi seseorang tidaklah semudah menilai benda mati. Dapat saja
seseorang dinyatkan baik pribadinya, padahal kenyataan yang
sesungguhnya adalah sebaliknya. Kesulitan menilai pribadi seseorang ialah
karena pada diri seseorang terdapat berbagai dimensi yang dapat
mempengaruhi pribadinya. Karenanya tidaklah mengeherankan bila dalam
menilai periwayat hadits, tidak jarang ulama berbeda pendapat. Ini berarti,
peneliyian memang tidak hanya diperlukan kepada periwayat saja, tetapi
juga kepada ulama yang menilai para periwayat tersebut.
Al-Jarh secara bahasa merupakan isim mashdar yang berarti luka yang
mengalirkan darah atau sesuatu yang dapat menggugurkan ke’adalahan seseorang.
Al-Jarh menurut istilah yaitu terlihatnya sifat pada seorang perawi yang dapat
menjatuhkan ke’adalahannya, dan merusak hafalan dan ingatannya, sehingga
menyebabkan gugur riwayatnya, atau melemahkannya hingga kemudian ditolak.
At-Tajrih yaitu memberikan sifat kepada seorang perawi dengan sifat yang
menyebabkan penda’ifan riwayatnya, atau tidak diterima riwayatnya. Adapun al-
Adlu secara bahasa adalah apa yang lurus dalam jiwa; lawan dari durhaka. Dan
seorang yang adil artinya kesaksiannya diterima; dan At-Ta’dil artinya
mensucikannya dan membersihkannya. Al-‘Adlu menurut istilah adalah orang yang
tidak nampak padanya apa yang merusak agamanya dan perangainya, maka oleh
sebab itu diterima beritanya dan kesaksiannya apabila memenuhi syarat-syarat
menyampaikan hadits. At-Ta’dil yaitu pensifatan perawi dengan sifat-sifat yang
mensucikannya, sehingga nampak ke’adalahannya, dan diterima beritanya.9
Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi lmu Hadits, (Jakarta Timur: Pustaka Al-
9
Kautsar, 2005) h. 78
10
Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahu‟l-Hadits,Cet. Ke-1, (Bandung: PT Al-Ma‟arif,
1974), h. 268
11
Mudasir, “Ilmu Hadits”, (Bandung: Pustaka Setia), 1999, h.51v
12
Ulfah Zakiyah, Muhammad Ghifari, (AL-ISNAD: Journal of Indonesian Hadist Studies,
vol 3.), h. 80.
Dalam satu kasus tak jarang seorang ulama kritkus hadis menilai seorang perawi
dengan lafal laisa bihi ba’sun, sedangkan dalam kondisi lain dinilai dengan lafal
ḍa‘īf. Tentu hal ini akan membingungkan karena kedua lafal tersebut memiliki
makna dan tingkatan yang berbeda. Melihat perbedaan-perbedaan tersebut para ahli
hadis menyusun sebuah teori dan kaidah al-jarḥ wa al-ta’dīl sebagai sebuah langkah
solutif dalam menyelesaikannya secara objektif. Berikut adalah kaidah al-jarḥ wa
al-ta‘dil yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam meneliti sebuah
hadis:
13
Abdul Gaffar Bedong, dan Muhammad Ismail Maggading, al-Jarḥ wa al-Ta‘dīl
Konstruksi Aplikatif Terhadap Penilaian Hadis (Sleman: Bintang Pustaka Madani, 2021 h. 92
14
Ibid,. h.93.
hanya mengemukakan pujian terhadap perawi yang sama. Jumhur Ulama
mengatakan bahwa penjelasan ketercelaan yang dikemukakan itu haruslah
relevan dengan upaya penelitian. Kemudian bila kritikus yang memuji telah
mengetahui sebab-sebab ketercelan perawi yang dinilainya itu memang tidak
relevan ataupun tidak ada lagi, maka kritikan yang memuji tersebut yang harus
dipilih
4. Apabila kritikus yang mencela tergolong daif maka kritikannya terhadap yang
ṡiqah tidak diteima. Jika yang memberikan kritik adalah orang yang tidak
ṡiqah, sedangkan yang dikritik adalah orang yang ṡiqah, kritikan tersebut
ditolak. Alasannya, karena orang yang ṡiqah dikenal lebih berhati-hati dan
cermat dibanding dengan orang yang tidak ṡiqah. Ulama ahli kritik mendung
pendapat ini. Alasannya, orang yang bersifat ṡiqah dikenal lebih berhatihati
dan lebih cermat daripada orang yang tidak ṡiqah. Selain itu, kritikus yang lebih
lemah daripada perawi secara otomatis akan terkalahkan dalam pemenuhan
syarat keadilan.
5. Al-jarḥ tidak diterima, kecuali setelah ditetapkan atau diteliti dengan adanya
kekhawatiran kesamaan tentang orang yang dicela. Apabila nama perawi
mempunyai kesamaan atau kemiripan dangan nama perawi lain, lalu salah satu
perawi itu dikritik dengan celaan, maka kritikan itu tidak dapat diterima,
kecuali setelah dipastikan bahwa kritikan itu terhindar dari kekeliruan akibat
dari kesamaan atau kemiripan dari nama perawi tersebut. Suatu kritikan harus
jelas sasarannya. Dalam mengkritik pribadi seorang, maka orang yang dikritik
haruslah jelas dan terhindar dari keraguan-keraguan atau kekacauan.
6. Al-jarḥ yang dikemukakan oleh yang mengalami permusuhan duniawi tidak
perlu diperhatikan. Jika kritikus yang mencela perawi tertentu memiliki
permusuhan dalam masalah keduniaan dengan pribadi perawi yang dikritik
dengan celaan itu, kritikan tersebut harus ditolak. Hal ini menimbulkan suatu
penilaian yang sifatnya subjektif dikarenakan bersumber dari kebencian. Dari
beberapa kaidah yang disertai dengan alasannya masing-masing tersebut, maka
yang harus dipilih adalah teori yang mampu menghasilkan penilaian yang lebih
objektif terhadap perawi hadis yang dinilai keadaan pribadinya. Dinyatakan
demikian karena tujuan penelitian yang sesungguhnya bukanlah untuk
mengikuti teori tertentu, melainkan penggunaan teori-teori itu sebagai upaya
memperoleh hasil yang lebih mendekati kebenaran, bila kebenaran itu sulit
dihasilkan. Dengan demikian, keberadaan kaidah-kaidah tersebut merupakan
alat bantu untuk untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh seorang
peneliti dalam melakukan penelitian terhadap kualitas pribadi seorang perawi
yang terkait dengan al-jarḥ wa al-ta’dīl dan digunakan sesuai situasi yang
dialami oleh seorang peneliti.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kritik sanad dalam ilmu hadis dikenal dengan istilah naqd al-sanad. kritik
sanad ialah penelitian terhadap hadis dengan meneliti keadaan setiap perawi yang
terlibat dalam proses penyampaian dan penyandaran hadis (sanad) dengan melihat
kriteria-kriteria tertentu untuk menetapkan cacat atau adilnya seorang perawi.
Sedangkan tujuan kririk sanad ialah sebagai upaya untuk memisahkan atau
membedakan antara sanad yang berkualitas ṣaḥīḥ (kuat) dan yang berkualitas ḍa‘īf
(lemah / buruk).
Kritik sanad hadis merupakan kegiatan yang sangat penting untuk
dilakukan. Hal tersebut dikarenakan tujuan pokok dari penelitian sanad hadis
adalah untuk mengetahui kualitas sanad sebuah hadis yang diteliti dari segi ṣaḥīḥ
atau ḍa‘if-nya. Kualitas sanad hadis juga sangat perlu untuk diketahui dalam
hubungannya dengan kehujjahan hadis yang bersangkutan. Sanad hadis yang
kualitasnya tidak memenuhi syarat ṣaḥīḥ tidak dapat digunakan sebagai hujjah
karena sanad yang ḍa‘if akan menyebabkan sebuah hadis menjadi ḍa‘if sehingga
hadis tersebut tidak dapat dijadikan hujjah.
Dalam objek penelitian hadis terbagi kedalam dua bagian, yaitu rangkain
para periwayat yang menyampaikan riwayat hadis yang dikenal dengan istilah
sanad, dan materi atau matn hadis itu sendiri. Tujuan pokok penelitian hadits, baik
dari segi sanad maupun matan adalah untuk mengetahui kualitas hadits yang
diteliti. Kualitas hadits sangat perlu diketahui dalam hubungannya dengan
kehujahan hadits yang bersangkutan.
Al-Jarḥ wa al-ta‘dīl merupakan sebuah upaya untuk mengetahui kualitas
seorang perawi hadis dan dapat berpengaruh terhadap diterima atau ditolaknya
hadis yang disampaikan oleh perawi tersebut. Dr. Ajjaj Khatib mendefinisikannya
sebagai berikut: "Ialah suatu ilmu yang membahas hal ihwal para rawi dari segi
diterima atau ditolak periwayatannya".15 Ulama lain mendefinisikan al-jarh wa al
Ta'dil dengan: "Ilmu yang membahas tentang para perawi hadis dari segi yang
15
Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahu‟l-Hadits,Cet. Ke-1, (Bandung: PT Al-Ma‟arif,
1974), h. 268
dapat menunjukan keadaan mereka, baik yang dapat mencacatkan atau
mebersihkan mereka, dengan ungkapan atau lafadz tertentu.
B. Implikasi
Pembahasan dan kesimpulan yang telah dirumuskan sebelumnya diharapkan
dapat berimplikasi posistif serta membangun terhadap pembaca dalam memahami
konsep kritik sanad. Terkhusus bagi mahasiswa, penggiat, penuntut ilmu yang
sedang mengkaji konsep kritik sanad. Dan lebih khusus lagi bagi para pendidik
yang mengajar Studi Qur’an.
Daftar Pustaka
Kamaluddin Ahmad, Naqd As-sanad: Metodologi Validasi Hadist Shahih , Vol. 3 MUSHAF
JOURNAL : Jurnal Ilmu Al Quran dan Hadis
Yunus , Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT. Hidakarya Agung
Muḥammad Ajjāj bin Muḥammad Tamīm bin Ṣāliḥ bin ‘Abdullah al-Khatīb, Uṣūl al-Ḥadīṡ,
‘Ulūmuh wa Muṣṭalaḥuh, Bairūt: Dār al-Fikr, 1427 H/2006M
M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis:Telaah Kritis dan Tinjauan dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1995
Ulfah Zakiyah, Muhammad Ghifari, AL-ISNAD: Journal of Indonesian Hadist Studies, vol 3.
Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi lmu Hadits, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2005
Rahman, Fatchur, Ikhtisar Mushthalahu, Bandung: PT Al-Ma‟arif, 1997
Mudasir, Ilmu Hadits, Bandung: Pustaka Setia, 1999
Gaffar Bedong, Abdul dan Ismail Maggading, Muhammad, al-Jarḥ wa al-Ta‘dīl Konstruksi
Aplikatif Terhadap Penilaian Hadis. Sleman: Bintang Pustaka Madani, 2021
Rahman ,Fatchur, Ikhtisar Mushthalahu al-Hadits, Bandung: PT Al-Ma‟arif, 1974