Anda di halaman 1dari 1

Stevanus Dimas Pangestu (6122201032)

Meraba Geliat Demokrasi Indonesia Dalam Pemilu

Indonesia sedang berada pada permulaan pesta demokrasi. Beberapa orang dan partai politik sudah
mulai mencari siasat untuk memenangkan hati rakyat. Ada yang sedang mencari siapa yang akan
bersekutu dengannya. Ada pula yang mencoba menebar citra di tengah masyarakat. Bahkan ada
juga yang dengan tenang menghimbau agar masyarakat bijak dalam memilih kelak. Namun
permasalahannya ialah bukan kepada siapa mereka bersekutu. Hal yang menjadi kekhawatiran
adalah intensi, aksi bahkan cara para politikus mencari atensi masyarakat. Cukup banyak masyarakat
mengkhawatirkan terulangnya Kembali permainan politik identitas menjelang pemilu. Pemilu-pemilu
terdekat menjadi salah satu fasad runtuhnya demokrasi di Indonesia.

Outline :

Paragraf 1: Pada paragraf ini penulis berusaha memberikan sedikit narasi singkat berupa pernyataan
yang mencoba melihat bagaimana potret demokrasi Indonesia hari ini. Terutama menjelang pemilu
yang akan datang.

Paragraf 2: Dalam paragraf ini kelak akan dipaparkan gambaran dari pemilu Indonesia yang terakhir
dialami. Misalnya adalah potret dalam kasus Pilkada Jakarta yang terjadi yakni antar Anies dan Ahok
bahkan juga Pemilu Presiden antara Jokowi dan Prabowo. Dalam pilkada ini tensi demokrasi
dipenuhi dengan politik identitas. Permainan politik identitas ini kelak memecah masyarakat dalam
berbagai kelompok. Pemilu menjadi ajang saling menjatuhkan bukannya memperdalam misi dan visi
antar calon pemimpin sehingga memantapkan pilihan masyarakat.

Paragraf 3: Paragraf ini mencoba mulai menjabarkan bentuk dari politik identitas yang dimainkan
saat pemilu-pemilu itu. Potret yang paling kentara ialah kampanye bernadakan populisme dan
nativisme agama. Hal itu terekam dalam jejak maya yang semakin mempermudah huru-hara public.

Paragraf 4: Pada paragraf keempat ini penulis mencoba memaparkan bahwa para aktor yang
memainkan politik identitas semisal populisme dan nativisme agama adalah para demagog. Mereka
jelas-jelas menjadi musuh bagi kesatuan bangsa dan demokrasi. Di sini akan berusaha dijabarkan
bagaimana tindakan para demagog ini adalah praktik dari pengamalan suatu ideologi yang
mengambang. Dengan demikian mereka membuat kesatuan rakyat menjadi terfragmentasi. Dan
itulah krisis dari demokrasi.

Paragraf 5: Penulis berusaha memberikan suatu solusi agar masyarakat memilih calon pemimpin
yang demokratis bukannya demagog yang berkedok nasionalis. Harapannya dengan demikian
masyarakat bisa turut membangun dan merawat iklim demokrasi Indonesia ke arah pertumbuhan
yang mendewasakan.

Anda mungkin juga menyukai