Anda di halaman 1dari 17

Universitas Pamulang S1-PPKn

PERTEMUAN KE : 19
BADAN PERADILAN UMUM DAN KHUSUS

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi ini mahasiswa “diharapkan mampu untuk
memahami dan menjelaskan tentang badan peradilan umum dan badan peradilan
khusus

B. URAIAN MATERI
Pengertian Peradilan Umum
Peradilan dalam istilah inggris disebut judiciary dan rechspraak dalam
bahasa Belanda maksudnya adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
tugas Negara dalam menegakan hukum dan keadilan. Menurut R.Subekti dan R.
Tjitrosoedibio, pengertian peradilan adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan tugas Negara untuk menegakkan hukum dan keadilan. Penggunaan
istilah Peradilan (rechtspraak/judiciary) menunjuk kepada proses untuk
memberikan keadilan dalam rangka menegakan hukum (het rechtspreken),
sedangkan pengadilan ditujukan kepada badan atau wadah yang memberikan
peradilan. Jadi pengadilan bukanlah merupakan satu satunya wadah yang
menyelenggarakan peradilan. Pengertian peradilan menurut Sjachran Basah,
adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas dalam memutus perkara
dengan menerapkan hukum, menemukan hukum in concreto dalam
mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materil, dengan
menggunakan cara procedural yang ditetapkan oleh hukum formal.392
Dalam kamus Bahasa Indonesia, peradilan adalah segala sesuatu
mengenai perkara peradilan.393 Peradilan juga dapat diartikan suatu proses
pemberian keadilan disuatu lembaga. 394 Dalam kamus Bahasa Arab disebut
dengan istilah qadha yang berarti menetapkan, memutuskan, menyelesaikan,
mendamaikan. Qadha menurut istilah adalah penyelesaian sengketa antara dua

392
Sjachran Basah, Mengenal Peradilan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 9
393 Cik Hasan Basri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 2.
394 Mohammad Daud Ali, Pengantar Ilmu Hukum dan tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada 2005), hal. 278

Konstitusi dan UUD 1945 331


Universitas Pamulang S1-PPKn

orang yang bersengketa, yang mana penyelesaiannya diselesaikan menurut


ketetapan-ketetapan (hukum) dari Allah dan Rasul. Sedangkan pengadilan
adalah badan atau organisasi yang diadakan oleh negara untuk mengurus atau
mengadili perselisihan-perselisihan hukum.395
Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung
yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada
umumnya. Peradilan umum meliputi:

a. Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah hukum


meliputi wilayah provinsi.
b. Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dengan daerah
hukum meliputi wilayah kabupaten/kota. Pengadilan khusus lainnya
spesialisasi, misalnya : Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Ekonomi, Pengadilan Pajak,
Pengadilan Lalu Lintas Jalan dan Pengadilan anak.

Pengadilan Tinggi juga merupakan Pengadilan tingkat pertama dan


terakhir mengenai sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di
daerah hukumnya. Susunan Pengadilan Tinggi dibentuk berdasarkan Undang-
Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Provinsi. Pengadilan Tinggi
terdiri atas Pimpinan (seorang Ketua PT dan seorang Wakil Ketua PT), Hakim
Tinggi, Panitera, Sekretaris dan Staf.396 Undang-undang Republik Indonesia No.
2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, menyebutkan bahwa salah satu
pelaksana Kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya.
Dalam mencapai keadilan, esensi dan eksistensi Peradilan Umum itu sendiri
harus mampu mewujudkan kepastian hukum sebagai sesuatu nilai yang
sebenarnya telah terkandung dalam peraturan hukum yang bersangkutan itu
sendiri.
Tetapi di samping kepastian hukum, untuk dapat tercapainya keadilan tetap
juga diperlukan adanya kesebandingan atau kesetaraan hukum, yang pada
dasarnya juga telah terkandung dalam peraturan hukum yang bersangkutan dan
dalam hal ini juga harus mampu diwujudkan oleh Peradilan. Umum. Anasir
kepastian hukum yang bersangkutan secara sama bagi semua orang, tanpa

395
Cik Hasan Basri, op.cit, hlm. 3. 28
396 Hukum online, Perbedaan Peradilan dan Pengadilan Tahun
2014,http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt548d38322cdf2/perbedaan-peradilan-dengan-
pengadilan, diunduh pada Kamis 31 Maret 2020, pukul 04:54 Wib.

Konstitusi dan UUD 1945 332


Universitas Pamulang S1-PPKn

terkecuali, sedangkan anasir kesebandingan atau kesetaraan hukum pada


hakikatnya merupakan anasir yang mewarnai keadaan berlakunya hukum itu
bagi tiap-tiap pihak yang bersangkutan, sebanding atau setara dengan
kasus/keadaan perkara mereka masing-masing.397
Aristoteles mengemukakan bahwa keadilan ialah tindakan yang terletak
diantara memberikan terlalu banyak dan juga sedikit yang dapat diartikan ialah
memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai dengan memberi apa yang
menjadi haknya. Pengertian keadilan menurut Frans Magnis Suseno yang
menggemukakan pendapatnya mengenai pengertian keadilan ialah keadaan
antar manusia yang diperlakukan dengan sama ,yang sesuai dengan hak serta
kewajibannya masing-masing.
Thomas Hubbes menggemukakan bahwa pengertian keadilan ialah
sesuatu perbuatan yang dikatakan adil jika telah didasarkan pada suatu
perjanjian yang telah disepakati.
Tentang rumusan keadilan ini ada 2 (dua) pendapat dasar yang perlu
diperhatikan yakni :

a. Pandangan kaum awami (pendapat awami) yang pada dasarnya merumuskan


bahwa yang dimaksud dengan keadian ialah keserasian antara penggunaan
hak dan pelaksanaan kewajiban, selaras dengan dalil neraca hukum yakni
takaran hak adalah kewajiban398
b. Pandangan para ahli hukum Prof. Purnadi Purbacakara,, S.H yang pada
dasarnya merumuskan bahwa keadilan itu adalah keserasian antara
kepastian hukum dan kesebandingan hukum. 399

Adanya kenyataan berdasarkan dalil takaran hak adalah kewajiban, yang


secara jelas berarti bahwa :

a. Hak setiap orang itu besar kecilnya tergantung atau selaras dengan besar
kecil kewajibanya, sehungga dengan demikian berarti pula :
b. Dalam keadaan yang wajar, tidakah benar kalau seseorang dapat
memperoleh haknya secara tidak selaras dengan kewajiban atau tidak pula

397 A. Ridwan Halim, Pokok-pokok Peradilan Umum di Indonesia dalam Tanya Jawab , PT Pradnya
Paramita, Jakarta, 1987, hlm . 41-42.
398 A. Ridwan Halim, Definisi Hukum Tentang Keadilan yang Sebenarnya, Harian Merdeka, Kamis 28

April 2018 dan Jum’at 29 April 2018, Hal V


399 Purnadi Purbacakara dan Soerjono Soekanto, Perihal Keadilan Umum 31

Konstitusi dan UUD 1945 333


Universitas Pamulang S1-PPKn

selaras kalau seseorang itu dibebankan kewajiban yang tidak selaras dengan
haknya.
c. Tiada seorang pun yang dapat memperoleh haknya tanpa melaksanakan
kewajibanya baik sebelum maupun sesudahnya dan demikian pula
sebaliknya, tiada seorang pun yang dapat dibebankan kewajiban tanpa ia
memperoleh haknya baik sebelum maupun sesudahnya.

Macam-macam Peradilan Umum Lembaga-lembaga peradilan di


Indonesia pada dasarnya terbagi atas :

a. Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia.


b. Di bawah Mahkamah Agung terdapat 4 lembaga peradilan. Menurut bidang
yang ditangani bidang tersebut ialah :
1) Peradian Umum, terdiri dari Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi.
2) Peradilan Agama
3) Peradilan Militer
4) Peradilan Adminitrasi

Perkara-perkara yang menjadi wewenang badan peradilan umum untuk


memeriksanya ialah perkara-perkara yang bersifat umum, dalam arti :

a. Umum orang-orangnya, dalam arti orang yang berpekara itu bukanlah orang
orang yang tatacara pengadilanya harus dilakukan oleh suatu peradilan yang
khusus. (Orang yang tata cara pengadilan dirinya harus dilakukan oleh badan
peradilan yang khusus atau tersendiri misalnya militer, yang bersalah harus
ditangani oleh badan peradilan militer).
b. Umum masalah atau kasusnya, dalam arti bukanlah perkara yang menurut
bidangnya memerlukan penanganan yang khusus oleh suatu badan peradilan
tersendiri di luar badan peradilan umum.

Mahkamah Agung (MA) adalah lembaga negara badan kehakiman tertinggi


yang membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan agama, lingkurangan
peradilan tata usaha negara. Mahkamah Agung berkedudukan di ibukota negara.
Sesuai dengan Perubahan Ketiga UUD 1945, kekuasaan kehakiman di
Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Susunan
Mahkamah Agung terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan seorang
sekretaris. Ketua Mahkamah Agung yang dipilih dari dan oleh hakim agung,
kemudian diangkat oleh Presiden.

Konstitusi dan UUD 1945 334


Universitas Pamulang S1-PPKn

Pengadilan Negeri adalah suatu pengadilan yang sehari-harinya


memeriksa dan memutuskan perkara pidana dan perdata. Pengadilan negeri
berkedudukan di ibu kota daerah kabupaten/kota. Daerah hukumnya juga
meliputi wilayah kabupaten/kota. Pengadilan negeri bertugas adalah memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama,
serta dapat memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum
kepada instansi pemerintah didaerahnya apabila diminta. . Pengadilan Tinggi
Pengadilan tinggi merupakan pengadilan di tingkat banding untuk memeriksa
perkara dan pidana yang telah diputuskan oleh pengadilan negeri. Kedudukan
pengadilan tinggi berada di wilayah daerah provinsi. Pengadilan tinggi memiliki
tugas dan wewenang sebagai berikut :

a. Mengadili perkara pidana dan perdata di tingkat banding;


b. Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili
antar perngadilan negeri di daerah hukumnya;
c. Memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum kepada
instansi pemerintah di daerahnya apabila di minta.400

Peradilan Agama merupakan himpunan unit-unit kerja atau kantor


pengadilan/mahkamah yang merupakan salah satu lingkungan peradilan di
bawah Mahkamah Agung sebagai wujud penerapan system peradian syariah
Islam di Indonesia. Peradilan Agama terdiri atas pengadilan Agama (PA) sebagai
pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di kota atau di ibukota kabupaten
dan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) sebagai pengadilan tingkat banding yang
berkedudukan di ibukota provinsi. Pengadilan Agama dan PengadilanTinggi
Agama berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara
Tertinggi.401 Dalam lingkungan Peradila Agama, Pengadilan Agama merupakan
unit pelaksanaan teknis (instansi atau kantor) peradilan untuk tingkat
kabupaten/kota sebagai pengadilan tingkat pertama, sedang Pengadilan Tinggi
Agama untuk tingkat provinsi sebagai pengadian tingkat banding. 402 pasal 5
Bagian Kedua Undang-undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1997 tentang
Peradilan Militer yang dimaksud perdilan militer ialah : Peradilan Militer
merupakan pelaksa kekuasaan kehakiman di lingkungan angkatan bersenjata

400
A. Ridwan Halim, Op.cit, hlm.2-3
401
Pasal 1,2,3,4,dan 6 Undang-undang No.7 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan UU No.3 Tahun
2006 dan UU No. 50 Tahun 2009.
402 A Mukti Arto, Peradilan Agama Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, Tahun 2012, hlm.32-33

Konstitusi dan UUD 1945 335


Universitas Pamulang S1-PPKn

untuk menegakan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan


penyelenggara pertahanan keamanan Negara.
Keberadaan peradilan militer tersebut diperkuat lagi oleh Undang undang
No. 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan
Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
No. 1 Tahun 1988 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 20 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia
yang menentukan bahwa angkatan bersenjata mempunyai peradilan tersendiri
dan komandan-komandan mempunyai wewenang penyerahan perkara.
Sedangkan Peradilan administrasi negara adalah peradilan khusus. Oleh
karenanya, disamping syarat-syarat yang ada pada peradilan umum harus
dipenuhi, masih diperlukan juga syarat khusus tertentu. Peradilan administrasi
negara berfungsi untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi pada proses
pelaksanaan administrasi negara. Persengketaan atau perselisihan itu dapat
pada sesama aparat administrasi negara atau pada hubungan antara aparat
administrasi negara dan masyarakat.
Menurut kompetensi peradilan umum perkara tilang karena terdakwa
terlambat membayar pajak kendaraan bermotor dapat dimasukan kedalam
peradilan umum yang nantinya akan di sidangkan di Pengadilan Negeri setempat
selambat-lambatnya pada kesempatan hari sidang pertama berikutnya. Biasanya
satu minggu setelah penangkapan tilang. Hal ini sesuai dengan pasal 207 ayat
(1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang menuliaskan bahwa dalam
lembar kertas bukti pelanggaran/TILANG yang nantinya harus segera
dilimpahkan kepada pengadilan negeri setempat selambat-lambatnya pada
kesempatan hari sidang pertama berikutnya. Biasanya satu minggu setelah
penangkapan tilang.

a. Asas-asas tentang peradilan umum


Pada dasarnya terdapat kolerasi antara tujuan, sifat dan asas-asas hukum
acara pidana. Asas-asas umum hukum acara pidana dan perundang-
undangan terkait lainya, yakni :
1) Asas peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Sebagaimana ditentukan dalam pasal 29 UUD Negara Indonesia Tahun
1945, yang menentukan, bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Tugas pengadilan luhur sifatnya, oleh karena itu tidak hanya

Konstitusi dan UUD 1945 336


Universitas Pamulang S1-PPKn

bertanggungjawab kepada hukum, sesama manusia dan dirinya, tetapi


juga kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karenanya setiap orang wajib
menghormati martabat lembaga pengadilan, bagi mereka yang berada di
ruang sidang sewaktu persidangan berlangsung bersikap hormat secara
wajar dan sopan serta tingkah laku yang tidak menyebabkan kegaduhan
atau terhalangnya pengadilan, sebagimana yang sudah ditentukan dalam
penjelasan pasal 218 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.403
2) Asas Praduga Tidak Bersalah
Salah satu asas terpenting dalam peradilan umum, adalah asas praduga
tidak bersalah. Asas ini termuat pertama kali, dalam pasal 8
Undangundang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman. Bersumber pada asas inilah jelas bahwa
tersangka maupun terdakwa dalam proses peradilan pidana wajib
mendapat hak-haknya. Karena itu setiap orang yang disangka, ditangkap,
ditahan, dituntut dan atau bersalah sebelum adanya putusan pengadilan
wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahanya dan telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.404
3) Asas Peradilan Cepat,
Sederhana dan Biaya Ringan Asas ini disebut juga sebagai contante
justice. Sebagaimana ditentukan dalam Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana. Hal ini dimaksudkan agar terdakwa tidak diberlakukan dan
diperiksa secara berlarut-larut, kemudian memperoleh proses yang
procedural hukum serta proses adminitrasi biaya perkara yang ringandan
tidak terlalu membebaninya. Dalam praktek ditentukan batasan asas ini,
sebagaimana ditentukan dalam surat edaran Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 1992, tanggal 21 Oktober 1992. 405
4) Asas Hak Ingkar
Tujuan asas ini, adalah untuk memberikan perlindungan hak-hak asasi
manusia dalam bidang peradilan, serta untuk menjamin objektivitas
peradilan, dengan mempertanggungjawabkan pemeriksaan yang fair

403
Syaiful Bakhri, Sistem Peradilan Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaruan, Teori, dan Praktik
Peradilan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Desember 2014, hlm. 67
404
Luhut M.P. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana Suatu Kompilasi Ketentuan-ketentuan KUHAP Sera
dilengkapi dengan Hukum Internasional yang Relevan. Djambatan, Jakarta, 2000, hlm. 416
405 Lilik Mulyadi,Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana, Teori, Praktek, Tehnik Penyusunan dan
Permasalahnya, Bunga Rampai, Bandung, 2007, hlm. 14

Konstitusi dan UUD 1945 337


Universitas Pamulang S1-PPKn

tidak memihak, serta putusan yang adil kepada masyarakat. Pihak yang
diadili, mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili
perkaranya, dalam hal mengajukan keberatan-keberatan, yang disertai
dengan alasan-alasan terhadap seorang hakim, yang akan mengadili
perkaranya. Putusan hal tersebut dilakukan oleh pengadilan, dan
berkaitan juga dengan hakim yang terikat dengan hubungan dengan
keluarga.406
5) Asas Pengadilan Memeriksa Perkara Pidana dengan Kehadiran
Terdakwa Asas ini penting, kerena terdakwa mesti hadir dalam
persidangan, guna memeriksa secara terang dan jelas, sehingga perkara
dapat diputuskan dengan hadirnya terdakwa. Ketentuan mengenai hal ini,
diatur dalam pasal 154-155 KUHAP, dipandang sebagai pengecualian
asas ini, ialah kemungkinan putusan dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa,
yakni putusan verstek atau / in absentia. Tetapi ini hanya merupakan
pengecualian, yakni dalam pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas
jalan. Juga dalam hal hukum acara pidana khusus, sebagaimana dalam
Undang-undang No.11 (PN-PS) tahun 1963 Tentang Subsversi. Atau
dalam perkara tindak pidana korupsi, yang mengenal putusan in
absentia. 407
6) Asas Equality Before The Law Perlakuan yang sama terhadap setiap
orang didepan hukum. Bermakna bahwa hukum acara pidana tidak
mengenal apa yang disebut forum priveligiatum atau perlakuan yang
bersifat khusus, bagi pelaku-pelaku tertentu dari suatu tindak pidana,
karena harus dipandang mempunyai sifat- sifat yang lain, yang dimiliki
oleh rakyat pada umumnya, misalnya sifat sebagai Menteri, Anggota
Parlemen, Kepala Daerah dan sebagainya.408
7) Asas Bantuan Hukum
Asas memberikan bantuan hukum seluas-luasnya, bermakna bahwa
setiap orang wajib diberi kesempatan untuk memperoleh bantuan hukum
pada tiap tingkatan pemeriksaan guna kepentingan pembelaan.
8) Asas Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan

406
Syaiful Bahri,Op.cit, hlm. 70
407 Ibid,hlm. 70
408 P.AF, Lamintang dan Theo Lamintang, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengethuan Hukum Pidana

dan Yurisprudensi, Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hlm. 30

Konstitusi dan UUD 1945 338


Universitas Pamulang S1-PPKn

Artinya adalah, bahwa pemeriksaan langsung terhadap terdakwa, dan


tidak secara tertulis antara Hakim dan terdakwa, sebagaimana ditentukan
dalam pasal 154 KUHAP.409

Badan Peradilan Khusus


Pengadilan khusus sebenarnya bukan merupakan barang baru di dunia
peradilan Indonesia. Tercatat setidaknya dua pengadilan khusus pernah berdiri
sebelum masuknya era reformasi, yaitu pengadilan ekonomi (UU Darurat No. 7
Tahun 1955) dan pengadilan anak (UU No. 3 Tahun 1997). Setelah masuknya
era reformasi yang diawali dengan krisis moneter, pengadilan khusus mulai
banyak didirikan. Pengadilan khusus yang pertama di era ini adalah pengadilan
niaga, yang diatur dalam Perpu No. 1 Tahun 1998 yang kemudian diundangkan
dengan UU No. 4 Tahun 1998, Pengadilan Pajak (UU No. 14 Tahun 2000),
Pengadilan HAM (UU No. 26 Tahun 2000), Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(UU No. 30 Tahun 2002), Pengadilan Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial (UU No. 2 Tahun 2004) dan yang terakhir yaitu Pengadilan Perikanan
(UU No. 31 Tahun 2004).

a. Perkembangan pengaturan pengadilan khusus

Dalam setiap UU yang mengatur mengenai Kekuasaan Kehakiman,


baik UU No. 19 Tahun 1964, UU No. 14 Tahun 1970 maupun UU No. 4 Tahun
2000, telah diatur mengenai pengadilan khusus dan peradilan khusus, hanya
saja dalam setiap UU tersebut terdapat derajat ketegasan pengaturan yang
berbeda-beda. Dalam UU No. 19 Tahun 1964, pengaturan mengenai
pengadilan khusus tidak terlalu jelas. Dalam batang tubuh UU tersebut sama
sekali tidak disebutkan mengenai keberadaan pengadilan khusus. Satu-
satunya pengaturan yang mengindikasikan dapat dibentuknya pengadilan
khusus atau spesialisasi dalam salah satu lingkungan peradilan terdapat
dalam bagian penjelasan. Undang-undang ini membedakan antara Peradilan
Umum, Peradilan Khusus dan Peradilan Tata-Usaha Negara. Peradilan
Umum antara lain meliputi Pengadilan Ekonomi, Pengadilan Subversi,
Pengadilan Korupsi.

Peradilan Khusus terdiri dari Pengadilan Agama dan Pengadilan Militer.


Yang dimaksudkan dengan Peradilan Tata Usaha Negara adalah yang

409
Syiful Bahkri, Op.cit, hlm. 79

Konstitusi dan UUD 1945 339


Universitas Pamulang S1-PPKn

disebut peradilan administratif dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan


Rakyat Sementara No. II/MPRS/1960, dan antara lain meliputi juga yang
disebut peradilan kepegawaian dalam Pasal 21 Undang-undang No. 18 tahun
1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian410

Dari ketentuan tersebut dapat ditafsirkan bahwa pengadilan khusus


dapat dibentuk hanya dalam lingkungan peradilan umum. Pokok
permasalahan adalah UU tersebut tidak mengatur peraturan perundang-
undangan dalam tingkatan apa yang diperlukan untuk membentuk
kengadilan-pengadilan khusus tersebut. Hal ini berdampak pada siapa atau
lembaga apa yang mempunyai kewenangan untuk membentuk pengadilan
khusus. Selain itu pengaturan tersebut juga tidak memperlihatkan apa fungsi
dari pembentukan pengadilan khusus.

Berbeda dengan UU No. 19 Tahun 1964, UU No. 14 Tahun 1970 yang


menggantikan UU tersebut kemudian mengatur sedikit lebih jelas mengenai
pengadilan khusus, walaupun tetap pengaturannya masih dalam bagian
penjelasan UU, bukan dalam batang tubuh. Undang-undang ini membedakan
antara empat lingkungan peradilan yang masing-masing mempunyai
lingkungan wewenang mengadili tertentu dan meliputi Badan-badan Peradilan
tingkat pertama dan tingkat banding.
Peradilan Agama, Militer dan Tata Usaha Negara merupakan peradilan
khusus, karena mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan
rakyat tertentu, sedangkan Peradilan Umum adalah peradilan bagi rakyat
pada umumnya mengenai baik perkara perdata, maupun perkara pidana. 411

Perbedaan dalam empat lingkungan peradilan ini, tidak menutup


kemungkinan adanya pengkhususan (differensiasi/spesialisasi) dalam
masing-masing lingkungan, misalnya dalam Peradilan Umum dapat diadakan
pengkhususan berupa Pengadilan Lalu lintas, Pengadilan Anak, Pengadilan
Ekonomi, dan sebagainya dengan UU.

Dari ketentuan di atas terlihat bahwa pengaturan mengenai pengadilan


khusus sudah relatif lebih tegas dari peraturan sebelumnya. Ketentuan ini
membuka pintu untuk dibentuknya pengadilan-pengadilan khusus di semua
lingkungan peradilan, tidak terbatas hanya pada Peradilan Umum semata.

410 Lembaran-Negara tahun 1961 No. 263; Tambahan Lembaran-Negara No.2312


411
UU No. 19 Tahun 1964, UU No. 14 Tahun 1970

Konstitusi dan UUD 1945 340


Universitas Pamulang S1-PPKn

Pengaturan mengenai peraturan perundang-undangan apa yang dibutuhkan


untuk membentuk pengadilan khusus tersebut juga sudah cukup jelas, yaitu
UU.

Jika dibandingkan kedua UU tersebut juga terlihat bahwa dalam hal


lingkungan peradilan sendiri terjadi perubahan-perubahan. Jika sebelumnya
lingkungan peradilan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Peradilan Umum,
Peradilan Khusus -yang terdiri dari Peradilan Agama dan Peradilan Militer,
dan Peradilan TUN, UU No. 14 Tahun 1970 membaginya hanya menjadi dua,
yaitu Peradilan Umum dan Peradilan Khusus yang mana Peradilan Agama,
TUN dan Militer digolongkan sebagai Peradilan Khusus.

Akan tetapi walaupun UU No. 14 Tahun 1970 membuka kemungkinan


diadakannya pengkhususan pada setiap lingkungan peradilan hal itu ternyata
tidak tercermin dalam UU yang mengatur mengenai masing-masing
lingkungan peradilan. Dari empat UU yang mengatur mengenai Badan
Peradilan, UU yang menyatakan dalam lingkungan peradilannya dapat
diadakan pengkhususan hanyalah UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan
Umum, sementara dalam tiga UU badan peradilan lainnya seperti UU No. 5
Tahun 1986 tentang Peradilan TUN, UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama dan UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer sama sekali tidak
menyebutkan satu kata pun mengenai hal ini. Hal ini tentunya menimbulkan
satu pertanyaan, apakah dalam ketiga badan peradilan tersebut dapat
dibentuk pengadilan khusus (pengkhususan) atau tidak.

Tidak diaturnya mengenai pengadilan khusus dalam tiga badan


peradilan tersebut tampaknya memang bukan tanpa sengaja. Selain pada
saat itu memang belum pernah ada pengadilan khusus yang berada di bawah
lingkungan peradilan selain peradilan umum, tiga badan peradilan lainnya itu
sendiri sebenarnya secara inheren sudah dianggap merupakan
pengkhususan dari peradilan umum sehingga mungkin akan sedikit ganjil jika
dalam peradilan khusus tersebut diadakan pengkhususan lagi. Hal ini bisa
terlihat dari penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 tersebut.

Terlepas dari perbedaan-perbedaan tersebut, satu hal yang perlu


dicatat dari kedua UU tersebut adalah bahwa istilah pengadilan khusus belum
dikenal. Istilah pengadilan khusus dinyatakan secara tegas baru pada UU No.
4 Tahun 2004 yang menggantikan UU No. 14 Tahun 1970. Selain itu dalam

Konstitusi dan UUD 1945 341


Universitas Pamulang S1-PPKn

UU No. 4 Tahun 2004 ini posisi pengadilan khusus tidak lagi ditempatkan
dalam bagian penjelasan UU akan tetapi telah dimasukkan dalam bagian
batang tubuh.

Pasal 15

(1) Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan
peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan
undang-undang.

Penjelasan:
Pasal 15 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pengadilan khusus dalam ketentuan
ini, antara lain, adalah pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan hak
asasi manusia, pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan hubungan
industrial yang berada di lingkungan peradilan umum, dan pengadilan pajak
di lingkungan peradilan tata usaha negara.

Jika melihat dari perbandingan ketiga UU Kekuasaan Kehakiman di


atas, tampaknya penegasan pengaturan pengadilan khusus dalam bagian
batang tubuh dilakukan karena pada saat merumuskan UU No. 4 Tahun 2004,
pengadilan khusus yang sudah didirikan memang sudah cukup banyak. Hal
ini berbeda kondisinya ketika kedua UU sebelum dirumuskan, di mana
sebelumnya pengadilan khusus yang ada atau pernah ada hanya satu, yaitu
pengadilan ekonomi.

Ketidakjelasan mengenai apakah dalam lingkungan peradilan selain


peradilan umum dapat dibentuk juga pengadilan khusus atau tidak seperti
yang terjadi pada masa sebelumnya, kemudian dijawab dengan
dikeluarkannya UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam Pasal 9A UU No.
9 Tahun 2004 ini akhirnya secara tegas dinyatakan bahwa dalam lingkungan
peradilan TUN (juga) dapat dibentuk pengadilan khusus atau pengkhususan.
Perubahan ini tampaknya terjadi karena dua hal, yaitu: pertama, untuk dapat
membuat pengadilan pajak, dimana menurut UU, pada awalnya didirikan
sebagai badan peradilan tersendiri, kemudian menjadi bagian dari Badan
Peradilan TUN. Kedua, karena adanya perubahan cara pandang pembuat UU
terhadap tiga badan/lingkungan peradilan selain peradilan umum yang dulu
dianggap sebagai peradilan khusus menjadi tidak lagi dianggap sebagai
peradilan khusus.

Konstitusi dan UUD 1945 342


Universitas Pamulang S1-PPKn

b. Dasar pengkhususan

Kini muncul pertanyaan, kebutuhan apa yang diperlukan sebagai syarat


pembentukan pengadilan khusus. Mengenai hal ini ternyata baik UU
Kekuasaan Kehakiman maupun UU yang mengatur mengenai
badan/lingkungan peradilan tidak mengaturnya kecuali bahwa landasan
hukumnya haruslah undang undang. Sementara itu jika dilihat dari pengaturan
dalam delapan UU yang mengatur pengadilan khusus yang ada dan pernah
ada dasar pengkhususan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pengadilan yang
kekhususannya karena hukum materil yang menjadi ruang lingkupnya, dan
pengadilan yang kekhususannya karena subjek yang terlibat. Pengadilan
khusus yang termasuk dalam kategori pertama yaitu pengadilan ekonomi,
pengadilan niaga, pengadilan HAM, pengadilan pajak dan pengadilan
perikanan.

Pada keenam pengadilan ini kompentensi absolutnya berkaitan dengan


objek hukum, maksudnya setiap perkara yang termasuk dalam objek hukum
tertentu menjadi wewenang pengadilan ini. Pada pengadilan ekonomi setiap
perkara tindak pidana ekonomi menjadi wewenang pengadilan ekonomi, pada
pengadilan niaga setiap perkara kepailitan, penundaan kewajiban
pembayaran utang dan HAKI merupakan wilayah pengadilan niaga. Pada
pengadilan pajak, sengketa pajak yang menjadi ruang lingkupnya. Pada
Pengadilan HAM memeriksa pelanggaran HAM berat, Pengadilan PHI
memeriksa perselisihan hubungan industrial, dan pada pengadilan perikanan
yaitu tindak pidana perikanan yang diatur dalam UU Perikanan. Tidak ada
perkara yang termasuk dalam lingkup hukum tersebut dapat diselesaikan di
luar pengadilan-pengadilan khusus tersebut.

Berbeda dari kategori pertama, pada kategori yang menjadi dasar


kekhususan adalah subjek yang terlibat. Pada pengadilan anak, subjek yang
menjadi sumber kekhususan adalah tersangka/terdakwanya, dalam hal ini
anak yang berusia antara 8-18 tahun. Pada pengadilan korupsi, tidak semua
perkara korupsi masuk ke dalam kompententsi absolutnya, hanya perkara
korupsi yang penuntutannya dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
saja yang dapat diperiksa dalam pengadilan ini. Sedangkan perkara korupsi
yang penuntutannya dilakukan oleh pihak kejaksaan tetap diperiksa pada
pengadilan negeri.

Konstitusi dan UUD 1945 343


Universitas Pamulang S1-PPKn

Berdasarkan pengkhususan-pengkhususan tersebut terlihat bahwa


pengadilan korupsi merupakan pengadilan khusus yang paling berbeda dari
yang lainnya. Dasar pengkhususan pada pengadilan ini membuka
kemungkinan terjadinya disparitas putusan dalam perkara korupsi antara
perkara korupsi yang diperiksa oleh pengadilan negeri dengan yang diperiksa
oleh pengadilan korupsi. Di satu sisi kemungkinan disparitas ini memang
mungkin dipandang negatif, akan tetapi di sisi lain hal ini sebenarnya juga bisa
dimanfaatkan untuk mendorong kinerja hakim karir. Pengadilan korupsi yang
mayoritas diisi oleh hakim ad hoc dapat menjadi alat ukur apakah asumsi
masyarakat bahwa pengadilan/ hakim karir sudah sedemikian korupnya benar
atau tidak. Jika ternyata dalam perkara korupsi putusan dari pengadilan
korupsi lebih baik daripada pengadilan negeri umum, maka asumsi publik
tersebut tentunya bukan isapan jempol belaka, dan pengadilan harus
berupaya untuk memperbaiki dirinya kalau tidak ingin kepercayaan publik
hilang sepenuhnya.

Berdasarkan bidang hukum, ada lima pengadilan khusus yang


merupakan pengadilan pidana, dua pengadilan khusus yang merupakan
pengadilan perdata, serta satu pengadilan khusus yang termasuk bidang
TUN. Yang masuk dalam bidang hukum pidana yaitu pengadilan ekonomi,
pengadilan anak, pengadilan HAM, pengadilan korupsi dan pengadilan
perikanan. Dari kelima UU yang mengaturnya, diatur juga mengenai hukum
acara yang berbeda dengan perkara pidana pidana pada umumnya. Pada
pengadilan HAM, pengadilan anak, dan pengadilan perikanan aturan KUHAP
yang disimpangi, yaitu mengenai jangka waktu penahanan. Pada pengadilan
HAM ketentuan jangka waktu tersebut diperpanjang melebihi aturan di
KUHAP, sementara pada pengadilan anak dan pengadilan perikanan justru
sebaliknya, masa penahanan pada setiap tahapan dipersingkat.

Pada pengadilan korupsi, keistimewaan yang diberikan oleh UU yaitu


mengenai upaya paksa. Jika pada perkara pidana lainnya penyitaan harus
dilakukan dengan seizin ketua pengadilan, hal ini tidak berlaku pada
pengadilan korupsi. Perkara yang sudah masuk pada tahap penyidikan dan
penuntutan juga tidak dapat dihentikan atau dikeluarkan SP3. Ketentuan
mengenai segala macam izin, seperti izin untuk membuka rahasia bank,
menahan serta menetapkan pejabat negara menjadi tersangka juga berbeda
dari hukum acara pada umumnya.

Konstitusi dan UUD 1945 344


Universitas Pamulang S1-PPKn

Kesamaan lain dari setiap pengadilan ini yaitu pengaturan mengenai


penyidik dan penuntut umum, dimana semuanya menuntut penyidik serta
penuntut umumnya dengan keahlian tertentu. Perbedaannya, pada
pengadilan korupsi, institusi yang menjadi penyelidik, penyidik dan penuntut
umum tidak lagi kepolisian dan kejaksaan, akan tetapi KPK. Sementara pada
pengadilan HAM yang berbeda hanya pada tahap penyelidikan, yaitu
dilakukan bukan oleh kepolisian melainkan Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM).

Pengadilan khusus yang berdasarkan hukum perdata yaitu pengadilan


niaga dan pengadilan PHI, sementara yang termasuk pada pengadilan TUN
yaitu pengadilan pajak. Pada ketiga pengadilan ini penyimpangan terhadap
hukum acara yang berlaku cukup banyak. Selain hal-hal prosedural, keunikan
dari hukum acara ketiga pengadilan ini yaitu pada tingkatan pengadilan.

Pada pengadilan niaga dan PHI tingkatan pengadilan dipangkas


menjadi 2 tingkat saja, yaitu pada tingkat pertama dan kasasi saja, sementara
untuk banding tidak ada. Pada pengadilan pajak, pemangkasan tersebut lebih
drastis lagi, putusan pengadilan pajak tingkat pertama merupakan putusan
yang bersifat final yang tidak dapat diajukan banding maupun kasasi lagi,
kecuali dalam hal tertentu peninjauan kembali oleh MA. Tujuan dari
pemangkasan tingkatan pengadilan tersebut adalah untuk membuat proses
penyelesaian dispute menjadi lebih cepat.

C. LATIHAN SOAL
1. Sebutkan jenis badan peradilan khusus di Indonesia?

2. Bagaimanakah proses bantuan hukum di lingkungan peradilan khusus (peradilan


pajak)?

3. Apakah yang dimaksud dengan pengadilan agama, apa saja kewenangannya?

4. Apakah yang dimaksud dengan Pengadilan Tata Usaha Negara, dan apa saja
kewenangannya?

5. Apakah yang dimaksud dengan pengadilan militer, apa saja kewenangannya dan
bagaimana apabila kasus yang ditangani merupakan tindak pidana yang
dilakukan” oleh seorang militer?

Konstitusi dan UUD 1945 345


Universitas Pamulang S1-PPKn

D. DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, 2000, Jakarta

Budi Hartono, Pengertian Yurisdiksi http//www.wikipedia/yurisdiksi-


pengertian/php29.00 diakses pada tanggal 19 April 2016 pukul 09:30

Anthony Csbafi, The Concept of State Jurisdiction in International Space Law, (The
Hague),

A Mukti Arto, Peradilan Agama Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Pustaka


Pelajar, Yogyakarta, Tahun 2012

A. Ridwan Halim, Definisi Hukum Tentang Keadilan yang Sebenarnya, Harian


Merdeka, Kamis 28 April 1983 dan Jum’at 29 April 1983

A. Ridwan Halim, Pokok-pokok Peradilan Umum di Indonesia dalam Tanya Jawab ,


PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1987

Cik Hasan Basri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2003),

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga,


(Jakarta: Balai Pustaka, 2005),

Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, PT.Raja Grafindo


Persada, Jakarta 2002,

Kansil, C.S.T. Kansil, Christine. Disiplin Dalam Berlalu Lintas di Jalan Raya. Rineka
Cipta. Jakarta, 1995

Lilik Mulyadi,Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana, Teori, Praktek, Tehnik
Penyusunan dan Permasalahnya, Bunga Rampai, Bandung, 2007

Luhut M.P. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana Suatu Kompilasi Ketentuan-ketentuan


KUHAP Sera dilengkapi dengan Hukum Internasional yang Relevan.
Djambatan, Jakarta, 2000

Mirza Satria Buana, Hukum Internasiona Teori dan Praktek, Bandung, Nusamedia,
2007

MohammadDaud Ali, Pengantar Ilmu Hukum dan tata Hukum Islam di Indonesia,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2005),

P.AF, Lamintang dan Theo Lamintang, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu


Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi, Jakarta, Sinar Grafika, 2010,

Konstitusi dan UUD 1945 346


Universitas Pamulang S1-PPKn

Purnadi Purbacakara dan Soerjono Soekanto, Perihal Keadilan Umum 31

Sjachran Basah, Mengenal Peradilan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta,


1995

Syaiful Bakhri, Sistem Peradilan Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaruan,


Teori, dan Praktik Peradilan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Desember 2014,

Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia, JS Badudu, Kompas


2003

Undang-undang

No. 19 Tahun 1964, UU No. 14 Tahun 1970

UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum Pasal 1,2,3,4,dan 6 Undang-


undang No.7 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan UU No.3 Tahun 2006
dan UU No. 50 Tahun 2009.

http://www.pnblitar.go.id/kepaniteraan/pidana/proses-acara-pidana-lalu-lintas2015,
di unduh pada pukul 10:02 Wib.

Perpu No. 1 tahun 1998.

UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak

Lembaran-Negara tahun 1961 No. 263; Tambahan Lembaran-Negara No.2312

Konstitusi dan UUD 1945 347

Anda mungkin juga menyukai