Anda di halaman 1dari 1

Konsep toxic positivity mungkin belum begitu familiar dibandingkan toxic

productivity atau toxic relationship di telinga kamu. Dilansir


dari positivepsychology.com, Toxic positivity sendiri adalah
kecenderungan dalam memandang segala hal secara positif tanpa
mempertimbangkan perasaan atau pengalaman negatif seseorang maupun
sendiri yang mungkin juga ada di dalam diri individu. Sehingga seseorang
bisa menjadi terlalu menekan habis-habisan emosi buruk dan menyebabkan
disfungsi dalam aktivitas sehari-hari.

Dengan kata lain, toxic positivity adalah “Kondisi perilaku seorang individu
dalam menuntut diri sendiri maupun orang lain untuk terus berpikir dan
bersikap positif serta menolak emosi negatif yang sebenarnya dimiliki oleh
setiap manusia. Hal ini berdampak buruk dan panjang pada kesehatan
mental manusia, lho.” (sumber xxxx)

Terkadang di lingkungan kerja, sering kali kita merasa terpaksa harus selalu
tersenyum, bersikap ramah, kooperatif hingga berpura-pura bahagia, padahal
sebenarnya di dalam benak kita, ada sebuah perasaan tidak nyaman atau
masalah yang mengganggu keseharianmu. Hal ini tentu dapat berakibat
panjang dan buruk kepada kesehatan mental hingga performa kinerja kita
selama bekerja.

Menurut Harvard Business Review, toxic positivity memiliki dampak yang


tidak boleh dianggap remeh oleh semua pihak baik dari pihak karyawan,
rekruter hingga manajemen eksekutif,Dikarenakan dapat meningkatkan
risiko kelelahan secara emosional, depresi dan kecemasan. Di samping itu,
jika memaksa sesama individu untuk terus bahagia dan bersikap positif akan
membuat beberapa orang merasa tidak dihargai maupun tidak didengar.

Anda mungkin juga menyukai