MODUL 6
Analisis Kualitatif Lipid
Hari / Jam Praktikum : Senin / 07.00-09.50
Tanggal Praktikum : Senin, 13 November 2023
Kelompok :5
Asisten : 1. Kezia Stella Carmencinta Salvi
2. Spica Diani Anandawijaya
II. Prinsip
2.1 Kelarutan
Prinsip kelarutan adalah like dissolve like, yaitu pelarut polar akan melarutkan
senyawa polar, demikian juga sebaliknya pelarut nonpolar akan melarutkan
senyawa nonpolar, selain itu pelarut organik akan melarutkan senyawa
organik.(Amarowicz dkk.. 1991).
2.2 Saponifikasi
Prinsip dalam proses saponifikasi, yaitu lemak akan terhidrolisis oleh basa,
menghasilkan gliserol dan sabun mentah.(Gebelin dan Charles , 2005)
2.3 Translusen
Prinsip translusen adalah kemampuan suatu benda atau medium untuk
membiarkan cahaya melewati sebagian, tetapi menyebabkan cahaya tersebut
tersebar sehingga tidak terlihat jelas objek di baliknya.(Oxtoby, dkk., 2001,)
2.4 Dikromat
Prinsip dikromat pada umumnya merujuk pada uji dikromat, yang digunakan
untuk mendeteksi keberadaan senyawa organik. Dalam uji ini, perubahan warna
dari orange ke hijau atau biru kebiruan menunjukkan hasil positif, menandakan
adanya senyawa organik teroksidasi.(Sunarya dan Yayan, 2002)
2.5 Akrolein
Prinsip akrolein terkait dengan uji akrolein yang digunakan untuk mendeteksi
keberadaan gliserol atau lemak. Jika hasil positif, uji ini menghasilkan bau
menyengat dan asap akrolein, menandakan adanya gliserol atau lemak dalam
sampel.(Sunarya dan Yayan, 2002)
III. Reaksi
3.1 Reaksi Uji Kelarutan
(Watson, D,G., 2013)
(Watson,D,G.,2013)
b. Bahan
● Air
● Air dingin
● Air panas
● Air Suling
● Alkohol
● Asam nitrat pekat
● Aquades
● Aseton
● Batu didih
● Es batu
● Etanol
● Etanol dingin
● Kalium Dikromat 5%
● Kristal Kalium Dikromat
● KOH 10%
VI. Prosedur
6.1 Uji Kelarutan
Menambahkan minyak 0,5 ml dan memasukkan ke dalam tabung reaksi yang
berisi 1 ml pelarut berbeda yaitu, kloroform, etanol, etanol dingin, air panas, air
dingin.Mengocok tabung dengan kuat dan mendiamkan 1 menit, lalu
mengamatinya.Jika terbentuk 2 lapisan, maka minyaknya tidak larut.Namun, jika
lapisan nya transparan terbentuk, kemudian melarutkan minyak dalam pelarut.
Tes
7.4
Dikromat
Memasukkan 1 ml Telah dimasukkan 1 ml
minyak dan minyak dan ditambahkan 5
menambahkan 5 tetes tetes larutan kalium
larutan kalium dikromat dikromat 5% dan 2 ml
5% dan 2 ml asam nitrat asam nitrat pekat
pekat.
Mengamati hasil Telah diamati hasil positif
positif dari perubahan dengan warna biru
warna menjadi biru
Tes
7.5
Akrolein
Memasukkan 1 ml Telah dimasukkan 1 ml
minyak dan minyak dan ditambahkan
menambahkan kristal kristal kalium hidrogen
kalium hidrogen sulfat. sulfat
Memanaskan Telah dipanaskan selama
larutan selama 2 2-5 menit hingga tercium
menit.Hasil positif bau yang menyengat
terlihat dari baunya yang
menyengat.
Uji Kelarutan:
Uji Translusen Titik benih pada kertas Titik benih pada kertas
saring saring minyak dan air
VIII. Perhitungan
-
IX. Pembahasan
Lipid merupakan senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak
larut di dalam air (pelarut polar) yang dapat diekstrak dari sel dan jaringan
oleh pelarut nonpolar seperti kloroform atau eter (Lehninger, 1982).
Lemak merupakan salah satu komponen pangan yang memiliki fungsi
yang signifikan dalam kehidupan. Fungsi lemak dalam tubuh antara lain
menjadi sumber energi, salah satu komponen dari membran sel, sebagai
mediator berbagai aktivitas biologis antar sel, sebagai isolator dalam menjaga
keseimbangan tubuh, sebagai pelindung macam-macam organ dalam tubuh,
serta sebagai pelarut vitamin A, D, E, dan K. Selain itu, lipid juga berperan
sebagai kofaktor atau prekursor enzim terutama untuk aktivitas enzim seperti
fosfolipid dalam darah, koenzim A, dan sebagainya. Berfungsi juga sebagai
hormon dan vitamin, prostaglandin, sebagai lapisan pelindung, serta sebagai
insulasi barrier. Di dalam tubuh, lemak akan menghasilkan energi kurang
lebih dua kali lebih banyak dibandingkan dengan protein dan karbohidrat,
yaitu sebesar 9 kkal/gram dari lemak yang dikonsumsi (Fennema, 1996).
Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk menentukan
keberadaan minyak atau komponen pembentuk minyak. Alat yang digunakan
dalam praktikum uji kualitatif minyak adalah bulb, gelas beaker, hot plate,
kertas saring, penangas air, pipet tetes, pipet ukur, rak tabung reaksi, tabung
reaksi, spatel,volume ukur. Sedangkan bahan yang digunakan adalah
masing-masing 1 mL aseton, etanol dingin, kloroform, dan etanol, asam nitrat
(HNO3) pekat, aquades, batu didih, es batu, kalium dikromat (K2Cr2O7) 5%,
kalium hidroksida (KOH) 10%, kristal kalium hidrogen sulfat (KHSO4), serta
minyak sawit.
Uji kelarutan digunakan untuk mengetahui keberadaan lipid secara
umum dalam beberapa pelarut. Menurut sifat kepolarannya, lipid tidak larut
dalam pelarut polar karena lipid merupakan senyawa nonpolar. Hal tersebut
sesuai dengan prinsip like dissolves like. Sehingga, lipid akan larut pada
pelarut nonpolar seperti kloroform, benzena, dan alkohol panas serta tidak
larut pada air dan etanol dingin (Supriya, 2019). Uji ini terdiri atas analisis
kelarutan lipid maupun derivat lipid terhadap berbagai macam pelarut.
Dalam uji ini, kelarutan lipid ditentukan oleh sifat kepolaran pelarut. Apabila
lipid dilarutkan ke dalam pelarut polar maka hasilnya lipid tersbut tidak akan
larut. Hal tersebut karena lipid memiliki sifat nonpolar sehingga hanya akan
larut pada pelarut yang sama-sama nonpolar (Garjito, 1980).
Pada praktikum ini, proses pengocokkan dilakukan dengan kuat untuk
mempercepat laju kelarutan suatu larutan agar cepat tercampur. Larutan juga
akan dibiarkan selama satu menit untuk melihat hasil akhirnya, apakah akan
terbentuk satu lapisan atau dua lapisan.
Uji saponifikasi merupakan proses hidrolisis basa ester dengan cara
mereaksikan asam lemak dan alkali yang akan menghasilkan produk berupa
garam karbonil (sabun) dan gliserol (alkohol). Tujuan dari uji saponifikasi ini
adalah untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak agar dapat
direaksikan dengan basa dan membentuk sabun. Pada uji saponifikasi,
ditambahkan batu didih yang bertujuan untuk menghindari bumping atau
letupan selama proses pemanasan. Pemanasan disini dilakukan selama tiga
menit yang bertujuan untuk membantu proses hidrolisis trigliserida menjadi
gliserol yang bereaksi dengan KOH. KOH yang ditambahkan dalam uji ini
berfungsi agar terjadi hidrolisis lemak menjadi sabun dan gliserol. KOH
bersifat larut dalam air, higroskopis, dan mudah meleleh. Hal ini merupakan
alasan mengapa KOH dijadikan sebagai starting material dalam uji
saponifikasi ini. Peran KOH dapat digantikan dengan NaOH yang sama-sama
bersifat basa kuat, berkemampuan untuk menghidrolisis lemak, serta dapat
membentuk gliserol dan sabun. Perbedaan KOH dengan NaOH terletak pada
busa yang dihasilkan, di mana KOH akan lebih banyak menghasilkan busa
karena lebih reaktif. Sedangkan NaOH digunakan untuk membuat sabun
dengan tekstur yang padat. Hasil akhir saponifikasi yang sempurna dapat
diketahui dengan mengambil 1 tetes larutan lalu dicampur dengan air, maka
akan terbentuk campuran homogen (Sukeksi et al, 2017).
Uji translusen ditandai dengan ada atau tidaknya bercak translusen (titik
tembus dan berminyak) pada kertas saring. Apabila sampel menghasilkan
bercak, maka hasilnya sampel tersebut positif mengandung lipid. Sedangkan
jika tidak ada bercak, maka sampel tersebut negatif mengandung lipid. Lipid
merupakan senyawa yang tidak dapat menyerap panas untuk menguap. Lipid
tidak membasahi kertas saring seperti air karena merupakan zat non-volatil
(tidak mudah menguap) jika dibandingkan dengan air, sehingga akan terjebak
jika diteteskan pada kertas saring. Oleh karena itu, lipid akan membentuk
noda minyak dan tembus pandang pada kertas saring. Kertas saring tersebut
akan mendifraksikan cahaya. Cahaya yang terdifraksi akan lewat dari satu sisi
kertas saring ke sisi lainnya dan menghasilkan titik translusen yang tembus
cahaya. Minyak akan lebih cepat membentuk translusen karena minyak
merupakan fase cair. Aquades dan air tidak akan membentuk translusen
karena merupakan zat volatil sehingga aquades dan air akan terserap ke dalam
kertas saring. Hasil yang didapatkan dari uji translusen adalah sampel
membentuk bercak pada kertas saring dan meninggalkan minyak pada kertas
saring yang menunjukkan bahwa ada lemak pada sampel. Sedangkan pada
aquades hasilnya negatif (tidak ada bercak dan minyak pada kertas saring)
(Bharati dan Pennarsi, 2016).
Uji dikromat digunakan untuk mendeteksi gliserol. Satu molekul gliserol
dapat mengikat satu hingga tiga molekul asam lemak dalam ester. Jika
mengikat satu lemak disebut monogliserida, dua asam lemak disebut
digliserida, dan tiga asam lemak disebut trigliserida. Didasarkan pada reaksi
oksidasi, di mana ion gliserol dan dikromat akan bereaksi untuk memberikan
warna cokelat pada larutan. Ion dikromat akan mengoksidasi gliserol dan
mereduksi menjadi ion krom dengan menunjukkan warna biru pada larutan
dengan adanya asam nitrat. Pada uji dikromat digunakan kalium dikromat
(K2Cr2O7) yang berfungsi sebagai oksidator kuat dalam reaksi kimia di
mana ion kromat pada kalium dikromatnya mengalami reduksi Cr6+ menjadi
Cr3+. Kemudian ditambahkan juga HNO3 yang berfungsi dalam memberikan
warna biru pada larutan (Supriya, 2019). Hasil yang didapatkan dari uji ini
adalah larutan sampel dominan berwarna coklat. Penyebabnya dikarenakan
pada uji tersebut hanya dilakukan pengocokan yang sebentar sehingga larutan
tidak homogen dan hanya mengeluarkan sedikit warna biru dibawah.
Uji akrolein digunakan untuk mendeteksi adanya gliserol dan lemak.
Didasarkan pada reaksi dehidrasi, di mana molekul air dikeluarkan dari
gliserol dengan menambahkan reagen kalium hidrogen sulfat (KHSO4).
Fungsi penambahan kalium hidrogen sulfat (KHSO4) adalah sebagai katalis
untuk proses dehidrasi gliserol yang nantinya akan membentuk akrolein.
Peran kalium hidrogen sulfat (KHSO4) sendiri dapat digantikan dengan asam
sulfat (H2SO4) pekat karena perannya sebagai asam kuat dan katalis serta
agen pendehidrasi yang mengeluarkan air dari zat. Pada uji akrolein juga
dilakukan pemanasan selama dua menit yang bertujuan untuk mempercepat
reaksi dalam larutan. Gliserol dapat mengalami dehidrasi pada pH rendah
menghasilkan akrolein. Pembentukan akrolein secara fisik ditandai dengan
keluarnya bau yang menyengat yang disebabkan oleh terdehidrasinya asam
lemak, dimana terjadi reaksi antara kalium hidrogen sulfat dengan gliserol.
Bau yang menyengat disebabkan oleh hasil dari reaksi antara oksigen dengan
asam lemak yang berikatan ganda. Dapat juga terjadi jika triasilgliserol yang
mengandung asam lemak tidak jenuh mengalami proses oksidasi. Hasil yang
didapatkan dari uji ini adalah hasil yang positif karena pada sampel terdapat
bau yang menyengat, sehingga minyak mengandung lemak (Ariani et al,
2017).
Potasium Hidroksida (KOH) pada uji saponifikasi berfungsi sebagai
penghidrolisis lemak atau minyak menghasilkan gliserol dan garam asam
lemak (sabun) KOH mempengaruhi karakteristik sabun yang diperoleh dan
dapat menetralisir asam lemak bebas karena bersifat basa (Suarsa, 2018).
Apabila tidak tersedia KOH di laboratorium maka dapat menggunakan
senyawa basa lainnya. Karena pada prinsipnya saponifikasi dibutuhkan suatu
senyawa yang dapat menetralisir asam lemak untuk menyempurnakan
hidrolisis membentuk gliserol dan sabun. Senyawa yang dapat digunakan,
contohnya NaOH (natrium hidroksida) dan Na2CO3 (natrium karbonat)
karena bersifat basa (Monica et al, 2018).
Pada uji akrolein digunakan senyawa kalium hidrogen sulfat sebagai
agen dehidrasi. Namun, apabila KHSO4 tidak tersedia di laboratorium dapat
digantikan oleh asam sulfat (H2SO4) karena asam sulfat merupakan agen
pendehidrasi yang baik dan memiliki afinitas yang baik (Timawari, 2015).
X. Kesimpulan
Dari praktikum ini, disimpulkan bahwa kandungan pada minyak sawit positif
menganduk lemak. Dalam uji kelarutan, minyak pada pelarut kloroform dan
aseton bercampur sedangkan pada etanol dan etanol dingin terjadi 2 fase. Dalam
uji saponifikasi, minyak membentuk campuran homogen dengan KOH. Dalam uji
translusen, minyak membentuk bercak transparan pada kertas saring. Dalam uji
dikromat, minyak menunjukan hasil dominan berwarna coklatan dan hanya sedikit
yang berwarna biru dibawah. Dalam uji akrolein, minyak mengeluarkan bau yang
menyengat.
DAFTAR PUSTAKA
Amarowicz, R., Naczk, M., and Shahidi, F., 1991. Antioxidant Activity of Crude Tannis of
Canola and Rapeseed Hulls. JAOCS. 77: 957-961.
Ariani, D., Yanti, S., dan Saputri, D. S. (2017). Studi Kualitatif Minyak Goreng yang
Digunakan Oleh Penjual Gorengan di Kota Sumbawa. Jurnal Tambora, 2(3): 5-6.
Cahya R. 2014. Verifikasi Metode Analisis Kimia Minyak Goreng. Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 1:1-3
Chairunisa. (2013), Uji Kualitas Minyak Goreng Pada Pedagang Gorengan di Sekitar
Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry 3rd edition. USA: Marcel Dekker.
Fessenden dan Fessenden. 1992. Kimia Organik Jilid I. Jakarta: Erlangga
Garjito,M. 1980. Minyak: Sumber, Penanganan, Pengolahan, dan Pemurnian. Yogyakarta:
Fakultas Teknologi Pertanian UGM.
Gebellin, Charles G., 2005, Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.
Gunawan E. R., D. Suhendra, S. S. Handayani, L. Kuriawati, Murniati, dan Nurhidayanti.
2014. Analisis Kandungan Asam Lemak Omega-3 dan 6 pada Bagian Kepala dan
Badan Ikan Lele (Clarias Sp.) Melalui Reaksi Enzimatik. Prosiding Seminar Nasional
Kimia.
Istiqomah N., Sutaryono dan F. Rahmawati. 2014. Pengaruh Lama Penyimpanan Margarin
Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas. STIKES Muhammadiyah. Klaten, 1-32
Jacoeb, A. M., Pipih, S., dan Widyana, A. K. 2015. Komposisi Asam Lemak, Kolesterol, dan
Deskripsi Jaringan Fillet Ikan Kakap Merah Segar dan Goreng. JPHPI, 18(1): 81-83.
Lehninger, A. L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
Mayes, P. A. 2003. Biosintesis Asam Lemak. In: Murray RK.
Monica, S.I.P., Rahayu, A., Rahayu., T.P., Waldi, L., Nugraha, W.I dan esti, Y, L.R. 2018.
Buku Petunjuk Praktikum Biokimia Dasar. Magelang: Universitas Tidar.
Naomi P., A. M. L. Gaol, dan M. Y. Toba. 2013. Pembuatan Sabun Lunak dari Minyak
Goreng Bekas Ditinjau dari Kinetika Reaksi Kimia. Jurnal Teknik Kimia, 2(19):42-43.
Nurhasnawati H., Sukarmi, dan F. Handayani. 2017. Perbandingan Metode Ekstraksi
Maserasi dan Sokletasi Terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Jambu
Bol (Syzygium malaccense L). Jurnal Ilmiah Manuntung, 3(1):91-93
Oxtoby, dkk., 2001, Prinsip-prinsip Kimia Modern edisi keempat jilid 1, Erlangga, Jakarta.
Roth, H. J. 1994. Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sartika, R. A. D. 2008. Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh, dan Asam Lemak Trans
terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 2(4): 154-160.
Suarsa, I. 2018. Pembuatan Sabun Lunak dari Minyak Goreng Bebas Ditinjau dari Kinetika
Kimia. Denpasar: Universitas Udayana.
Sukeksi, L., Sidabutar, A. J., dan Sitorus, C. (2017). Pembuatan Sabun dengan Menggunakan
Kulit Buah Kapuk (Ceiba petandra) sebagai Sumber Alkali. Jurnal Teknik Kimia USU,
6(3): 8-13.
Sunarya dan Yayan, 2002, Kimia Dasar II Berdasarkan Prinsip-Prinsip Kimia Terkini.
Bandung: Alkemi Grafisindo Press.
Supriya, N. (2019). Qualitative Analysis of Lipids. Tersedia online di
https://biologyreader.com/qualitative-analysis-of-lipids.html. [Diakses pada 18
November 2023].
Timawari, A. 2015. Practical Biochemistry: A Student Companion. Jerman: Lambert
Academic Publishing.
Watson, D,G., 2013, Analisis Farmasi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.