Anda di halaman 1dari 2

Nama : Andi Nila Sari Halid

Nim : 049189748

TUGAS 2

ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

Soal:

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan multikulturalisme dalam era Globalisasi! Berikan
contoh konkret!
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan stereotipe, berikan contohnya!
3. Jelaskan arti kesetaraan menurut Bikhu Parekh, berikan contohnya?
4. Tambahkan sumber referensinya
5. Tugas dikerjakan dalam format Word atau PDF

Jawab

1. Multikulturalsime dalam era Globalisasi adalah multikulturalisme yang bersifat terbuka


dan melihat keluar. Multikulturalisme tidak hanya berarti beragamnya kelompok etnis
dalam sebuah negara, tetapi juga seluruh kelompok etnis yang beragam di luar batas-
batas negara, termasuk di dalamnya perkembangan agama, isu gender, dan kesadaran
kaum marjinal. Kesadaran multikultural adalah hasil dari perkembangan pribadi
seseorang yang bangga terhadap budayanya, namun dapat menghargai budaya lain
dalam ikatan komunitas yang lebih luas. Kesadaran multikultural berarti seseorang
mempunyai kesadaraan serta kebanggan memiliki dan mengembangkan budaya
komunitasnya sendiri, namun demikian dia akan hidup berdampingan secara damai,
bahkan saling bekerja sama dan saling menghormati dengan angota kelompok yang
berbeda budaya. Contoh konkrit nya dalam masyarakat modern, Negara adalah suatu
ruang nyata, manakala berbagai budaya bertemu dan harus hidup berdampingan.
Negara dapat menjadi unsur pemersatu sekaligus pemecah, bahkan kadang
penghancur beberapa budaya minoritas yang menjadi unsur pembentuknya.
2. Stereotip adalah sebuah keyakinan positif ataupun negatif yang dipegang terhadap suatu
kelompok sosial tertentu. Setelah munculnya stereotip maka akan munculah
prejudice/prasangka yang merupakan sikap negatif yang tidak dapat dibenarkan
terhadap anggota kelompok tersebut. Prasangka dapat berupa perasaan tidak suka,
marah, jijik, tidak nyaman dan bahkan kebencian. Setelah munculnya steretip dan
prasangka akhirnya dapat muncul diskriminasi yang merupakan perilaku negatif yang
tidak dibenarkan pula untuk anggota kelompok tersebut (Stangor, 2011). Stangor
( 2011) melanjutkan bahwa stereotip itu berada dalam ranah kognitif sedangkan
prasangka dalam ranah afektif dan diskriminasi berada dalam ranah perilaku yang
munculnya. Namun ternyata pengaruh lebih lanjut karena stereotip bukan hanya pada
perilaku kita saja, tetapi juga perilaku korban stereotip ketika kita berinteraksi dengan
mereka yang bisa menjadi dugaan pemuas diri sehingga lebih merusak. Misalnya
anggota kelompok tersebut mulai melakukan sesuatu sesuai dengan stereotip itu dan
menampilkan karakteristik yang sesuai dengan stereotip tersebut. Kalau stereotip itu
hal positif tentunya akan jadi baik, tapi apa jadinya jika stereotip yang ditanamkan
adalah hal negatif. Contohnya etnis minang/padang nih stereotip positifnya adalah
pekerja keras dan pedagang namun setereotip negatifnya adalah keras kepala dan
egois. Karena adanya stereotip tersebut akhirnya ketika kita bertemu dengan orang
padang munculah prasangka-prasangka sehingga perilaku kita pun menyesuaikan
dengan stereotip tersebut padahal belum tentu orang minang/padang yang kita temui
adalah orang yang kerasa kepala, egois, pekerja keras dll. Inilah bahayanya jika kita
berperilaku sesuai dengan stereotip yang berlaku.
3. Kesetaraan Menurut Bhikhu Parekh menitikberatkan kesetaraan pada karakteristik kedua,
yaitu sebagai makhluk kultural. Manusia memiliki beberapa kemampuan dan
kebutuhan yang sama, tetapi perbedaan kultural yang dimiliki, membentuk dan
Menyusun kemampuan dan kebutuhan manusia secara berbeda dan bahkan, dapat
membuat kemampuan dan kebutuhan baru yang berbeda. Manusia juga memiliki
identitas Bersama yang dimediasi oleh budaya. Manusia adalah makhluk yang sama,
tetapi juga berbeda. Oleh karena itu, manusia harus diperlakukan setara karena dua
karakteristik sebagai makhluk sama dan sebagai makhluk yang berbeda. Kesetaraan
bukan berarti keseragaman perlakuan, tetapi lebih kepada interaksi antara
keseragaman dan perbedaan. Contohnya,dalam suatu kelas seorang siswa yang
beragama Hindu di Bali meminta izin untuk tidak masuk kelas bukan karena sakit
tetapi untuk mengikuti upacara potong gigi yang merupakan ritual penting yang harus
ia jalani, namun siswa-siswi lain yang berasal dari suku dan agama lain, menutut
bahwa mereka juga harus diberikan izin untuk tidak masuk. Demi kesetaraan maka
sang guru memberikan izin kepada semua siswa untuk tidak masuk 1 hari, untuk
menjalani ritual budaya masing-masing yang belum tentu ada. Contoh konkrit lainnya
adalah libur nasional Maulid Nabi Muhammad SAW adalah bentuk kesetaraan.

Sumber : Buku Materi Pokok Edisi 2 Ilmu Sosial Budaya Dasar


https://www.kompasiana.com/evanurkhofifah/5c6b704c12ae9417350e6af5/apa-
itustereotip-bagaimana-contoh-konkritnya?page=1

Anda mungkin juga menyukai