Anda di halaman 1dari 1

Nama: Najoan Jumeiko Mary

Antropologi

Bab 1 “Kekristenan Tingkat Terpisah”

membahas fenomena Kekristenan "tingkat terpisah," yang merupakan situasi di mana orang-orang
Kristen masih mempraktikkan keyakinan dan praktik tradisional mereka, selain menjadi anggota
gereja dan memegang keyakinan Kristen. Fenomena ini sering terjadi di gereja-gereja yang baru
didirikan di kalangan penganut agama tradisional di seluruh dunia.

Kekhawatiran utama dalam buku ini adalah tentang bagaimana para misionaris dan pemimpin gereja
seharusnya menangani situasi ini, mengingat banyak orang Kristen hidup dalam dua tingkatan yang
tidak dapat didamaikan. Mereka adalah anggota gereja yang menganggap pernyataan iman Kristen,
namun di bawahnya masih ada tradisi dan adat istiadat yang berasal dari kepercayaan tradisional
mereka.

Fenomena Kekristenan tingkat terpisah ini disebut sebagai "pecah" dalam beberapa gereja muda,
dan ini telah melemahkan vitalitas gereja-gereja tersebut. Masalah ini berkaitan dengan bagaimana
para misionaris dan pemimpin gereja menanggapi keyakinan dan praktik lama yang masih bertahan
setelah orang menjadi Kristen.

Bab ini juga membahas akar masalah dari fenomena ini, yang mencakup pengaruh kolonialisme,
Pencerahan, dan teori evolusi budaya pada pandangan dunia para misionaris Barat. Mereka sering
kali percaya pada kemajuan peradaban Barat dan menganggap tugas mereka adalah membudayakan
dan mengkristenkan masyarakat yang mereka layani.

Tanggapan umat Kristen terhadap fenomena ini telah bervariasi dari menolak semua adat istiadat
lama hingga menerima praktik-praktik tersebut secara tidak kritis. Namun, pendekatan yang
disarankan dalam buku ini adalah kontekstualisasi kritis, yang melibatkan empat langkah, yaitu
analisis fenomenologis budaya lokal, analisis kategori dan asumsi budaya, pengembangan jaringan
metakultural, dan evaluasi ontologis dengan menguji klaim kebenaran melalui Kitab Suci dan realitas
objektif.

Pendekatan ini memungkinkan umat Kristen untuk memahami budaya lain secara lebih dalam,
sambil mempertimbangkan pandangan alkitabiah tentang realitas. Hal ini juga membantu mereka
memahami bagaimana budaya mereka sendiri membentuk pemikiran mereka dan menghindari
relativisme budaya yang dapat menghambat komunikasi antar budaya.

Anda mungkin juga menyukai