Anda di halaman 1dari 12

PERTEMUAN KE 5

Teori-teori belajar dan implikasinya

(Nurhidayah, 2017)

1. Ivan Pavlov (1849-1936):


o Teori Pembelajaran Klasik (Classical Conditioning):
Dikembangkan pada awal abad ke-20. Pavlov melakukan
eksperimen dengan anjing untuk memahami bagaimana respons
refleks dapat dipicu oleh stimulus yang tidak biasa memicu respons
tersebut.

Teori Pembelajaran Klasik (Classical Conditioning) yang dikembangkan oleh


Ivan Pavlov menekankan pembentukan asosiasi antara stimulus yang tidak
terkondisikan (neutral stimulus) dengan stimulus yang menghasilkan respons
refleks (unconditioned stimulus). Berikut adalah aplikasi dari teori ini:

Aplikasi:

1) Pengendalian Fobia dan Kecemasan:


o Deskripsi: Terapi perilaku kognitif menggunakan prinsip classical
conditioning untuk membantu individu mengatasi fobia dan
kecemasan. Stimulus yang menciptakan ketakutan atau kecemasan
dipasangkan dengan stimulus netral yang tenang untuk mengurangi
reaksi emosional yang berlebihan.
o Contoh: Seseorang yang takut dengan ketinggian dapat diajak
berada di tempat tinggi (stimulus yang menciptakan ketakutan)
sambil merasa tenang dan aman (stimulus netral) untuk
mengurangi kecemasan.
2) Pembentukan Kebiasaan Positif:
o Deskripsi: Kebiasaan positif dapat dipicu melalui penguatan
dengan memanfaatkan stimulus yang menyenangkan. Prinsip
classical conditioning digunakan untuk membentuk hubungan
antara perilaku positif dan reward.
o Contoh: Anak-anak yang meraih hasil baik dalam pelajaran
(perilaku positif) bisa diberikan reward seperti hadiah atau pujian
(stimulus menyenangkan), yang kemudian memperkuat motivasi
belajar mereka.
3) Pengendalian Kesehatan dan Nutrisi:
o Deskripsi: Dalam konteks kesehatan, prinsip classical conditioning
bisa digunakan untuk membentuk hubungan antara makanan sehat
dengan rasa nikmat, membantu individu mengembangkan
preferensi terhadap makanan sehat.
o Contoh: Memperkenalkan makanan sehat seperti buah-buahan
atau sayuran dalam suasana yang menyenangkan dan positif dapat
membantu anak-anak mengasosiasikan makanan sehat dengan
kepuasan rasa dan kegembiraan.
4) Pengembangan Keahlian dalam Olahraga atau Seni:
o Deskripsi: Penggunaan penguatan positif (misalnya pujian,
penghargaan, atau keberhasilan) saat individu melakukan gerakan
atau teknik olahraga yang benar atau karya seni yang bagus
membantu memperkuat hubungan antara perilaku yang diinginkan
dengan stimulus positif.
o Contoh: Dalam latihan olahraga, pelatih yang memberikan pujian
saat pemain melakukan gerakan yang benar memperkuat asosiasi
antara gerakan tersebut dengan penghargaan, mendorong pemain
untuk melakukan gerakan dengan benar lagi di masa depan.

Penerapan prinsip-prinsip classical conditioning membantu dalam


membentuk dan mengubah perilaku serta asosiasi mental dengan stimulus
tertentu, menciptakan respons yang diinginkan dan memfasilitasi
pembelajaran dan perubahan perilaku yang positif.

2. John B. Watson (1878-1958):


o Teori Pembelajaran Behavioristik (Behaviorism):
Dikembangkan pada awal abad ke-20. Watson menggagas bahwa
perilaku manusia adalah hasil dari pembelajaran melalui stimulus
dan respons. Dia menekankan pentingnya pengamatan dan
eksperimen dalam memahami perilaku manusia.

Aplikasi Teori Pembelajaran Behavioristik (Behaviorism) dalam Konteks


Pendidikan dan Pengajaran mencakup berbagai strategi dan teknik
pembelajaran yang didesain untuk merangsang respons yang diinginkan
pada siswa. Berikut adalah beberapa cara di mana prinsip-prinsip
behaviorisme dapat diterapkan dalam lingkungan pendidikan:

1) Penguatan Positif:

Deskripsi: Memberikan hadiah atau penguatan positif kepada siswa


ketika mereka menunjukkan perilaku yang diinginkan.

Aplikasi: Guru dapat memberikan pujian, pengakuan, atau hadiah


kepada siswa yang berpartisipasi aktif, menyelesaikan tugas dengan
baik, atau menunjukkan perilaku positif lainnya.

2) Penguatan Negatif:

Deskripsi: Menghindari atau mengurangi stimulus yang tidak


diinginkan setelah perilaku yang diinginkan muncul.
Aplikasi: Guru dapat mengurangi beban tugas atau menghilangkan
tugas tambahan jika siswa telah menyelesaikan pekerjaan dengan baik.

3) Hukuman:

Deskripsi: Memberikan konsekuensi negatif sebagai respons terhadap


perilaku yang tidak diinginkan.

Aplikasi: Guru harus berhati-hati dengan penggunaan hukuman. Jika


diperlukan, hukuman harus adil, proporsional, dan harus mengajarkan
siswa tentang konsekuensi dari perilaku mereka. Contohnya bisa berupa
hukuman waktu tambahan di sekolah atau pembatasan privilleges.

4) Pemodelan:

Deskripsi: Menunjukkan contoh-contoh perilaku yang diinginkan


untuk menginspirasi siswa.

Aplikasi: Guru atau siswa yang lain dapat menunjukkan cara-cara yang
benar untuk menyelesaikan tugas atau menanggapi situasi tertentu. Ini
bisa dilakukan melalui demonstrasi langsung atau menggunakan cerita
pengalaman.

5) Pembelajaran Berulang (Drill and Practice):

Deskripsi: Praktik berulang kali pada suatu keterampilan untuk


memperkuat pembelajaran.

Aplikasi: Siswa dapat melakukan latihan-latihan ulangan, terutama


dalam topik-topik seperti matematika atau kosakata bahasa asing.
Penggunaan flashcard atau permainan edukatif juga menciptakan situasi
di mana siswa dapat berlatih keterampilan mereka berulang kali.

6) Reinforcement Schedules (Jadwal Penguatan):

Deskripsi: Menetapkan pola tertentu untuk memberikan penguatan


positif, seperti setelah setiap perilaku yang diinginkan atau setelah
sejumlah perilaku yang diinginkan.

Aplikasi: Guru dapat memilih apakah ingin memberikan penguatan


setiap kali siswa melakukan perilaku yang diinginkan atau hanya
sesekali. Pengaturan ini dapat mempengaruhi tingkat keandalan
perilaku.
3. B.F. Skinner (1904-1990):
o Teori Pembelajaran Operant (Operant Conditioning):
Dikembangkan pada pertengahan abad ke-20. Skinner mengajukan
konsep operant conditioning, di mana perilaku dipengaruhi oleh
konsekuensi dari tindakan tersebut. Dia memperkenalkan istilah
"penguatan positif" dan "hukuman" sebagai cara memodifikasi
perilaku.

aplikasi dari teori ini dalam pendidikan:

1) Penguatan Positif:

Deskripsi: Memberikan hadiah atau penguatan positif kepada siswa


ketika mereka menunjukkan perilaku yang diinginkan.

Aplikasi: Guru memberikan pujian, pengakuan, atau hadiah kepada


siswa yang berpartisipasi aktif, menyelesaikan tugas dengan baik, atau
menunjukkan perilaku positif lainnya. Ini meningkatkan kemungkinan
siswa akan mengulangi perilaku tersebut di masa depan.

2) Penguatan Negatif:

Deskripsi: Mengurangi atau menghindari stimulus yang tidak


diinginkan setelah perilaku yang diinginkan muncul.

Aplikasi: Jika siswa menyelesaikan tugas dengan baik, guru bisa


mengurangi tugas-tugas tambahan atau memberi mereka waktu luang.
Ini memberikan motivasi kepada siswa untuk melanjutkan perilaku
yang diinginkan.

3) Hukuman:

Deskripsi: Memberikan konsekuensi negatif sebagai respons terhadap


perilaku yang tidak diinginkan.

Aplikasi: Hukuman harus digunakan dengan bijak dan sesuai dengan


tingkat kesalahan siswa. Contoh hukuman dapat berupa memberi
tugas tambahan, penarikan privilleges, atau pembicaraan pribadi
dengan guru untuk membahas perilaku tersebut.

4) Pemecahan Masalah (Problem Solving):

Deskripsi: Menggunakan pendekatan trial-and-error untuk


menemukan solusi yang efektif.

Aplikasi: Siswa diajarkan untuk mencoba berbagai strategi dalam


menyelesaikan masalah. Guru memberikan umpan balik dan
penguatan positif saat siswa menemukan solusi yang benar,
mendorong mereka untuk terus mencoba pendekatan yang berbeda.

5) Pemantauan Perilaku (Behavior Monitoring):

Deskripsi: Mencatat perilaku siswa secara sistematis untuk


memberikan penguatan atau hukuman yang sesuai.

Aplikasi: Guru atau siswa dapat mencatat perilaku yang diinginkan


dan tidak diinginkan. Data ini dapat digunakan untuk memberikan
penguatan positif atau hukuman yang sesuai, serta mengidentifikasi
tren perilaku yang mungkin memerlukan intervensi lebih lanjut.

6) Penguatan Jadwal (Reinforcement Schedules):

Deskripsi: Menetapkan pola tertentu untuk memberikan penguatan


positif, seperti setiap kali siswa melakukan perilaku yang diinginkan
atau hanya sesekali.

Aplikasi: Guru dapat memilih untuk memberikan penguatan setiap


kali siswa menunjukkan perilaku yang diinginkan atau
menggunakannya secara acak. Pola penguatan ini dapat
mempengaruhi keandalan perilaku siswa.

4. Jean Piaget (1896-1980):


o Teori Pembelajaran Kognitif (Cognitive Learning Theory):
Pengembangan teori dimulai pada tahun 1920-an. Piaget
menekankan pentingnya pemahaman kognitif dalam proses
pembelajaran. Dia menggambarkan tahapan-tahapan
perkembangan kognitif anak-anak, yang dikenal dengan teori
perkembangan kognitif.

aplikasi dari tahapan-tahapan perkembangan kognitif yang dijelaskan oleh


Jean Piaget dalam konteks pendidikan dan pengajaran:

1) Tahap Sensorimotor (Kelahiran - 2 Tahun):

Aplikasi:

a. Guru dan orang tua dapat memberikan stimulasi sensorik yang kaya,
seperti mainan dengan berbagai tekstur dan warna, untuk
merangsang indra anak.
b. Penggunaan permainan interaktif yang melibatkan gerakan motorik
halus, seperti merangkak, menggenggam, dan merobek, untuk
merangsang perkembangan motorik anak.
2) Tahap Praoperasional (2 - 7 Tahun):

Aplikasi:

a. Penggunaan buku cerita dengan gambar-gambar yang jelas dan


warna-warni untuk membantu anak-anak memahami dan merespons
cerita.
b. Penggunaan permainan peran untuk membantu anak-anak
memahami perspektif orang lain dan mengembangkan empati.
3) Tahap Operasional Konkret (7 - 11 Tahun):

Aplikasi:

a. Penggunaan materi pengajaran yang konkret dan nyata, seperti


manipulatif matematika, untuk membantu anak-anak memahami
konsep-konsep matematika secara visual dan praktis.
b. Penggunaan studi kasus dan eksperimen sederhana untuk membantu
anak-anak memahami konsep-konsep ilmiah dan pengembangan
keterampilan pemecahan masalah.
4) Tahap Operasional Formal (12 Tahun dan Lebih Tua):

Aplikasi:

a. Penggunaan diskusi kelompok dan proyek kolaboratif untuk


mendorong siswa mempertimbangkan berbagai sudut pandang dan
mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.
b. Memberikan tugas-tugas yang melibatkan analisis mendalam,
penalaran, dan penciptaan konsep baru, seperti proyek penelitian dan
debat, untuk memajukan pemikiran analitis siswa.

5. Lev Vygotsky (1896-1934):


o Teori Pembelajaran Sosial atau Konstruktivisme Sosial (Social
Learning Theory or Social Constructivism): Pengembangan
teori dimulai pada tahun 1920-an hingga tahun 1930-an. Vygotsky
menekankan peran penting interaksi sosial dalam pembelajaran dan
mengajukan konsep zona pengembangan proximal (ZPD).

Teori ini memiliki banyak aplikasi dalam pendidikan dan pengajaran.


Berikut adalah beberapa cara di mana prinsip-prinsip teori ini dapat
diaplikasikan:

1) Zona Pengembangan Proximal (ZPD):


Deskripsi: ZPD adalah tingkat pembelajaran di mana siswa dapat
mencapai dengan bantuan atau bimbingan dari orang lain. Guru
berperan dalam mengidentifikasi ZPD siswa dan memberikan
dukungan sesuai dengan tingkat kemampuan mereka.

Aplikasi: Guru dapat merancang aktivitas pembelajaran yang sesuai


dengan ZPD siswa. Mereka dapat memberikan bimbingan yang tepat
dan bertahap kepada siswa saat mereka berkembang, menggerakkan
mereka menuju level pemahaman yang lebih tinggi.

2) Kerjasama dan Kolaborasi:

Deskripsi: Teori ini menekankan pentingnya kerjasama sosial dalam


membangun pengetahuan. Siswa dapat membangun pemahaman
mereka melalui diskusi, kerjasama, dan interaksi dengan teman
sebaya atau guru.

Aplikasi: Penggunaan diskusi kelompok, proyek kolaboratif, atau


aktivitas berbasis tim dapat memperkuat kerjasama dan interaksi
sosial. Guru dapat memberikan panduan untuk memastikan
pembelajaran yang efektif melalui kolaborasi.

3) Penggunaan Model dan Contoh:

Deskripsi: Melibatkan siswa dalam proses pembelajaran dengan


memberikan contoh atau model yang baik dari konsep atau
keterampilan yang diajarkan.

Aplikasi: Guru dapat menggunakan cerita, demonstrasi, atau video


sebagai model untuk menjelaskan konsep atau keterampilan tertentu.
Siswa kemudian dapat mengamati dan mencoba menerapkan apa
yang mereka pelajari berdasarkan contoh tersebut.

4) Pembelajaran Berbasis Masalah:

Deskripsi: Siswa dihadapkan pada masalah atau situasi kompleks


yang memerlukan pemikiran kritis, pemecahan masalah, dan
kolaborasi untuk menemukan solusinya.

Aplikasi: Guru dapat merancang tantangan atau skenario masalah


yang memicu pemikiran analitis dan kolaborasi di antara siswa.
Mereka bekerja bersama untuk merumuskan solusi, mendiskusikan
strategi, dan mencapai pemahaman bersama.

5) Peer Tutoring:

Deskripsi: Siswa membantu satu sama lain dalam memahami


konsep atau menyelesaikan tugas.
Aplikasi: Guru dapat mengorganisir aktivitas peer tutoring di mana
siswa yang memahami suatu topik membimbing teman sekelas yang
membutuhkan bantuan tambahan. Ini memungkinkan kolaborasi
sosial dan memperkuat pemahaman siswa.

6. Albert Bandura (1925-sekarang):


o Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory):
Dikembangkan pada tahun 1960-an. Bandura menekankan peran
pengamatan dan model dalam pembelajaran. Teori ini juga
melibatkan konsep pengaruh saling memengaruhi antara perilaku,
lingkungan, dan faktor kognitif.

Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan


oleh Albert Bandura menekankan peran penting pengamatan, model, dan
pengaruh sosial dalam pembelajaran. Teori ini memiliki aplikasi luas
dalam berbagai konteks pendidikan dan pengajaran. Berikut adalah
beberapa cara di mana prinsip-prinsip teori ini dapat diaplikasikan:

1. Pemodelan (Modeling):

 Deskripsi: Siswa belajar dengan mengamati perilaku orang lain dan


meniru tindakan tersebut. Guru dan orang dewasa di sekitar siswa
berperan sebagai model yang memberikan contoh perilaku yang
diinginkan.
 Aplikasi: Guru dapat memberikan demonstrasi langsung,
menggunakan cerita, atau memperlihatkan video yang menunjukkan
perilaku yang diinginkan. Siswa kemudian dapat mencoba meniru
perilaku tersebut.

2. Penguatan (Reinforcement):

 Deskripsi: Perilaku yang diikuti oleh penguatan positif cenderung


diulang, sementara perilaku yang diikuti oleh hukuman atau
konsekuensi negatif cenderung berkurang.
 Aplikasi: Guru dapat memberikan pujian, penghargaan, atau hadiah
kepada siswa yang menunjukkan perilaku positif. Di sisi lain,
hukuman atau konsekuensi negatif dapat diberikan untuk perilaku
yang tidak diinginkan.

3. Pengaruh Sosial dan Interaksi:

 Deskripsi: Pembelajaran terjadi melalui interaksi sosial dengan orang


lain. Siswa dapat belajar melalui kolaborasi, diskusi, dan berbagi
pengalaman dengan teman sebaya atau guru.
 Aplikasi: Aktivitas kelompok, proyek kolaboratif, dan diskusi kelas
memungkinkan siswa berinteraksi dan belajar satu sama lain. Guru
dapat menciptakan lingkungan yang mendukung kerja sama dan saling
belajar.
4. Pengembangan Empati dan Keterampilan Sosial:

 Deskripsi: Siswa dapat mengembangkan empati dan keterampilan


sosial dengan memahami dan merespons perasaan, pemikiran, dan
perilaku orang lain.
 Aplikasi: Guru dapat menggunakan cerita atau permainan peran untuk
membantu siswa memahami perspektif orang lain. Diskusi tentang
masalah-masalah sosial juga dapat membangun pemahaman dan
empati siswa terhadap orang lain.

5. Pengaruh Media dan Teknologi:

 Deskripsi: Media, termasuk televisi, internet, dan media sosial,


memberikan berbagai model perilaku kepada anak-anak. Pengaruh
media ini dapat membentuk sikap dan perilaku siswa.
 Aplikasi: Guru dapat membimbing siswa dalam memahami dan
menganalisis pengaruh media. Diskusi tentang citra dan pesan media
serta pembelajaran kritis tentang konten media dapat membantu siswa
mengembangkan keterampilan pemahaman media.

7. Howard Gardner (1943-sekarang):


o Teori Kecerdasan Jamak (Multiple Intelligences Theory):
Dikembangkan pada tahun 1980-an. Gardner mengajukan bahwa
kecerdasan tidak hanya terbatas pada kecerdasan verbal atau
logika-matematika, tetapi ada berbagai jenis kecerdasan yang
dimiliki oleh individu.

Teori Kecerdasan Jamak (Multiple Intelligences Theory) yang


dikembangkan oleh Howard Gardner menunjukkan bahwa kecerdasan
tidak hanya dapat diukur melalui kecerdasan verbal atau logika-
matematika saja, tetapi ada berbagai jenis kecerdasan yang dimiliki oleh
individu. Teori ini telah memberikan pengaruh signifikan dalam
pendidikan, menggali potensi kecerdasan yang beragam pada siswa.
Berikut adalah beberapa aplikasi dari teori kecerdasan jamak dalam
konteks pendidikan:

1. Pendekatan Pengajaran yang Beragam:

 Deskripsi: Guru dapat menggunakan berbagai metode pengajaran yang


mencakup berbagai jenis kecerdasan. Misalnya, menggunakan cerita
untuk siswa dengan kecerdasan linguistik, atau kegiatan berbasis
proyek untuk siswa dengan kecerdasan visual-ruang.
 Aplikasi: Guru dapat merancang pengalaman belajar yang mencakup
aktivitas verbal, visual, musikal, kinestetik, interpersonal, intrapersonal,
dan lain-lain. Ini memungkinkan setiap siswa mengakses materi
pelajaran melalui kecerdasan yang paling sesuai dengan mereka.
2. Penilaian yang Diversifikasi:

 Deskripsi: Penilaian yang beragam memungkinkan siswa menunjukkan


pemahaman mereka melalui berbagai cara, seperti proyek seni,
presentasi lisan, atau kinerja musik.
 Aplikasi: Guru dapat merancang penilaian yang mencakup berbagai
bentuk, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan
pemahaman mereka melalui medium yang sesuai dengan kecerdasan
mereka. Ini membantu dalam mengukur pemahaman dan prestasi siswa
dengan cara yang lebih holistik.

3. Pengembangan Bakat dan Minat:

 Deskripsi: Mengidentifikasi kecerdasan utama dan memperkuatnya


melalui kegiatan ekstrakurikuler atau program khusus.
 Aplikasi: Sekolah dapat menyediakan program tambahan dalam bidang
seni, musik, olahraga, ilmu alam, atau bahasa asing. Siswa dapat
mengembangkan dan memperdalam kecerdasan yang mereka minati.

4. Kolaborasi dalam Tim:

 Deskripsi: Menciptakan proyek atau tugas kelompok yang melibatkan


berbagai jenis kecerdasan, memungkinkan siswa bekerja bersama untuk
mencapai tujuan tertentu.
 Aplikasi: Mengorganisir proyek kelompok yang memadukan
kecerdasan linguistik, visual-ruang, kinestetik, atau jenis kecerdasan
lainnya. Siswa belajar dari satu sama lain dan menghargai perbedaan
kecerdasan mereka.

5. Pemberdayaan Siswa:

 Deskripsi: Memahamkan siswa tentang kecerdasan jamak mereka


untuk meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi belajar mereka.
 Aplikasi: Guru dapat melibatkan siswa dalam refleksi diri untuk
membantu mereka mengidentifikasi kecerdasan utama mereka.
Mengajak siswa memahami bahwa kecerdasan datang dalam berbagai
bentuk dapat meningkatkan motivasi mereka dalam belajar.

8. Jerome Bruner (1915-2016):


o Teori Pembelajaran Konstruktivis (Constructivist Learning
Theory): Bruner mengembangkan teorinya pada tahun 1960-an.
Dia menekankan pentingnya konstruksi pengetahuan oleh individu
melalui interpretasi dan pemahaman terhadap informasi baru yang
diterima.
Teori Pembelajaran Konstruktivis yang dikembangkan oleh Jerome
Bruner pada tahun 1960-an menekankan pentingnya konstruksi
pengetahuan oleh individu melalui interpretasi dan pemahaman
terhadap informasi baru yang diterima. Prinsip-prinsip teori ini
memiliki banyak aplikasi dalam konteks pendidikan dan pengajaran.
Berikut adalah beberapa cara di mana prinsip-prinsip Teori
Pembelajaran Konstruktivis dapat diaplikasikan:

1. Pembelajaran Berbasis Masalah:

 Deskripsi: Siswa menghadapi situasi atau masalah kompleks


yang memerlukan pemecahan melalui pemikiran kritis dan
kolaborasi.
 Aplikasi: Guru dapat merancang proyek-proyek atau tugas-tugas
yang memungkinkan siswa mengidentifikasi masalah,
mengumpulkan informasi, menganalisis, dan mengusulkan solusi.
Ini memungkinkan siswa membangun pengetahuan melalui
eksplorasi aktif.

2. Diskusi dan Interaksi Kelompok:

 Deskripsi: Siswa berpartisipasi dalam diskusi kelompok, berbagi


ide, dan berdebat untuk membangun pemahaman bersama.
 Aplikasi: Guru dapat mengorganisir diskusi kelompok yang
mendorong siswa untuk bertukar ide, bertanya, dan merancang
pemecahan masalah bersama. Diskusi ini memungkinkan siswa
membangun konsep melalui dialog dan refleksi bersama.

3. Pembelajaran Kolaboratif:

 Deskripsi: Siswa bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai


tujuan bersama, membangun pengetahuan melalui kerjasama.
 Aplikasi: Guru dapat merancang proyek-proyek kelompok atau
aktivitas kolaboratif di mana siswa memiliki peran dan tanggung
jawab yang berbeda. Mereka saling mengajarkan, memberi
umpan balik, dan belajar satu sama lain melalui kolaborasi.

4. Penemuan Diri (Discovery Learning):

 Deskripsi: Siswa menggali pengetahuan sendiri melalui


eksplorasi, observasi, dan eksperimen.
 Aplikasi: Guru dapat menyediakan lingkungan yang
memungkinkan siswa menemukan konsep atau prinsip melalui
eksperimen dan pengamatan. Guru dapat memberikan arahan
minim dan memberi kebebasan kepada siswa untuk menemukan
sendiri.
5. Penggunaan Studi Kasus:

 Deskripsi: Siswa menganalisis situasi atau masalah nyata untuk


mengembangkan pemahaman mendalam.
 Aplikasi: Guru dapat menggunakan studi kasus yang relevan
dengan konteks siswa. Siswa dapat menganalisis kasus tersebut,
mengidentifikasi masalah, dan mencari solusi berdasarkan
pemahaman mereka.

Anda mungkin juga menyukai