Oleh:
UNIVERSITAS NIAS
2024
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaa-Nya
sehingga kami dapat menyusun makalah ini sebagaimana adanya. Sebagaimana judulnya
yakni “Kepemimpinan dalam Gereja Kristen”.
Kami sangat mengucapkan terima kasih kepada Ibu Pdt. Eklesia Phildelpian Daeli,
M.Th yang telah memberikan bimbingan serta arahan dalam proses pembuatan makalah ini,
sehingga pembuatan makalah ini dapat kami selesaikan.
Kami sangat berharap semoga makalah ini bisa menambah wawasan dan pengetahuan
para pembaca. Dalam penyusunan makalah kami ini, kami banyak kekurangan serta
kelemahan, maka dari itu saran dan kritik sangat kami harapkan demi menyempurnakan
makalah kedepannya nanti.
Penyusun
Kelompok IV
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................... 1
C. Tujuan........................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................... 2
A. Kesimpulan................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemimpin selalu menjadi standar utama dalam setiap pengambilan keputusan yang ada.
Keterampilan seorang pemimpin akan menentukan suatu kesuksesan dalam suatu organisasi
dan itu menjadi patokan yang utama dalam seuatu organisasi. Namun dalam menjalani suatu
keputusan itu ada pihak-pihak yang terlibat dalam menjalakan nya karena seorang pemimpin
juga tidak bisa menjalanakn itu sendiri. Anggota atau bawahan yang ada dalam suatu
pekerjaan sangat menentukan juga kesuksesan yang ada. Namun banyak tantangan yang
dialami dalam kepemimpinan dan bawahan, itu sering menjadi suatu penghalang besar dalam
sehingga akan tidak tercapai tujuan seorang pemimpin.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kepemimpina kristen?
2. Bagiamana latar belakang masalah dalam kepemimpian kristen?
3. Apa sudut pandang etika teologis kepemimpinan kristen?
4. Apa yang menjadi keputusan etis kepemimpin kristen?
5. Bagaimana kewajiban dan tanggung jawab kepemimpinan kristen?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari kepemimpina kristen
2. Untuk mengetahui latar belakang masalah dalam kepemimpian kristen
3. Untuk mengetahui sudut pandang etika teologis kepemimpinan kristen
4. Untuk mengetahui keputusan etis kepemimpin kristen
5. Untuk mengetahui kewajiban dan tanggung jawab kepemimpinan kristen
1
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut definisi yang paling sederhana, pemimpin adalah orang yang memberi perintah
kepada pengikut. Memimpin berarti berjalan di depan, menunjukkan jalan dan menginspirasi
orang lain agar mengikutinya. Para pemimpin dibutuhkan di setiap area kehidupan, bukan
hanya sebagai politikus, pembentuk opini yang mendominasi media, atau eksekutif senior
suatu perusahaan multinasional. Para pemimpin adalah mereka yang juga memberi pengaruh
di komunitas masing-masing: guru di lingkungan sekolahnya, mahasiswa di lingkungan
kampusnya, orangtua di rumah, atau di dalam berbagai cara lainnya.
Istilah kepemimpinan dipakai oleh orang Kristen maupun non Kristen, tetapi hal ini
tidak berarti mereka mempunyai konsep kepemimpinan yang sama. Sebaliknya, Yesus
memperkenalkan gaya kepemimpinan baru kepada dunia, yaitu kepemimpinan yang
melayani, sebagaimana yang dikatakan-Nya di Markus 10:42-44,"Kamu tahu, bahwa mereka
yang disebut pemerintah bangsa- bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pem-
besar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di
antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi
pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia
menjadi hamba untuk semuanya."
Tidak diragukan lagi, pemimpin yang paling berpengaruh. Dalam gereja mula-mula
adalah Rasul Paulus. Tuhan Yesus mengutusnya sebagai Rasul bagi bangsa-bangsa non
Yahudi, dan dia tak pernah kehilangan visi Allah akan sebuah kemanusiaan yang baru-orang
Yahudi dan non Yahudi bersama-sama-yang membuat Paulus mengalami banyak perlawanan
dan pemenjaraan. Dalam suratnya ini kita bisa melihat bagaimana Paulus menerapkan
keterampilan kepemimpinannya. Tentu saja, di gereja masa kini tidak ada rasul mana pun
yang otoritasnya dapat disejajarkan dengan otoritas Paulus. Namun demikian, sudah terbukti
bahwa sejak semula Yesus Kristus memang berkehendak agar gereja-Nya digembalakan, atau
memiliki bimbingan pastoral. Maka, sejak perjalanan misi pertamanya, Rasul Paulus
menunjuk para penatua di setiap gereja (Kis. 14:23), kemudian ia juga menginstruksikan agar
Timotius dan Titus melakukan hal yang sama. Paulus memberikan kriteria orang seperti apa
2
yang seharusnya memegang jabatan kepemimpinan dalam gereja Kristus (1 Tim. 3:1-13;Tit.
1:5-9).
Dalam empat pasal pertama surat 1 Korintus ini, Rasul Paulus menanggapi
kompleksnya situasi yang dihadapi oleh gereja Korintus sekaligus menjawab pertanyaan-
pertanyaan1 mereka. Dia menanggapi semuanya itu dengan kejelasan, hikmat, keren- dahan
hati, kasih dan kelemahlembutan yang mengagumkan: kualitas-kualitas pastoral yang sangat
dibutuhkan oleh para pemimpin Kristen masa kini.
Di era yang baru ini, model kepemimpinan berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan
pekerja serta memperbaiki mutu dan juga kepedulian terhadap organisasi melalui kerjasama
tim dan terlibatnya individu-individu dalam pengambilan keputusan. Hal ini berbeda dengan
model kepemimpinan tradisional yang masih bersifat hirarki dan otokratis, sehingga dalam
kepemimpinan menempatkan pelayanan sebagai hal yang paling utama. Kepemimpinan dan
pelayanan yang baru timbul ini disebut juga dengan kepemimpinan pelayan atau “servant
leadership”. Model kepemimpinan yang baru ini diharapkan dapat meningkatkan
pertumbuhan pribadi bawahan serta dapat memperbaiki kualitas dan pelayanan melalui rasa
kebersamaan yang kuat dengan melibatkan anggota organisasi dalam pembuatan keputusan.
Istilah kepemimpinan pelayan atau “servant leadership” ini muncul karena adanya
pendapat menurut Greenleaf “Bahwa di suatu tempat kerja penerapan suatu model
kepemimpinan yang dikenal dengan kepemimpinan pelayan sangat diperlukan, di mana
kepemimpinan pelayan merupakan suatu model kepemimpinan yang memprioritaskan
pelayanan kepada pihak lain, baik pihak kepada karyawan (rekan kerja/bawahan), pelanggan
atau masyarakat sekitar.” Selain itu Greenleaf juga mempunyai pandangan bahwa hal pertama
kali yang perlu dilakukan oleh seorang pemimpin besar adalah melayani orang lain dengan
tujuan motivasi yang ada pada dirinya sendiri.
Dalam konteks kepemimpin Kristen istilah pemimpin adalah pelayan “servant
leadership” sudah sejak lama dikenal. Model kepemimpinan melayani adalah model yang
absah dan alkitabiah, baik dalam Perjanjian Lama maupun ketika dia memohon hati yang
paham untuk membedakan antara yang baik dan jahat (1 Raja-Raja 3:9). Di sini jelas,
1
John stott,kepemimpinan kristen (jawa timur:literatur perkantas jawa timur,2019)hlm. 5-6
3
permintaan ini bukan untuk kepentingan pribadinya, tetapi untuk pelayanan kepada
masyarakat yang dipimpinnya.
Tuhan Yesus juga mengacu pada model yang sama. Ia mengajar murid-murid-Nya cara
memimpin yang harus mereka miliki, "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-
bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan
kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin
menjadi besar di antara kamu hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin
menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu." (Matius 20:25-27).
"Yesus dan murid-murid-Nya berangkat dari situ dan melewati Galilea, dan Yesus tidak
mau hal itu diketahui orang; sebab Ia sedang mengajar murid-murid-Nya. Ia berkata kepada
mereka: "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan
membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit." Mereka tidak mengerti
perkataan itu, namun segan menanyakannya kepada-Nya. Kemudian tibalah Yesus dan
murid-murid-Nya di Kapernaum. Ketika Yesus sudah di rumah, Ia bertanya kepada murid-
murid-Nya: "Apa yang kamu perbincangkan tadi di tengah jalan?" Tetapi mereka diam, sebab
di tengah jalan tadi mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka. Lalu
Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada mereka: "Jika
seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya
dan pelayan dari semuanya." Maka Yesus mengambil seorang anak kecil dan
menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata
kepada mereka: "Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia
menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia
yang mengutus Aku." (Markus 9:30-37).
Dalam konteks Markus 9, yang dipermasalahkan oleh murid-murid adalah soal siapa
yang terhebat di antara mereka. Ironisnya, hal itu terjadi setelah Yesus memberitahukan untuk
kedua kalinya bahwa Ia akan menuju salib. Setelah peristiwa itu, Yesus mengajar mereka
bahwa yang ingin menjadi pemimpin harus menjadi hamba, dan Yesus merangkul seorang
anak kecil sebagai model.
Dalam Lukas 22:26, Yesus kembali menekankan bahwa yang memimpin hendaklah
menjadi pelayan. Selama pelayanan-Nya di dunia, Yesus dengan keras menegur para ahli
Taurat dan orang Farisi, yang pada saat menjabat sebagai pemimpin jemaat "suka duduk di
tempat terhormat" (Matius 23:6-7). Pemimpin Kristen adalah pemimpin yang melayani. Ini
artinya bahwa seorang pemimpin Kristen bukan menerapkan kekuasaannya berdasarkan
keinginannya sendiri, tetapi berdasarkan tugas dan tanggung jawab. Seorang pemimpin yang
berdasarkan keinginannya sendiri akan memuaskan keinginannya sendiri dalam setiap tujuan,
4
sedangkan pemimpin yang dimotivasi oleh tugas dan 2 tanggung jawab, akan membuat dia
mengorbankan keinginannya sendiri bagi suatu tujuan.
Perlu diantisipasi bahwa seorang pemimpin Kristen yang dikendalikan keinginan
sendiri, akan mengurangi integritasnya. Esensi kepemimpinan Kristen tidak terletak pada
jabatan, gelar, atau pangkat, tetapi pada "kain dan basi" sebagaimana teladan Yesus saat Ia
membasuh kaki murid-murid-Nya.
Perlu diingat bahwa dalam konsep "pemimpin pelayan" yang menjadi penekanan di sini
bukanlah aspek "pemimpin", tetapi aspek "pelayan." Pemimpin pelayan bukan pemimpin
yang melayani, tetapi pelayan yang memimpin. Sejatinya pemimpin Kristen adalah pemimpin
yang berorientasi pada pelayanan
Gereja Kristen adalah suatu persekutuan orang-orang yang percaya kepada Yesus
Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Gereja memiliki tujuan untuk memuliakan Tuhan dan
melayani dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut, gereja membutuhkan kepemimpinan yang
efektif. Kepemimpinan dalam gereja memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dari
kepemimpinan pada umumnya. Pemimpin gereja adalah pelayan, bukan penguasa. Pemimpin
gereja harus memiliki integritas dan karakter yang baik. Pemimpin gereja juga harus memiliki
visi dan misi yang jelas untuk gereja.
Alkitab banyak mencatat tentang tokoh-tokoh kepemimpinan dari satu zaman ke zaman
berbeda. Ketika umat Allah (bangsa Israel) berada di Mesir dalam situasi tertekan karena penderitaan
dari penindasan raja Firaun, Allah memanggil Musa untuk menjadi pemimpin sekaligus menjadi
pembebas bagi mereka. Musa menjadi pemimpin bukan atas inisiatifnya sendiri. Musa menjadi
pemimpin bukan karena ia mengajukan dirinya untuk menjadi pemimpin, tetapi Allah yang
memanggilnya secara khusus. Pemanggilan tersebut nampak jelas seperti yang dicatat dalam Keluaran
3: 10-12 demikian: 10Jadi sekarang, pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa
11
umat-Ku, orang Israel, keluar dari Mesir." Tetapi Musa berkata kepada Allah: "Siapakah aku ini,
maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" 12Lalu firman-
Nya: "Bukankah Aku akan menyertai engkau? Inilah tanda bagimu, bahwa Aku yang mengutus
engkau: apabila engkau telah membawa bangsa itu keluar dari Mesir, maka kamu akan beribadah
kepada Allah di gunung ini."
Demikian juga ketika Israel berhasil keluar dari penindasan bangsa Mesir dan akan memasuki
tanah Kanaan, kepemimpinan Israel dari Musa digantikan oleh Yosua. Yosua menjadi pemimpin juga
bukan atas inisiatif sendiri, tetapi Allah yang memanggilnya secara khusus. Proses pemanggilan Yosua
2
Purnama Pasande,pemimpin dan kepemimpinan kristen.hlm 82-89
5
menjadi pemimpin bangsa Israel dicatat dalam Keluaran 31:1-3, 23; Yosua 1:1-2. Meskipun harus
diakui bahwa proses persiapan kepemimpinan Yosua sudah dimulai ketika Yosua mendapatkan
berbagai tugas dari Musa. Allah pun memakai Musa untuk mempersiapkan Yosua supaya dapat
menjadi seorang pemimpin yang besar.
Pada zaman hakim-hakim ketika bangsa Israel belum mempunyai seorang raja, Allah
memanggil para hakim untuk menjadi pemimpin mereka. Tampilnya Otniel, Ehud, Samgar, Debora
dan Barak, Gidion, Yair, Yefta, sampai Simson, semua hakim dipanggil oleh Allah sendiri untuk
melakukan tugas-tugas kepemimpinan. Terbentuknya kerajaan Israel karena bangsa Israel menuntut
seorang raja, Allah mengabulkan permohonan mereka. Allah sendiri yang mengangkat dari satu raja
ke raja yang lain, dari raja Saul, selanjutnya Daud, dan Salomo serta raja-raja yang lain.
Raja Saul digantikan oleh Daud ketika Saul tidak mentaati apa yang menjadi perintah dari
Allah. Walaupun Saul berusaha untuk mempertahankan diri supaya kekuasaannya tidak beralih ke
tangan orang lain. Bahkan berusaha menyingkirkan Daud dengan segala cara, tetapi pada akhirnya
tidak dapat dipertahankan, karena Allah telah memilih seorang pengganti, yaitu raja Daud. Seorang
pemimpin diangkat oleh Allah karena sumber otoritas hanya berasal dari Allah. Ketika otoritas itu
disalahgunakan, pada saatnya otoritas itu juga akan dicabut dan diberikan kepada yang
dikehendakinya.
Di samping Allah mengangkat raja, Allah juga memanggil para nabi untuk menyampaikan
kebenaran firman Allah. Seorang raja diangkat untuk menjadi pemimpin untuk menjalankan tugas-
tugas kepemimpinan dalam aspek politis, sosial, dan kemasyarakatan. Raja dipanggil untuk memimpin
sebuah bangsa supaya rakyat mengalamai kesejahteraan dan keamanan. Melindungi rakyat dari
gangguan keamanan. Sedangkan Allah memanggil seorang nabi untuk memimpin umat supaya
mempunyai persekutuan dengan Allah dengan benar dan memiliki kehidupan moral yang baik dengan
sesamanya. Allah itu berdaulat atas alam dan seluruh ciptaanNya.
Allah itu berdaulat artinya Allah mempunyai otoritas tertinggi di surga dan di bumi, semua
otoritas dan kuasa lain harus berada dibawah otoritas kuasa Allah. Kalau semua otoritas berasal dari
Allah berarti otoritas yang dimiliki oleh manusia hakikatnya berasal dari Allah. Otoritas yang dimiliki
oleh manusia merupakan pemberian Allah yang empunya semua otoritas itu sendiri. Athur W. Pink
mengatakan tentang kedaulatan Allah demikian: Allah yang mahakuasa bertakhta. Ia berkuasa atas
benda-benda mati, makhluk-makhluk irasional, anak-anak manusia, para malaikat yang baik maupun
yang jahat, dan Iblis sendiri. Tak ada perputaran di bumi, tak ada cahaya bintang, tak ada badai, tak
ada pergerakan suatu makhluk, tak ada tindakan seorang manusia, tak aktivitas para malaikat, tak ada
perbuatan si Jahat – tak ada satu hal pun dalam alam semesta ini yang mungkin terjadi di luar rencana
kekal Allah.
Secara lugas dan tegas Yesus menolak pernyataan Pilatus yang menyatakan bahwa ia memiliki
otoritas yang berasal dari dirinya sendiri. “Engkau tidak mempunyai kuasa apapun terhadap Aku,
jikalau kekuasaan itu tidak diberikan padamu dari atas (Yoh. 19:11). Namun disisi lain Yesus juga
6
mengakui bahwa Pilatus memiliki otoritas yang terbatas atau yang disebut dengan otoritas pemberian
dari pihak lain.
Kepemimpinan dalam perspektif Alkitab terlahir karena dipilih dan dipanggil oleh Allah. Musa,
Yusua, Daud dan Salomo, Petrus, Paulus adalah pemimpin yang dipilih, ditetapkan dan dipanggil oleh
Allah sendiri. “Tuhanlah yang menetapkan tugas kepemimpinan Kristen. Oleh sebab itu, semua
pemimpin Kristen bertanggung jawab kepada Tuhan.” Walaupun mereka dipilih oleh Allah sendiri,
tetapi dalam penerapannya bukan berarti seorang pemimpin bertindak secara pasif. Allah menuntut
ketaatan dari seorang pemimpin Kristen. Kalau pemimpin Kristen merupakan pilihan Allah, Dia
sendiri telah melihat jauh ke depan. Tuhan yang memilih, Ia lebih tahu dan lebih mengenal seseorang
dari siapa pun. Allah hanya menuntut agar orang percaya (pemimpin) mentaati Dia dan memenuhi
persyaratan rohani yang dikehendaki-Nya. Tanpa memenuhi persyaraatan ini seorang pemimpin tidak
dapat menjalankan kepemimpinan dengan baik. Pengetahuan, penampilan dan segala perlengkapan
lainnya, baru akan berarti kalau seseorang mentaati kehendak Tuhan.
3
SUNARTO “KEPEMIMPINAN MENURUT ALKITAB “|95 KEPEMIMPINAN MENURUT ALKITAB DAN
PENERAPANNYA DALAM KEPEMIMPINAN LEMBAGA KRISTEN”
4
https:/www.mindtools.com/pages/articel/new/LDR 56.htm di akses 6 juni 2017
7
Para pemimpin pengurus adalah pemimpin berkarakter dan transparan dalam segala hal,
itu sebabnya mereka dipercaya. Kompenesi, komitmen dan belas kasih adalah bagian dari
karakter pemimpin. Maka yang terutama bagi seorang pemimpin gereja adalah
karakternya.mengemukakan 6 karakter dasar pemimpin Kristen yaitu :
a) kerendahan hati seperti Musa (Keluaran 3:11),
b) suka mendengar seperti Samuel (1 Samuel 3:10),
c) taat dan responsive seperti Yesus (Filipi 2:8-9) dan Yosua (Yosua 1:10),
d) Berani dan penurut seperi Yesus (Markus 12:5, Matius 23:28, Lukas 12:1) dan Yesaya
(Yesaya 6:8),
e) rela berkorban seperti Yesus (Markus 10:45, Yohanes 1015) dan
f) jujur seperti Yesus (Matius 22:16, Markus 12:14).
Dalam banyak hal, pelecehan rohani adalah sebuah cerita lama. Dari Raja Daud hingga
Ted Haggard, kita menyaksikan para pemimpin naik ke tampuk kekuasaan dan menemukan
perasaan yang penuh dosa karena merasa diri layak mendapat perlakuan khusus dan
kesempatan untuk menikmatinya. Mereka dikelilingi oleh para pendukung, penyelesai
masalah, dan orang-orang lain yang bersedia untuk menutup mata terhadap dosa.
8
Akan tetapi, ada yang berbeda dengan keadaan sekarang. Apa yang dulu tersembunyi di
balik ruang kantor yang mewah, studio film, dan ruangan pendeta, kini sedang diekspos di
blog dan media sosial. Para penyintas pelecehan sekarang saling terkoneksi satu sama lain,
menceritakan kisah mereka, dan berkumpul dengan cara yang tidak dapat diabaikan.
D. Tipe Kepemimpinan Gereja
Di dalam dunia kerja, baik instansi pemerintah maupun swasta sudah selayaknya terdapat
kepala atau pemimpin. Ya! Berhasil tidaknya suatu program tergantung pada siapa
pemimpinnya dan tipe kepimpinan yang diterapkan. Sosok pemimpin ada yang disukai ada
juga yang tidak disukai. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini kami akan membahas
macam-macam tipe kepemimpinan.
Menurut penganut etika tanggung jawab, kehendak Tuhan dinyatakan terutama bukan
dalam rencanaNya atau hukumNya, melainkan dalam perbuatanNya, pekerjaanNya, dan
kegiatanNya. Perbuatan kita dianggap baik kalau sesuai terhadap pekerjaan Allah. Pertanyaan
etis yang terpenting adalah: apakah yang dikerjakan Allah dan bagaimana kita
menanggapinya. Menurut etika tanggung jawab dalam kehidupan etis manusia bukan sebagai
pencipta atau warga negara, melainkan sebagai penjawab (orang yang menanggapi atau
memberi respons kepada peristiwa-peristiwa di sekitarnya). Tentu tanggapan kita dipengaruhi
oleh pertimbangan kita tentang unsur apa yang terpenting dalamperistiwa.
Menurut etika tanggung jawab berita lebih pokok mengenai perbuatan Allah ialah
dalam sejarah Israel, dalam kehidupan, penyaliban, dan kebangkitanYesus Kristus, dan dalam
perkembangan gereja baru. Seperti etika akibat dan etika kewajiban, etika tanggung jawab
sangat berfaedah. Pertama, pendekatan kepada Alkitab dalam pandangan ini lebih memuaskan
dari pada dua pandangan yang lain. Pekerjaan Allah untuk menyelamatkan manusia lebih
pokok daripada tuntutan-tuntutanNya atau cita-citaNya. Berita Alkitab yang utama bukanlah
tentang kewajiban manusian atau tujuan manusia melainkan tentang kasih-karunia Allah
kepada manusia. Kedua, etika tanggung jawab lebih berfaedah daripada dua teori yang lain
untuk membimbing pengambilan keputusan etis dalam masyarakat modern yang ruwet.
Tanggung jawab etis seorang pelayan yang mengacu pada identitas profesional seorang
pendeta mengupayakan para pendeta menangkap makna keterakaran mereka dalam tradisi
pekerjaan dan pelayanan tertentu tampaknya akan segera membantu mereka secara praktis.
Suatu etika pelayanan kependetaan profesional akan berperan positif terhadap pemahaman
11
diri mereka. Tanggung jawab etis pendeta yang melakukan pekerjaan lebih dapat
dipertimbangkan dengan bijaksana. Pendeta memerlukan kebebasan untuk pelayanan
kependetaan.Kemampuan bisa bertahan hidup berdasarkan pendapatan rendah mempertinggi
kebebasan ini, demikian juga halnya dengan kompetensi dalam suatu pekerjaan kedua
tertentu. Kebebasan ini sangatlah penting, bila tidak maka dengan mudahorang bisa menjual
nyawanya sekedar untuk bisa tetap di ladang pelayanannya serta menerima tunjangan hidup
padahal prinsip menyatakan kebalikannnya (Noyce,, 2012).
Pelayan Tuhan atau seorang pendeta terpanggil untuk melayani Tuhan secara
professional dengan dilatarbelakangi oleh pendidikan Alkitab yang cukup, pengalaman
lapangan serta kualitas moral yang baik, yang dapat menimbulkan kualitas diri, kualitas
pelayanan serta hasil yang lebih baik pula.
7
Bella priskila mappadang,suatu kajian terhadap tanggung jawab etis,hlm.61-72
8
TANGGUNG JAWAB GEREJA DALAM MEWUJUDNYATAKAN KARYA KRISTUS DI SEKTOR KEBUDAYAAN
Lotnatigor Sihombing
12
tanggung jawab gereja dalam mewujudkan karya Kristus di bidang kebudayaan adalah
menyucikan kebudayaan, memuliakan Tuhan, dan melaksanakan pelayanan rekonsiliasi.
F. Refleksi
Pemimpin adalah orang yang memberi perintah kepada pengikut. Memimpin berarti berjalan
di depan, menunjukkan jalan dan menginspirasi orang lain agar mengikutinya. Para pemimpin
dibutuhkan di setiap area kehidupan, bukan hanya sebagai politikus, pembentuk opini yang
mendominasi media, atau eksekutif senior suatu perusahaan multinasional. Para pemimpin
adalah mereka yang juga memberi pengaruh di komunitas masing-masing: guru di lingkungan
sekolahnya, mahasiswa di lingkungan kampusnya, orangtua di rumah, atau di dalam berbagai
cara lainnya. Istilah kepemimpinan dipakai oleh orang Kristen maupun non Kristen, tetapi hal
ini tidak berarti mereka mempunyai konsep kepemimpinan yang sama. Sebaliknya, Yesus
memperkenalkan gaya kepemimpinan baru kepada dunia, yaitu kepemimpinan yang
melayani, sebagaimana yang dikatakan-Nya di Markus 10:42-44,"Kamu tahu, bahwa mereka
yang disebut pemerintah bangsa- bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pem-
besar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di
antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi
pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia
menjadi hamba untuk semuanya."
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepemimpinan dalam konteks Kristen bukan hanya tentang memberi perintah, tetapi
lebih kepada pelayanan, inspirasi, dan pengaruh positif.Yesus memperkenalkan gaya
kepemimpinan baru, yaitu kepemimpinan yang melayani, sebagaimana ditegaskan-Nya dalam
Markus 10:42-44. Kepemimpinan gereja perlu memperhatikan integritas dan karakter, bersiap
menghadapi tantangan perkembangan zaman, dan strategi untuk mempertahankan dan
menarik anggota baru. Pemimpin Kristen harus memahami panggilannya sebagai pelayan,
dengan motivasi yang murni dan fokus pada pelayanan kepada orang lain.Yesus dan Paulus
memberikan contoh kepemimpinan yang berorientasi pada pelayanan dan
kebenaran.Pemimpin Kristen memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang melibatkan
teladan, pengajaran, perlindungan, dan tanggapan terhadap perkembangan masyarakat.Etika
tanggung jawab dan profesionalisme dalam pelayanan menjadi dasar pengambilan keputusan.
Pemimpin gereja harus menghindari kesalahan seperti kurang fokus pada pertumbuhan iman,
kurangnya kreativitas, dan pelecehan rohani.Tanggung jawab etis seorang pelayan mencakup
tanggung jawab terhadap diri sendiri, jemaat, dan Tuhan, dengan fokus pada integritas dan
kualitas pelayanan.Kewajiban pemimpin Kristen melibatkan pelayanan, pengajaran,
perlindungan, dan pemeliharaan kebenaran. Tanggung jawab etis pelayan mencakup
profesionalisme, pengabdian, dan penanggung jawabannya terhadap panggilan dan tugasnya.
14
Daftar pustaka
Mappadang, b. P. (2022). Suatu kajian terhapap tanggung jawab etis. Manado: institus agama kristen
negeri(iakn).
Pasande, p. (2020). Pemimpin dan kepemimpinan kristen. Sulawesi tengah: penerbit pustaka star's lub.
Stott, j. (2019). Kepemimpinan kristen. Jawa timur: literatur perkantas jawa timur.
https://tegalkab.bps.go.id/news/2021/10/14/127/tip e-tipe-pemimpin.html
Pertanyaan : Putri
a) Pelayanan:
Yesus mengajarkan bahwa pemimpin sejati adalah pelayan di antara orang lain.
(Matius 20:26-28)
b) Integritas:
Paulus menekankan pentingnya integritas dalam kepemimpinan gereja. (1
Timotius 3:1-13)
c) Kesetiaan kepada Firman Tuhan:
Pemimpin gereja diharapkan mengikuti ajaran dan prinsip-prinsip Alkitab dalam
pengambilan keputusan. (2 Timotius 3:16-17)
Pertanyaan : Rencani
3. Apa tantangan sebagai pemimpin dalam menghadapi perkembangan zaman dan apa
solusinya?
Jawaban :
tantangan pemimpin dalam menghadapi perkembangan zaman dan apa solusinya
Banyak pemimpin gereja yang tidak memiliki integritas dan karakter yang
baik. Hal ini dapat menimbulkan berbagai masalah dalam gereja, seperti
konflik, perpecahan, dan skandal.
Gereja Kristen di Indonesia menghadapi tantangan untuk tetap relevan dengan
perkembangan zaman. Hal ini menuntut pemimpin gereja untuk memiliki
kemampuan dan keterampilan yang mumpuni, seperti kemampuan
menggunakan teknologi, memahami perubahan sosial dan budaya, dan
beradaptasi dengan masyarakat yang semakin beragam.
Gereja Kristen menghadapi tantangan untuk mempertahankan anggotanya. Hal
ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti sekularisme yang meningkat,
persaingan dari agama lain, dan kurangnya daya tarik gereja bagi generasi
muda. Tantangan ini menuntut pemimpin gereja untuk memiliki strategi yang
efektif untuk mempertahankan anggotanya dan menarik anggota baru.
18