Anda di halaman 1dari 36

Jurnal Sotiria: Vol. III No.

1 ISSN:2085-4951 9772085495156

KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI


(SERVANT LEADERSHIP)

Oleh:
Heryanto

Abstrak
Panggilan tugas seorang pemimpin atau pekerja di
gereja adalah panggilan pelayanan. Perkataan “melayani”
bukanlah sesuatu yang awam lagi bahkan beberapa
sebutan dalam pekerjaan sekuler juga menggunakan kata
yang sama. Perkataan “melayani” ini justru menekankan
sesuatu yang tampil beda dengan dunia sekuler. Bahkan
lebih spesifik, kata “melayani” justru mengambil pola dan
hakekat dari tindakan Yesus Kristus ketika Ia melayani di
dunia. Gereja akan hilang nilai hakikinya apabila para
pemimpin dan pekerja gereja tidak mengoperasionalkan
metode pelayan dalam kerja nyata. Untuk itu, setiap
pemimpin gereja haruslah mengambil teladan dalam
kepemimpinan Yesus sehingga ia dapat mengekpresikan
kepemimpinan melayani sebagaimana Yesus telah lakukan
semasa Ia hidup dan melayani di dunia ini. Dan seluruh
dasar-dasar yang dibangun dalam kepemimpinan yang
melayani bertumpu pada dasar yang dibangun oleh Yesus
Kristus sebagaimana tertulis di dalam Markus 10:45.
Untuk itu, penulis memberi suatu pemahaman dan
dasar penilaian khusus yang perlu menjadi sumbangsih
bagi para pemimpin gereja untuk mengetahui apa dan
bagaimana pemimpin dan kepemimpin rohani, ciri-ciri
dari seorang pemimpin yang melayani, fundamen yang
perlu dibangun menjadi sebuah kekuatan kepemimpinan
yang melayani dan apa yang perlu dimiliki seorang
pemimpin yang melayani. Beberapa point inilah menjadi
landasan penting berdirinya seorang pemimpin yang
menjalankan peran dalam kepemimpinan yang melayani.

Keyword: gereja, pemimpin, pelayan.

43
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

A. PENDAHULUAN
Pemimpin dengan kepemimpinannya memegang peran
yang strategis dan menentukan dalam menjalankan roda
organisasi, menentukan kinerja suatu lembaga dan bahkan
menentukan mati hidup atau pasang surutnya kehidupan suatu
lembaga. Ia merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat
dibuang atau diabaikan (sine qua non) dalam kehidupan suatu
organisasi atau suatu komunitas untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan. Baik atau buruknya kondisi suatu pelayanan
gereja termasuk juga skala lebih besar dalam organisasi, bangsa
dan negara, banyak ditentukan oleh kualitas pemimpinnya dan
kepemimpinan yang dijalankannya.
Tidak bisa juga dipungkiri jika gereja juga adalah sebuah
organisasi. Gereja juga adalah sebuah organisasi baik memiliki
struktur sosial dalam hubungan sesama manusia maupun
hubungan secara organisatorik yang membutuhkan sebuah
manajemen, sehingga dari kedua sisi ini menunjukkan bahwa
gereja dalam keberadaannya tidak terlepas akan pentingnya
seorang pemimpin yang menjalankan kepemimpinan dan
manajemen. Namun realita di lapangan pelayanan ditemukan
masih adanya pemimpin yang lemah mengaplikasikan dirinya
sebagai pemimpin sehingga melaksanakan fungsi-fungsi dalam
organisasi gereja masih terlihat jauh dari keadaan yang
seharusnya.
Adanya sebuah paradoks ketika kita menyandingkan
konsep sebagai pemimpin dengan konsep melayani. Pemimpin
biasanya dilayani, dan orang yang melayani biasanya bukanlah
pemimpin. Secara umum para hamba-hamba Tuhan yang
melayani di gereja masih cenderung memiliki pola pikir sebagai
pemimpin atau “boss” yang ingin dilayani. Jika gereja harus
berada pada posisi hakikinya sebagai institusi yang melayani
dan bukan dilayani maka setiap pemimpin yang melayani gereja
harus menyadari dan melaksanakan hakiki gereja yang
melayani. Dan sekiranya, hakiki gereja sebagai institusi yang
melayani diputar balikkan dengan keinginan semata atau
semena-mena sang pelayan sebagai pemimpin, maka berdampak
hilangnya kasih, kesatuan dan nilai-nilai spiritualitas dalam

44
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

pelayanannya sehingga tidak mengherankan banyaknya konflik-


konflik internal gereja.
Dengan pemahaman ini, tugas dan tanggung jawab para
pelayan gereja harus peduli dengan pergumulan kehidupan
gereja baik dari sisi organisatoris maupun komunitas di
dalamnya. Jika aspek ini hilang maka hakekat gereja yang
berdiri di atas gagasan Alkitab akan hilang. Adapun prinsip
Alkitab yang mengagas prinsip dasar melayani, adalah :
“Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu,
hendaklah ia menjadi pelayanmu (diakonos), dan
barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu,
hendaklah ia menjadi hambamu” (doulos) (Mat. 20:26-27).

Tuhan Yesus membuktikan ucapan ini:


“Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani,
melainkan untuk melayani (menjadi diakonos) dan untuk
memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak
orang” (Mat. 20:28).

B. HAKIKAT PEMIMPIN
Dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan
keluarga, organisasi, perusahaan sampai dengan pemerintahan
sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta
kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan
yang berkaitan satu dengan lainnya.
Siapakah pemimpin itu? J. Robert Clinton dalam
bukunya “Pembentukan Pemimpin Sejati” mengatakan, Seorang
pemimpin yang saleh adalah seseorang yang diberi kapasitas
dan tanggung jawab oleh Allah untuk mempengaruhi
sekelompok tertentu dari umatNya untuk mencapai tujuanNya
bagi kelompok tersebut.1
Beberapa ahli lainnya berpandapat tentang Pemimpin,
antara lain :
1. Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin
adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya

1
J. Robert Clinton, Pembentukan Pemimpin Sejati, (Colorado: Church
Resource Ministries, 1988), 42

45
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian


dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
2. Menurut Robert Tanembaum, Pemimpin adalah
mereka yang menggunakan wewenang formal untuk
mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para
bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian
pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan
perusahaan.
3. Menurut Prof. Maccoby, Pemimpin pertama-tama harus
seorang yang mampu menumbuhkan dan
mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para
bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa kini
adalah orang yang religius, dalam artian menerima
kepercayaan etis dan moral dari berbagai agama secara
kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin menolak
ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan.
4. Menurut Lao Tzu, Pemimpin yang baik adalah seorang
yang membantu mengembangkan orang lain, sehingga
akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya
itu.
5. Menurut Davis and Filley, Pemimpin adalah seseorang
yang menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang
yang melakukan suatu pekerjaan memimpin.
6. Sedangkan menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap
sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan
membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa
asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah:
a. Ing Ngarsa Sung Tuladha: Pemimpin harus mampu
dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya
pola anutan dan ikutan bagi orang-orang yang
dipimpinnya.
b. Ing Madya Mangun Karsa: Pemimpin harus mampu
membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi
pada orang-orang yang dibimbingnya.
c. Tut Wuri Handayani: Pemimpin harus mampu
mendorong orang-orang yang diasuhnya berani
berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.

46
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya


sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil
menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam
diri para bawahannya.
Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin, dapat
penulis simpulkan bahwa: Pemimpin adalah orang yang
mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang
baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.
Atau dengan kalimat lainnya bahwa Pemimpin adalah
orang yang dipercayakan. Hasil sebuah kepercayaan adalah apa
dan bagaimana pemimpin itu mengoperasikan dirinya dan orang
lain untuk mencapai sebuah tujuan.

C. HAKEKAT KEPEMIMPINAN
Lalu, apa itu kepemimpinan? Kepemimpinan adalah
suatu proses mempengaruhi. Setiap kali anda berusaha
memengaruhi cara berpikir, atau perkembangan orang menuju
pencapaian suatu tujuan dalam kehidupan pribadi atau
professional mereka. Anda sedang menjalankan peran sebagai
pemimpin. 2 Selanjutnya ada juga beberapa pengertian lainnya
tentang kepemimpinan, yakni:
a. Kepemimpinan adalah suatu proses yang memengaruhi
aktifitas kelompok yang di atur untuk mencapai tujuan
bersama (Rauch & Behling).
b. Kepemimpinan adalah kegiatan dalam memengaruhi orang
lain untuk bekerja keras dengan penuh kemauan untuk
tujuan kelompok (George P. Terry).
c. Kepemimpinan adalah suatu kegiatan memengaruhi orang
lain untuk bekerja sama guna mencapai tujuan tertentu yang
diinginkan (Ordway Tead).
d. Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang
mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan
sesuatu sesuai tujuan bersama.
e. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam
menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut

2
Ken Blanchard-Phil Hodges, Lead Like Jesus, (Jakarta: Praminta Offset,
2007), 5

47
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki


kelompok dan budayanya.
f. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhidan
menggerakkan orang-orang sedemikian rupa untuk
memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama
secara royal untuk menyelesaikan tugas – Field Manual 22-
100.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar
untuk mempengaruhi atau menggerakkan orang lain secara
efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi.

D. HAKEKAT KEKUASAAN
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi
orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak
lainnya.Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi
orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak
lainnya.
Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta
kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki
keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi
pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya,
tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya
memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang
atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya,
keterampilan, bakat, sifat-sifatnya, atau kewenangannya yang
dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori
maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.

E. PEMIMPIN DALAM PERSPEKTIF ALKITABIAH


Dalam dunia kepemimpinan, telah diperlihatkan
berbagai macam pemimpin bangsa dengan segala corak
kepemimpinan mereka termasuk bagaimana pemimpin-
pemimpin ini diangkat dan diberhentikan, atau mengangkat diri
dan berakhir dalam situasi damai, atau pun tragedi. Secara
umum bahwa setiap pemimpin yang menggunakan otoritas
sewenang akan mengalami tragedi dan berakhir dengan cara
yang tidak menyenangkan. Tidak seorang pemimpinpun dengan

48
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

kekuatannya ia memimpin sesuka hatinya. Tetapi selalu ada


suatu peristiwa gerakan dari suatu kekuatan yang baru
mengakhiri kepemimpinannya.
Alkitabpun telah memperlihatkan bagaimana Allah
mengangkat pemimpin-pemimpin, mengawasi kepemimpinan
dan memberhentikan pemimpin-pemimpin atau raja-raja. Hal
ini tertulis dalam kitab Daniel, bagaimana pengalaman raja
Nebukadnezar yang pada akhirnya ia mengakui Allah yang
maha tinggi, yang berkuasa mengawasi cara-cara atau gaya-gaya
kepemimpinan seorang pemimpin, mengangkat dan
memberhentikan pemimpin-pemimpin dunia.
Pemimpin-pemimpin dunia boleh merencanakan segala
strategi dan untuk mempertahankan takhtanya seumur hidup,
turun-temurun, terus-menerus, tetapi pada akhirnya segala usaha
itu tidak akan berlanjut lagi jika Tuhan memutuskannya sesuai
apa yang telah dilakukan melalui jabatan yang dipercayakan
kepadanya. Dengan demikian, kita dapat mengerti,
bagaimanapun kuatnya kedudukan seseorang itu tidaklah
menjamin bahwa ia akan tetap jaya, kecuali kepemimpinan
Kristus sendiri.
Oleh sebab itu, pengalaman-pengalaman ini haruslah
menjadi peringatan bagi setiap pemimpin dunia, apalagi yang
disebut pemimpin gereja, pemimpin lembaga Kristen, atau
badan-badan Kristen, yang dapat menjadi pemimpin oleh karena
anugerah Allah. Mereka perlu mengoreksi dirinya agar ia dapat
memimpin dengan takut akan Tuhan supaya akhir dari
kepemimpinannya berjalan mulus, damai dan mendapat
penghormatan masyarakat dan pengikut atau jemaatnya. Bukan
hanya buah-buah, nama, ketenaran, prestasi-prestasi, anak cucu
yang berhasil atau menjadi besar, yang telah ditinggalkannya,
melainkan cara-cara ia memimpin, strategi yang dilaksanakan
sebagai pemimpin, dan terlebih lagi, bagaimana ia
mempersiapkan penggantinya dengan kejujuran dan keadilan.
Memang telah diakui dunia bahwa kebanyakan pemimpin dunia
ini berhasil memimpin dan memberi kontribusi-kontribusi yang
besar dalam masyarakat, tetapi tidak berhasil mempersiapkan

49
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

penggantinya, dan pada akhirnya kepemimpinannya jatuh ke


tangan yang tidak sesuai dengan hati pengikut.3
Untuk itu, siapakah pemimpin yang sesuai dengan
prinsip-prinsip Alkitabiah. Seorang lembaga, badan, organisasi
gereja seharusnya mengikuti beberapa pedoman untuk
menetapkan seorang pemimpin rohani, antara lain4 :
1. Seorang pemimpin adalah seorang yang berjalan di depan
dan menunjukkan jalan.
Yesus berkata bahwa seorang pemimpin, dalam hal ini
seorang gembala, “berjalan di depan mereka”, Yoh.10:4.
Seorang pemimpin bukanlah seorang yang mendengar suara
orang banyak, mengumpulkan informasi tentang apa yang
mereka inginkan lalu melakukan keinginan mereka. Seorang
pemimpin harus siap menjadi seorang pelopor, harus siap
menghadapi bahaya dan menjadi yang pertama yang
diserang. Dia harus berani melakukan sesuatu yang mungkin
kurang popular demi kebaikan mereka yang dipimpin tetapi
bukan untuk memuaskannya. Artinya, seorang pemimpin
harus bersedia mengambil inisiatif dan bertindak dengan
berani, bijak dan memiliki iman menurut pimpinan Roh
Kudus.
2. Seorang pemimpin harus memiliki visi dan tujuan
Seorang yang berjalan di depan dan memimpin orang lain
dan harus tahu ke mana ia membawa mereka dari titik awal
sampai titik akhir. Untuk semuanya itu, seorang harus
memiliki visi dan pemahaman akan strategi-strategi untuk
sampai pada sasaran. Sebagaimana dikatakan oleh Raja
Salomo, “Bila tidak ada wahyu menjadi liarlah rakyat”
(Amsal 29:18). Rasul Paulus berkata bahwa dia “telah
meletakkan dasar dan orang lain membangun terus di
atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan,
bagaimana ia harus membangun di atasnya” (I Kor.3:10).
Paulus di sini menyatakan bahwa seorang pemimpin harus

3
Makmur Halim, Gereja Di Tengah-tengah Perubahan Dunia, (Malang:
Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2000), 133-134
4
Jeff Hammond, Kepemimpinan Yang Sukses, (Jakarta : Yayasan Media
Buana Indonesia, 2002), 10-12

50
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

mengerti asalnya (dasar), strategi (bagaimana membangun)


dan tujuannya (bagaimana yang dibangun). Kalau seorang
pemimpin tidak memahami hal-hal ini, kepemimpinannya
akan kacau-balau (setidaknya jalan di tempat) dan
mengakibatkan penghancuran dan penyesatan. Yesus
berkata bahwa seorang pemimpin harus membuat anggaran
biaya dan perhitungan apa sasaran dapat dicapai sebelum
mulai (Lukas 14:28-32).
Terlalu banyak orang ingin menjadi pemimpin tetapi tidak
memperhitungkan kemampuannya untuk menyelesaikan
tanggung jawabnya. Oleh karena itu, mereka dikalahkan
oleh stress dan mengalami kerusakan rohani pada gambar
dirinya sehingga potensi yang sebenarnya ada padanya tidak
dikembangkan atau diwujudkan.
Visi adalah alat kemudi yang mengarahkan kenderaan
hidupmu menuju sasaran yang dituju. Anda tidak mungkin
menjadi pemimpin tanpa memiliki visi. Kepemimpinan
adalah suatu fungsi dari visi. Anda melihat, maka anda
memimpin. Hanya karena anda melihat, anda dapat
memimpin. Karena anda melihat, anda tahu apa yang
diperlukan untuk mencapai tujuan.
Visi adalah antisipasi suatu perjalanan dengan tujuan akhir.
Anda melihat tujuan itu lalu bertanya – apakah kenderaan
saya mampu membawa saya ke tempat tujuan? Apakah
kenderaan ini sanggup menahan badai-badai yang akan
dialami? Berapa banyak orang yang diperlukan untuk
menjalankannya? Keahlian-keahlian apa yang diperlukan?
Persediaan apa yang harus dibawa? Berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk sampai tujuan?
Sebagai gembala bukan pemimpin seperti itu tetapi lebih
bersifat pengelola. Mereka diberi tugas lalu melakukannya.
Beberapa “pengelola” berkata, “Saya seorang pemimpin
maka saya harus memiliki visi.” Tetapi seorang yang betul-
betul “pemimpin” sudah memiliki visi dan dapat melihat ke
depan. Dia tidak harus mencari sebuah visi, dia sudah
memilikinya.
Seorang panglima tidak akan menang perang dengan
pasukan yang diinginkannya, dia harus menang dengan

51
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

pasukan yang sudah dimilikinya. Seorang pemimpin


bergembira atas sedikit emas yang ditemukannya, sewaktu
menggali ratusan ton tanah tetapi seorang pengelola menjadi
pusing memikirkan bagaimana membuang tanah yang digali
itu. Para pemimpin memerlukan para pengelola supaya
semua tugas terlaksana dengan baik dan supaya kita boleh
menggali lebih lagi dan menemukan lebih banyak emas.
Menjadi seorang pengelola adalah baik dan sangat
dibutuhkan tetapi belum tentu seorang pengelola adalah
pemimpin.
3. Pemimpin adalah orang yang mengarahkan dan menuntun
orang lain.
Pemimpin bukanlah orang yang berjalan sendirian sebab dia
juga adalah bagian dari mereka yang dipimpinnya sebab dia
bertanggung jawab atas keadaan mereka seperti diajarkan
Paulus. “Taatilah pemimpin-pemimpin dan tunduklah
kepada mereka sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu,
sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya”
(Ibr. 13:17). Petrus menitip pesan khusus kepada para
pemimpin di seluruh daerah Pontus, Galatia, Kapodokia,
Asia Kecil, dan Bitnia (I Pet. 1:1), dengan berkata, “Aku
menasehatkan para penatua di antara kamu” (I Petrus 5:1).
Petrus menunjukkan posisi para pemimpin bukan di atas
jemaat tetapi di antara mereka. Nasib mereka sebagai jemaat
dan pemimpin diikat bersama oleh kasih sehingga mereka
menjadi satu. Oleh sebab itu, Petrus tidak hanya memberi
komando kepada mereka tetapi dia berjalan di antara mereka
untuk menuntun dan mengarahkan bahkan turut mengalami
apa yang mereka alami sepanjang perjalanannya sampai tiba
pada tujuannya (I Ptr. 5:3; Yoh. 10:3).
4. Seorang pemimpin akan mempengaruhi sikap dan tindakan
orang lain.
Dalam membagi hikmat Tuhan, Salomo berkata, “Kenallah
baik-baik keadaan kambing dombamu, perhatikanlah
kawanan hewanmu” (Ams. 27:23).Yesus berkata bahwa
seorang pemimpin begitu mengenal domba-dombanya
sehingga “Ia memanggil domba-dombanya masing-masing
menurut namanya dan menuntunnya ke luar” (Yoh. 10:3).

52
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

Seorang pemimpin yang mengenal baik-baik mereka yang


dipimpinnya akan lebih mampu menginspirasikan mereka
untuk berubah secara positif dan menuntun mereka untuk
berjalan terus menuju arah yang benar. Dia akan memotivasi
mereka baik lewat contoh (teladan) maupun perkataannya
sendiri biarpun ada rintangan, perlawananan, aniaya atau
kesusahan yang dihadapinya. Demikianlah Petrus dan Paulus
mengajar supaya seorang pemimpin menjadi inspirasi dan
contoh (keteladanan) kepada mereka yang dipimpin bahkan
membawa mereka kepada keselamatan (I Ptr. 5:3, I Tim.
1:16, 4:12-16, 2 Tim. 1:11-14). Perhatikan nasehat Raja
Salomo, “Siapa memanjakan hambanya sejak muda,
akhirnya menjadikan dia keras kepala”. (Ams. 29:31). Sikap
dalam mereka yang dipimpin akan dibentuk oleh tindakan
dan contoh pemimpin. Perhatikanlah bagaimana anda
membangun!
5. Seorang pemimpin adalah seorang yang orang lain mau ikut
Seorang pemimpin memiliki karakteristik-karakteristik yang
menyebabkan orang lain mau mengikutnya, apa itu
semangatnya, ajarannya, pola pelayanannya,
keberhasilannya atau hal-hal lainnya. Pada dasarnya
seseorang bukanlah pemimpin kalau tidak ada yang mau
mengikutinya. Inilah ujian akhir, apakah seorang bersifat
pemimpin atau tidak. Kalau tidak ada yang mengikutnya, dia
bukan seorang pemimpin. Dia mungkin memiliki
pengetahuan yang luar biasa tentang prinsip-prinsip dan
teori-teori kepemimpinan, mungkin juga menjadi ahli dan
pengajar topik itu bahkan menulis sebuah buku tentang
kepemimpinan, tetapi apakah ada orang yang mau
mengikutinya dan apa yang dihasilkannya? Itulah ujian
kepemimpinannya!
Yesus berkata bahwa “domba-domba itu mengikuti Dia”
(Yoh. 10:4).Seorang pemimpin tidak hanya berbicara, dia harus
bertindak, dan itu jauh lebih dihargai orang sehingga mereka
mau mengikutinya. Dengan kata-kata saja seorang hamba tidak
dapat diajari, sebab walaupun ia mengerti namun ia tidak
mengindahkannya” (Ams. 29:19).

53
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

F. FUNGSI KEPEMIMPINAN5
Dalam upaya mengwujudkan kepemimpinan yang
efektif, maka kepemimpinan tersebut harus dijalankan sesuai
dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan berhubungan langsung
dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok atau organisasi
masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin
berada di dalam dan bukan di luar organisasi. Fungsi
kepemimpinan merupakan gejala sosial karena harus
diwujudkan dalam interaksi antara individu di dalam situasi
sosial suatu kelompok atau organisasi.
Fungsi kepemimpinan dapat dibagi atas tiga macam,
yaitu :
1. Fungsi yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai,
yang terdiri dari:
a. Memikirkan dan merumuskan dengan teliti tujuan
organisasi serta menjelaskannya supaya anggota dapat
bekerjasama untuk mencapai tujuan.
b. Pemimpin berfungsi memberi dorongan kepada anggota-
anggota organisasi untuk menganalisis situasi supaya
dapat dirumuskan rencana kegiatan kepemimpinan yang
dapat memberi harapan baik.
c. Pemimpin berfungsi membantu anggota organisasi
dalam mengumpulkan berbagai informasi yang
diperlukan supaya dapat mengadakan pertimbangan yang
sehat.
d. Pemimpin berfungsi memberi kepercayaan dan
menyerahkan tanggung jawab kepada anggota dalam
melaksanakan tugas, sesuai dengan kemampuan masing-
masing demi kepentingan bersama. (Tidak mendominasi
melainkan memperhatikan “The right man in the right
place”)
e. Pemimpin memberi dorongan kepada setiap anggota
untuk melahirkan perasaan dan pikirannya yang positif
dan membangun untuk berguna dalam pemecahan

5
H. Achmad Sanusi – M. Sobry Sutikno, Kepemimpinan Sekrang Dan
Masa Depan, (Bandung: Prospect, 2009), 22-25

54
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

masalah yang dihadapi organisasi dalam pencapaian


tujuan organisasi / gereja.
2. Fungsi pemimpin yang bertalian dengan pencapaian suasana
pekerjaan yang sehat dan menyenangkan, antara lain :
a. Pemimpin berfungsi memupuk dan memelihara
kebersamaan di dalam organisasi agar mempermudah
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
b. Mengusahakan suatu tempat bekerja yang
menyenangkan sehingga dapat dipupuk kegembiraan
dan semangat bekerja dalam pelaksanaan tugas.
c. Pemimpin dapat menanamkan dan memupuk
perasaan para anggota bahwa mereka termasuk
dalam organisasi dan merupakan bagian dari
organisasi.
3. Fungsi pemimpin secara operasional dapat dibedakan dalam
lima fungsi pokok kepemimpinan, yakni:
a. Fungsi instruktif.
Fungsi instruktif ini bersifat komunikasi satu arah.
Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang
menentukan apa dan bagaimana, bilamana dan di mana
perintah itu dilaksanakan agar keputusan dapat
terlaksana secara efektif. Kepemimpinan yang efektif
memerlukan kemampuan untuk menggerakkan dan
memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah,
sehingga fungsi orang yang dipimpin dapat
melaksanakan perintah secara baik.
b. Fungsi konsultatif
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Hal tersebut
digunakan manakala pemimpin dalam usaha menetapkan
keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan dan
berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya.
Tidak jarang dalam usaha menetapkan keputusan
pemimpin kerapkali memerlukan bahan pertimbangan
yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-
orang yang dipimpinnya, yang dinilai berkompetensi
terhadap isu yang pentingdan mempunyai berbagai
bahan informasi yang diperlukan dalam menetapkan
keputusan.

55
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

c. Fungsi partisipasi.
Dalam menjalankan fungsi ini setiap pemimpin berusaha
mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya baik dalam
keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam
melaksanakannya.
d. Fungsi delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan
wewenang/menetapkan keputusan baik melalui
persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan.
e. Fungsi pengendalian
Fungsi ini bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses
atau efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya
secara terarah dan koordinasi yang efektif sehingga
memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara
maksimal. Fungsi pengendalian dapat diwujudkan
melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi dan
pengawasan.
Semua fungsi-fungsi kepemimpinan tersebut di atas pada
dasarnya merupakan strategi untuk mengefektifkan organisasi
dan mengefisiensikan tingkat kesulitan sebagai tehnik
mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku atau
menggerakkan anggota organisasi agar melaksanakan kegiatan
secara maksimal untuk mencapai tujuan organisasi.
Fungsi-fungsi kepemimpinan tersebut harus dilaksanakan
dalam aktivitas kepemimpinan secara integral, di mana
pelaksanaannya akan berlangsung sebagai berikut:
(a) Pemimpin berkewajiban menjabarkan program kerja.
(b) Pemimpin harus mampu memberikan instruksi-
instruksi yang jelas.
(c) Pemimpin harus berusaha mengembangkan dan
menyalurkan kebebasan berpikir dan mengeluarkan
pendapat.
(d) Pemimpin harus mengembangkan kerjasama yang
harmonis
(e) Pemimpin harus mampu memecahkan masalah dan
mengambil keputusan sesuai batas tanggung jawab
masing-masing

56
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

(f) Pemimpin harus berusaha menumbuh-kembangkan


kemampuan memikul tanggung jawab.
(g) Pemimpin harus mendayagunakan pengawas sebagai
alat pengendali.

G. KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI


Memang benar bahwa kepemimpinan amat penting dan
signifikan dalam kehidupan bersama, baik organisasi sekuler
maupun gerejawi. Sulit dibayangkan sebuah organisasi akan
mampu melaksanakan tugas panggilannya sesuai dengan
program-program yang telah dirumuskan jika organisasi tersebut
tidak memiliki pemimpin, atau tidak mempunyai kepemimpinan
yang kuat. Pemimpin dan kepemimpinan adalah motor
penggerak, dinamisator, motivator, pemberi visi dan inspirasi
bagi sebuah organisasi. Soal teknik dan ketrampilan menjadi
pemimpin seseorang bisa dilatih, tetapi bagaimana dengan soal
jiwa, spirit, kharakter kepemimpinan? Padahal justru di sinilah
letak kunci kepemimpinan. Pembangunan watak, spiritual
menjadi kekuatan dari dalam yang amat signifikan dalam
mewarnai gaya dan buah kepemimpinan seseorang.
Kepemimpinan yang melayani di mulai dari dalam diri
kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam
hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari
dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk melayani mereka
yang dipimpinnya. Di sinilah pentingnya karakter dan
integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati
dan diterima oleh anggota yang dipimpinnya.
Tidak jarang makna kepemimpinan sering diartikan
secara salah dan vulgar, kepemimpinan sering diartikan sebagai
sebuah jabatan formal, yang menuntut untuk mendapat fasilitas
dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani.
Meskipun banyak di antara pemimpin yang ketika dilantik
mengatakan bahwa jabatan adalah sebuah amanah, namun
dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan hampir
tidak ada pemimpin yang sungguh-sungguh menerapkan
kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan yang melayani.
Betapa banyak kita saksikan para pemimpin yang
mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak

57
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan


dijanjikan ketika kampanye dalam Pemilu tidak sama dengan
yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya.
Untuk itu, hal mendasar yang membedakan
kepemimpinan Kristen dan kepemimpinan pada umumnya
adalah motivasinya. Kepemimpinan Kristen adalah
kepemimpinan yang dimotivasi oleh kasih, ditujukan untuk
pelayanan, dan dikendalikan oleh Kristus dan keteladananNya.
Pemimpin-pemimpin Kristen yang terbaik mencerminkan
sepenuhnya sifat pengabdian yang tanpa pamrih (tidak
mementingkan diri sendiri), teguh hati, berani, tegas, berbelas
kasih dan mencerminkan tanda pemimpin-pemimpin besar.
Untuk menemukan figur pemimpin sempurna dalam perspektif
Kristen hanya kita temukan pada figur Yesus.
Paling tidak menurut Ken Blanchard dan kawan-kawan,
ada sejumlah ciri-ciri dan nilai yang muncul dari seorang
pemimpin yang memiliki hati yang melayani, yakni6 :
1. Memiliki Visi Pemimpin. Visi adalah arah ke mana
organisasi dan orang-orang yang dipimpin akan dibawa oleh
seorang pemimpin. Pemimpin ibarat seorang nakhoda yang
harus menentukan ke arah mana kapal dengan
penumpangnya akan diarahkan. Visi sama pentingnya
dengan navigasi dalam pelayaran. Semua awak kapal
menjalankan tugasnya masing-masing, tetapi hanya nakhoda
yang menentukan arah kapal untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki. Visi pemimpin akan menginspirasi tindakan
dan membantu membentuk masa depan, pengaruhnya lebih
kuat terhadap orang-orang yang bekerja untuk kepentingan
organisasi. Visi adalah masa depan yang realistis, dapat
dipercaya dan menjembatani masa kini dengan masa depan
yang lebih baik sesuai kondisi (sosial politik, ekonomi dan
budaya) yang diharapkan. Visi juga mengandung harapan-
harapan (atau bahkan mimpi) yang memberi semangat bagi
orang-orang yang dipimpin. Ada ungkapan bahwa pemimpin
adalah “pemimpi” (tanpa n) yang sanggup mewujudkan
mimpinya menjadi kenyataan. Visi pemimpin-pelayan

6
http://hermanmusakabe.nttprov.go.id/?p=34

58
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

adalah memberi arah ke mana orang-orang yang dipimpin


dan dilayani akan dibawa menuju keadaan yang lebih baik
misalnya menyangkut: penanggulangan kemiskinan,
pengangguran, perbaikan pendidikan dan rasa keadilan
masyarakat. Burt Nanus dalam bukunya Kepemimpinan
Visioner mengatakan : Tak ada mesin penggerak organisasi
yang lebih bertenaga dalam meraih keunggulan dan
keberhasilan masa depan, kecuali visi yang menarik,
berpengaruh, dan dapat diwujudkan, serta mendapat
dukungan luas.
2. Orientasi pada Pelayanan. Pemimpin-pelayan berorientasi
pada pelayanan, bukan untuk mencari pujian atau
penghormatan diri. Sikap melayani terutama ditujukan untuk
mereka yang paling membutuhkan pelayanan. Ia harus
berpihak kepada mereka yang secara sosial ekonomi,
pendidikan dan sosial budaya membutuhkan pelayanan lebih
besar. Pelayanan sejati didorong oleh rasa cinta kasih, bukan
untuk mencari popularitas atau mendapatkan pamrih
tertentu. Pelayanan sejati adalah buah dari cinta kasih. Pada
era otonomi daerah, setiap daerah berusaha memperjuangkan
kenaikan anggaran belanja daerahnya. Namun sering timbul
pertanyaan di kalangan masyarakat: Apakah dengan
kenaikan anggaran belanja negara/daerah terjadi juga
perbaikan pada pelayanan masyarakat? Pemimpin-pelayan
berorientasi pada pelayanan masyarakat yang paling bawah
karena ia memegang mandat mayoritas rakyat yang
memerlukan pelayanan. Peningkatan pada anggaran belanja
harus disertai dengan perbaikan pada pelayanan masyarakat,
bukan sebaliknya memberi peluang pada penyalahgunaan
keuangan negara.
3. Membangun Kepengikutan (Followership). Pemimpin-
pelayan mengutamakan terciptanya kepengikutan
(followership) karena dalam kenyataannya keberhasilan
organisasi lebih banyak ditentukan oleh para pengikut atau
para pemimpin di bawahnya. Penelitian yang dilakukan
Profesor Robert E. Kelley, pelopor pengajaran Followership
and Leadership dari Carnegie-Mellon Unversity,
menunjukkan bahwa keberhasilan organisasi 80 persen

59
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

ditentukan oleh para pengikut (followers) dan 20 persen


merupakan kontrubusi pemimpin (leader). Pengikut yang
bekerja dengan semangat dan memiliki komitmen penuh
akan menentukan keberhasilan pemimpin. Pemimpin yang
bekerja sendiri (single player/ single fighter) dan
tidak menciptakan pengikut tidak akan mencapai hasil yang
diharapkan. Pengalaman menunjukkan ada pemimpin yang
secara pribadi memiliki kemampuan dan pandai, tetapi
kurang berhasil dalam memimpin karena tidak menciptakan
pengikut yang solid. Pemimpin-pelayan mengatakan setiap
keberhasilan sebagai keberhasilan “kita” dari pada
keberhasilan “saya” atau “kami”. Sebaliknya apabila terjadi
kegagalan, merupakan kegagalan “saya” dan
pemimpin bersedia memikul tanggungjawab.
4. Membentuk Tim dan Bekerja dengan Tim. Pemimpin-
pelayan harus membentuk tim (team work) dan bekerja
dengan tim tersebut. Ia meminta tim untuk mengikutinya,
menjelaskan visi dan misi, serta mempercayakan timnya
untuk bekerja. Pemilihan anggota tim atau staf/pembantu
sangat penting agar ia dapat berhasil mencapai tujuan
dengan efektif dan efisien. Ia harus pandai-pandai memilih
orang-orang kaya arti yang mau bekerja keras untuk
organisasi, bukan orang yang miskin arti yang tidak berbuat
apa-apa, atau orang berlawanan arti yang cenderung
menimbulkan masalah bagi organisasi. Diilustrasikan seperti
sekelompok orang yang memikul beban (beban tugas
organisasi), ada yang benar-benar memikul beban, ada yang
pura-pura memikul dan ada yang bergelantungan pada beban
yang dipikul. Pemimpin harus memiliki kejelian memilih
anggota tim, antara lain melalui rekam jejak (track record),
bakat (talenta), pekerja keras, kapabiltas, mentalitas dan
moralitas anggota tim.
5. Setia pada Misi. Kalau visi adalah arah ke depan ke mana
bahtera organisasi akan dibawa, maka misi adalah
bagaimana menjalankan tugas-tugas untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan. Pemimpin membuat rencana-rencana
yang dikaitkan dengan jangka waktu tertentu, program-
program kerja serta perangkat lain yang membantunya

60
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

dalam menjalankan misi. Misi pemimpin-pelayan adalah


melayani mereka yang membutuhkan. Ia harus selalu setia
pada misi pelayanan dalam kondisi apa pun, kondisi baik
atau buruk, karena dengan demikian tujuan organisasi dapat
dicapai. Kesetiaan pada misi, juga diterapkan secara
konsisten dan konsekuen.
6. Menjaga Kepercayaan. Menjadi pemimpin adalah
menerima kepercayaan dari Tuhan Yang Mahakuasa melalui
organisasi atau gereja untuk memimpin anggota. Pemimpin
adalah orang-orang pilihan di antara sejumlah orang-orang
lain dan pilihan itu didasarkan pada beberapa kelebihan
tertentu yang menyebabkan ia dipercaya untuk menjadi
pemimpin. Maka kepercayaan yang diterimanya harus dijaga
dan dipelihara dengan membuktikan melalui tindakan-
tindakan nyata dalam melayani anggota/jemaat dan
menghindari hal-hal yang membuat orang kehilangan
kepercayaan kepadanya. Bila seorang pemimpin
mengkhianati dan kehilangan kepercayaan dari organisasi
dan jemaat yang dipimpinnya maka sebenarnya ia sudah
kehilangan roh kepemimpinannya, walaupun jabatan formal
sebagai pemimpin masih melekat padanya.
7. Mengambil Keputusan. Keputusan pemimpin adalah
kekuatan dalam memimpin dan mengelola organisasi. The
power to manage is the power to make decision. Seorang
pemimpin-pelayan harus berani mengambil keputusan secara
tepat dan benar.
8. Melatih dan Mendidik Pengganti. Melatih dan mendidik
pengganti (membentuk kader) merupakan kewajiban seorang
pemimpin. Pemimpin harus mempersiapkan kader pengganti
apabila pemimpin berhalangan atau memasuki masa
purnatugas. Bertambahnya usia seorang pemimpin
mengakibatkan kemampuan fisik dan daya pikirnya
berkurang dan proses regenerasi tidak dapat dihindari.
Namun dalam kenyataannya, sifat legawa makin sulit
ditemukan pada diri para pemimpin.Pemimpin cenderung
berkeinginan selama mungkin berkuasa, sementara kader-
kader potensial tersingkir karena faktor usia atau faktor-
faktor lain (politik, ekonomi, egosime kelompok dll).

61
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

Pemimpin-pelayan mendidik dan melatih pengganti karena


ia tidak berorientasi pada kekuasaan tetapi pada pelayanan.
Baginya purnatugas identik dengan alih tugas karena masih
banyak tugas-tugas pelayanan lain yang bisa dilakukannya di
tengah masyarakat.
9. Memberdayakan SDM. Pemimpin-pelayan menggunakan
manajemen “Omega” yaitu gaya kepemimpinan Alpha
yang maskulin dan Beta yang feminin, sebab dengan
mengendalikan energi spiritual, baik laki-laki maupun
perempuan bisa diberdayakan menjadi pemimpin-pemimpin
yang dibutuhkan pada masa mendatang. SDM kaum
perempuan memiliki kemampuan-kemampuan tertentu yang
tidak dimiliki kaum laki-laki. Pemimpin harus pandai-pandai
menggunakan kemampuan kaum perempuan untuk
keberhasilan tugas organisasinya.
10. Memberi Tanggung Jawab. Memberi tanggungjawab
kepada bawahan adalah memberi kesempatan kepadanya
untuk berkembang dan tentu saja mengawasi serta kemudian
meminta pertanggungjawaban. Membuat orang
bertanggungjawab adalah memberi mereka kesempatan
menggapai keberhasilan, dan hal itu dimulai dari hal-hal
yang kecil.
11. Memberi Teladan. Ada pendapat bahwa anak-anak lebih
banyak belajar dari apa yang mereka lihat, ketimbang apa
yang mereka dengar. Buku-buku panduan dan buku instruksi
tidak dapat secara langsung membangun kultur organisasi
pada anggota. Pemimpin memberi teladan dengan apa yang
mereka lakukan. Sesudah itu ia menganjurkan pengikutnya
untuk melakukan apa yang diteladaninya, dan kemudian
mengharuskan mereka mengikuti teladan itu. Salah satu
contoh sederhana adalah soal menepati waktu untuk
mengikuti suatu acara atau undangan. Kebiasaan
menggunakan “jam karet” dapat diatasi apabila pemimpin
datang tepat waktu dan acara segera dimulai, walaupun
belum semua undangan hadir. Sebaliknya bila semua orang
berpikir belum banyak orang datang pada waktu yang
ditentukan maka kebiasaan “jam karet” akan terus berlanjut
seperti lingkaran setan yang tidak berujung.

62
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

12. Menyadari Pentingnya Hubungan/Komunikasi. Begitu


pentingnya komunikasi antara pemimpin dan yang dipimpin
sehingga dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah urat
nadinya kepemimpinan. Komunikasi sangat menentukan
tingkat keefektifan kepemimpinan seorang pemimpin.
Kegagalan dalam berkomunikasi atau miskomunikasi dalam
kepemimpinan ibarat urat nadi darah yang tersumbat
sehingga orang menjadi sakit. Lembaga atau organisasi bisa
mengalami stagnasi bila kontak atau komunikasi pemimpin
dan bawahan macet. Pemimpin menginginkan A tetapi
pengikut mengerjakan B, pengikut tidak pernah melaporkan
pelaksanaan tugasnya dan pemimpin tidak tahu apa yang
dikerjakan pengikutnya. Miskomunikasi bisa membuat misi
organisasi gagal. Hubungan antara pemimpin dan pengikut
dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya melalui
apel bekerja, briefing, rapat kerja, jam pimpinan, kontak
pribadi melalui alat komunikasi (telepon, SMS) dan
sebagainya. Pemimpin bisa memberi arahan, mendengarkan
laporan, mengevaluasi tugas, sebaliknya bawahan bisa
menanyakan hal-hal yang belum jelas, meminta arahan dan
memperbaiki hal-hal yang dianggap salah. Para pemimpin-
pelayan harus menyadari pentingnya komunikasi secara
vertikal dengan atasan dan Tuhan, ke bawah dengan tim dan
para pengikut, serta secara horisontal dengan sesama mitra
kerjanya, tokoh masyarakat dan agama. Yang lebih penting,
pemimpin-pelayan bisa menciptakan komunikasi dengan
orang-orang yang dipimpinnya sehingga dapat menyerap
aspirasi rakyat untuk bahan penentu kebijaksanaannya.
Dalam arti yang lebih luas, hubungan pemimpin dan yang
dipimpin tidak sekedar sebagai atasan dan bawahan, tetapi ia
juga dapat berperan sebagai seorang bapak (mengayomi),
teman (menjadi mitra kerja), guru (teladan, tempat bertanya)
dan pembina (memperbaiki yang salah).

H. DASAR KEKUATAN KEPEMIMPINAN YANG


MELAYANI
Matius pasal 4 memberikan penjelasan yang amat tegas
bahwa memasuki medan kepemimpinan itu tidak mudah! Yesus

63
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

perlu mempersiapkan diri secara serius sebelum terjun ke medan


pelayanan. Ia tak tanggung-tanggung dalam mempersiapkan
diri, berpuasa 40 hari/malam. Ini artinya, spiritualitas yang baik
menjadi prasyarat seorang pemimpin Kristen! Dengan memakai
bahasa masa kini barangkali tak salah kalau kita sebut Yesus
selama 40 hari mematangkan, mengasah spiritualitasnya.
Kepemimpinan bukan hanya soal kepala/ kepandaian (head),
tetapi juga soal hati (heart), dan tangan (hands). 7 Dasar apa
yang diperankan oleh Yesus sebagai kekuatan dalam
kepemimpinan yang melayani?
1. Spiritualitas
Yesus tahu apa yang akan dilakukan (misi-Nya) ditengah dunia,
ada pekerjaan besar. Dan pekerjaan besar tantangannya juga
pasti besar (godaan iblis: tawaran mengubah batu menjadi roti
(pragmatis), menjatuhkan diri dan malaikat akan menolong
(oportunis); menyembah iblis dan akan segala sesuatu
(materialis).
Apa itu pragmatis? Melihat segala sesuatu dari faktor
kegunaan/manfaat.Sebuah sikap filosofis yang menyatakan
bahwa arti atau makna dari pragmatisme terletak pada bantalan
praktis pada aktivitas manusia. Dikembangkan pada akhir abad
19 Amerika oleh Peirce, itu lebih disesuaikan oleh James untuk
menyatakan bahwa kebenaran adalah apa yang memiliki
konsekuensi bermanfaat. Sebuah keyakinan, seperti kepercayaan
pada Tuhan, harus diterima jika memiliki konsekuensi lebih baik
daripada non-kepercayaan.
Apa itu oportunis? Oportunis·me (n) paham yg semata-
mata hendak mengambil keuntungan untuk diri sendiri dr
kesempatan yg ada tanpa berpegang pd prinsip tertentu.
Kecenderungannya tidak punya prinsip yang dianut atau
dipegang teguh dan bersifat parasit.Jadi, orang oportunis

7
Lihat Dr. Kenneth Blanchard dan kawan kawan, Leadership by The
Book (LTB) mengisahkan tentang tiga orang karakter yang mewakili tiga
aspek kepemimpinan yang melayani, yaitu seorang pendeta, seorang
professor, dan seorang profesional yang sangat berhasil di dunia bisnis.Tiga
aspek kepemimpinan tersebut adalah HATI yang melayani (servant HEART),
KEPALA atau pikiran yang melayani (servant HEAD), dan TANGAN yang
melayani (servant HANDS).

64
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

cenderung mengambil peluang dan kesempatan yg


menguntungkan bagi dirinya sendiri tanpa menghiraukan faktor
kebenarannya.
Apa itu materialis? Orang yang mementingkan harta dan
kekayaan di atas segala-galanya dalam hidupnya.
Setiap kepemimpinan yang melayani atau orang yang
berkepentingan dalam pelayanan Tuhan harus menjauhi sifat-
sifat pragmatis, oportunis dan materialis, sebab ketiganya ini
sangat mengganggu bahkan bisa merusak pelayanan dalam
tubuh Kristus. Namun, tiga tawaran tersebut bisa ditangkal oleh
Yesus! Mengapa?Yesus telah membekali diri-Nya dengan
Spiritualitas yang matang.
Spiritualitas Yesus ternyata tidak mandeg, tetapi
senantiasa diasah (pagi-pagi benar Ia berdoa, mencari tempat
yang sepi). Buah dari kedisiplinan dan ketekunanNya
memelihara, mengasah spiritualitasnya, maka Ia menjadi
Pemimpin yang melayani: rela membasuh kaki murid-muridnya
dengan tulus dan penuh kasih; teguh pada kebenaran, tegas
namun juga lemah lembut, visioner, mencerdaskan/
memberdayakan dan mengubah banyak orang menjadi hidup
baru..
Perhatikan sikap Yesus kepada perempuan-perempuan
Samaria.Dalam dialog itu Yesus menyangkut dua hal. Yang
pertama, tentang karunia Allah.Kasih karunia Allah berlaku
tidak hanya untuk orang Yahudi melainkan untuk seluruh umat
manusia tanpa memandang asal, status, jasa dan
sebagainya.Sehingga dari sisi Allah, tidak ada lagi perlakuan
khusus terhadap sekelompok orang, kasih itu berlaku bagi siapa
saja yang mau menyambutnya.
Yang kedua, Yesus berbicara tentang “Air Hidup”.
Pembicaraan itu terkesan tidak nyambung.Yesus berbicara
tentang air spiritual, sementara perempuan Samaria itu
menafsirkannya dengan air harafiah.Namun Yesus terus
membimbingnya sehingga perempuan itu mengerti. Perempuan
Samaria itu mengerti, meskipun ia adalah orang Samaria yang
begitu buruk reputasinya di hadapan orang Yahudi ditambah
dengan kehidupan moral susilanya yang kelam dengan
bersuamikan lima orang dan kini ia hidup “kumpul kebo”,

65
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

namun toh Yesus mau menyapa dan memberikan Air Kehidupan


itu. Ia layak menerima kasih karunia Tuhan.
Yesus telah menerobos dan menghancurkan tembok
Yahudi dan Samaria, sehingga terbangun relasi dan
komunikasi.Perempuan Samaria itu mengenal Yesus sebagai
Mesias.Bagaimana selanjutnya dengan perempuan
Samaria?Peempuan ini tidak menikmati Air Hidup itu seorang
diri. Dia yang sudah dibebaskan dari hidup masa lalunya dan
masuk dalam kasih karuniaNya kini ia menjadi saksiNya.
Yohanes 4:39 mencatat, “Dan banyak orang Samaria dari kota
itu telah menjadi percaya kepadaNya karena perkataan
perempuan itu,..”Perempuan Samaria itu kini meruntuhkan
tembok yang mengurung sesamanya untuk menerima kasih
karunia Tuhan.
Dari hal ini, Yesus membangun spiritualitas wanita
Samaria dengan mengubah wanita ini dari sosok yang sangat
buruk menjadi seorang yang penuh kemuliaan.Spiritualitas yang
Yesus bangun melalui wanita bukan untuk wanita sendiri tetapi
juga mempengaruhi orang-orang lain menjadi mengenal dan
percaya kepada Yesus adalah Tuhan.
2. Inkorporatif
Yesus sadar sepenuhnya bahwa medan pelayanan
bukanlah lahan untuk mencari kenikmatan dan kepuasan
pribadi. Sehingga Ia seringkali berhadapan dengan tantangan
yang amat besar, dan Ia tidak melarikan diri. Dari situ kita
belajar bahwa komunitas/ medan pelayanan/ organisasi
bukanlah lahan untuk mencari kesenangan. Dalam hal
berorganisasi dalam komunitas orang percaya itu dibentuk
berdasarkan panggilan Allah melalui Kristus sendiri.
3. Visi-Misi
Memang benar dalam organisasi gereja ada, misalnya: AD-
ART, MOU, atau Keputusan-keputusan Organisasi. Berbagai
peraturan itu sangat penting dan perlu dihargai karena menjadi
simbol dari proses kesediaan untuk menyatukan visi-misi. Oleh
karena itu bagi seorang pemimpin komunitas (organisasi gereja)
bukanlah tempat untuk mencari kecocokan, tetapi tempat untuk

66
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

mengabdikan diri (memasuki proses inkorporasi 8 , = yakni


proses memasukkan diri kedalam tubuh gereja sebagai identitas
(panggilan) kristianinya). Dalam proses inkorporasi ini
tumbuhlah aspek askesis hidup, yaitu membangun kerelaan hati
untuk hanya mengabdi kepada Allah (rela berkorban; belajar
tahan uji ketika dicurigai dan dicela, bisa menahan diri ketika
direndahkan; rela menyimpan pendapatnya sendiri demi
tegaknya aturan atau keputusan bersama; tetap setia sekalipun
idenya tidak diterima; tahan untuk tidak mengambil nilai-nilai
yang menjadi pilihannya secara sendiri dan bersama-sama
dapat melaksanakan ketaatan sejati). Di sinilah sering muncul
persoalan serius, yaitu ketika seseorang lalu tergiur/ terseret oleh
tawaran godaan bersikap pragmatis, oportunis, dan materialis
(pengaruh daya cengkeraman hedonisme…???).Apa itu
hedonism? Asal kata "hedone" (Yunani) yang berarti
kesenangan, hedonisme adalah pandangan moral bahwa hal
yang baik hanya kesenangan.
Akibatnya, al. menjadi lesu (burn out) dalam pelayanan
karena tidak mendapatkan “sesuatu”, diskriminatif (pilih-pilih
pelayanan), senang membenarkan diri sendiri untuk berbagai
alasan, menghitung untung-rugi dalam pelayanan (“Saya akan
memperoleh apa?, bukannya apa yang bisa saya berikan”).
Dalam satu suratnya Rasul Paulus menasehatkan
Timotius untuk menjadi kuat oleh kasih karunia dalam Kristus
Yesus (2 Tim 2:1).Untuk menjadi kuat orang harus berlatih
dengan tekun dan berdisiplin, dan taat mengikuti petunjuk atau
aturan yang ditetapkan pelatih. Paulus menggambarkan usaha
untuk menjadi kuat dan semakin sempurna ibarat seorang
prajurit dan olahragawan (2 Tim 2 : 3 – 6). Tidak ada jalan
pintas dan resep serba cepat (instant) untuk menjadi kuat yang
sehat selain berlatih dan berlatih.
Ringkasnya kepemimpinan yang melayani setidaknya
memerlukan tiga hal mendasar: 1) Senantiasa mengasah
spiritualitasnya, 2) inkorporatif: tidak menjadikan lahan
organisasi sebagai tempat mencari kesenangan/ mencari untung/
kemudahan, tetapi supaya garam itu semakin terasa asinnya;

8
F. Mardi Prasetyo SJ, Kepemimpinan Religius, (Pusat Spiritualitas Girisonta, 1998). 23

67
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

membangun korporasi menjadi lebih baik; 3) dituntun oleh


visi/misi, mau membuka diri terhadap kebutuhan yang lebih
luas.

I. HAL-HAL YANG PERLU DIMILIKI SEORANG


PEMIMPIN PELAYAN.
Di dalam organisasi manapun pasti yang pemimpin
memimpin dan anggota yang dipimpin.Namun, tidaklah semua
pemimpin itu pasti adalah pelayan. Untuk membangun seorang
menjadi pemimpin bisa saja melalui pendidikan khusus,
pelatihan, pengalaman dengan berbagai cara untuk menjadikan
seseorang menjadi pemimpin. Namun jelas berbeda dengan
pemimpin yang melayani.Kita tahu bahwa kepemimpin pelayan
yang paling agung dan tidak ada duanya adalah Tuhan Yesus
Juru Selamat dunia.Yesus sebagai teladan utama bagi seorang
pemimpin yang melayani. Konsep ini tentu mengingatkan kita
bahwa kepemimpinan yang melayani hanya ada dan terjadi dari
dalam diri Tuhan Yesus sendiri, sehingga setiap pemimpin yang
melayani di era ini haruslah belajar dari Tuhan Yesus, sang
pemimpin dan pelayan yang agung. Untuk itu, ada tiga kreteria
khusus (meskpun masih banyak kreteria-kreteria lainnya) yang
harus dimiliki seorang pemimpin pelayan, yakni :

1. Otoritas9
Dunia dan segala sesuatu adalah diciptakan dalam otoritas
Allah. Tidak ada yang diciptakan sang pencipta bisa ada tanpa
tunduk kepada otoritas tertentu karena otoritas, secara alamiah,
melibatkan ketergantungan dan saling ketergantungan.
Manifestasi pertama dari otoritas adalah segala sesuatu
tergantung pada Sang pencipta karena semuanya berasal dari
Dia. Kolose 1 : 16-17 menyatakan :
“Karena di dalam Dialah telah diciptakan
segala sesuatu, yang ada di Sorga dan yang
ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak
kelihatan, baik singgasana maupun kerajaan,

9
Myles Munroe, Tujuan dan Kuasa dari Otoritas, (Jakarta : Light
Publishing, 2011), 89-97

68
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

baik pemerintah, maupun penguasa; segala


sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia
ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan
segala sesuatu ada di dalam Dia”.

Segala sesuatu ada dan masih berjalan oleh kuasa sang


pencipta. Bukan hanya alam semesta saja – terlihat dan tak
terlihat – yang diciptakan oleh-Nya, tetapi alam semesta juga
tergantung pada-Nya untuk keberadaannya.
Segala sesuatu dalam penciptaan harus mengacu pada
sang Pencipta untuk kehidupan dan kesuksesaanya. Segala
sesuatu dalam penciptaan dirancang untuk berfungsi dengan
prinsip otoritas.
Sebuah bibit harus tunduk untuk ditanam di dalam tanah
jika mau tumbuh, dalam pengertian ini, tanah adalah otoritas
benih. Ikan harus tunduk untuk hidup di air untuk bertahan
hidup, sehingga otoritas ikan adalah air, jika mereka tidak
tunduk pada itu, mereka akan mati.
Setiap orang dan segala sesuatu harus tunduk kepada
seseorang atau sesuatu untuk dapat berfungsi dan menjadi
sukses.Tidak mungkin mengalahkan otoritas. Kita dapat
mentransfer pertanggungjawaban kita kepada berbagai jenis
otoritas, seperti ketika sang anak bertumbuh dan pindah keluar
dari otoritas orangtuanya, memulai keluarganya sendiri dan
berinteraksi dengan orang lain di dunia, tapi kita tidak akan
pernah keluar dari kebutuhan akan otoritas itu sendiri. Hal ini
berlaku untuk semua ciptaan dan dalam semua pengalaman
manusia.
Siapapun yang menolak untuk diatur oleh otoritas sejati,
artinya tidak sah dan tidak berfungsi di dunia. Setiap orang jika
hidup dengan keadaan tidak sah akan berbahaya sebab ia tidak
tunduk kepada otoritas sehingga orang lain tidak dapat
mempercayainya atau dengan rasa aman tunduk kepadanya bila
diperlukan. Kita seharusnya tunduk kepada mereka yang mau
tunduk.
Kunci kepada keberhasilan, efektivitas, efisiensi, kuasa
dan kesempurnaan hidupNya di bumi adalah pemahaman dan
ketaatanNya terhadap otoritas. Kita melihat pemundukkan

69
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

Yesus kepada otoritas di sepanjang hidupNya di bumi, antara


lain :
Kesediaan-Nya untuk datang ke bumi sebagai manusia,
meskipun Dia adalah Allah (bnd.Yoh. 1:1-4,14), adalah tindakan
penundukan yang luar biasa! Dalam tulisan-tulisan Paulus sang
teolog dari Tarsus, kita membaca, “Tetapi setelah genap
waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari
seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat, supaya
kita diterima menjadi anak” (Gal. 4:4-5).
Langkah Allah dalam memperbaiki masalah umat manusia
adalah penundukkan-Nya sendiri kepada otoritas. Kepada apa
Dia tunduk? Kepada hukum-hukum yang berkaitan dengan
otoritas yang telah Dia ditetapkan untuk penciptaan fisik dan
kehidupan rohani umat-Nya.
 Dia rela datang ke dunia ini secara fisik, sebagai bayi,
melalui rahim seorang wanita, seperti semua orang.
 Ia dilahirkan di bawah hukum Taurat, sehingga
meskipun Ia sendiri telah menetapkan hukum itu bagi
orang Israel, Dia tunduk pada peraturan dan
kewajibannya. Karena allah telah menetapkan semua
otoritas.
Rahasia kehidupan adalah terus-menerus tunduk kepada
Allah dan otoritas-Nya, meskipun anda tidak selalu mengerti apa
yang sedang Dia lakukan. Intinya, sebagaimana Yohanes
berkata kepada Yesus, “Aku tidak bisa membaptis-
Mu.Engkaulah yang seharusnya membaptis aku.”Pada awalnya,
Yohanes tidak sepenuhnya memahami otoritasnya, yang
merupakan masalah banyak orang termasuk pemimpin-
pemimpin rohani hari ini. Otoritas anda ditemukan di dalam apa
yang Allah telah mempersiapkan anda lakukan. Jika ada yang
membutuhkan apa yang telah Allah karuniakan kepada anda
untuk diberikan bagi mereka, maka tidak ada pengganti, mereka
harus datang kepada anda. Beberapa orang mungkin tidak
menyukai kenyataan ini, tetapi Allah telah mengutus mereka
kepada anda.Terkadang kita mungkin merasa tidak nyaman
dengan otoritas kita sendiri, seperti Yohanes, tapi kita perlu
menaati Tuhan didalamnya untuk memenuhi tujuan di mana
hanya Dia yang tahu seoenuhnya.

70
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

Karena Yohanes beroperasi di bawah otoritas Allah, ia


mengerti ketika Yesus berseru kepada otoritas dan ia kemudian
setuju untuk membaptis-Nya.
Hasil penyerahan Yesus kepada otoritas yang telah
ditetapkan sangatlah menyolok :
[Sesudah dibaptis], Yesus segera keluar dari
air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan
Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati
turun ke atas-Nya,lalu terdengarlah suara
dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku
yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan."
(Matius 3 : 16-17)
Sebuah suara dari sorga berbicara, Kapan?“Segera
sesudah”.Yesus tunduk kepada otoritas, “Segera sesudah”
berarti ‘dengan segera’.
Kita sebagai pemimpin rohani dan pemimpin yang
melayani harus mempertimbangkan apakah kemampuan kita
untuk mendengar dari Allah berkenaan dengan tujuan-Nya bagi
hidup kita berhubungan secara langsung kepada respons kita
pada otoritas-Nya telah terpenuhi dengan baik?Jika kita tidak
menerima tuntunan dari Allah, mungkin itu karena kita terus
melanggar beberapa otoritas yang telah Dia tetapkan dalam
hidup kita.
Bertindak menurut otoritas dari Allah membawa kita
kepada kebesaran.Namun otoritas yang membawa kebesaran
seringkali tidak seperti yang kita pikirkan. Yesus
memberitahykan kepada murid-muridNya,
“Tidaklah demikian di antara kamu.
Barangsiapa ingin menjadi besar di antara
kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan
barangsiapa ingin menjadi terkemuka di
antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;
sama seperti Anak Manusia datang bukan
untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan
untuk memberikan nyawa-Nya menjadi
tebusan bagi banyak orang."

(Matius 20:26-28)

71
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

Menjadi dan melakukan apa yang dimaksudkan


untuk kita membuat kita hebat. Tidak peduli apa yang
orang lain katakana tentang kita, ada sesuatu yang
mereka harus datang kepada kita karena kita telah
diberikan otoritas.
Ingatlah, otoritas tidak tergantung gelar.Ada yang
memiliki gelar tetapi tidak memiliki otoritas sejati justru
dibawah otoritas. Otoritas melampuai gelar, itu adalah apa yang
Allah telah tempatkan dalam diri kita.
Ketika Yesus berkata kepada Yohanes, “Biarlah hal ini
terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan
seluruh kehendak Allah” (Matius 3:15), pada dasarnya, Dia
sedang mengatakan, “Yohanes, jangan mementingkan
gelar.Mari kita ikuti saja otoritas yang tepat.”

2. Karakter
Akar kata “karakter” dapat dilacak dari kata Latin,
kharakter, kharassein dan kharax, yang artinya tools for making,
to engrave, and pointed stake. Kata ini mulai banyak digunakan
(kembali) dalam bahada Prancis (caractere) pada abad ke-14
dan kemudian masuk dalam Bahasa Inggris menjadi
“character”.Akhirnya menjadi kata “karakter” dalam bahasa
Indonesia.
Dalam kamus Poerwadarminta, karakter diartikan
sebagai tabiat, watak, sifat, kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dari yang lain.
Dengan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa
pembangunan karakter (character building) adalah proses
mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa sehingga
“berbentuk” unik, menarik dan berbeda atau dapat dibedakan
dengan orang lain.10
Mengapa karakter jauh lebih penting daripada
karisma?Karisma adalah kemasan suatu produk, sedangkan
karakter adalah kegunaan dan keunggulan suatu produk.Namun,

10
Hosea K. Budhi, Discover Your Successful, (Yogyakarta : ANDI,
2008), 8-9

72
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

hal ini tidak berarti bahwa kemasan tidak penting. Suatu produk
apalagi yang mudah bereaksi dengan udara, meskipun
mempunyai kualitas yang baik, apabila tidak dikemas dengan
baik, maka produk tersebut akan menjadi cepat rusak.\Pada
suatu saat nanti kemasan tersebut memang tidak lagi diperlukan.
Inilah yang dikatakan oleh rasul Paulus, “Kasih tidak
berkesudahan, nubuat akan berakhir, bahasa roh akan berhenti,
pengetahuan akan lenyap” (I Kor. 13:8). Semua karisma
(kemasan) atau karunia-karunia Roh Kudus pada saatnya nanti
tidak akan diperlukan lagi, yaitu ketika Yang Sempurna itu
datang. Jadi, selama Tuhan Yesus belum datang kembali ke
dunia ini untuk yang ke dua kali, itu berarti karisma (kemasan)
masih ada dan diperlukan.
Namun, apabila kita merenenungkan dan memperhatikan
lebih lenjut tentang perkataan rasul Paulus itu, maka kita akan
mengerti apa yang menjadi penekanan dari tulisannya. Dia tak
bermaksud mengesampingkan karisma. Dia menghargainya dan
menganggap hal itu penting dan tetap relevan bahkan secara
khusus ia menulis dan mengajarkan tentang karisma ini. Tetapi
ada satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah buah roh atau
karakter. Inilah yang akan di bawa masuk ke dalam kerajaan
surga oleh setiap orang Kristen, sebab karisma akan lenyap
dengan kedatanganNya kelak. Inilah keunggulan yang
sesungguhnya dari seorang hamba Tuhan dan pelayanannya
apabila bisa memegang teguh akan karakternya.11
Ada beberapa hal tentang karakter yang diajarkan Yesus,
antara lain12 :
a. Rendah hati
“Aku melupakan apa yang telah di belakangku” adalah
suatu pernyataan Paulus yang menyakinkan kita bahwa ia
bukanlah jenis orang yang hidup terpaku pada masa lalu.
Sebenarnya, Paulus ingin berkata, “Saya tidak menghiraukan
prestasi-prestasi saya dan juga kesalahan-kesalahan orang lain

11
Leonardo A. Sjiamsuri, Karisma Versus Karakter, (Jakarta : Nafiri
Gabriel, 2000), 25-26
12
Charles R. Swindoll, Meningkatkan Pelayanan Anda, (Bandung : Pionir
Jaya, 2008), 84-86

73
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

terhadap saya. Saya tidak ingin tinggal menetap


didalamnya.”Hal ini memerlukan kerendahan hati.Terutama jika
anda tahu bagaimana masa lalu dari Paulus. Perhatikanlah ayat-
ayat berikut ini :.

“Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap


kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga
kali aku didera, satu kali aku dilempari
dengan batu, tiga kali mengalami karam
kapal, sehari semalam aku terkatung-katung
di tengah laut.
Dalam perjalananku aku sering diancam
bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya
dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak
orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota,
bahaya di padang gurun, bahaya di tengah
laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara
palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja
berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar
dan dahaga; kerap kali aku berpuasa,
kedinginan dan tanpa pakaian”. (2 Kor.
11:24-27)
Bayangkan, orang-orang yang dapat dicatat dalam “daftar
kebencian” oleh Paulus.Tetapi Paulus tidak mempunyai daftar
semacam itu. Dengan rendah hati, ia melupakan apa yang telah
di belakangnya. Dengan sengaja ia tidak mengingat-ingat
mereka yang telah bersalah kepadanya.
Contoh lain yang cukup baik adalah Yusuf dalam kitab
Kejadian. Yusuf ditolak dan dibenci oleh saudara-saudaranya,
dijual kepada suatu kafilah yang sedang menuju Mesir, dijual
lagi sebagai budak di pasar Mesir, difitnah oleh istri Potifar,
terlupakan di penjara bawah tanah dan disangka telah mati oleh
ayahnya sendiri. Namun orang ini akhirnya mendapat jabatan
tinggi, menjadi bawahan langsung Firaun.
Namun yang paling menakjubkan dari cerita ini adalah
Yusuf tidak ingin mengingat-ingat sakit hatinya. Malahan,
ketika ia dan istrinya mendapatkan anak pertama, ia manamai

74
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

bayi laki-laki itu Manasye, sebuah nama Ibrani, yang artinya


“lupa”. Yusuf menjelaskan alasan mengapa ia memilih nama itu:
Yusuf memberi nama Manasye kepada anak
sulungnya itu, sebab katanya: "Allah telah
membuat aku lupa sama sekali kepada
kesukaranku dan kepada rumah bapaku.” (
Kej. 41-51)
Kata-kata Yusuf mengandung suatu pengertian
yang amat penting, agar kita juga dapat melupakan
kesalahan-kesalahan yang dilakukan orang terhadap
kita. Tuhan lah yang mengharuskan kita menghapuskan
dan melupakannya.

b. Murah hati
Murah hati artinya memperhatikan orang-orang yang
berkekurangan. Pelayanan terhadap orang-orang yang susah.
Menawarkan bantuan bagi mereka yang terluka……..yang
menderita di bawah tekanan hidup yang sulit.
Murah hati tidak hanya berarti bersimpati kepada
seseorang dengan pengertian popular dari kata ini sendiri, tidak
terbatas hanya pada perasaan kasihan terhadap orang dalam
kesulitan.Chesedh mengatakan, murah hati artinya adanya
kemampuan untuk mengerti sedalam-dalamnya tentang
seseorang.Jadi, jelas hal ini lebih dari sekedar gelombang emosi,
kasihan melainkan memerlukan adanya kesungguhan dari
pikiran dan kemauan. Istilah ini menunjukkan suatu perasaan
simpati yang tidak diberikan dari luar saja tetapi berasal dari
usaha untuk mengerti lebih dalam orang tersebut, sehingga kita
dapat melihat dan merasa sebagaimana yang ia lihat dan
rasakan.
Seorang pelayan yang bermurah hati kepada orang yang
dalam kesusahan seringkali justru dapat menolong serta
memberi kekuatan kepada orang tersebut karena ia sendiri dapat
merasakan penderitaan orang yang dilayani itu – ia mengerti
betul keadaan orang tersebut. Ia tidak hanya melihat atau
membantu dari jauh tetapi ia juga berhubungan langsung,
terlibat dan menawarkan bantuan yang tepat dan dapat
mengurangi kesusahan orang tersebut.

75
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

c. Berdamai
Istilah “berdamai” diambil dari kalimat, “Orang yang
membawa damai”, dalam bahasa Yunani, istilah ini digunakan
kata “berdamai” memiliki pengertian, antara lain :
 Sedapat-dapatnya kalau hal ini bergantung padamu,
hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang. (Roma
12:18)
 Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan
damai sejahtera dan yang berguna untuk saling
membangun (Roma 14:19)
Jadi. Seorang “yang membawa damai” adalah seorang
pelayan yang memiliki kedamaian dalam dirinya sendiri
(tenang) dan ia berusaha keras untuk menyelesaikan perselisihan
dan bukannya malah memulai dan membesarkannya. Ia adalah
orang yang dapat menerima, toleran, dan tidak suka pada hal-hal
yang negatif

3. Kasih
Kita sering diingatkan bahwa Yesus telah mengatakan
tidak ada perintah yang lebih besar daripada “Kasihilah Tuhan,
Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu
dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap
kekuatanmu.Dan Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri.” (Markus 12 : 30-31).
Tetapi tidak banyak diceritakan bahwa Yesus juga
menambahkan, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu,
yaitu supaya kamu saling mengasihi, sama seperti Aku telah
mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling mengasihi.”
(Yoh. 13:34). Inilah yang membuat perbedaan yang amat
besar!13
Untuk memahami kasih seperti apakah yang dimiliki
oleh Yesus, kita harus memahami bahwa orang Yunani
menggunakan kata yang berbeda-beda untuk menyatakan
berbagai macam jenis kasih yang ada.Kata-kata yang dipakai
oleh orang Yunani tersebut adalah Eros, Storge, Phileo dan
13
Paul J. Meyer, 24 Kunci Sukses, (Yogyakarta : ANDI, 2008), 98

76
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

Agape.Eros dipakai untuk menyatakan kesukaan yang


berhubungan dengan tubuh.Oleh karena itu, Eros biasanya
dikaitkan dengan seksualitas atau rasa suka di antara lawan
jenis.Sedangkan kata Storge biasanya dihubungkan dengan rasa
cinta karena ikatan-ikatan yang khusus, misalnya rasa cinta
seorang ibu kepada anaknya atau rasa cinta seorang gembala
kepada gerejanya. Dalam kitab suci, kedua kata di atas jarang
atau tidak pernah digunakan.. Dalam kitab suci digunakan dua
kata yang lain, untuk mengekspresikan kasih. Kata yang
pertama adalah Phileo.Phileo adalah perasaan sayang yang
lembut, biasanya digunakan untuk menandakan perasaan yang
ada di antara saudara ataupun teman. Kata lain yang digunakan
adalah Agape.
Agape adalah kasih yang tertinggi.Agape adalah kasih
yang tidak bersyarat, yang berpusatkan kepada objeknya dan
menghendaki yang terbaik untuk objeknya.Agape tidak pernah
mengharapkan imbalan balik dari objek penerimanya.Dalam
kitab suci, Agape dipergunakan untuk menunjukkan pada kasih
Allah kepada umat manusia.Jadi, Agape adalah kasih yang
bersifat Ilahi atau supranatural.Jenis kasih terakhir inilah yang
dihungkan dengan Yesus.
Inti kehidupan, pengajaran dan kepemimpinan Yesus
boleh disimpulkan dengan satu kata yaitu : kasih Agape. Ketika
Yesus ditanyai oleh para ahli Taurat tentang hukum atau
perintah yang paling utama dalam Taurat, Yesus menjawab
dengan mengatakan bahwa seluruh hukum Taurat dan
tafsirannya dapat disimpulkan menjadi dua perintah utama, yaitu
mengasihi Allah dengan segenap hati dan hidup kita dan
mengasihi sesama manusia seperti kita sendiri (Matius 22:37-
39).14

DAFTAR PUSTAKA
Charles R. Swindoll, Meningkatkan Pelayanan Anda, (Bandung
: Pionir Jaya, 2008)
F. Mardi Prasetyo SJ, Kepemimpinan Religius, (Pusat
Spiritualitas Girisonta, 1998)

14
Gunawan Hartono, The Servant King, ( Sidoarjo : Elijah, 2009), 76-77

77
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156

Gunawan Hartono, The Servant King, ( Sidoarjo : Elijah, 2009),


76-77
H. Achmad Sanusi – M. Sobry Sutikno, Kepemimpinan Sekrang
Dan Masa Depan, (Bandung: Prospect, 2009)
Hosea K. Budhi, Discover Your Successful, (Yogyakarta :
ANDI, 2008)
J. Robert Clinton, Pembentukan Pemimpin Sejati, (Colorado:
Church Resource Ministries, 1988)
Jeff Hammond, Kepemimpinan Yang Sukses, (Jakarta : Yayasan
Media Buana Indonesia, 2002)
Ken Blanchard-Phil Hodges, Lead Like Jesus, (Jakarta: Praminta
Offset, 2007)
Leonardo A. Sjiamsuri, Karisma Versus Karakter, (Jakarta :
Nafiri Gabriel, 2000)
Makmur Halim, Gereja Di Tengah-tengah Perubahan Dunia,
(Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2000)
Myles Munroe, Tujuan dan Kuasa dari Otoritas, (Jakarta : Light
Publishing, 2011)
Paul J. Meyer, 24 Kunci Sukses, (Yogyakarta : ANDI, 2008), 98

78

Anda mungkin juga menyukai