Anda di halaman 1dari 84

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK TEMA

LINGKUNGAN BERSIH, SEHAT DAN ASRI DENGAN


PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR SISWA KELAS 1 MI JATINAGARA

( Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas I di MI Jatinagara


Kecamatan Jatinagara Kabupaten Ciamis )

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mengusulkan


kenaikan golongan dari III B Ke- III C

Disusun oleh :
ESIH, S.Pd.I
NIP: 19760424 200710 2 002

MADRASAH IBTIDA’IYAH ( MI ) JATINAGARA


KECAMATAN JATINAGARA KABUPATEN CIAMIS
TAHUN 2018

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Pada dasarnya pendidikan merupakan suatu proses membimbing manusia

dari kegelapan kebodohan menuju kecerahan pengetahuan. Pendidikan adalah

“suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri

sebaik mungkin terhadap Bermain di Lingkungankunya dan dengan demikian

akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan dapat

bermanfaat dalam kehidupan masyarakat nantinya”.1

Madrasah Ibtidaiyah (MI) memiliki peran dan manfaat yang sangat

penting dalam mempersiapkan SDM yang bermutu. Karena dari pendidikan inilah

siswa sudah memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk menjembatani mereka

dalam meraih cita-cita mereka di masa depan. Oleh karena itu, guru harus dapat

kreatif dan tepat dalam memilih model pembelajaran, proses pembelajaran, media

pembelajarannya serta materi pembelajarannya haruslah sesuai dengan tingkat

perkembangan usia siswa MI. Dengan adanya fenomena seperti inilah maka

munculah sistem pembelajaran terpadu yaitu melalui pembelajaran tematik.

Pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang

melibatkan beberapa mata pelajaran. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat

dilihat dari aspek proses, waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar.

Jadi, pembelajaran tematik adalah “pembelajaran terpadu yang menggunakan

tema sebagai pemersatu materi dalam beberapa mata pelajaran sekaligus dalam
3

satu kali tatap muka. Sehingga membuat proses pembelajaran menjadi lebih

bermakna dan dapat dengan mudah dipahami oleh siswa MI khususnya kelas

rendah”. 2

Akan tetapi banyak guru-guru MI yang masih belum bisa menerapkan

model pembelajaran tematik dengan benar dan berhasil. Untuk itu pemahaman

pembelajaran tematik para guru perlu ditingkatkan dan mereka harus

mengembangkan secara lebih kreatif, inovatif, dan adaptif. Dengan demikian

usaha berkelanjutan yang berkaitan dengan pengembangan pembelajaran tematik

yang menarik harus dipacu sebagai sarana belajar dan pendewasaan. Tujuannya

adalah “untuk mengubah serta menemukan pembelajarannya yang lebih berdaya

guna serta meningkatkan hasil belajar siswa”.3

Hasil belajar siswa adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa

setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Ada tiga macam hasil belajar, yaitu:

“(a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan

cita-cita”.4

Belajar pada hakikatnya adalah “suatu interaksi antara individu dan

Bermain di Lingkunganku. Bermain di Lingkunganku menyediakan rangsangan

(stimulus) terhadap individu dan sebaliknya individu memberikan respons

terhadap Bermain di Lingkunganku”. 5 Hal ini menunjukkan, bahwa fungsi

Bermain di Lingkunganku merupakan faktor yang penting dalam proses belajar

mengajar. Mengingat begitu kompleksnya manfaat dari belajar tentang Bermain di


4

Lingkunganku bagi siswa MI, namun pembelajaran Bermain di Lingkunganku

sudah harus dikenalkan dan diterapkan pada siswa.

Kenyataan yang terjadi saat ini, siswa MI khususnya kelas rendah masih

belum peduli dengan keadaan Bermain di Lingkungankunya sendiri, karena pada

seusia mereka (7 tahun- 9 tahun), mereka selalu asyik dengan dunianya sendiri

tanpa memperhatikan Bermain di Lingkunganku di sekitarnya.

Adanya berbagai macam persoalan pendidikan di atas, maka penulis

memandang perlu melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model

Pembelajaran Tematik Tema Bermain di Lingkunganku dengan Pendekatan

Kontekstual untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas II MI

Jatinagara Kecamatan Jatinagara Kabupaten Ciamis”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, maka

permasalahan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara penerapan model pembelajaran tematik tema Bermain di

Lingkunganku dengan pendekatan kontekstual siswa kelas II MI Jatinagara,

Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis?

2. Bagaimana cara penerapan model pembelajaran tematik tema Bermain di

Lingkunganku dengan pendekatan kontekstual untuk meningkatan aktivitas

siswa kelas II dI MI Jatinagara, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis?

3. Apakah penerapan model pembelajaran tematik tema Bermain di

Lingkunganku dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan


5

tercapainya standar nilai ketuntasan belajar siswa kelas II MI Jatinagara,

Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan beberapa rumusan permasalah tersebut, maka tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan cara penerapan model pembelajaran tematik tema Bermain

di Lingkunganku dengan pendekatan kontekstual siswa kelas II MI Jatinagara,

Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis.

2. Mendeskripsikan cara penerapan model pembelajaran tematik tema Bermain

di Lingkunganku dengan pendekatan kontekstual untuk meningkatan aktivitas

siswa kelas II di MI Jatinagara, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis.

3. Mendeskripsikan penerapan model pembelajaran tematik tema Bermain di

Lingkunganku dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan

tercapainya standar nilai ketuntasan belajar siswa kelas II MI Jatinagara,

Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak

Bermain di Lingkunganku sekolah, serta pihak peneliti selanjutnya.

1. Pihak Sekolah

Dengan adanya penelitian seperti ini, diharapkan dapat memacu pihak sekolah

untuk memberikan dan mengadakan pengarahan-pengarahan kepada pihak

guru-guru untuk lebih memahami dan mendalami tentang pembelajaran


6

tematik itu sendiri, baik itu dilakukan melalui pengadaan seminar-seminar

atau lainnya.

2. Pihak Guru

Penelitian model pembelajaran tematik ini dapat dijadikan contoh dan

masukan bagi guru-guru MI kelas rendah, khususnya guru MI kelas II MI

Jatinagara, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis. Yang mana

kedepannya, diharapkan guru dapat meningkatkan dan mengembangkan

sendiri secara lebih kreatif, inovatif, dan adaptif.

3. Pihak Siswa

Dengan adanya penerapan model pembelajaran tematik diharapkan aktivitas

siswa selama proses pembelajaran meningkat, siswa mendapatkan nilai sesuai

dengan standar nilai ketuntasan yang ditetapkan oleh pihak sekolah.

4. Peneliti Terdahulu

Dengan adanya penelitian ini maka peneliti terdahulu dapat menganalisis

kekurangan pada penelitiannya sehingga dapat digunakan sebagai referensi

jika melakukan penelitian lagi.

5. Pihak Peneliti Selanjutnya

Temuan-temuan serta informasi yang ada dalam penelitian ini, dapat

dipergunakan oleh para peneliti selanjutnya sebagai wawasan tambahan serta

dapat digunakan untuk memperbanyak sumber data yang diperlukan dalam

penelitian pembelajaran tematik selanjutnya, serta sebagai acuan untuk dapat

menerapkan model pembelajaran tematik dengan lebih baik lagi.


7

E. Hipotesis

a. Jika siswa kelas II MI Jatinagara Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis

menggunakan model pembelajaran tematik dengan tema Bermain di

Lingkunganku dengan pendekatan kontekstual maka aktivitas belajar siswa

akan meningkat.

b. Jika siswa kelas II MI Jatinagara Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis

menggunakan model pembelajaran tematik dengan tema Bermain di

Lingkunganku dengan pendekatan kontekstual maka standar nilai ketuntasan

belajar siswa akan meningkat.

F. Penegasan Istilah

1. Pembelajaran adalah “proses interaksi antara peserta didik dengan Bermain di

Lingkungankunya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih

baik”.

2. Model pembelajaran adalah “seperangkat langkah-langkah pembelajaran

untuk mencapai tujuan tertentu yang memiliki unsur-unsur tujuan, alokasi

waktu, kompetensi dasar serta indikator, langkah-langkah kegiatan belajar

mengajar, media, sumber belajar, penilaian hasil belajar sesuai dengan yang

terdapat dalam RPP”

3. Pembelajaran tematik adalah “kegiatan mengajar dengan memadukan materi

beberapa mata pelajaran dalam satu tema atau satu topik pembicaraan”.

4. Tema adalah “pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok

pembicaraan”.
8

5. Bermain di Lingkunganku adalah “segala sesuatu yang ada di alam sekitar

yang memiliki makna dan atau pengaruh tertentu kepada individu, yang dapat

diwujudkan dengan perubahan tingkah laku”.

6. Pembelajaran kontekstual adalah “konsep belajar dimana guru menghadirkan

dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka

sehari-hari”.

7. Peningkatan adalah “suatu proses, cara atau perbuatan untuk meningkatkan

usaha atau kegiatan ke arah yang lebih baik lagi dari yang semula”.

8. Hasil belajar adalah “kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

menerima pengalaman belajarnya”.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk lebih mempermudah pembahasan masalah secara garis besar

terhadap penyusunan skripsi ini maka penulis menyusun dalam lima bab, yang

masing-masing bab dibagi dalam sub-sub, dengan perincian sebagai berikut :

Bab I, Pendahuluan, pada bab ini berisi: (a) latar belakang masalah, (b)

rumusan masalah, (c) tujuan penelitian, (d) manfaat penelitian, (e) hipotesi, (f)

penegasan istilah, (g) sistematika pembahasan.

Bab II, kajian pustaka, pada bab ini berisi tentang landasan teori yang

meliputi: (a). Pembelajaran tematik, yang meliputi: pengertian pembelajaran

tematik, hakikat pembelajaran tematik, karakteristik pembelajaran tematik, model-

model pembelajaran tematik, Implikasi pembelajaran tematik, langkah-langkah

penyusunan pembelajaran tematik. (b). Bermain di Lingkunganku. (c). Model


9

pembelajaran tematik untuk tema Bermain di Lingkunganku. (d). pendekatan

kontekstual. (e). Hasil pembelajaran tematik dengan pendekatan kontekstual. (f).

Penelitian terdahulu.

Bab III, metode penelitian, pada bab ini terdiri dari: (a) Jenis dan

pendekatan penelitian, (b) lokasi dan subjek penelitian, (c) kehadiran peneliti, (d)

data dan sumber data, (e) prosedur pengumpulan data, (f) teknik analisis data, (g)

pengecekan keabsahan temuan data, dan (h) tahap-tahap penelitian.

Bab IV, Paparan hasil penelitian, terdiri dari: (a) paparan data. (b) temuan

penelitian, dan (c) Pembahasan penelitian.

Bab V, penutup, terdiri dari: (a) kesimpulan dan (b) saran.

Bagian akhir, terdiri dari: (a) daftar rujukan, (b) lampiran-lampiran, (c)

surat pernyataan keaslian, (d) daftar riwayat hidup lengkap.


10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Tematik

1. Hakikat Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang menggunakan tema

dalam mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan

pengalaman bermakna kepada siswa. Dengan tema diharapkan dapat memberikan

banyak keuntungan, diantaranya:

(1) siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu, (2)
siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai
kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama, (3)
kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan
mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa, (4) siswa mampu
lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan
dalam konteks tema yang jelas, (5) guru dapat menghemat waktu karena
mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan
sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya
dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.6

Berdasarkan kelebihan dari pembelajaran tematik di atas, maka para

pakar pendidikan di Indonesia menerapkan pembelajaran tematik atau

pembelajaran terpadu sehingga pembelajaran diarahkan agar mampu memberikan

sesuatu secara menyeluruh kepada siswa. Secara aktif siswa terlibat dalam proses

pembelajaran terpadu dapat dipandang sebagai upaya untuk memperbaiki kualitas

pendidikan di tingkat dasar.

Praktiknya keterpaduan di sini mengimplikasikan bahwa isi

dikembangkan pada tingkat yang lebih konseptual daripada sekedar faktual

6
Muslich, KTSP Pembelajaran..., hal. 164
11

semata. Begitu pula bahan-bahan lebih dikembangkan dan disajikan secara

keseluruhan daripada hanya sekedar isi mata pelajaran yang terpisah-pisah.

Implementasi pembelajaran terpadu dilakukan melalui tema. Pembelajaran

terpadu yang menggunakan tema sebagai pemersatu materi dikenal sebagai

pembelajaran tematik.

Pembelajaran terpadu lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam

proses pembelajaran secara aktif. Oleh karena itu, siswa dapat memperoleh

pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai

pengetahuan yang dipelajarinya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh

Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa “pembelajaran

haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak”.7

Hakikat pembelajaran terpadu adalah sebagai berikut: (1) pembelajaran

yang beranjak dari suatu tema tertentu sebagai pusat perhatian yang digunakan

untuk memahami gejala-gejala dan konsep-konsep lain, baik yang berasal dari

mata pelajaran yang bersangkutan maupun dari mata pelajaran lainnya, (2) suatu

pendekatan pembelajaran yang menghubungkan berbagai mata pelajaran yang

mencerminkan dunia nyata di sekeliling siswa dan pada rentang kemampuannya

dan perkembangan siswa, (3) suatu cara untuk mengembangkan pengetahuan dan

keterampilan siswa secara simultan, (4) merakit dan menggabungkan sejumlah

konsep dalam beberapa mata pelajaran yang berbeda. Harapannya, siswa akan

belajar dengan lebih aktif dan bermakna.

7
Ibid., hal. 165
12

2. Karakteristik Pembelajaran Tematik

Dalam pembelajaran tematik di sekolah dasar memiliki karakteristik sebagai

berikut:8

a. Berpusat pada siswa

Pembelajaran tematik berpusat pada siswa, sesuai dengan pendekatan belajar

modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar.

b. Memberikan pengalaman langsung

Dengan pangalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata

(konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.

c. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas

Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak

begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema

yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.

d. Menyajikan konsep dan berbagai mata pelajaran

Penyajian konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses

pembelajaran menjadikan siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut

secara utuh.

e. Bersifat fleksibel

Bersifat luwes (fleksibel), dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar daru

suatu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, bahkan mengaitkannya

dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan di mana sekolah dan siswa

berada.

8
Kunandar, Guru Profesional..., hal. 335
13

3. Model-model Pembelajaran Terpadu

Fogarty memperkenalkan 10 (sepuluh) model pembelajaran terpadu,

yakni:9

a. Model Pisah (fragmented)

Dalam kurikulum, setiap mata pelajaran diajarakan secara terpisah-pisah,

tanpa ada usaha untuk menghubungkan atau memadukan satu sama lainnya.

Setiap mata pelajaran dipandang sebagai mata pelajaran kajian murni berdiri

sendiri.

b. Model Hubungan (connected)

Model pembelajaran ini menyajikan hubungan yang eksplisit dalam setiap

mata pelajaran, menghubungkan satu topik ke topik berikutnya,

menghubungkan satu konsep ke konsep yang lainnya, menghubungkan satu

keterampilan ke keterampilan yang lainnya.

c. Model Gugusan (nested)

Model pemanduan seperti ini merupakan pemanduan berbagai keterampilan

dari berbagai disiplin ilmu yang dicapai bersama-bersama dalam mengkaji

suatu masalah.

d. Model Urutan (sequenced)

Dengan model ini, guru dapat menyusun kembali urutan topik-topik yang

kebetulan sama antara yang satu dan yang lainnya. Dua mata pelajaran yang

berhubungan diurutkan, sehingga materi kedua mata pelajaran itu diajarkan

secara paralel.

e. Model Gabungan Bagian (shared)

9
Ibid., hal. 336
14

Beberapa mata pelajaran memiliki bagian yang sama dengan bagian dari mata

pelajaran yang lainnya. Sebagai contoh, guru IPA dan Matematika sama-sama

menggunakan konsep pengumpulan data charting dan grafhing. Materi yang

sama ini digabungkan saja pelajarannya.

f. Model Jaring Laba-laba (webbed)

Pendekatan ini dimulai dengan mengembangkan tema yang hendak dipelajari

menjadi beberapa subtema, misalnya penemuan. Selain itu masing-masing

bidang mengembangkan materi ajarannya yakni penemuan tentang mesin-

mesin sederhana diajarkan melalui bahasan, penghitungan rancang bangun

dilakukan melalui matematika dan komputer, serta rancangan dan pembuatan

model diajarkan melalui keterampilan.

g. Model Rajutan (threated)

Model ini memfokuskan pada integrasi metacurriculum yang menggantikan

atau memotong dengan sangat dalam isi materi berbagai mata pelajaran.

h. Model Padu (integrated)

Model padu ini mengintegrasikan konsep, keterampilan, dan isi konsep yang

tumpang tindih secara keseluruhan.

i. Model Celup (immersed)

Dalam model ini pelajar (calon sarjana, magister, atau doktor) mencelupkan

diri secara total ke dalam bidang penelitiannya. Mereka menyaring materi

yang dipelajarinya melalui sudut pandang kajiannya.

j. Model Jaringan (network)

Model ini merupakan model pembelajaran yang terus-menerus mencari

masukan (jaringan para ahli) untuk memperoleh perluasan, dan pembaharuan


15

gagasan-gagasan. Masukan itu hendaknya disaring menggunakan kacamata

keahlian dan minat masing-masing.

Dari 10 (sepuluh) model pembelajaran terpadu yang telah diuraikan di

atas, maka pada penelitian ini peneliti menggunakan model jaring laba-laba

(webbed model), yakni model yang menggunakan pendekatan tematis untuk

memadukan beberapa mata pelajaran menjadi satu tema.

4. Implikasi Pembelajaran Tematik

Dalam implementasi penerapan pembelajaran tematik mempunyai

beberapa implikasi bagi guru, siswa, buku ajar, sarana prasarana, pengelolaan

kelas, dan media adalah sebagai berikut:

a. Implikasi bagi guru

1) Pembelajaran tematik merupakan pendekatan yang harus digunakan dalam

pelaksanaan pembelajaran di SD/MI. Oleh karena itu, guru perlu

mempelajarinya terlebih dahulu sehingga memperoleh pemahaman, baik

secara konseptual maupun praktikal.

2) Pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreatif baik dalam menyiapkan

kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari

berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih

bermakna, menarik, menyenangkan, dan utuh.

b. Implikasi bagi siswa

1) Siswa harus mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya

dimungkinkan untuk bekerja, baik secara individual, pasangan, kelompok

kecil, ataupun klasikal.


16

2) Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara

aktif.

c. Implikasi terhadap sarana, prasarana, sumber belajar dan media

1) Pembelajaran tematik pada hakekatnya menekankan pada siswa untuk aktif

mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara

historis dan autentik. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya memerlukan

berbagai sarana dan prasarana belajar.

2) Pembelajaran ini perlu memanfaatkan berbagai sumber belajar, baik yang

sifatnya didesain secara khusus untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran (by

design), maupun sumber belajar yang tersedia di lingkungan yang dapat

dimanfaatkan.

3) Pembelajaran ini juga perlu mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran

yang bervariasi. Dengan menggunakan penggunaan media akan membantu

siswa dalam memahami konsep-konsep yang abstrak.

4) Penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar masih dapat menggunakan

buku ajar, sudah ada saat ini untuk masing-masing mata pelajaran dan

dimungkinkan pula untuk menggunakan buku suplemen khusus yang memuat

bahan ajar yang terintegrasi.

d. Implikasi terhadap pengaturan ruangan

Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik perlu dilakukan hal-hal

sebagai berikut:

1) Mengatur ruangan; ruang diatur disesuaikan dengan tema yang sedang

dilaksanakan.
17

2) Pengorganisasian ruangan; perlu dikelola agar suasana belajar menyenangkan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut: Susunan bangku peserta didik

dapat berubah-ubah, kegiatan hendaknya bervariasi dan dapat dilaksanakan,

baik di dalam kelas maupun di luar kelas, dinding kelas dapat dimanfaatkan

untuk memajang hasil karya peserta didik, alat, sarana, dan sumber belajar

hendaknya dikelola sehingga memudahkan peserta didik untuk menggunakan

dan menyimpannya kembali.

e. Implikasi terhadap pemilihan metode

Sesuai dengan karakteristik pembelajaran tematik, maka dalam

pembelajaran yang dilakukan perlu disiapkan berbagai variasi kegiatan dengan

menggunakan multi metode. Misalnya, percobaan, bermain peran, tanya jawab,

demonstrasi, dan bercakap-cakap.

5. Langkah-langkah Penyusunan Pembelajaran Tematik

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam penerapan model

pembelajaran tematik, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, serta tahap

penialaian adalah sebagai berikut:

a. Tahap Persiapan

1) Pemetaan Kompetensi Dasar

a) Menentukan Tema

Dalam melakukan pemetaan dapat diterapkan atau dilakukan dengan

dua cara, yakni: pertama, mempelajari standar kompetensi dan kompetensi

dasar dalam masing-masing mata pelajaran, dilanjutkan dengan menentukan

tema yang sesuai. Kedua, menetapkan terlebih dahulu tema-tema pengikat


18

keterpaduan kemudian mengidentifikasi kompetensi dasar dari beberapa mata

pelajaran yang cocok dengan tema yang ada.

b) Penjabaran Kompetensi Dasar ke dalam Indikator

Setelah tema ditentukan, selanjutnya adalah mengembangkan indikator

pencapaiannya dan setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada

pada setiap mata pelajaran.

2) Menetapkan Jaringan Tema

Cara menetapkan jaringan tema yaitu dengan cara menghubungkan

kompetensi dasar dan indikator dengan tema pemersatu. Dengan jaringan tersebut

akan terlihat kaitan antara tema, kompetensi dasar, dan indikator dari setiap mata

pelajaran.

3) Penyusunan Silabus

Hasil seluruh proses yang telah dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya

dijadikan dasar dalam penyusunan silabus. Komponen silabus teridiri dari standar

kompetensi, kompetensi dasar, indikator, pengalaman belajar, alat/sumber, dan

penilaian.

4) Penyusunan Rencana Pembelajaran/Desain Pembelajaran Tematik

Untuk keperluan pelaksanaan pemebelajaran guru perlu menyusun rencana

pembalajaran. Rencana pembelajaran merupakan realisasi dari pengalaman belajar

siswa yang telah ditetapkan dalam silabus pembelajaran. Komponen rencana

pembelajaran tematik meliputi hal-hal berikut:

a) Identitas mata pelajaran.

b) Kompetensi dasar dan indikator yang hendak dicapai.

c) Materi pokok beserta uraiannya.


19

d) Strategi pembelajaran.

e) Alat dan media yang digunakan.

f) Penilaian dan tindak lanjut.

5) Pengelolaan Kelas.

Agar kegiatan pembelajaran ini dapat berlangsung dengan baik dan

optimal, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:

a) Mengatur Ruangan; ruangan perlu diatur sesuai dengan tema yang sedang

dilakukan.

b) Metode dapat digunakan dalam pembelajaran tematik, antara lain pemberian

tugas, metode proyek, karya wisata, bermain peran, demonstrasi, percobaan

sederhana, bercakap-cakap dan tanya jawab, peserta didik bercerita atau guru

bercerita.

c) Pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakna dalam bentuk klasikal, kelompok,

berpasangan, dan perseorangan.

d) Pengorganisasian ruangan; pengaturan ruangan perlu dikelola agar suasana

belajar menyenangkan.

b. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan pembelajaran tematik setiap hari dilakukan dengan

menggunakan tiga tahapan kegiatan, yaitu:

1) Kegiatan Pendahuluan/Awal/Pembukaan

Kegiatan ini terutama dilakukan untuk menciptakan awal pembelajaran

untuk mendorong siswa memfokuskan dirinya agar mampu mengikuti proses

pembelajaran dengan baik.


20

2) Kegiatan Inti

Dalam kegiatan ini difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang bertujuan

untuk pengembangan kemampuan baca, tulis dan hitung. Penyajian bahan

pembelajaran dilakukan dengan menggunakan berbagai strategi/metode yang

bervariasi dan dapat dilakukan secara klasikal, kelompok kecil, ataupun

perorangan.

3) Kegiatan Penutup/Akhir dan Tindak Lanjut

Sifat dan kegiatan penutup adalah untuk menenangkan. Beberapa contoh

kegiatan akhir/penutup yang dapat dilakukan adalah menyimpulkan hasil

pembelajaran yang telah dilakukan, mendongeng, membacakan cerita dari buku,

pantomim, pesan-pesan moral, musik/apresiasi musik.

c. Tahap Penilaian

1) Pengertian

Penilaian dalam pembelajaran tematik adalah suatu usaha untuk

mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan

menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang

telah dicapai oleh anak didik melalui program kegiatan belajar.

2) Tujuan

a) Mengetahui pencapaian indikator yang telah ditetapkan;

b) Memperoleh umpan balik bagi guru, untuk mengetahui hambatan yang terjadi

dalam pembelajaran maupun aktivitas pembelajaran;

c) Memperoleh gambaran yang jelas tentang perkembangan pengetahuan,

keterampilan, dan sikap siswa;


21

d) Sebagai acuan dalam menentukan rencana tindak lanjut (remedial, pengayaan,

dan pemantapan);

3) Prinsip

a) Penilaian di kelas I dan II mengiktuti aturan penilaian mata-mata pelajaran

lain di sekolah dasar.

b) Kemampuan membaca, menulis, dan berhitung merupakan kemampuan yang

harus dikuasai oleh peserta didik kelas I dan II. Oleh karena itu, penguasaan

terhadap ketiga kemampuan tersebut adalah prasyarat untuk kenaikan kelas;

c) Penilaian dilakukan dengan mengacu pada indikator dari masing-masing

kompetensi dasar dan hasil belajar dari mata pelajaran;

d) Penilaian dilakukan secara terus-menerus dan selama proses belajar mengajar

berlangsung.

e) Hasil karya/kerja siswa dapat digunakan sebagai bahan masukan guru dalam

mengambil keputusan siswa.

4) Alat Penilaian

Alat penilaian dapat berupa Tes dan Nontes. Tes mencakup tertulis, lisan,

atau perbuatan, catatan harian perkembangan siswa, dan portofolio. Dalam

kegiatan pembelajaran di kelas awal penilaian yang lebih banyak digunakan

adalah melalui pemberian tugas dan portofolio. Guru menilai anak melalui

pengamatan yang lalu dicatat pada sebuah buku bantu.

5) Aspek Penilaian

Pada pembelajaran tematik penilaian dilakukan untuk mengkaji

keterampilan Kompetensi Dasar dan indikator pada tiap-tiap mata pelajaran yang
22

terdapat pada tema tersebut. Nilai akhir pada laporan (rapor) dikembangkan pada

kompetensi mata pelajaran yang terdapat pada kelas satu dan dua MI.

B. Lingkungan

Belajar pada hakikatnya adalah suatu interaksi antara individu dan

lingkungan. Lingkungan menyediakan rangasangan (stimulus) terhadap individu

dan sebaliknya individu memberikan respons terhadap lingkungan. Hal ini

menunjukkan, bahwa “fungsi lingkungan merupakan faktor yang penting dalam

proses belajar mengajar”.

Pentingnya pengaruh alam terhadap perkembangan anak didik. Karena itu

pendidikan anak harus dilaksanakan di lingkungan alam yang bersih, tenang,

suasana menyenangkan, dan segar sehingga sang anak tumbuh sebagai manusia

yang baik.

Lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna

dan atau pengaruh tertentu kepada sekolah. Lingkungan sebagai dasar pengajaran

adalah faktor kondisional yang mempengaruhi tingkah laku individu dan

merupakan faktor belajar yang penting.

Suatu lingkungan pendidikan/ pengajaran memiliki fungsi-fungsi

tersendiri.

1. Fungsi psikologis

Stimulus bersumber dari lingkungan yang merupakan rangsangan terhadap

individu sehingga terjadi respons, yang menunjukkan tingkah laku tertentu.

Respons tadi pada gilirannya dapat menjadi suatu stimulus baru yang

menimbulkan respons baru, demikian seterusnya. Ini berarti, lingkungan

mengandung makna dan melaksanakan fungsi psikologis tertentu.


23

2. Fungsi pedagogis

Lingkungan memberikan pengaruh-pengaruh yang bersifat mendidik,

khususnya yang sengaja disiapkan sebagai suatu lembaga pendidikan.

3. Fungsi instruksional

Program instruksional ini merupakan suatu lingkungan

pengajaran/pembelajaran yang dirancang secara khusus. Guru yang mengajar,

materi pelajaran, sarana dan prasarana pengajaran, media pengajaran, dan kondisi

lingkungan kelas (fisik) merupakan lingkungan yang sengaja dikembangkan untuk

mengembangkan tingkah laku siswa dalam kehidupannya.

C. Model Pembelajaran Tematik untuk Tema Lingkungan

Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang menggunakan tema

dalam mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan

pengalaman bermakna kepada siswa. “Pembelajaran tematik dilakukan dengan

menggunakan pendekatan kontekstual yang berfokus pada kehidupan nyata, yang

berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka”.

Pada perencanaan pembelajaran yang direncanakan dan dilaksanakan oleh

guru berikutnya haruslah disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan

kehidupan siswa itu sendiri, agar siswa lebih mudah dalam memahami

pembelajaran yang diberikan oleh guru di sekolah. Siswa akan bekerja keras

untuk membangun pengetahuan baru yng selanjutnya memanfaatkan kembali

pengetahuan untuk menyelesaikan permasalahan di luar sekolah. Yang mana

langkah-langkah yang digunakan harus mencerminkan kebermaknaan sesuai

dengan kondisi alamiah anak. Berikut ini contoh gambar jaringan tematik dengan

tema lingkungan:
24

MATEMATIKA BAHASA INDONESIA


 Menerjemahkan  Membedakan berbagai bunyi/suara
bentuk tertentu secara tepat.
penjumlahan  Menirukan bunyi/suara tertentu,
dan seperti suara burung, ombak,
pengurangan kendaraan, dan lain-lain.
sampai 20 ke  Menyapa teman sebaya, guru, dan
dalam kalimat orang lain serta orang yang lebih tua
sehari-hari dengan bahasa dan cara yang santun. ILMU
 Membaca dan PENGETAHUAN
 Mengenali huruf-huruf dan
menggunakan SOSIAL
membacanya sebagai suku kata, kata
simbol +, -, dan dan kalimat sederhana.  Menceritakan kembali
pengalaman waktu
= dalam  Menjiplak berbagai bentuk gambar,
mengerjakan kecil berdasarkan.
lingkaran, dan bentuk huruf.
Cerita orang tua.
hitung sampai  Menyalin/mencontoh huruf, kata,
20.  Menceritakan
kalimat dari buiku atau papan tulis
 Menghafal fakta pengalaman pergi
dengan benar.
sekolah atau pulang
dasar  Menyalin/mencontoh huruf, kata, sekolah
penjumlahan kalimat dari buiku atau papan tulis
dan  Menceritakan kesan
yang ditulis guru dan menyalinnya
pengurangan hari pertama masuk
pada buku sendiri
sampai dengan Sekolah Dasar
20.
 Menjumlah
bilanga 3 angka SENI BUDAYA &
hasil sampai 20 KETERAMPILAN
BASA SUNDA TEMA
 Menunjukkan nama LINGKUNGAN  Menentukan sumber
benda karya manusia. bunyi.
 Menunjukkan nama  Membedakan bunyi alam
benda ciptaan Tuhan. dan bunyi buatan.
 Menyabutkan  Membedakan panjang dan
kegunaan benda. pendeknya bunyi.
 Menyebutkan  Menjelaskan rangkaian
kegunaan anggota bunyi dan detak melalui
tubuh. peragaan.
KEWARGANEGARAAN
 Menyebutkan 5 agama yang diakui di
ILMU PENGETAHUAN ALAM
Indonesia beserta tempat ibadahnya.
 Menyebutkan nama makanan sehat yang
 Menceritakan kegiatan yang berkaitan
berguna bagi tubuh.
dengan hari besar agama.
 Menjelaskan perlunya air, makan, pakaian,
 Menyebutkan 4 kitab suci dari agama
udara dan lingkungan untuk tumbuh sehat.
yang ada di Indonesia.
 Membedakan jenis air, makan, pakaian,
 Menjelaskan 5 pemuka agama yang
udara da
diakui di Indonesia.

Gambar 2.1 Jaringan tematik dengan tema lingkungan


(Sumber: Muslich, 2007:187)


 n lingkungan untuk tumbuh sehat.
25

Dengan menyusun jaringan topik sebagaimana dalam contoh di atas,

langkah selanjutnya guru dapat memperkirakan alokasi waktu untuk pembelajaran

secara terpadu. Apakah seluruh materi dalam jaringan topik itu akan diajarkan

dalam 2 atau 3 kali pertemuan atau bahkan lebih. Jaringan tema dengan

mengaitkan indikator pencapaian hasil belajar. Selain itu juga dapat ditentukan

bentuk penilaian untuk masing-masing mata pelajaran, meskipun pembelajaran

secara terpadu dengan mengacu pada indikator yang ada.

Perlu mendapatkan perhatian dalam menyusun rencana pembelajaran

terpadu dengan tema adalah guru tidak perlu memaksakan bahwa semua pelajaran

harus dapat dikaitkan dengan tema. Sejauh dapat dikaitkan dengan tema akan

lebih baik, jika tidak dapat, maka guru cukup mengaitkan mata pelajaran yang

dapat dikaitkan saja. Apabila dengan satu dan lain hal ternyata ada indikator yang

tetap saja dapat dibahas dalam tema-tema yang sudah terpilih, maka langkah guru

adalah menyisihkan indikator tersebut untuk dibahas tersendiri.

Setelah tema dan jaringan topik sudah tersedia, maka langkah guru

selanjutnya adalah mempersiapkan model pembelajaran sehari (lebih rinci) berupa

rancangan pembelajaran sebagai pegangan dalam melaksanakan pembelajaran,

agar pada waktu pelaksanaan proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.

D. Pendekatan Kontekstual

Pembelajaran kontekstual mempunyai pengertian pembelajaran yang

membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan

pembelajaran yang memotivasi siswa agar menghubungkan pengetahuan dan

terapannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan

masyarakat.
26

Menurut kunandar “pembelajaran adalah proses interaksi antara

pesertadidik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan prilaku ke arah

yang lebih baik”. Guru sangat berperan penting dalam mengkondisikan

lingkungan pembelajaran di dalam kelas agar menunjang terjadinya perubahan

tingkah laku pada siswa. Guru harus mampu memilih metode pembelajaran yang

sesuai dengan materi yang akan disampaikan.

Pembelajaran kontekstual adalah ”sebuah sistem pembelajaran yang

menghasilkan makna melalui penghubungan konten akademik dengan konteks

kehidupan sehari-hari pendidik/siswa, yang mencakup konteks personal dan sosial

budaya”.

Pembelajaran kontekstual merupakan “salah satu prinsip pembelajaran

yang memungkinkan siswa belajar dengan penuh makna”. Maksudnya pada suatu

proses pembelajaran berlangsung metode yang digunakan oleh guru itu dapat

menunjang pemahaman siswa dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya

dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran kontekstual merupakan suatu model pembelajaran yang

menempatkan siswa didalam konteks belajar bermakna yang menghubungkan

pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan bertujuan

untuk membekali siswa dengan pengetahuan yang baru.

Pembelajaran kontekstual ini berakar dari paham progresivisme John


dewey yang mempunyai pandangan bahwa: (1) siswa belajar dengan baik
apabila mereka tentang apa yang diajarkan oleh guru, (2) anak harus bebas
agar bias berkembang secara wajar, (3) peumbuhan minat melalui
penumbuhan pengalaman langsung untuk merangsang belajar, (4) guru
sebagai pembimbing dan peneliti, (5) harus ada kerjasama antara sekolah
dan masyarakat, (6) sekolah progresif harus merupakan laboratorium
untuk melakukan eksperimen (Nurhadi & Senduk, 2003).
27

Pembelajaran kontekstual (Contexstual Teaching and Learning/CTL)

merupakan “konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara

materi pembelajaran dengan dunia kehidupan pesertadidik secara nyata”.

Sehingga para guru akan mampu menghubungkan materi dengan hasil belajar

dalam kehidupan sehari-hari, siswa akan merasakan bagaimana pentingnya

belajar, dan mereka akan memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang

dipelajarinya.

Menurut Hull’s dan Sounders dalam Komalasari mengungkapkan bahwa:

In a Contextual Teaching and Learning (CTL) ,student discover


meaningful relationship between abstract ideas and practical applications
in a real world context. Students internalize concepts through discovery,
reinforcement, and interrelationship. CTL creates a team,whether in the
classroom, lab, worksite, or on the banks of a river. CTL encourages
educators to design learning environments that incorporate many forms of
experience to achieve the desired outcomes.

Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual (CTL), siswa menemukan

hubungan yang berarti antara ide-ide abstrak dan aplikasi praktis dalam dunia

nyata context. Siswa menginternalisasi konsep-konsep melalui penemuan,

penguatan, dan interrelationship. CTL menciptakan sebuah tim, baik di dalam

kelas, laboratorium, tempat kerja, atau di tepi sebuah river. CTL mendorong

pendidik untuk merancang lingkungan belajar yang menggabungkan berbagai

bentuk pengalaman untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Pembelajaran kontekstual (Contexstual Teaching and Learning) selain

menghubungkan materi dengan situasi dunia nyata juga dapat “mendorong siswa

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya

dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat”.


28

Pembelajaran Kontekstual/CTL “memperluas konteks pribadi siswa lebih

lanjut melalui pemberian pengalaman segar yang akan merangsang otak guna

menjalin hubungan baru untuk menemukan makna yang baru”. (Johnson,2002).

Sementara itu, Howey R, Keneth, (2001) mendefinisikan CTL sebagai

berikut:

“Contexstual Teaching is Teaching that enables learning in wich student

employ their academic understanding and abilities in a variety of in-and out of

school context to solve simulated or real world problems, both alone and with

others.”

CTL adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar

dimana siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam

berbagai konteks dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang

bersifat simulatif ataupun nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

Pembelajaran kontekstual merupakan suatu model pembelajaran yang

memberikan fasilitas kegiatan pembelajaran siswa dalam mencari, mengolah, dan

menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat nyata dan terkait dengan

kehidupan nyata siswa. Melalui keterlibatan siswa dalam mencari, mengolah dan

menemukan pengalaman itu mereka akan mengalami suatu proses pembelajaran

yang bersifat kontekstual.

Menurut Blancard (2001), Contexstual Teaching and Learning (CTL),

merupakan “suatu konsepsi yang membantu guru menghubungkan konten materi

ajar dengan situasi-situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membuat

hubungan antara pengetahuan dan penerapannya ke dalam kehidupan mereka

sebagai anggota keluarga, warga Negara, dan tenaga kerja”.


29

Pembelajaran kontekstual dalam Penerapannya bukan merupakan hal yang

baru, John Dewey pada tahun 1916 dikelas Amerika mengusulkan “suatu

kurikulum dan metodologi pengajaran yang dikaitkan dengan minat dan

pengalaman siswa”. Pengajaran kontekstual ini merupakan pengajaran yang bisa

digunakan pada siswa MI sampai dengan SMU untuk memperluas tentang

pengetahuan akademik dan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi

dalam kehidupan dunia nyata. Dengan pemanfaatan pembelajaran kontekstual

yang baik maka akan menciptakan kondisi kelas dimana siswanya bisa aktif dan

tidak hanya pasif serta bisa bertanggung jawab terhadap belajarnya.

Mulyasa mendefinisikan, pembelajaran kontekstual merupakan “konsep

pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran

dengan dunia kehidupan pesertadidik secara nyata”. Sedangkan menurut

M.Khaeruddin dan Mahfud Junaedi dkk, Pembelajaran kontekstual adalah

merupakan “model pembelajaran yang mengaitkan antara pembelajaran dengan

situasi dunia nyata yang berkembang dan terjadi di lingkungan sekitar

pesertadidik.

Tabel 2.1 Perbedaan Kontekstual dengan Tradisional


No Kontekstual Tradisional
1 Menyandarkan pada memori spasial Menyandarkan pada hafalan.
(pemahaman makna).
2 Pemilihan informasi berdasarkan Pemilihan informasi ditentukan oleh guru.
kebutuhan siswa.
3 Siswa terlibat secara aktif dalam Siswa secara pasif menerima informasi.
proses pembelajaran
4 Selalu mengaitkan informasi dengan Memberikan tumpukan informasi kepada
pengetahuan yang telah dimiliki siswa sampai saatnya diperlukan.
siswa
5 Prilaku dibangun atas kesadaran diri Prilaku dibangun atas kebiasaan.
6 Pembelajaran dikaitkan dengan Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.
kehidupan nyata.
30

7 Prilaku baik berdasarkan motivasi Prilaku baik berdasarkan motivasi


intrinsik. ekstrinsik.
8 Hasil belajar diukur melalui Hasil belajar diukur melalui kegiatan
penerapan penilaian autentik. akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.

9 Siswa diminta bertanggungjawab Guru adalah penentu jalannya proses


memonitor dan mengembangkan pembelajaran.
pembelajaran mereka masing-
masing.
10 Pembelajaran terjadi di berbagai Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas
tempat, konteks, dan setting.

Tabel 2.2 Perbedaan pembelajaran kontekstual dengan konvensional

No Kontekstual Konvensional
1 Pemilihan informasi kebutuhan Pemilihan informasi ditentukan oleh guru.
individu siswa.
2 Cenderung mengintegrasikan Cenderung terfokus pada satu bidang
beberapa bidang (disiplin) (disiplin) tertentu.
3 Selalu mengkaitkan informasi Memberikan tumpukan informasi kepada
dengan pengetahuan awal yang telah siswa sampai pada saatnya diperlukan.
dimiliki siswa.
4 Menerapkan penilaian autentik Penilaian hasil belajar hanya melalui
melalui melalui penerapan praktis kegiatan akademik berupa ujian/ulang.
dalam pemecahan masalah.

Ada tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan

oleh guru, yaitu:

a. Konstruktivisme (constructivism)

Kontruktivisme merupakan landasan berpikir Pembelajaran CTL, yang

menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat

pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri

aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur

pengetahuan yang telah dimilikinya.

b. Inkuiri (Inquiry)

Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis

konstektual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan


31

bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan

sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan

menemukan, apapun materi yang diajarkannya.

c. Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari ‘bertanya’.

Questioning (bertanya) merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual.

Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,

membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa kegiatan

bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang

berbasis inquiry, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah

diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran

diperoleh dari kerjasama dengan oranglain. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila

ada proses komunikasi dua arah. Seorang guru yang mengajari siswanya bukan

contoh masyarakat belajar karena komunikasi hanya terjadi satu arah, yaitu

informasi hanya dating dari guru kea rah siswa, tidak ada arus informasi yang

perlu dipelajari guru yang dating dari arah siswa.

e. Pemodelan (Modeling)

Pemodelan ini “dalam pembelajaran keterampilan atau pengetahuan

tertentu ada model yang bisa ditiru. Guru dapat menjadi model, misalnya

memberikan contoh mengerjakan sesuatu”.

f. Refleksi (Reflection).
32

Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi

pengembangan pengetahuan diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami

dan diyakini,hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan

penyempurnaan strategi.

g. Penilaian Autentik( Authentic Assessment)

Penilaian Autentik yaitu “menilai pengetahuan dan keterampilan (performance)

yang diperoleh siswa. Penilai tidak hanya guru, tetapi bias juga teman lain atau

orang lain”.

E. Hasil Pembelajaran Tematik dengan Pendekatan Kontekstual

Agar penerapan pembelajaran tematik dapat berjalan dengan tepat dan

efektif, maka diperlukan suatu pendekatan-pendekatan pembelajaran tematik.

Pendekatan tematik merupakan suatu usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan,

keterampilan, nilai, atau sikap pembelajaran serta pemikiran yang kreatif dengan

menggunakan tema. Keterpaduan dalam pembelajaran tersebut dapat dilihat dari

aspek proses, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar.

Pendekatan yang dipilih harus tetap menempatkan siswa sebagai pusat

aktivitas. Pendekatan-pendekatan yang sesuai untuk pembelajaran tematik ini

demi meningkatkan hasil belajar siswa adalah pendekatan kontekstual.

Hasil belajar siswa di sini diukur dari peningkatan pemahaman siswa

terhadap materi yang diajarkan, peningkatan aktivitas dalam belajar, peningkatan

jumlah siswa yang mendapatkan nilai sesuai dengan standar nilai ketuntasan

siswa, serta peningkatan cara penerapan model pembelajaran model tematik tema

lingkungan.
33

Terpenuhinya standar nilai ketuntasan belajar siswa dideskripsikan sebagai

berikut: (1) siswa mendapatkan nilai minimal memenuhi standart nilai ketuntasan

yang telah ditentukan oleh pihak sekolah yaitu minimal siswa mendapatkan skor

75 dalam setiap pembelajaran, (2) siswa tidak pernah remidi dalam setiap

mengerjakan tugas-tugas maupun soal-soal formatif yang diberikan oleh guru.

Sedangkan peningkatan penerapan modelpembelajaran model tematik tema

lingkunganini ditunjukkan oleh: (1) proses pembelajaran model tematik dapat

berjalan dengan lancar sesuai dengan rencana pembelajaran yang sudah dibuat

oleh guru serta tercapainya tujuan dari pembelajaran itu sendiri, (2)

ketercapaiannya indikator yang telah ditentukan oleh pihak sekolah.

F. Penelitian Terdahulu

Florentina (2009) ”Penerapan Model Pembelajaran Tematik Tema

Lingkungan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas III di SDN Puger

Kulon 01 Kecamatan Puger, Kabupaten Jember”.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Subjek penelitian adalah

Siswa Kelas III di SDN Puger Kulon 01 Kecamatan Puger, Kabupaten Jember

yang berjumlah 26 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kesimpulan

Umum: Penerapan Model Pembelajaran Tematik Tema Lingkungan Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas 1 SDN Puger Kulon 01 Kecamatan

Puger, Kabupaten Jember. (2) Kesimpulan Khusus: (a) Penerapan model

pembelajaran tematik tema lingkungan di SDN Puger Kulon 01 Kecamatan Puger,

Kabupaten Jember ini dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa, (b) Penerapan

model pembelajaran tematik tema lingkungan di SDN Puger Kulon 01 Kecamatan


34

Puger, Kabupaten Jember ini mengalami peningkatan yang ditunjukkan dari hasil

skor belajar siswa pada tes formatif yang diperoleh pada siklus I dan siklus II.

Nita (2009) “Penerapan Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan

Pemahaman Siswa tentang Konsep Pengukuran Waktu di SDN Klumpit 01 Soko

Tuban”

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui Penelitian Tindakan

Kelas (PTK). Subjek penelitian adalah Siswa kelas IV di SDN Klumpit 01 Soko

Tuban yang berjumlah 17 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: penerapan

pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep

pengukuran waktu di SDN Klumpit 01 Soko Tuban ini mengalami peningkatan

yang ditunjukkan oleh hasil sebelum tindakan nilai rata-rata siswa adalah 63,58.

10 siswa yaitu (58,82%) yang memiliki nilai ketuntasan individual tetapi belum

memiliki ketuntasan kelas. Sedangkan 7 siswa yaitu: AFM, SA, M, M.S, M.KA,

UNH, DAN WEA (41,18%) belum memiliki nilai ketuntasan individual dan

ketuntasan kelas yang telah ditetapkan yaitu 60% dan 75%. Setelah dilakukan

tindakan pada siklus I hasil belajar mengalami peningkatan yaitu rata-rata siswa

menjadi 64,41 Pada siklus I terdapat 5 siswa (29,41%) belum mencapai KKM

yaitu: AFM, AR, M, M.S, WEA dan 12 siswa (70,59%) sudah mencapai

ketuntasan individu dan ketuntasan kelas yang ditetapkan 60% dan 75%.

Selanjutnya dilakukan tindakan pada siklus II dan rata-rata hasil belajar siswa

menjadi 76,47. Hal ini berarti 17 siswa (100%) sudah mencapai Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM).


35

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pola Penelitian Tindakan Kelas


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah sebuah bentuk inkuiri
reflektif yang dilakukan secara kemitraan mengenai situasi sosial tertentu
(termasuk pendidikan) untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari a)
Kegiatan praktek sosial atau pendidikan mereka, b) Pemahaman mereka mengenai
kegiatan-kegiatan praktek pendidikan ini, dan c) Situasi yang memungkinkan
terlaksananya praktek ini. Penelitian tindakan Kelas adalah kajian sistematik dari
upaya perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok guru dengan
melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka
mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut.10
Mc Niff mempunyai pandangan tentang penelitian tindakan kelas sebagai
penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri yang hasilnya dapat
dimanfaatkan sebagai alat pengembangan kurikulum, pengembangan sekolah,
pengembangan keahlian dalam mengajar dan sebagainya. Bentuk PTK dalam
penelitian ini adalah penelitian tindakan administrasi sosial eksperimental yang
mana peneliti yang menyusun perencanaan, melakukan tindakan, dan refleksi
terhadap praktek pembelajaran sendiri dalam kelas. Artinya guru Tematik kelas II
di MI Jatinagara tidak banyak memberi masukan dalam proses pelaksanaan
penelitian tindakan jenis ini. Guru Tematik di sini hanya membantu pengamatan
peneliti pada pelaksanaan tindakan di dalam kelas dengan harapan data yang
penting tidak lepas dari pengamatan.
Arikunto mengatakan, PTK merupakan suatu pencermatan terhadap
kegiatan belajar berupa sebuah tindakan sengaja dimunculkan dan terjadi dalam
sebuah kelas secara bersama. Adapun karakteristik PTK adalah:
1. Problem yang dipecahkan merupakan persoalan yang dihadapi peneliti dalam
kehidupan profesi sehari-hari.
36

2. Peneliti memberikan perlakuan yang terencana untuk memecahkan


permasalahan.
3. Langkah-langkah penelitian yang direncanakan selalu dalam bentuk siklus,
tingkatan atau daur yang memungkinkan terjadinya kerja kelompok maupun
kerja mandiri secara intensif.
4. Adanya langkah berpikir reflektif dari peneliti baik sesudah maupun sebelum
tindakan.
Rancangan penelitian tindakan ini adalah rancangan penelitian kolaborasi.
Hal ini didasarkan karena penelitian dilakukan secara berpasangan antara pihak
yang melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan. 11
Dalam penelitian kolaborasi, pihak yang melakukan tindakan adalah
peneliti selaku guru, sedangkan yang diminta melakukan pengamatan terhadap
berlangsungnya proses tindakan adalah teman sejawat atau kelas yang lain.

B. Kehadiran Peneliti
Sesuai dengan jenis penelitian ini yaitu penelitian tindakaan kelas, maka
kehadiran peneliti di tempat penelitian sangat diperlukan sebagai instrument
utama. Peneliti sebagai instrument utama yang dimaksudkan adalah penulis
bertindak sebagai pengamat, pewawancara, pemberi tindakan dan pengumpul data
sekaligus sebagai pembuat laporan hasil penelitian. Sebagai pemberi tindakan
dalam penelitian maka peneliti bertindak sebagai pengajar, membuat rancangan
pembelajaran dan menyampaikan bahan ajar selama kegiatan pembelajaran
berlangsung.
Kemudian peneliti melakukan wawancara dan mengumpulkan data-data
serta menganalisisnya. Guru kelas dan teman sejawat membantu peneliti pada saat
melakukan pengamatan dan pengumpulan data.

C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah MI jatinagara yang berlokasi di Kecamatan
Jatinagara Kabupaten Ciamis. Dipilih sebagai lokasi penelitian dengan
pertimbangan sebagai berikut :
37

1. Kepala Sekolah dan para guru di MI Jatinagara sangat terbuka untuk


menerima pembaharuan dalam bidang pendidikan, khususnya dalam proses
pembelajaran dikelas.
2. Dalam melaksanakan pembelajaran di kelas belum pernah menggunakan
metode pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif sehingga terkesan
monoton saja dengan metode ceramah, tanya jawab, membahas soal dan
pemberian tugas (PR).
3. Pihak sekolah utamanya guru dan wali kelas II sangat mendukung
dilaksanakannya penelitian tindakan kelas (PTK) dalam rangka meningkatkan
mutu dan kualitas pembelajaran Tematik.

D. Data dan Sumber Data


1. Data
Data adalah bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian. Data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Hasil tes siswa. Hasil pekerjaan siswa dalam menyeleseikan soal yang
diberikan peneliti. Tes diberikan pada awal sebelum penelitian dan tes setelah
adanya penelitian.
b. Hasil wawancara. Wawancara antara peneliti dan siswa yang dijadikan subyek
penelitian sehubungan dengan proses pembelajaran dan pemahaman terhadap
materi.
c. Hasil observasi, yang diperoleh dari pengamatan teman sejawat atau guru wali
kelas di sekolah tersebut terhadap aktifitas praktisi dan siswa dengan
menggunakan lembar pengamatan yang disediakan oleh peneliti.
d. Catatan lapangan, yang berisikan pelaksanaan kegiatan siswa dalam
pembelajaran selama penelitian berlangsung.
e. Diskusi dengan guru dan teman sejawat untuk refleksi siklus penelitian
tindakan kelas.
38

2. Sumber Data
Menurut Arikunto, sumber data adalah subyek dari mana data itu
diperoleh12. Sumber data dalam penelitian ini antara lain : 1) siswa kelas II MI
Jatinagara tahun ajaran 2017/2018 untuk mendapatkan data tentang hasil belajar
siswa dalam proses belajar mengajar, 2) guru bidang PAI kelas II untuk melihat
tingkat keberhasilan penerapan metode demonstrasi dalam proses belajar
mengajar, 3) teman sejawat dimaksudkan sebagai sumber data untuk melihat
penerapan penelitian tindakan kelas secara komprehensif baik dari sisi siswa atau
guru.

E. Tehnik Pengumpulan Data


Sesuai dengan data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini,maka
tehnik pengumpulan data penelitian ini meliputi :
1. Tes dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang pemahaman siswa
terhadap konsep materi yang akan di ajarkan nanti. Bentuk tes yang digunakan
adalah bentuk tes uraian.
a) Tes akhir tindakan I. Tes ini bertujuan untuk mengetahui hasil
kemampuan siswa dan peningkatan hasil belajar siswa setelah
pelaksanaan siklus I.
b) Tes akhir tindakan II. Tes ini bertujuan untuk mengetahui hasil
kemampuan siswa setelah pelaksanaan siklus II dan mengetahui
peningkatan hasil belajar siswa dari tes tindakan I.
c) Post test, tes akhir. Tes ini bertujuan untuk melihat kemajuan siswa dalam
mengikuti pembelajaran. Merumuskan analisis dan refleksi untuk
kegiatan berikutnya dan melihat kemajuan atau peningkatan siswa dalam
belajar konsep materi.
2. Wawancara. Wawancara dimaksudkan untuk menggali kesulitan siswa dalam
memahami konsep materi yang mungkin sulit diperoleh dari hasil pekerjaan
siswa atau melalui observasi.
3. Observasi, yaitu metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan
pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau
39

mengamati individu atau kelompok secara langsung. Pengamat partisipasi


dilakukan oleh orang yang terlibat secara aktif dalam proses pelaksanaan
tindakan. Dalam kegiatan ini digunakan pedoman observasi. Pemantauan di
dalam penelitian ini dilakukan dengan tujuan berikut :
a) Mengetahui kesesuaian pelaksanaan tindakan dengan rencana tindakan
yang telah ditetapkan peneliti dan guru secara bersama-sama.
b) Mendapatkan keterangan atau catatan tertentu tentang aktiftas yang
menonjol pada saat pembelajaran berlangsung.
c) Mengetahui pelaksanaan tindakan khususnya perubahan perilaku yang
dilakukan guru maupun siswa.
4. Catatan lapangan. Catatan lapangan memuat segala perbuatan penelitian
maupun siswa selama proses berlangsung pemberian tindakan. Hasil
pencatatan lapangan digunakan untuk melengkapi data.

F. Analisis Data
1. Analisis Data
Analisis data dapat didefinisikan sebagai proses penelaahan, pengurutan,
dan pengelompokan data dengan tujuan untuk menyusun hipotesis kerja dan
mengangkatnya menjadi kesimpulan atau teori sebagai temuan penelitian. Yang
dimaksud analisis data kualitatif dalam penelitian ini yaitu analisis data yang
diperoleh dalam bentuk kalimat-kalimat dan aktifitas siswa dan guru.
Model analisis yang dipergunakan yaitu model mengalir “flow model”
(Milles and Hubermand) antara lain :
a) Reduksi data
Reduksi data dilakukan dengan pemillihan, memfokuskan, dan
menyederhanakan data yang diperoleh mulai dari awal penelitian sampai
penyusunan laporan penelitian. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi
yang jelas dari data tersebut sehingga peneliti dapat membuat kesimpulan yang
dapat dipertanggung jawabkan.
b) Menyajikan data
Penyajian data dilakukan dalam rangka mengorganisasikan hasil reduksi
dengan cara menyusun secara narasi, sehingga dapat memberikan kemungkinan
40

penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan data yang telah diorganisir ini
dideskripsikan sehingga bermakna, baik dalam bentuk narasi, grafik maupun
tabel.
Data yang telah disajikan tersebut selanjutnya dibuat penafsiran dan
evaluasi untuk membuat perencanaan tindakan selanjutnya. Hasil penafsiran dan
evaluasi ini dapat berupa penjelasan tentang, 1) perbedaan antara pelaksanaan dan
perencanaan, 2) perlunya tindakan perubahan, 3) alternatif tindakan yang
dianggap tepat, 4) persepsi penelitian, teman sejawat dan guru yang terlibat dalam
pengamatan dan pencatatan lapangan terhadap tindakan yang dilakukan, 5)
kendala yang dihadapi dan sebab-sebab kendala itu muncul.
c) Penarikan kesimpulan
Pada tahap penarikan kesimpulan ini kegiatan yang dilakukan adalah
memberikan kesimpulan terhadap hasil penafsiran dan evaluasi. Kegiatan ini
mencakup pencarian makna data serta memberi penjelasan. Selanjutnya apabila
penarikan kesimpulan dirasakan tidak kuat, maka perlu adanya verifikasi dan
peneliti kembali mengumpulkan data dilapangan. Verifikasi adalah menguji
kebenaran, kekokohan dan kecocokan makna-makna yang muncul dari data yang
telah disimpulkan.
Kriteria keberhasilan tindakan ini akan dilihat dari : a) indikator proses dan
b) indikator hasil belajar.
Indikator proses yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah jika
kebutuhan belajar siswa berhasil menguasai materi mencapai 70% (berkriteria
cukup).

jumlah skor
Proses nilai rata-rata (NR)13 =  100 %
skor maksimal

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan tindakan berdasarkan pada tabel


tingkat penguasaan menurut Ngalim Purwanto sebagai berikut :
41

Tabel 3.1 Tingkat Penguasaan


Tingkat Nilai Bobot Predikat
Penguasaan Huruf
86 – 100% A 4 Sangat baik
76 – 85% B 3 Baik
60 – 75% C 2 Cukup
55 – 59% D 1 Kurang
 – 54% TL 0 Kurang sekali

Sebagaimana yang dikatakan Mulyasa bahwa :


Kualitas pembelajaran didapat dari segi proses dan dari segi hasil. Dari
segi proses, pembelajaran diketahui berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya
atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik
secara fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, disamping itu
menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat yang besar dan rasa
percaya diri.
Jadi proses pembelajaran dikatakan berhasil jika pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup prakarsa. Kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik.

Kriteria penilaian dari hasil pembelajaran ini adalah sebagai berikut :


Tabel 3.2 Kriteria Penilaian
Angka Angka
Predikat
0-100 0-10
85-100 8,5-10 Sangat Baik
70-84 7,0-8,4 Baik
55-69 5,5-6,9 Cukup
40-54 4,0-5,4 Kurang
0-39 0,0-3,9 Sangat Kurang
42

Rumusnya adalah sebagai berikut :


R
S X 100
N
Keterangan :
S : Nilai yang diharapkan (dicari)
R : Jumlah skor dari item atau soal yang dijawab benar
N : Skor maksimal dari tes tersebut.

G. Pengecekan Keabsahan Data


Pengecekan keabsahan data yang dilakukan dalam penelitian ini
difokuskan pada pemahaman siswa dalam materi sholat Idain, dengan
menggunakan teknik pemeriksaan tiga cara dari sepuluh cara yang dikembangkan
Moleong, yaitu : 1) ketekunan pengamatan, 2) triangulasi, 3) pengecekan teman
sejawat, yang akan diuraikan sebagai berikut :

1) Ketekunan pengamatan
Ketekunan pengamatan dilakukan dengan cara peneliti mengadakan
pengamatan secara teliti, rinci dan terus menerus selama proses penelitian.
Kegiatan ini diikuti dengan pelaksanaan wawancara secara intensif dan aktif.
Dalam kegiatan ini supaya terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti
subyek berdusta, menipu, atau berpura-pura.
2) Triangulasi
Triangulasi merupakan tehnik pemeriksaan keabsahan data, untuk
keperluan pengecekan keabsahan data atau sebagai perbandingan. Triangulasi
dilakukan dalam membandingkan hasil wawancara dan hasil observasi. Jenis yang
digunakan dalam triangulasi ini adalah penerapan metodenya yang digunakan
dalam penelitian tindakan kelas.
3) Pengecekan teman sejawat
Pengecekan teman sejawat yang dimaksudkan disini adalah
mendiskusikan proses dan hasil penelitian dengan dosen pembimbing atau teman
mahasiswa yang sedang atau telah mengadakan penelitian kualitatif atau pula
orang yang berpengalaman mengadakan penelitian kualitaif. Hal ini dilakukan
43

dengan harapan peneliti mendapatkan masukan-masukan baik dari metodologi


maupun konteks penelitian. Disamping itu peneliti juga senantiasa berdiskusi
dengan teman pengamat yang ikut terlibat dalam pengumpulan data untuk
merumuskan kegiatan pemberian tindakan selanjutnya.

H. Tahap-tahap Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus, tiap siklus
dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai. Nilai Tematik pada tes
sebelumnya (tes awal) merupakan hasil awal. Sedangkan observasi awal
dilakukan untuk dapat mengetahui tindakan yang tepat untuk diberikan dalam
rangka meningkatkan hasil belajar Tematik.
Dalam penelitian ini dibagi menjadi 5 tahapan yaitu: 1) tahap
pendahuluan, 2) tahap perencanaan, 3) tahap pelaksanaan, 4) tahap observasi,
5) tahap refleksi.

Uraian masing-masing tahap adalah sebagai berikut :


1) Tahap pendahuluan
Pada tahap pendahuluan kegiatan yang dilakukan peneliti adalah
sebagai berikut :
a) Melakukan dialog dengan kepala sekolah tentang penelitian yang akan
dilakukan.
b) Melakukan dialog dengan guru kelas II MI Jatinagara, tentang penerapan
metode demonstrasi pada pelajaran Tematik.
2) Tahap perencanaan
Pada tahap perencanaan ini terdiri dari kegiatan sebagai berikut :
a) Menyusun rancangan pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran
Tematik.
b) Menentukan tujuan pembelajaran.
c) Menyiapkan materi yang akan disajikan.
d) Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar
mengajar di kelas ketika metode pembelajaran tersebut diterapkan.
44

e) Membuat atau mempersiapkan alat bantu mengajar yang diperlukan dalam


rangka memperlancar proses pembelajaran.
f) Menemui guru kelas untuk mengkondisikan program kerja dalam
pelaksanaan tindakan.
3) Tahap pelaksanaan.
Pelaksanaan yang dimaksudkan adalah melaksanakan pembelajaran
pada materi sholat sesuai dengan skenario pembelajaran, rencana tindakan
dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut :
a) Melaksanakan pembelajaran sesuai rencana pembelajaran
b) Mengadakan tes awal dan membentuk kelompok-kelompok kelas yang
terdiri dari 5 sampai 6 orang tiap kelompok
c) Pada akhir pembelajaran dilakukan evaluasi (soal sesuai dengan
kompetensi dasar yang terdapat di rencana pembelajaran)
d) Melaksanakan analisis evaluasi
4) Tahap observasi
Kegiatan observasi adalah pengumpulan data yang mengamati semua
aktifitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan
format observasi atau penilaian yang telah disusun. Juga pengamatan secara
cermat pelaksanaan skenario pembelajaran dari waktu ke waktu serta
dampaknya terhadap proses hasil belajar siswa. Instrument yang dipakai
adalah : 1) soal tes, 2) lembar observasi, 3) catatan lapangan yang dipakai
untuk memperoleh data secara obyektif yang tidak dapat terekam melalui
lembar observasi seperti kreatifitas siswa selama tindakan berlangsung, reaksi
mereka, atau petunjuk-petunjuk lain yang dapat dipakai sebagai bahan dalam
analisis dan untuk keperluan refleksi.

5) Tahap refleksi
Kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahap ini adalah :
a) Menganalisa hasil pekerjaan siswa.
b) Menganalisa hasil wawancara
c) Menganalisa lembar observasi siswa
d) Menganalisa lembar observasi peneliti
45

Hasil analisa tersebut, peneliti melakukan refleksi yang akan digunakan


sebagai bahan pertimbangan apakah kriteria yang telah ditetapkan tercapai atau
belum. Jika telah berhasil maka siklus tindakan berhenti. Tetapi sebaliknya jika
belum berhasil pada siklus tindakan tersebut, maka peneliti mengulang siklus
tindakan dengan memperbaiki kinerja pembelajaran pada tindakan berikutnya
sampai berhasil sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Adapun tahapan penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

Perencanaan

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan

Pengamatan

?
46

BAB IV

LAPORAN HASIL PENELITIAN

A . Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Sejarah Madrasah Ibtidaiyah Jatinagara

Madrasah Ibtidaiyah Jatinagara terletak di Jalan Jatinagara No. 03 RT.

19/05 Desa Jatinagara Kecamatan Jatinagara Kabupaten Ciamis. Kurang lebih 2,5

Km dari pusat kota Kecamatan Jatinagara dan kurang lebih 38 Km dari pusat kota

Kabupaten Ciamis. Madrasah Ibtidaiyah Jatinagara berdiri pada 01 Agustus 1949.

2. Profil MI Jatinagara

Tabel 4.1 Profil MI Jatinagara

NO. IDENTITAS MADRASAH

1. Nama Madrasah Madrsah Ibtidaiyah Jatinagara

2. Nomor Statistik Madrasah 11.2.32.09.24.228

3. Nomer Statistik Bangunan -

4. Kode wilayah -

5. Alamat:

a) Jalan Jatinagara No. 03 RT. 19/05

b) Desa Jatinagara

c) Kecamatan Jatinagara

d) Kabupaten Ciamis

e) Provinsi Jawa Barat

f) Kode Pos 46273


47

g) Nomer Telpon 081323452710

h) Alamat e-mail mijatinagara@yahoo.co.id

6. Status Madrasah Swasta

7. Kelompok Madrasah

8. Tahun Berdiri 01 Agustus 1949

9. Tahun Beroperasi 01 Agustus 1949

10. Surat Keputusan -

11. Lembaga Penyelenggaraan Pemerintah

12. Bangunan Milik sendiri

13. Daerah Pedesaan

14. Jarak ke Pusat Kecamatan 2,5 Km

15. Jarak ke Kab./Kota 38 Km

16. Jarak pada Lintasan Kecamatan

(Data: diambil dari dokumen MI Jatinagara)

3. Visi dan Misi MI Jatinagara

a. Adapun Visi MI Jatinagara adalah:

Terbentuknya manusia Agamis, Berkualitas dan Berakhlaq Mulia

b. Adapun Misi MI Jatinagara adalah:

1) Meningkatkan Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT dan

senantiasa berakhlaq mulia dalam kehidupan sehari-hari.

2) Berniat Ibadah dalam Melaksanakan Tugas.

3) Menyiapkan Individu untuk taat akan Ajaran Agama Islam.


48

4) Menyiapkan siswa untuk mampu bersaing dalam Mengembangkan

Wawasan Keilmuan.

5) Meningkatkan Potensi, Kecerdasan dan Minat Peserta Didik.

4. Sarana Dan Prasarana.

Tabel 4.2 Bangunan MI Jatinagara

Kondisi
Jenis Bangunan Jumlah Ket
Baik Sedang Ruksak

Ruang Kelas 6 √ - -

Ruang Kepala 1 - √ -

Ruang Guru 1 √ - -

Ruang TU 1 - √ -

Ruang Perpustakaan 1 √ - -

Ruang Serbaguna/Aula - - - -

WC. Guru 1 √ - -

WC. Siswa - - - -

Ruang UKS 1 - √ -

Musholla 1 - √ -

Lab Komputer - - - -

Lab Bahasa - - - -

Kantin 1 - √ -

(Data: diambil dari dokumen MI Jatinagara)

5. Keadaan Guru.
49

Madrasah Ibtidaiyah Jatinagara saat ini memiliki tenaga guru dan pegawai

TU sebanyak 12 orang.

Tabel 4.3 Nama Guru MI JatinagaraTahun Pelajaran 2018 / 2019

No Nama Mata Pelajaran Keterangan

1 E. Muslim Hamdani, S.Ag. - Kepala Madrasah

2 N. Mimin, S. Pd. I. Wali Kelas V (Lima) Guru Kelas

3 Iis Rohilah, S. Pd. I. Wali Kelas II (Tiga) Guru Kelas

Akidah Akhlaq Guru Bidang

4 Diat Hadiat Tematik

Bahasa Sunda

5 Esih, S. Pd. I. Wali Kelas I (Satu) Guru Kelas

6 Yeti Kusmiati, S. Pd. I. Wali Kelas II (Dua) Guru Kelas

Wali Kelas VI Guru Kelas


7 Siti Sadiah, S. Pd. I.
(Enam)

8 Ii Abdul Kholiq, S.Pd.I. Bahasa Arab Guru Bidang

9 Aziz Hamdan Pauzi, S.Pd. SKI Guru Bidang

Wali Kelas IV Guru Kelas


10 Opik Taufiq, S.Pd.I.
(Empat)

11 Kiki Maulana PJOK Guru Bidang

12 Idah Siti Sa’adah, S.Pd. Al Qur’an Hadits Guru Bidang

(Data: diambil dari dokumen MI Jatinagara)

6. Keadaan Siswa.
50

Secara kuantitas jumlah yang sedang belajar di MI Jatinagara, yaitu jumlah

seluruh siswa MI Jatinagara pada tahun pelajaran 2017/2018 adalah 130 siswa.

7. Deskripsi Kelas II

Penelitian dilaksanakan dikelas II

Tabel 4.4 Jumlah Siswa Kelas II MI Jatinagara

NO Keterangan Jumlah

1 Putra 14

2 Putri 9

Jumlah 23

(Data: diambil dari dokumen MI Jatinagara)

B. Paparan Data

Pada tahap ini akan dipaparkan hasil penelitian tentang Peningkatan Hasil

Belajar Siswa Pada Pelajaran Tematik Melalui Penerapan Pendekatan

Kontekstual Siswa Kelas II di MI Jatinagara, dengan mengacu pada tujuan

penelitian yaitu untuk memberikan gambaran tentang penerapan Pendekatan

Kontekstual pada pembelajaran Tematik, dapat meningkatkan hasil belajar

Tematik siswa kelas II MI Jatinagara.

1. Pra-Tindakan

Peneliti mengadakan pertemuan dengan guru mata pelajaran Tematik

kelas II. Pada pertemuan tersebut, peneliti menyampaikan rencana penelitian yang
51

telah mendapat izin dari Kepala Sekolah. Dari pertemuan dengan guru mata

pelajaran Tematik kelas II, peneliti memperoleh informasi bahwa materi shalat

Idain telah disampaikan tetapi beliau menyarankan untuk mencoba

mempraktekkan materi shalat Idain lagi. Berdasarkan saran guru kelas II peneliti

menerima usulan tersebut, akhirnya peneliti memutuskan pembelajaran materi

sholat Idain akan disampaikan dua minggu lagi sesuai dengan jadwal pelajaran

Tematik. Setelah itu, peneliti memberikan gambaran secara garis besar mengenai

pelaksanaan penelitian.

Peneliti juga berdiskusi dengan guru kelas II tentang kondisi siswa, jumlah

siswa dan latar belakang siswa. Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah siswa

kelas II seluruhnya 23 siswa terdiri dari 9 siswa perempuan dan 14 siswa laki-

laki. Sesuai dengan kondisi kelas pada umumnya, kemampuan siswa sangat

heterogen. Latar belakang keluarga siswa bervariasi, yaitu dari keluarga buruh,

wiraswasta, pedagang, petani dan pegawai.

Jadwal pelajaran Tematik di kelas II adalah Setiap hari disesuaikan

dengan jumlah jam dala satu minggu. Peneliti menyampaikan bahwa yang

bertindak sebagai pelaksana tindakan adalah peneliti, dan guru kelas sebagai

pengamat (Observer). Peneliti menjelaskan bahwa pengamat di sini bertugas

untuk mengamati semua aktifitas peneliti dan siswa dalam kelas apakah sudah

sesuai dengan rencana atau belum. Untuk mempermudah pengamatan tersebut

pengamat diberi lembar observasi yang telah dibuat oleh peneliti. Peneliti

menyampaikan bahwa penelitian tersebut dilakukan dalam 2 siklus, yang mana

masing-masing siklus terdiri dari dua kali tindakan atau pertemuan. Setiap akhir
52

siklus akan diadakan tes akhir tindakan untuk mengukur seberapa jauh

keberhasilan tindakan yang telah dilakukan.

Selain melakukan diskusi tentang rancangan penelitian, Peneliti juga

melakukan wawancara kepada guru mata pelajaran Tematik kelas II mengenai

kondisi kelas, kondisi siswa, prestasi belajar siswa terutama mata pelajaran

Tematik maupun latar belakang siswa.

Berikut ini adalah kutipan hasil wawancara antara peneliti dengan guru

kelas II pada tanggal 19 Januari 2018 bertempat diruang guru pukul 10.00 WIB.

P : Bagaimana kondisi kelas II ketika proses pembelajaran

berlangsung pada mata pelajaran Tematik ?

G : Dalam proses pembelajaran siswa kadang ada yang ramai, ada

yang kurang memperhatikan penjelasan gurunya, tetapi tidak

sedikit yang antusias dalam mengikuti pelajaran Tematik.

P : Dalam pembelajaran Tematik, pernahkah ibu menggunakan

penerapan Pendekatan Kontekstual?

G : Saya sudah pernah menggunakan Pendekatan Kontekstual dalam

pembelajaran Tematik. Biasanya dalam pembelajaran Tematik

saya juga menggunakan metode ceramah dan media papan tulis.

P : Bagaimana kondisi siswa saat proses pembelajaran dengan metode

ceramah ?

G : Pada awalnya siswa antusias mendengarkan walaupun ada

beberapa siswa yang ramai dengan temannya, tapi selang beberapa

waktu siswa sudah mulai bosan dengan ceramah saja. Akhirnya

saya selingi dengan bercanda agar siswa tidak mudah bosan.


53

P : Bagaimana hasil belajar siswa kelas II untuk mata pelajaran

Tematik ?

G : Hasil belajar siswa naik turun, kadang bagus dan kadang pula

kurang bagus. Sebenarnya siswa sudah memahami materi yang

disampaikan, tetapi dalam mengerjakan soal banyak yang tidak

teliti.

P : Berapa nilai rata-rata pada mata pelajaran Tematik kelas II?

G : Untuk nilai rata-rata kelas II adalah 81,39 dan ada 9 siswa yang

mendapat nilai dibawah 70 sedangkan nilai 80 merupakan nilai

minimal yang harus dicapai oleh siswa pada mata pelajaran

Tematik.

Keterangan :

P : Peneliti G : Guru Mata Pelajaran Tematik Kelas II

Hasil wawancara di atas diperoleh beberapa informasi bahwa dalam proses

pembelajaran Tematik dengan metode ceramah siswa cenderung pasif, hanya

mendengarkan saja, hal ini sangat berpengaruh besar terhadap aspek kognitif

siswa, karena jika siswa sudah tidak menyukai metode yang digunakan guru,

maka secara otomatis materi akan sulit masuk dalam otak siswa. Dan ini akan

berdampak kepada naik dan turunnya hasil belajar siswa.

Sesuai dengan rencana, tes awal dilakukan pada hari sabtu. Tes awal

tersebut diikuti 23 siswa kelas II. Pada tes awal ini peneliti memberikan tugas

kepada siswa untuk menjawab soal-soal tentang shalat Idain. Berdasarkan skor tes

awal, tampak bahwa siswa kurang menguasai materi prasyarat. Hasil skor tes awal

tersebut adalah sebagai berikut:


54

Tabel 4.5 Skor Tes Awal (Pre tes) Siswa

No. Nama Siswa Jenis Kelamin Nilai

1. ADZRA ANINDYA P 80

ALPI AMALIATUN
2. P 75
N.

3. AMEL P 60

4. DICKY FADILLAH L 65

5. DINA OKTAFIANI P 80

6. DZIKRI ROHMAN L 85

7. ELAN SUHERLAN L 85

8. EZAR RIZQI R. L 90

9. FAHRY P. L 60

IBET
10. P 65
BAITURROIHAH

INDRA
11. L 75
SYAHPUTRA

12. IRFAN CAHYA R. L 80

13. IRMANSYAH L 75

LITTA FARIDATUL
14. P 85
G.

15. MAULIDA ZAHRA P 65

M. FARID AL
16. L 60
KARIM

17. M. JOHARUL FIKRI L 75

18. M. PAUZI MAULIDI L 70


55

19. M. RIFQI ALWAFI L 85

NURUL
20. P 80
RAHMADANI

21. WAHDA NUR F. M. P 90

22. ZAZIER AL BAZARI L 80

M. SHIVAZUL
23. L 65
VANA

Total Skor 2095

Rata-rata 74,82

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa secara umum siswa

belum menguasai materi prasyarat dari materi shalat Idain. Ini terbukti dengan

jumlah rata-rata skor tes awal siswa adalah 74,82.

2. Pelaksanaan tindakan siklus 1

Pelaksanaan tindakan terbagi dalam 4 tahap, yaitu tahap perencanaan

tindakan, tahap pelaksanaan tindakan, tahap observasi, dan tahap refleksi yang

membentuk suatu siklus. Secara lebih jelasnya masing-masing tahap dalam

penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Tahap perencanaan

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai

berikut :

1) Menyiapkan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)

2) Menyiapkan materi yang akan diajarkan yaitu materi tentang shalat Idain.

3) Menyiapkan lembar observasi siswa dan lembar observasi peneliti.


56

4) Menyiapkan catatan lapangan.

5) Melakukan koordinasi dengan guru kelas II.

6) Menyiapkan Lembar Tes (LT) berupa soal post test yang berguna untuk

mengecek seberapa jauh tingkat pemahaman siswa tentang materi yang

diajarkan dengan penerapan Pendekatan Kontekstual.

b. Tahap pelaksanaan tindakan

Pelaksanaan tindakan siklus 1 ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 27

Januari 2018. Peneliti memulai pelajaran dengan mengucapkan salam dan dijawab

serempak oleh siswa. Selanjutnya peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran

yang ingin dicapai. Siswa tampak antusias mengikuti pelajaran Tematik ini karena

peneliti menggunakan Pendekatan Kontekstual. keadaan kelas menjadi agak

gaduh. Namun keadaan kelas kembali kondusif setelah peneliti menenangkan para

siswa.

Kegiatan selanjutnya adalah menjelaskan keterkaitan materi dalam

kehidupan sehari-hari siswa. Selanjutnya, peneliti meminta kepada siswa untuk

memperhatikan ketika peneliti mendemonstrasikan shalat Idain, dari pengamatan

peneliti siswa tampak serius dalam mengikuti pembelajaran. Kemudian peneliti

menjelaskan tentang materi shalat Idain yang merupakan materi untuk

demonstrasi.

Setelah materi yang disampaikan selesai, kegiatan selanjutnya adalah

pemberian soal post tes siklus 1. tujuannya yaitu untuk mengetahui hasil belajar

setelah diajarkan dengan Pendekatan Kontekstual serta untuk mengetahui

perbedaan antara hasil pre tes (tes awal) dengan hasil post test (tes akhir siklus 1).
57

Jika pada hasil dari siklus 1 kurang berhasil dan tidak sesuai dari kriteria yang

diharapkan maka peneliti melakukan perbaikan di siklus 2. sampai sesuai dengan

kriteria yang telah ditentukan. Selanjutnya peneliti memberikan motivasi dan

pesan-pesan kepada siswa, pelajaran diakhiri dengan salam.

c. Tahap observasi

Pada tahap observasi ini peneliti dibantu oleh satu orang yang bertindak

sebagai pengamat, yaitu Bapak Diat Hadiat. selaku guru Tematik kelas II MI

Jatinagara sebagai pengamat. Pengamat bertugas mengamati semua aktifitas guru

dan aktifitas siswa selama pembelajaran berlangsung menggunakan penerapan

Pendekatan Kontekstual. Tahap observasi ini menggunakan format observasi yang

telah disediakan oleh peneliti. Apabila ada hal-hal yang terjadi saat proses

pembelajaran dan tidak ada dalam point format observasi maka hal tersebut

dimasukkan dan ditulis sebagai hasil catatan lapangan.

Hasil observasi terhadap aktifitas siswa dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut :

Tabel 4.6 Hasil Observasi Aktifitas Siswa pada Siklus 1

Pengamatan
Tahap Indikator
Nilai Deskriptor

Melakukan aktiftas
4 a, b, c
keseharian

Awal Memperhatikan tujuan 4 a, b, c

Memperhatikan
4 b, c, d
penjelasan materi
58

Keterlibatan dalam

membangkitkan
4 a, b, c
pengetahuan siswa

tentang materi

Memanfaatkan media
4 b, c, d
yang tersedia

Inti Memahami lembar kerja 3 a, b

Mengerjakan tugas
4 a, b, c
secara mandiri

Menanggapi evaluasi 4 a, b, d
Akhir
Mengakhiri pelajaran 5 Semua

Jumlah skor 36

Berdasarkan tabel 4.6 di atas, secara umum aktifitas siswa berjalan sesuai

dengan rencana yang diharapkan. Skor yang diperoleh dari observasi terhadap

aktifitas siswa adalah 36, sedangkan skor maksimal adalah 45, sehingga skor yang

36
diperoleh rata-rata adalah NR   100%  80%
45

Sesuai dengan taraf keberhasilan tindakan yang telah ditetapkan yaitu

90 %  NR  100 % : Sangat baik

80 %  NR  89 % : Baik

70 %  NR  79 % : Cukup

60 %  NR  69 % : Kurang

0 %  NR  59 % : Kurang sekali
59

Taraf keberhasilan aktifitas siswa berada pada kategori baik.

Hasil observasi terhadap aktifitas peneliti selama proses pembelajaran

berlangsung dengan menggunakan penerapan Pendekatan Kontekstual dapat

dilihat pada tabel 4.7 berikut :

Tabel 4.7 Hasil Observasi Aktifitas Peneliti Pada Siklus 1

Pengamatan
Tahap Indikator
Nilai Deskriptor

Melakukan aktifitas keseharian 4 a, c, d

Memperhatikan tujuan 4 a, b, c

Menentukan materi dan


4 a, b, c
Awal pentingnya materi

Memotivasi siswa 4 a, b, c

Menyediakan sarana yang


4 a, b, c
dibutuhkan

Meminta siswa memahami


4 a, b, c
lembar kerja

Membimbing dan mengarahkan

siswa dalam penyampaian hasil 3 a, b

Inti kerja

membangkitkan pengetahuan
4 a, b, c
prasyarat siswa

Meminta untuk memahami


4 a, b, c
membuat karangan yang baik
60

Membantu menumbuh-kan
4 b, c, d
kepercayaan diri siswa

Merespon kegiatan siswa selama


3 a, b
proses pembelajaran
Akhir
Melakukan evaluasi 4 a, b, c

Mengakhiri pelajaran 4 a, b, d

Jumlah skor 45

Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa secara umum peneliti

sudah melakukan sesuai rencana yang diharapkan, yang diperoleh dari observasi

tentang aktifitas peneliti/guru adalah 45. Sedangkan skor maksimal adalah 55,

45
maka skor yang diperoleh rata-rata adalah NR   100%  81,8% maka taraf
55

keberhasilan tindakan berada pada ketegori baik.

Hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa peneliti sudah

mempersiapkan segala sesuatu sesuai dengan rancangan yang telah dibuat di

rumah, dan diterapkan dalam proses pembelajaran walaupun ada beberapa poin

yang tidak terpenuhi dalam lembar observasi tersebut.

a) Hasil catatan lapangan

Catatan lapangan ini digunakan untuk mencatat hal-hal penting yang tidak

ada dalam format observasi selama proses pembelajaran berlangsung.

Ada beberapa hal yang dicatat oleh peneliti adalah sebagai berikut :

1) Siswa agak ramai saat pelajaran.

2) Siswa bersemangat dan antusias ketika berdemonstrasi di depan kelas tentang

materi shalat Idain.


61

3) Ada beberapa siswa saja yang tidak mencatat hal-hal yang penting.

b) Hasil post test siklus 1

Tes dilaksanakan setelah pemberian materi dengan Pendekatan

Kontekstual selesai. Peneliti memberikan waktu 15 menit untuk mengerjakan soal

post tes. Soal post test terdiri dari 5 butir soal uraian yang harus di jawab dengan

tepat dan benar.

Hasil nilai post test siklus diurutkan berdasarkan urutan jumlah skor

tertinggi ke skor terendah pada skala 100 yang dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut

Tabel 4.8 Hasil Pos Tes Siklus I

No. Nama Siswa Jenis Kelamin Nilai

1. ADZRA ANINDYA P 70

2. ALPI AMALIATUN 70
P
N.

3. AMEL P 70

4. DICKY FADILLAH L 90

5. DINA OKTAFIANI P 90

6. DZIKRI ROHMAN L 95

7. ELAN SUHERLAN L 95

8. EZAR RIZQI R. L 95

9. FAHRY P. L 95

10. IBET 95
P
BAITURROIHAH

11. INDRA L 75
62

SYAHPUTRA

12. IRFAN CAHYA R. L 90

13. IRMANSYAH L 90

14. LITTA FARIDATUL 80


P
G.

15. MAULIDA ZAHRA P 85

16. M. FARID AL 95
L
KARIM

17. M. JOHARUL FIKRI L 95

18. M. PAUZI MAULIDI L 70

19. M. RIFQI ALWAFI L 90

20. NURUL 85
P
RAHMADANI

21. WAHDA NUR F. M. P 85

22. ZAZIER AL BAZARI L 100

23. M. SHIVAZUL 90
L
VANA

Total Skor 2430

Rata-rata 86,75

Berdasarkan hasil post test pada siklus 1 yang ditunjukkan tabel di atas

menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar pada siswa. Ini dibuktikan

dengan skor rata-rata pre test (tes awal) adalah 74,82 sedangkan skor rata-rata post

test siklus 1 adalah 86,75. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut

:
63

Tabel 4.9 Peningkatan Hasil Belajar Siswa siklus 1

Jenis Tes Rata-rata Skor Tes

Pre test 74,82

Post test (siklus 1) 86,75

Siswa yang berada pada taraf tuntas adalah 23 siswa, sedangkan siswa

yang berada pada taraf tidak tuntas adalah 5 siswa. Karena belum sesuai dengan

kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan maka akan dilaksanakan perbaikan

pada siklus 2 dengan memperbaiki proses pembelajaran yang kurang berhasil.

d. Refleksi

Berdasarkan kegiatan yang dilakukan peneliti bersama teman guru kelas

II. Selanjutnya peneliti melakukan kegiatan refleksi terhadap hasil tes akhir, hasil

observasi dan hasil dari catatan lapangan pada siklus 1 dibantu oleh guru mata

pelajaran Tematik kelas II, maka diperoleh beberapa hal sebagai berikut :

1) Hasil belajar pada siklus 1 menunjukkan peningkatan. Hal ini terbukti dari skor

akhir siklus 1 yang lebih baik dari skor tes sebelumnya. Jadi pemahaman siswa

terhadap materi semakin meningkat.

2) Aktifitas siswa berdasarkan lembar observasi menunjukkan tingkat

keberhasilan pada kriteria baik, terjadi peningkatan yang semula ketika diajar

dengan metode yang biasa siswa kurang begitu bersemangat tetapi ketika

dengan Pendekatan Kontekstual, yang kebanyakan siswa menyukainya

sehingga terjadi peningkatan yang baik.

3) Dalam proses pembelajaran menunjukkan keaktifan siswa dalam mengikuti

pelajaran Tematik.
64

4) Perlu dilakukan siklus 2, karena ada beberapa siswa belum mencapai KKM

yang telah ditentukan, yaitu 80. Selain itu ketuntasan penelitian ini adalah 60

%. Jadi ada beberapa siswa yang harus tuntas dan ini jelas pelu ada perbaikan

pada siklus 1 dan akan dilaksanakan siklus 2 untuk meningkatkan hasil belajar

siswa.

3. Pelaksanaan tindakan siklus 2

Pelaksanaan tindakan pada siklus 2 ini terbagi ke dalam 4 tahap yaitu

tahap perencanaan, tahap pelaksanaan tindakan, tahap observasi dan refleksi.

Untuk lebih jelasnya tentang masing-masing tahap akan dijelaskan sebagai

berikut:

a. Tahap perencanaan

Kegiatan pada tahap perencanaan ini sama dengan yang dilakukan pada

siklus 1 yaitu sebagai berikut :

1) Menyiapkan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)

2) Menyiapkan materi yang akan diajarkan memahami ketentuan shalat Idain.

3) Menyiapkan lembar observasi siswa dan lembar observasi peneliti

4) Menyiapkan catatan lapangan

5) Melakukan koordinasi dengan guru kelas II.

6) Menyiapkan lembar tes (LT) berupa soal post test.

b. Tahap pelaksanaan tindakan

Pelaksanaan tindakan pada siklus 2 ini dilaksanakan hari sabtu tanggal 3

Februari 2018 pukul 07.00 – 08.10, dalam satu pertemuan dua jam pelajaran (2 x

35menit).
65

Kegiatan pembelajaran diawali peneliti dengan mengucapkan salam dan

dijawab serempak oleh siswa. Selanjutnya peneliti menyampaikan tujuan

pembelajaran yaitu agar siswa mampu mendemonstrasikan shalat Idain. Setelah

penyampaian tujuan pembelajaran, peneliti mendemonstrasikan tentang materi

dan meminta siswa untuk memperhatikannya. Setelah demonstrasi selesai, peneliti

meminta siswa untuk mendemonstrasikan kembali shalat Idain di depan kelas.

Kemudian peneliti menjelaskan tentang materi shalat Idain, dan memberikan

kesempatan kepada siswa untuk bertanya tekait materi yang baru saja dijelaskan.

Setelah materi yang diberikan selesai, selanjutnya peneliti memberikan tugas

kepada siswa untuk mengerjakan soal-soal yang telah dipersiapkan sebelumnya.

c. Tahap observasi

Pada tahap observasi ini peneliti dibantu bapak Diat Hadiat. sebagai

pengamat yang mengamati semua aktifitas guru/peneliti. Peneliti menyediakan

format observasi kepada pengamat, dan jika ada hal-hal yang tidak terdapat di

point lembar observasi maka akan dijadikan sebagai hasil catatan lapangan.

Hasil observasi aktifitas siswa dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut:

Tabel 4.10 Hasil observasi akitfitas siswa pada siklus 2

Pengamatan
Tahap Indikator
Nilai Deskriptor

Melakukan aktifitas
5 Semua
keseharian

Awal Memperhatikan tujuan 4 a, b, c

Memperhatikan
4 b, c, d
penjelasan materi
66

Keterlibatan dalam

membangkitkan
5 semua
pengetahuan siswa

tentang materi

Memanfaatkan media
5 Semua
yang tersedia

Inti Memahami lembar kerja 4 a, b, c

Mengerjakan tugas
5 Semua
secara mandiri

Menanggapi evaluasi 5 Semua


Akhir
Mengakhiri pelajaran 5 Semua

Jumlah skor 42

Berdasarkan tabel 4.10 diatas dapat dilihat bahwa secara umum aktifitas

siswa berjalan sesuai dengan apa yang telah diharapkan. Skor yang diperoleh dari

observasi terhadap aktifitas siswa adalah 42, sedangkan skor maksimal adalah 45,

42
sehingga diperoleh skor rata-rata adalah NR   100%  93,3% .
45

Sesuai dengan taraf keberhasilan yang ditetapkan berada pada kategori

sangat baik. Sementara hasil dari observasi terhadap aktivitas peneliti dapat dilihat

pada tabel 4.11 berikut :

Tabel 4.11 Hasil observasi aktifitas peneliti pada siklus 2

Pengamatan
Tahap Indikator
Nilai Deskriptor
67

Melakukan aktifitas
4 a, c, d
keseharian

Memperhatikan tujuan 5 a, b, c

Menentukan materi dan


Awal 5 a, b, c
pentingnya materi

Memotivasi siswa 4 a, b, c

Menyediakan sarana yang


5 Semua
dibutuhkan

Meminta siswa memahami


4 a, b, c
lembar kerja

Membimbing dan

mengarahkan siswa dalam 4 a, b

Inti penyampaian hasil kerja

membangkitkan
4 a, b, c
pengetahuan prasyarat siswa

Membantu menumbuhkan

kepercayaan diri siswa 4 b, c, d

Merespon kegiatan siswa


4 a, b
selama proses pembelajaran
Akhir
Melakukan evaluasi 4 a, b, c

Mengakhiri pelajaran 5 Semua

Jumlah skor 52
68

Berdasarkan tabel 4.11 di atas dapat dilihat bahwa secara umum peneliti

sudah melakukan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Skor yang diperoleh

dari pengamatan aktifitas peneliti adalah 52 sedangkan skor maksimal adalah 55,

52
sehingga diperoleh rata-rata adalah NR   100%  94,5% .
55

Sesuai taraf keberhasilan yang telah ditetapkan, maka taraf keberhasilan

aktifitas peneliti berada pada kategori sangat baik.

a. Hasil catatan lapangan

Catatan lapangan dibuat untuk mencatat hal-hal penting yang tidak muncul

pada lembar observasi. Ada beberapa hal yang sempat dicatat oleh peneliti adalah

sebagai berikut :

a) Siswa agak ramai ketika demonstrasi akan di mulai.

b) Ada beberapa siswa yang bermain sendiri tidak mendengarkan penjelasan guru.

c) Siswa bersemangat ketika ditunjuk memperagakan shalat Idain.

d) Siswa senang dan antusias.

b. Hasil post test siklus 2

Post test siklus 2 dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 19 Mei 2012,

dikerjakan selama 25 menit. Soal post test siklus 2 terdiri dari 5 butir soal uraian.

Hasil post test diurutkan berdasarkan jumlah skor tertinggi sampai ke skor

terendah pada skala 100 yang dapat dilihat pada tabel 4.12 berikut:

Tabel 4.12 Hasil Pos Tes Siklus 2

No. Kode Siswa Jenis Kelamin Nilai

1. ADZRA ANINDYA P 90

2. ALPI AMALIATUN P 90
69

N.

3. AMEL P 95

4. DICKY FADILLAH L 90

5. DINA OKTAFIANI P 85

6. DZIKRI ROHMAN L 95

7. ELAN SUHERLAN L 95

8. EZAR RIZQI R. L 95

9. FAHRY P. L 95

10. IBET 85
P
BAITURROIHAH

11. INDRA SYAHPUTRA L 90

12. IRFAN CAHYA R. L 90

13. IRMANSYAH L 90

14. LITTA FARIDATUL 95


P
G.

15. MAULIDA ZAHRA P 80

16. M. FARID AL 95
L
KARIM

17. M. JOHARUL FIKRI L 90

18. M. PAUZI MAULIDI L 95

19. M. RIFQI ALWAFI L 100

20. NURUL 85
P
RAHMADANI

21. WAHDA NUR F. M. P 90

22. ZAZIER AL BAZARI L 85

23. M. SHIVAZUL VANA L 95


70

Total Skor 2550

Rata-rata 91,07

Berdasarkan hasil post test pada siklus 2 menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan pemahaman pada siswa. Ini terbukti dengan skor post test siklus 1

rata-rata adalah 86,75 sedangkan rata-rata skor post test siklus 2 adalah 91,07.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.13 berikut:

Tabel 4.13 Peningkatan Hasil Belajar Pendekatan Kontekstual 2

Jenis Tes Rata-rata Skor Tes

Post test (siklus 1) 86,75

Post test (siklus 2) 91,07

c. Hasil wawancara

Kegiatan wawancara dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 26 Mei 2012,

jam 10.00 (waktu istirahat), yang menjadi subyek wawancara adalah 4 siswa yang

memiliki nilai terendah yaitu siswa berinisial MN, MDH, AZ dan F. Pada saat jam

istirahat peneliti masuk ke kelas II dan menemui ke empat siswa tersebut untuk

melakukan wawancara. Berikut kutipan wawancara dengan keempat siswa

tersebut.

Tabel 4.14 Hasil Wawancara dengan Siswa

Pertanyaan Jawaban

P : Bagaimana pemahaman kamu AA : Saya jadi lebih

terhadap materi sholat Idain faham Bu, karena


71

dangan Pendekatan ES : mudah diingat.

Kontekstual? Awalnya saya

bingung Bu, tapi

WN : lama kelamaan jadi

tidak.

IR : Membuat cepat

mengerti, karena

diperagakan secara

langsung.

Saya lebih cepat

mengerti Bu,

karena

menyenangkan

P : Apakah kamu mengalami AA : Tidak Bu, cukup

kesulitan dalam pembelajaran menyenangkan.

dengan Pendekatan WN : Awalnya sulit Bu,

Kontekstual ? IR : tetapi setelah di

ES : coba ternyata

mudah.

Tidak Bu.

Tidak Bu, saya

justru malah

senang.

P : Bagaimana pendapat kamu ES : Bagus Bu, saya


72

mengenai pembelajaran senang.

dengan Pendekatan WN : Menyenangkan Bu.

Kontekstual ? ES : Materi lebih cepat

AA : dipahami Bu.

Menyenangkan dan

tidak membuat

bosan.

P : Apakah yang membuat kalian MFA : Mudah diingat.

senang ketika diajar dengan WN : Cara

Pendekatan Kontekstual ? penyampaiannya

AA : mudah dipahami

Suasana tidak

MFA : tegang Bu.

Iya Bu, jadi mudah

diingat.

Dari hasil wawancara di atas terbukti bahwa pembelajaran dengan

menggunakan Pendekatan Kontekstual dapat meningkatkan pemahaman siswa

terhadap materi yang diberikan.

d. Refleksi

Berdasarkan kegiatan yang dilakukan peneliti bersama guru kelas II,

selanjutnya peneliti mengadakan kegiatan refleksi terhadap hasil post test, hasil
73

observasi dan hasil catatan lapangan serta hasil wawancara siklus 2, maka

diperoleh beberapa hal sebagai berikut :

a) Hasil belajar siswa didasarkan pada hasil post test siklus 2 menunjukkan

peningkatan yang cukup baik dari pada test sebelumnya berarti pemahaman

siswa terhadap materi meningkat.

b) Aktifitas guru menunjukkan tingkat keberhasilan tindakan pada kategori sangat

baik.

c) Aktifitas siswa menunjukkan tingkat keberhasilan tindakan pada kategori

sangat baik, ini menunjukkan antusias siswa untuk mengikuti pelajaran

Tematik.

d) Kegiatan pembelajaran menunjukkan keaktifan siswa dalam mengikuti

kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan hasil refleksi dapat diambil kesimpulan bahwa setelah

pelaksanaan tindakan pada siklus 2 ini tidak diperlukan pengulangan siklus karena

kegiatan pembelajaran berjalan sesuai dengan rencana yang disusun dan sesuai

dengan kriteria yang ditetapkan yaitu kriteria keberhasilan proses pembelajaran

dan kriteria hasil belajar siswa.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan Pendekatan Kontekstual

Langkah awal yang di lakukan guru (peneliti) dalam melakukan proses

pembelajaran di kelas yakni dengan mengadakan pre test untuk mengetahui sejauh

mana siswa mengerti dan memahami tentang materi shalat Idain.


74

Hasil dari pre test yang telah peneliti lakukan menunjukkan bahwa siswa

masih berada pada taraf kurang karena ketuntasan mereka hanya 65% sehingga

untuk memperbaiki kondisi tersebut peneliti melakukan pembelajaran dengan

menerapkan suatu metode untuk meningkatkan pemahaman siswa sehingga hasil

yang di dapat akan lebih baik.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), jadi peneliti

melakukan penelitian dalam bentuk siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap

yakni perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

Dalam pembelajaran, guru tidak hanya sebagai demonstrator dan

memperagakan berbagai peragaan sendiri di depan dan siswa hanya sebagai

penonton, akan tetapi dalam penerapan metode guru melibatkan siswa secara

langsung terhadap materi yang sedang di pelajari.

Guru selalu menanyakan tentang kesulitan siswa sehingga dengan begitu

guru akan tahu kekurangan siswa dan seberapa jauh pemahaman siswa sehingga

dapat di jadikan refleksi pada pertemuan berikutnya. Dengan melibatkan siswa

dalam menerapkan metode ini, selain untuk memperkuat pemahaman mereka juga

untuk meningkatkan keaktifan siswa.

Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan Pendekatan

Kontekstual pada pembelajaran Tematik khususnya pada materi sholat Idain

berimplikasi positif pada tingkat hasil belajar siswa. Hal ini dapat di lihat dari

pengerjaan test demi test yang mampu mereka kerjakan dengan baik.

Dengan memperoleh pemahaman yang baik, maka secara tidak langsung

akan berimbas pada hasil yang baik serta prestasi yang lebih membagakan.

pemahaman siswa dalam penelitian ini di ukur dari hasil tes individu siswa. Hasil
75

belajar Tematik siswa meningkat dari rata-rata nilai tes pada siklus 1 yaitu 86,75

dan pada siklus II adalah 91,07. Hal ini sudah cukup membuktikan bahwa terdapat

peningkatan hasil belajar siswa terhadap materi yang telah di ajarkan oleh guru.

Terjadinya peningkatan pemahaman Tematik pada siswa tersebut di

karenakan pembelajaran dengan penerapan Pendekatan Kontekstual pada materi

shalat Idain, memberi dampak positif pada pemahaman siswa serta keaktifan

siswa. Guru bisa mengajak siswa terlibat dalam pembelajaran dan

memperlihatkan segala sesuatu secara jelas sehingga tidak akan terjadi salah

pemahaman.

Siswa yang tidak terlalu aktif dan masih malu-malu di hadapan temannya

jadi bisa aktif dan percaya diri dengan dorongan dan motivasi guru. Yang awalnya

kurang paham terhadap materi bisa sedikit demi sedikit memahami materi dan

menambah pengetahuan mereka dari pengetahuan sebelumnya.

2. Aktifitas siswa dalam pembelajaran

Berdasarkan pengamatan yang di lakukan peneliti dan kolaborator, di

peroleh aktifitas siswa dalam proses pembelajaran pada materi shalat Idain dengan

penerapan Pendekatan Kontekstual yang paling dominan adalah semangat siswa

dan antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran dan hidupnya suasana kelas.

Serta keikut sertaan siswa dalam pembelajaran ini membuat pembelajaran ini

semakin bermakna. Terlibatnya siswa secara aktif dalam kegiatan demonstrasi,

menunjukkan tingkat patisipasi siswa dalam pembelajaran sangat baik.

Mulai dari siklus 1 pertemuan ke 1 dan siklus II pertemuan ke 2; aktifitas

siswa semakin meningkat. yakni pada siklus 1 tingkat aktifitas siswa rata-rata
76

dalam proses pembelajaran adalah 80% dan pada siklus 2 tingkat aktifitas siswa

mengalami kemajuan yakni 93,3%. Hal ini menunjukkan guru mampu

membangkitkan motivasi siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Serta

mampu melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai tujuan yang telah di tetapkan.
77

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dalam penerapan model

pembelajaran tematik tema lingkungan dengan pendekatan kontekstual bagi siswa

kelas 1 di MI Jatinagara Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis ini dapat

diambil kesimpulan yaitu sebagai berikut:

1. Penerapan model pembelajaran tematik tema lingkungan dengan pendekatan

kontekstual selama proses belajar mengajar yang telah di terapkan peneliti di

dalam kelas mampu meningkatkan hasil siswa. Hal ini di tandai dengan

ketuntasan belajar siswa yang cukup baik dari hasil tes formulatif pada dua

siklus yang di laksanakan mulai dari siklus pertama sampai kedua. Hasil

belajar siswa memperoleh ketuntasan nilai 86,75 % dari jumlah siswa pada

siklus 1 dan meningkat menjadi 91,07% dari jumlah siswa pada siklus 2.

2. Penerapan model pembelajaran tematik tema lingkungan dengan pendekatan

kontekstual bagi siswa kelas 1 di MI Jatinagara Kecamatan Jatinagara,

Kabupaten Ciamis ini dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa. Hal ini

menunjukkan guru mampu membangkitkan keaktifan dalam proses

pembelajaran. Mulai dari siklus 1 pertemuan ke 1 dan siklus II pertemuan ke 2;

aktifitas siswa semakin meningkat. yakni pada pertemuan ke 1 tingkat aktifitas

siswa rata-rata dalam proses pembelajaran adalah 80% dan pada pertemuan ke

2 tingkat aktifitas siswa mengalami kemajuan yakni 93,3%. Hal ini

menunjukkan guru mampu membangkitkan motivasi siswa secara aktif dalam


78

proses pembelajaran, serta mampu melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai

tujuan yang telah di tetapkan.

B. SARAN

Hasil dari penelitian tentang penerapan model pembelajaran tematik ini

dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah serta dapat bermanfaat bagi

semua pihak lingkungan sekolah baik itu dari pihak sekolah dan guru, pihak

siswa, serta pihak peneliti selanjutnya.

1. Pihak Sekolah dan Guru

Dengan adanya penelitian model pembelajaran tematik ini maka pihak

sekolah bisa terus menerapkannya dalam pembelajarannya di sekolah, serta lebih

kreatif, efektif, dan inovatif lagi dalam hal memetakan kompetensi dasar ke dalam

indikator-indikator, menetapkan jaringan tema, menetapkan jumlah pertemuan

dalam setiap siklusnya, serta dalam hal pengelolahan kelasnya. Hal ini bertujuan

agar penerapan model pembelajaran tematik berikutnya dapat berjalan lebih tepat,

lebih efektif, serta lebih optimal lagi serta sesuai dengan tujuan pembelajaran

yang akan dicapai.

2. Pihak Siswa

Dengan adanya penelitian model pembelajaran tematik tema lingkungan

ini , diharapkan pihak sekolah dan guru dapat memilihkan tema-tema

pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan lingkungan siswa, sehingga

siswa dapat lebih aktif lagi dalam proses pembelajaran, siswa mendapatkan nilai

sesuai dengan standar ketuntasan sesuai yang telah ditentukan oleh pihak sekolah,
79

serta siswa dapat menerapkan hasil dari pembelajaran dalam kehidupan sehari-

hari.

3. Pihak Peneliti Selanjutnya

Dengan adanya penelitian model pembelajaran tematik tema lingkungan

ini, dapat memberikan informasi serta wawasan serta dapat meningkatkan lagi

hasil dari penelitian ini, sehingga pada penelitian-penelitian tentang model

pembelajaran tematik berikutnya dapat terlaksana lebih sempurna lagi.


KARYA KREATIFITAS SISWA
MI JATIANAGARA

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM (YPI)


RIJALUL HIKAM JATINAGARA
KARYA 2 DIMENSI
TEMPELAN DI KELAS
TEMPELAN DI KELAS
KERAJINAN SISWA

Anda mungkin juga menyukai