Anda di halaman 1dari 22

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KESEHATAN

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah WEM I

Dosen Pembimbing:

Sheila Tania, S.Keb., Bd., M.Kes

Disusun Oleh:

Ifadha Lusi Amalia P17311235013


Maulidatul Ilmi P17311235014
Klarista Angelia W.A. P17311235015
Nur Rizka Mardhatillah H P17311235016
Alfina Zulva D P17311235017
Shofura Nauval A P17311235018
Azizah Nurhasanah P17311235019
Nurul Atizyah Putri P17311235020
Hasbiya Maghfury P17311235021
Farida P17311235022
Erfina Aribawani P17311235023
Indah Noviana Firdaus P17311235024

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN MALANG
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN MALANG
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Tugas Kelompok ini yang
berjudul “Pemberdayaan Masyarakat Kesehatan” sebagai salah satu syarat
menyelesaikan Tugas Mata Kuliah WEM I.

Dalam hal ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak,
karena itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada:
1. Dr. Moh., Wildan., A.Per.Pen., M.Pd. selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kemenkes Malang, yang telah memberikan kesempatan
menyusun Makalah Tugas Kelompok ini.
2. Rita Yulifah, S.Kp., M.Kes, selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Malang yang telah memberikan kesempatan
menyusun Makalah Tugas Kelompok ini.
3. Dr. Heny Astutik, S.Kep., Ns., M.Kes, selaku Ketua Program Studi
Sarjana Terapan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang yang
telah memberikan kesempatan menyusun Makalah Tugas Kelompok ini.
4. Sheila Tania, S.Keb., Bd., M.Kes, selaku Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan sehingga Makalah Tugas Kelompok ini dapat
terselesaikan.
5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Makalah Tugas
Kelompok.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan pahala atas segala
amal baik yang telah diberikan dan semoga Laporan Tugas Akhir ini berguna bagi
semua pihak yang memanfaatkan.

Malang, Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 4
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 4
BAB II TINJAUN TEORI
2.1 Konsep Pemberdayaan Masyarakat ......................................................... 5
2.2 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat .......................................................... 6
2.3 Tahap-tahap Pemberdayaan ..................................................................... 7
2.4 Metode Pemberdayaan PLA (Participatory Learning and Action) .......... 9
2.5 Model pemberdayaan Menurut Checkoway (1995) ................................. 12
BAB III RANCANGAN PEMBERDAYAAN
3.1 Deskripsi Masalah .................................................................................... 14
3.2 Alasan Penggunaan Metode Pemberdayaan PLA (Participatory Learning
and Action) ............................................................................................... 14
3.3 Alasan Penggunaan Model Pemberdayaan PLA (Participatory Learning
and Action) ............................................................................................... 15
3.4 Rencana Kegiatan Pemberdayaan ............................................................ 15
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .............................................................................................. 18
4.2 Saran ......................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anemia pada remaja merupakan anemia yang banyak disebabkan
karena kurangnya asupan zat gizi yang dibutuhkan untuk pembentukan
hemoglobin, yaitu zat besi ( Fe), vitamin C dan tembaga. Zat besi diperlukan
untuk membentuk bagian heme dari hemoglobin, vitamin C juga merupakan
unsur esensial untuk pembentukan hemoglobin dan tembaga diperlukan untuk
absorpsi besi dari traktus gastrointestinal. Anemia ditandai dengan gejala
letih, lesu, pucat, tidak bertenaga, kurang selera makan dan tangan dan kaki
dingin. Gejala-gejala tersebut harus segera diatasi agar tidak menimbulkan
dampak yang lebih serius terhadap kualitas sumber daya manusia. Dampak
anemia pada remaja antara lain menurunnya kemampuan dan konsentrasi
belajar, mengganggu pertumbuhan,menurunkan kemampuan fisik,
menurunkan daya tahan tubuh dan produktivitas kerja serta kebugaran yang
menurun (Savitri, dkk, 2015).
Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia
terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia
menderita anemia. Anemia banyak terjadi pada masyarakat terutama pada
remaja dan ibu hamil. Anemia pada remaja putri sampai saat ini masih cukup
tinggi, menurut World Health Organization (WHO, 2013), prevalensi anemia
dunia berkisar 40-88%. Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI, 2012), prevalensi penyakit anemia sebanyak 75,9% pada remaja putri.
Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2012) menyatakan bahwa
prevalensi anemia pada remaja putri usia 10-18 tahun sebesar 50,5%. Anemia
dapat menyebabkan lekas lelah, konsentrasi belajar menurun sehingga
prestasi belajar rendah dan dapat menurunkan produktivitas kerja. Di samping
itu juga menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi.
Prevalensi anemia yang tinggi dikalangan remaja jika tidak tertangani dengan
baik akan berlanjut hingga dewasa dan berkontribusi besar terhadap angka

1
kematian ibu, bayi lahir prematur, dan bayi dengan berat lahir rendah
(Robertus, 2014 dalam Indriani, 2017).
Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita
anemia. Oleh karena itu, sasaran program penanggulangan anemia gizi telah
dikembangkan yaitu mencapai remaja putri SMP, SMA, dan sederajat, serta
wanita di luar sekolah sebagai upaya strategis dalam upaya memutus simpul
siklus masalah gizi. Anemia adalah keadaan dimana massa eritrosit dan atau
massa hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Adapun hemoglobin (Hb)
merupakan suatu protein yang berfungsi sebagai alat angkut oksigen. Batas
Hb sangat dipengaruhi oleh: umur, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal
dari permukaan laut, pola makan dan lain-lain. Adapun kriteria anemia pada
wanita dewasa tidak hamil menurut WHO adalah Hb < 12 g/dl (Bakta, 2009
dalam Pramartha, 2016).
Konsumsi makanan merupakan faktor penyumbang terbesar yang
mempengaruhi kadar hemoglobin dalam darah. Makanan adalah sumber zat
gizi yang diperlukan oleh tubuh, salah satunya berperan dalam pembentukan
hemoglobin. Peranan zat gizi yang penting pada dasarnya tidak diperhatikan
secara serius oleh masyarakat, khususnya remaja. Remaja merupakan masa
terjadinya transisi dari masa anak-anak menjadi dewasa. Pada masa ini terjadi
pertumbuhan dan perkembangan yang berlangsung cepat yang menyebabkan
peningkatan kebutuhan zat gizi. Pertumbuhan dan perkembangan tersebut
akan terganggu jika kebutuhan gizinya tidak tercukupi. Kebutuhan gizi yang
tidak tercukupi pada remaja terjadi karena ketidakseimbangan asupan zat gizi
pada konsumsi makanan. Konsumsi makanan remaja saat ini dipengaruhi
oleh ketersediaan pangan dalam rumah tangga , lingkungannya, seperti teman
dan media dalam memilih makanan yang cenderung mengikuti tren.
Ditambah dengan kebiasaan makan yang salah seperti tidak menyukai
/ pantang terhadap suatu jenis makanan tertentu, sering mengkonsumsi
makanan siap saji, jarang sarapan dan kebiasaan minum teh. Anemia pada
remaja merupakan anemia yang banyak disebabkan karena kurangnya asupan

2
zat gizi yang dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin, yaitu energi,
protein , zat besi ( Fe), dan vitamin C. Energi diperlukan untuk pemberi
tenaga, protein sebagai alat angkut zat besi ke seluruh tubuh, zat besi
diperlukan untuk membentuk bagian heme dari hemoglobin, vitamin C juga
merupakan unsur esensial untuk pembentukan hemoglobin (Savitri, dkk,
2015).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membuktikan hubungan
antara asupan zat besi, vitamin C dan tembaga dengan kadar hemoglobin,
seperti penelitian yang dilakukan oleh Purwitaningtyas tahun 2011 di
Semarang menunjukkan bahwa semakin tinggi asupan zat gizi baik protein,
vitamin A, vitamin C, dan zat besi maka semakin tinggi pula kadar
hemoglobin yang berarti kejadian anemia semakin rendah Ketersediaan
pangan (food availability) dapat menentukan akses bagaimana asupan zat gizi
pada seseorang terutama remaja putri. (Qusna, dkk, 2017). Status anemia
pada remaja dipengaruhi oleh ketersediaan pangan, yang ditunjang dengan
ketahanan pangan yang mencukupi. Ketersediaan pangan yang cukup dapat
mempengaruhi konsumsi zat gizi pada remaja putri.
Program penanggulangan masalah anemia telah dilaksanakan
pemerintah, akan tetapi kasus anemia masih banyak ditemukan di masyarakat.
Adanya fakta masih banyak ditemukan masalah gizi di masyarakat,
menunjukkan bahwa program pemerintah untuk menanggulangi masalah gizi
di masyarakat belum berhasil dengan optimal. Hal ini terjadi karena ada
sebagian masyarakat yang menganggap upaya penanggulangan masalah gizi
menjadi tanggung jawab pemerintah. Keberdayaan dan kesadaran masyarakat
dalam menanggulangi masalah anemia masih rendah. Pemberdayaan
masyarakat dan pemanfaatan potensi sumber daya masyarakat untuk
menanggulangi masalah anemia belum optimal.
Latar belakang tersebut mendorong penulis untuk mengkaji lebih
lanjut mengenai rancangan atau model pemberdayaan yang dapat dilakukan
dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat khususnya kejadian anemia pada
remaja.

3
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah rancangan atau model pemberdayaan dalam kegiatan
pemberdayaan anemia pada remaja?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui rancangan atau model pemberdayaan yang diguanakan
khususnya dalam kegiatan pemberdayaan anemia pada remaja.
b. Untuk mengetahui pengaruh rancangan atau model pemberdayaan dalam
kegiatan pemberdayaan anemia pada remaja.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Pemberdayaan Masyarakat


Konsep Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan (empowerment)
merupakan konsep yang berkaitan dengan kekuasaan (power). Istilah
kekuasaan seringkali identik dengan kemampuan individu untuk membuat
dirinya atau pihak lain melakukan apa yang diinginkan. Kemampuan tersebut
baik untuk mengatur dirinya, mengatur orang lain sebagai individu atau
kelompok/ organisasi, terlepas dari kebutuhan, potensi, atau keinginan orang
lain, kekuasaan menjadikan orang lain sebagai objek dari pengaruh atau
keinginan dirinya (M. Anwas, 2013).
Menurut Moelijarto bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki
potensi yang dapat dikembangkan. Sehingga pemberdayaan merupakan upaya
untuk membangun potensi, memberikan motivasi, membangkitkan kesadaran
akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya
(Moelijarto, 1996).
Pemberdayaan pada dasarnya berusaha untuk membangun potensi
yang ada pada diri seseorang dengan memberikan motivasi, membangkitkan
kesadaran akan potensi yang dimiliki dan berupaya untuk mengembangkan
potensi yang ada seperti; Pertama, pemberdayaan merupakan proses
perubahan pribadi karena masing-masing pribadi mengambil tindakan atas
nama diri mereka sendiri dan kemudian mempertegas kembali pemahaman
terhadap dunia tempat mereka tinggal. Kedua, pemberdayaan diartikan
sebagai proses belajar mengajar yang merupakan usaha yang terencana dan
sistematis. Dilaksanakan secara berkesinambungan baik itu individu maupun
kolektif guna mengembangkan potensi dan kemampuannya yang terdapat dari
dalam individu dan kelompok masyarakat, sehingga mampu melakukan
transformasi sosial. Kehidupan masyarakat perlu dikondisikan sebagai sebuah
wadah, dimana setiap anggotanya melalui aktivitas sehari-hari saling belajar
dan mengajar. Dengan demikian diharapkan akan terjadi proses interaksi
dalam wujud dialog dan komunikasi informasi antara sesama anggota

5
masyarakat yang saling mendorong guna mencapai pemenuhan hidup
manusia mulai dari kebutuhan fisik sampai pada aktualisasi diri. Ketiga,
pemberdayaan dapat dilihat dari setiap manusia dan masyarakat yang
memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Sehingga pemberdayaan dapat
diartikan sebagai upaya untuk membangun potensi dengan memberikan
motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta
upaya untuk mengembangkannya (Moelijarto, 1996).

2.2 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat


Kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah suatu kegiatan yang
memiliki tujuan yang jelas dan harus dicapai, oleh sebab itu, setiap
pelaksanaan pemberdayaan masyarakat perlu dilandasi dengan strategi kerja
tertentu demi keberhasilannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan
(Totok, 2015).
Pemberdayaan ditujukan untuk mengubah perilaku masyarakat agar
mampu berdaya sehingga ia dapat meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahteraannya. Namun keberhasilan pemberdayaan tidak sekedar menekan
pada hasil, tetapi juga pada prosesnya melalui tingkat partisipasi yang tinggi,
yang berbasis kepada kebutuhan dan potensi masyarakat. Menurut Dilla
(2019), disebutkan bahwa dalam melaksanakan pemberdayaan perlu
dilakukan melalui berbagai pendekatan.
Menurut Suharto, penerapan pendekatan pemberdayaan dapat
dilakukan melalui 5P yaitu: pemungkinan, penguatan, perlindungan,
penyokongan dan pemeliharaan, dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Pemungkinan : menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan
potensi masyarakat berkembang secara optimal.
b. Penguatan : memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan
kebutuhannya.
c. Perlindungan : melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok
lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya

6
persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat ) antara yang kuat
dan lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap
kelompok lemah.
d. Penyokongan : memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat
mampu menjalankan perannya dan tugas-tugas kehidupannya.
e. Pemeliharaan : memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi
keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam
masyarakat Strategi pemberdayaan, hakikatnya merupakan gerakan dari,
oleh, dan untuk masyarakat.
Menurut Suyono, gerakan masyarakat berbeda dengan membuat
model percontohan secara ideal, selanjutnya setelah teruji baru
disebarluaskan. Berbeda dengan strategi gerakan masyarakat, ditempuh
melalui jangkauan kepada masyarakat seluas-luasnya atau sebanyak-
banyaknya. Benih pemberdayaan ditebar kepada berbagai lapisan masyarakat.
Masyarakatnya akhirnya akan beradaptasi, melakukan penyempurnaan dan
pembenahan yang disesuaikan dengan potensi, permasalahan dan kebutuhan,
serta cara/pendekatan mereka. Dengan demikian model atau strategi
pemberdayaan akan beragam, menyesuaikan dengan kondisi masyarakat lokal
(M. Anwas, 2013).

2.3 Tahap-tahap Pemberdayaan


Menurut Sumodiningrat pemberdayaan tidak bersifat selamanya,
melainkan sampai target masyarakat mampu untuk mandiri, dan kemudian
dilepas untuk mandiri, meski dari jauh dijaga agar tidak jauh lagi. Dilihat dari
pendapat tersebut berarti pemberdayaan melalui suatu masa proses belajar,
hingga mencapai status mandiri. Meskipun demikian dalam rangka menjaga
kemandirian tersebut tetap dilakukan pemeliharaan semangat, kondisi, dan
kemampuan secara terus-menerus supaya tidak mengalami kemunduran lagi
(Ambar, 2017).
Menurut Soekanto (1987), kegiatan pemberdayaan masyarakat
dilaksanakan dalam beberapa tahap sebagai berikut :

7
a. Tahap Persiapan. Pada tahapan ini ada dua tahapan yang harus
dikerjakan, yaitu: pertama, penyimpanan petugas, yaitu tenaga
pemberdayaan masyarakat yang bisa dilakukan oleh community woker,
dan kedua penyiapan lapangan yang pada dasarnya diusahakan dilakukan
secara non-direktif.
b. Tahapan pengkajian (assessment). Pada tahapan ini yaitu proses
pengkajian dapat dilakukan secara individual melalui kelompok-
kelompok dalam masyarakat. Dalam hal ini petugas harus berusaha
mengidentifikasi masalah kebutuhan yang dirasakan (feel needs) dan
juga sumber daya yang dimiliki klien.
c. Tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan. Pada tahapan ini
petugas sebagai agen perubahan (exchange agent) secara partisipatif
mencoba melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka
hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam konteks ini masyarakat
diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan
yang dapat dilakukan.
d. Tahap pemformalisasi rencanaaksi. Pada tahapan ini agen perubahan
membantu masing-masing kelompok untuk merumuskan dan
menentukan program dan kegiatan apa yang mereka akan lakukan untuk
mengatasi permasalahan yang ada. Di samping itu juga petugas
membantu untuk memformulasikan gagasan mereka ke dalam bentuk
tertulis, terutama bila ada kaitannya dengan pembuatan proposal kepada
penyandang dana.
e. Tahap pelaksanaan (implementasi) program atau kegiatan. Dalam upaya
pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat peran masyarakat
sebagai kader diharapkan dapat menjaga keberlangsungan program yang
telah dikembangkan. Kerjasama antar petugas dan masyarakat
merupakan hal penting dalam tahapan ini karena terkadang sesuatu yang
sudah direncanakan dengan baik melenceng saat di lapangan.
f. Tahap evaluasi. Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan
petugas program pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan

8
sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga. Dengan keterlibatan
warga tersebut diharapkan dalam jangka waktu pendek biasanya
membentuk suatu sistem komunitas untuk pengawasan secara internal
dan untuk jangka panjang dapat membangun komunikasi masyarakat
yang lebih mendirikan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
g. Tahap terminasi. Tahap terminasi merupakan tahapan pemutusan
hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Dalam tahap ini
diharapkan proyek harus segera berhenti.
2.4 Metode Pemberdayaan PLA (Participatory Learning and Action)
a. Pengertian
Metode pemberdayaan PLA (Participatory Learning and Action)
adalah suatu pendekatan atau metodologi yang digunakan dalam
pembangunan komunitas untuk membantu masyarakat memecahkan
masalah mereka sendiri dengan memfasilitasi partisipasi aktif mereka
dalam proses pembelajaran dan aksi. PLA merupakan metode
pemberdayaan masyarakat yang terdiri dari proses belajar
(melalui:ceramah, curah-pendapat, diskusi, dan lain-lain) tentang suatu
topik
Metode PLA sering digunakan dalam proyek-proyek
pembangunan komunitas dan program-program partisipatif karena
menekankan pada partisipasi masyarakat dan pemberdayaan masyarakat.
Dalam metode PLA, masyarakat dilibatkan secara aktif dalam proses
pengumpulan dan analisis informasi, serta dalam merencanakan dan
melaksanakan tindakan untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi
(Madolan, 2023).
b. Manfaat PLA
1) Segala sesuatu yang tidak mungkin dapat dijawab oleh ‘orang luar’
2) Masyarakat setempat akan memperoleh banyak pengetahuan yang
berbasis pada pengalaman yang dibentuk dari lingkungan kehidupan
mereka yang sangat kompleks

9
3) Masyarakat akan melihat bahwa masyarakat setempat lebih mampu
untuk mengemukakan masalah dan solusi yang tepat dibandingkan
orang luar, karena orang luar dapat memainkan peran penghubung
antara masyarakat setempat dengan lembaga lain yang diperlukan. Di
samping itu, mereka dapat menawarkan keahlian tanpa harus
memaksakan kehendaknya (Silmi, 2017).
c. Persyaratan Dasar PLA
1) Ada kemauan dan komitmen untuk mendengarkan menghormati dan
beradaptasi
2) Tersedia waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan atau pelatihan.
3) Komunitas telah didampingi oleh organisasi yang paham dengan
kesehatan masyarakat.
4) Menciptakan suasana atau komunikasi yang mendorong masyarakat
agar memiliki kepercayaan kepada fasilitator. (Salamung, 2022).
d. Prinsip-Prinsip PLA
1) PLA merupakan proses belajar secara berkelompok yang dilakukan
oleh semua pemangku kepentingan (stakeholders) secara interaktif
dalam suatu proses analisis bersama
2) Multi perspective, yang mencerminkan beragam interpretasi
pemecahan masalah yang riil yang dilakukan oleh para pihak yang
beragam dan berbeda cara pandangnya
3) Spesifik lokasi, sesuai dengan kondisi para pihak yang terlibat
4) Difasilitasi oleh ahli dan stakeholders (bukan anggota kelompok
belajar) yang bertindak sebagai katalisator dan fasilitator dalam
pengambil keputusan; dan (jika diperlukan) mereka akan
meneruskannya kepada pengambil keputusan
5) Pemimpin perubahan, dalam arti bahwa keputusan yang diambil
melalui PLA akan dijadikan acuan bagi perubahan-perubahan yang
akan dilaksanakan oleh masyarakat setempat (Silmi, 2017).
e. Langkah Pelaksanaan Metode PLA

10
Berikut adalah langkah-langkah pelaksanaan Metode Participatory
Learning and Action (PLA) :
1) Identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat
Identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat harus dilakukan
melalui konsultasi dengan masyarakat. Metode yang dapat digunakan
dalam langkah ini antara lain diskusi kelompok, wawancara, dan
observasi.
2) Penentuan tujuan dan sasaran
Setelah masalah dan kebutuhan masyarakat diidentifikasi, tujuan dan
sasaran program atau proyek yang akan dilaksanakan ditentukan.
Tujuan dan sasaran tersebut harus spesifik, terukur, relevan, dan
realistis.
3) Pemetaan partisipatif
Langkah ini melibatkan masyarakat dalam menggambar peta wilayah
mereka dan menandai tempat-tempat penting, seperti fasilitas umum,
sumber daya alam, dan lain-lain.
4) Focus Group Discussion (FGD)
Langkah ini melibatkan kelompok kecil peserta dalam diskusi
terfokus. Diskusi ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi dan
perspektif dari para peserta mengenai masalah dan solusi yang
dihadapi.
5) Analisis SWOT
Langkah ini melibatkan masyarakat dalam melakukan analisis SWOT
(Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats) terhadap masalah
yang dihadapi. Hasil analisis tersebut kemudian digunakan untuk
menentukan tindakan yang akan dilakukan.
6) Penentuan tindakan
Setelah masalah dan solusi yang akan diambil diidentifikasi,
masyarakat kemudian menentukan tindakan yang akan dilakukan.
Tindakan tersebut harus terukur, terencana, dan terjadwal.
7) Pelaksanaan tindakan

11
Langkah ini melibatkan masyarakat dalam melaksanakan tindakan
yang telah ditentukan. Masyarakat harus terus dipantau dan dinilai
kemajuan dan keberhasilan program yang dilaksanakan.
8) Evaluasi dan refleksi
Langkah ini melibatkan masyarakat dalam mengevaluasi dan
merefleksikan hasil program yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan berbagai metode seperti diskusi
kelompok, wawancara, observasi, dan lain-lain (Madolan, 2023).

2.5 Model pemberdayaan Menurut Checkoway (1995)


a. Mobilisasi massa
Mobilisasi massa berupaya membawa perubahan dengan mengorganisasi
massa yang besar dari sejumlah individu dengan masalah. pemilihan
masalah menjadi penting, harus menarik sejumlah orang besar, jika
pendukung tidak berkomitmen, mobilisasi massa tidak akan membawa
hasil.
b. Aksi sosial
Bertujuan untuk membangun organisasi yang kuat di tingkat masyarakat
untuk menghasilkan perbaikan dalam kehidupan orang. Model ini mirip
dengan aksi sosial (Rothman) dan aksi langsung (Hanna Robinson).
c. Partisipasi massa sebagai strategi praktik makro
Model ini mengasumsikan bahwa orang harus berpartisipasi aktif dalam
pemerintahan dan lembaga pemerintahan harus mengikutsertakan
masyarakat dalam hal-hal yang mempengaruhi mereka.
d. Advokasi publik
Proses mewakili kepentingan konstituen dan kelompok kepentingan di
legislatif, administrasi, atau institusi mapan lainnya. Dasar dari
keyakinan bahwa setiap kelompok dalam masyarakat harus memiliki
keterwakilan
e. Pendidikan populer

12
Bertujuan menciptakan perubahan dengan meningkatkan kesadaran kritis
tentang kebutuhan bersama. Pendidikan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat terkait dengan masalah yang dihadapi
f. Pengembangan layanan lokal
Ada solusi masalah lokal di masyarakat dan warga dapat mengambil
inisiatif untuk membantu diri mereka sendiri, bentuk bentuk advokasi
dari luar (advokasi public) maupun partisipasi dari rencana yang
ditetapkan dari tempat lain (citizen participation).

13
BAB III
RANCANGAN PEMBERDAYAAN

3.1 Deskripsi Masalah


Anemia remaja umumnya terjadi karena kurangnya konsumsi makanan
mengandung zat besi karena mempertahankan body image untuk
berpenampilan ideal. Masalah anemia yang tidak diatasi akan berdampak
pada prestasi belajar di sekolah dan bagi remaja putri, anemia
akan mempengaruhi fungsi reproduksinya. Masalah anemia yang ditemukan
pada remaja putri penanganan yang serius. Berdasarkan Riskesdas Kemenkes
RI tahun 2013 ditemukan prevalensi remaja putri dengan anemia pada usia
12-18 tahun adalah 21,1% dan satu orang dengan kadar Hb kurang dari 7
gr/dL.

3.2 Alasan Penggunaan Metode Pemberdayaan PLA (Participatory Learning


and Action)
Metode pemberdayaan yang digunakan adalah metode Participatory
Learning and Action yang merupakan metode dalam pemberdayaan
masyarakat. Metode ini bertujuan untuk membantu masyarakat memecahkan
masalah mereka sendiri dengan memfasilitasi partisipasi aktif mereka dalam
proses pembelajaran dan aksi. Pada metode ini pelaksanaannya dilakukan
dengan melakukan pemberdayaan kepada siswa, guru, UKS, dan pengelola
kantin sekolah dalam melakukan upaya penanggulangan anemia di sekolah.
Kelebihan dari metode ini adalah mendorong partisipasi aktif masyarakat di
lingkungan sekolah dalam menggali masalah dan menentukan intervensi yang
membentuk kehidupan mereka, proses pemberdayaan mengedepankan
pembelajaran bersama, meningkatkan kesadaran masyarakat di lingkungan
sekolah dengan meningkatnya pengetahuan dan sikap masyarakat, kegiatan
belajar dibangun atas dasar partisipasi masyarakat di lingkungan sekolah.
Keterlibatan masyarakat pada metode ini, yang pertama dilakukannya
penyuluhan kepada seluruh masyarakat di lingkungan sekolah, yang kedua
penyediaan makanan di kantin yang banyak mengandung zat gizi pembentuk

14
Hb, dan yang ketiga guru penjaskes dan guru wirausaha menjelaskan tentang
upaya penanggulangan anemia melalui mata pelajaran.

3.3 Alasan Penggunaan Model Pemberdayaan PLA (Participatory Learning


and Action)
Model pemberdayaan yang akan digunakan adalah model pendidikan
populer yang bertujuan untuk menciptakan perubahan dengan meningkatkan
kesadaran kritis tentang kebutuhan bersama, pendidikan yang diberikan
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait dengan masalah yang
dihadapi. Pada model pemberdayaan ini, kelompok yang akan diberdayakan
adalah seluruh masyarakat yang berada diMAN 1 Malang khususnya remaja
putri.

3.4 Rencana Kegiatan Pemberdayaan


1) Nama Kegiatan
Nama kegiatan : Pemberdayaan dan penurunan angka kejadian
anemia pada remaja melalui kegiatan Peer Group Education dan
pendidikan kesehatan pada remaja putri di MAN 1 Malang .
2) Target Kegiatan
Target kegiatan yang ingin dicapai dalam kegiatan yang akan
dilaksanakan adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan pengetahuan remaja
b. Mencegah anemia pada remaja
c. Menumbuhkan sikap peka terhadap kebutuhan nutrisi diri remaja
3) Bentuk Kegiatan
Bentuk kegiatan pemberdayaan dan penurunan angka kejadian anemia
pada remaja melalui kegiatan Peer Group Education. Adapun materi
yang akan disampaikan adalah sebagai berikut :
a. Pemaparan tentang kajian pentingnya pencegahan anemia pada remaja
b. Pemaparan tentang nutrisi yang dibutuhkan oleh remaja
c. Pemberian edukasi dan koordinasi mengenai pencegahan anemia pada
remaja kepada guru dan pihak kantin.

15
d. Pembentukan kelompok sebaya untuk pemantauan terhadap
pencegahan anemia
4) Sasaran Kegiatan
Kegiatan pemberdayaan dan penurunan angka kejadian anemia pada
remaja melalui kegiatan Peer Group Education berjumlah 50 orang terdiri
dari siswi, guru dan pihak kantin di MAN 1 Malang.
5) Susunan Kegiatan
a. Tahap pendekatan
1) Melakukan identifikasi masalah melalui pendataan pada siswi di
MAN 1 Malang dengan cara melakukan pengecekan Hb.
2) Melakukan wawancara pada siswa mengenai konsumsi nutrisi
3) Melakukan pendekatan pada guru untuk melaksanakan kegiatan
seminar pendidikan kesehatan mengenai anemia pada remaja.
4) Melibatkan guru untuk memberikan fasilitas dilakukannya
kegiatan seminar pendidikan kesehatan
b. Kegiatan Seminar
NO Tanggal Kegiatan Keterangan Fasilitator
1 Pembukaan, Mahasiswa
Doa, Kebidanan
Pembukaan Perkenalan
Sambutan Kepala Sekolah
2 Penyegaran Materi : Mahasiswa
Materi Pencegahan Kebidanan
Anemia pada
remaja
3 Sesi Tanya Audience
Jawab
4 30 Oktober Demonstrasi Materi : Mahasiswa
2023 Nutrisi pada Kebidanan
remaja
5 Diskusi Diskusi Mahasiswa
mengenai Kebidanan dan
penyebab audience
anemia dan
masalah nutrisi
pada remaja
Pembentukan Kelompok Mahasiswa
Kelompok dapat Kebidanan dan
Sebaya koordinir tiap audience
kelas

16
6 Penutup Penutup, Doa Mahasiswa
Penutup Kebidanan

c. Implementasi Kegiatan
1) Melakukan koordinasi kepada koordinator kelas untuk
mengkontrol konsumsi tablet fe pada siswi di MAN 1 Malang.
2) Koordinator kelas melaporkan pada guru yang bertugas sebagai
bahan evalusi selanjutnya.
3) Melalukan pemantauan makanan yang tersedia di kantin untuk
mendukung pencegahan anemia pada siswi di MAN 1 Malang.
d. Evaluasi Kegiatan
Evaluasi dilakukan setiap 1 bulan sekali dengan pemantauan
apakah konsumsi tablet fe sudah dilakukan secara maksimal dan
melakukan pemantauan pada kantin sekolah apakah makanan sesuai
dengan gizi yang dibutuhkan remaja.

17
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
a. Pemberdayaan pada dasarnya berusaha untuk membangun potensi yang
ada pada diri seseorang dengan memberikan motivasi, membangkitkan
kesadaran akan potensi yang dimiliki dan berupaya untuk
mengembangkan potensi yang ada.
b. Anemia remaja umumnya terjadi karena kurangnya konsumsi makanan
mengandung zat besi karena mempertahankan body image untuk
berpenampilan ideal, serta akan berdampak pada prestasi belajar di
sekolah dan bagi remaja putri dapat mempengaruhi fungsi reproduksinya.
c. Metode pemberdayaan yang digunakan adalah metode Participatory
Learning and Action yang merupakan metode dalam pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan untuk membantu masyarakat memecahkan
masalah mereka sendiri dengan memfasilitasi partisipasi aktif mereka
dalam proses pembelajaran.

4.2 Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, besar harapan kami agar makalah
ini dapat bermanfaat untuk banyak kalangan. Karena keterbatasan
pengetahuan dan referensi kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi di masa yang akan
datang.

18
DAFTAR PUSTAKA

Salamung, Niswa, dkk. (2022). Kemitraan Dalam Keperawatan Komunitas.


Yogyakarta: Rizmedia Pustaka Indonesia

Madolan, Amrin. (2023). Participatory Learning and Action (PLA): Pengertian


dan Penerapan dalam Bidang Kesehatan. Mitra Kesmas

Silmi, A. F. (2017). Participatory Learning and Action (PLA) di Desa Terpencil:


Peran LSM Provinsi Yogyakarta dalam Pemberdayaan Masyarakat di
Lubuk Bintialo, Sumatra Selatan. Jurnal Pemberdayaan Masyarakat.
Yogyakarta: Media Pemikiran dan Dakwah Pembangunan.

19

Anda mungkin juga menyukai