Anda di halaman 1dari 8

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 3

Nama Mahasiswa : Reksa Adi Perdana Pane

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 043344005

Kode/Nama Mata Kuliah : SKOM4318/Komunikasi Antar Budaya

Kode/Nama UPBJJ : 022/Serang

Masa Ujian : 2023/2024 Ganjil (2023.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
JAWABAN
1. Menurut Gerald dan R Miller, untuk memahami proses komunikasi antar pribadi (KAP)
dapat dilihat dari proses komunikasi dari tingkat analisis yang digunakan dalam memprediksi
efek atau hasil komunikasi. Jelaskan bagaimana pengalaman Anda ketika melakukan KAP
dengan lawan bicara Anda! Beri contoh masing-masing tingkatan !
JAWAB:

Pada analisis tingkat kultural, dalam melakukan prediksi komunikator harus mengerti dan
memahami kultur/budaya dari pihak yang diajak berkomunikasi. Komunikasi akan menjadi lebih
lancar apabila pihak-pihak yang berkomunikasi mempunyai persamaan kultur. Para pelaku
komunikasi harus mampu memahami kultur pihak lain, paling tidak unsur bahasa sebagai alat
komunikasi. Dalam hal ini para pelaku komunikasi melakukan prediksi terhadap efek dan hasil
komunikasinya berdasarkan unsur-unsur budaya yang ada, misalnya adat istiadat, bahasa,
norma, dan lain-lain.

Contohnya misal, saya orang dari suku Batak yang mana logat atau intonasi nada bicara saya
agak tinggi dan tegas. Ketika saya berbicara dengan lawan bicara saya yang berasal misalnya
dari suku Sunda, maka saya akan menurunkan nada dan intonasi bicara saya agar komunikasi
bisa berjalan dengan baik, karena prediksi saya kebanyakan orang Sunda ketika berbicara
mereka cenderung dengan nada dan intonasi suara yang rendah dan lembut.

Kemudian analisis pada tingkat sosiologis dilakukan ketika komunikator melakukan prediksi
atas efek dan hasil komunikasinya atas dasar keanggotaan komunikan dalam kelompok sosial
tertentu. Di sini pihak komunikator harus menganalisis karakteristik dari pola-pola perilaku dan
norma-norma kelompok tersebut.

Contohnya, ketika saya berada si sebuah pengajian majelis ta’lim di sebuah Pondok Pesantren
yang mana di lingkungan itu adalah tempat para Santri dan Ulama menuntut ilmu. Maka agar
komunikasi bisa berjalan lancar, saya akan mengutamakan adab terlebih dahulu sebelum
berkomunikasi dengan para komunikan. Misalnya ketika saya hendak bertanya kepada seorang
Guru Pondok, yang saya lakukan adalah memberi salam dan mencium tangannya terlebih
dahulu, baru kemudian saya melanjutkannya dengan kalimat pertanyaan.

Tingkat analisis ketiga ialah tingkat psikologis. Tingkat psikologis ini digunakan untuk
memahami Komunikasi Antar Pribadi. Pada tingkat psikologis ini prediksi yang dibuat:
komunikator didasarkan pada analisis pengalaman individual yang unik dari komunikan.
Biasanya pada tahap awal dan kemudian dikuti tahap-tahap berikutnya, prediksi komunikator
atas efek dan hasil dari komunikasinya didasarkan pada ciri-ciri fisik dan psikis dari komunikan.
Contohnya Tono dan Tini yang sedang berkomunikasi akan saling menganalisis lewat ciri-ciri
fisik mereka, seperti bentuk mata, bibir, bentuk badan, dan sebagainya maupun cir-ciri psikis,
seperti sifat, sikap, kepercayaan, dan sebagainya.

2. Dalam pelaksanaan Komunikasi Antar Budaya, seringkali ditemui beberapa faktor budaya
yang menjadi penghambat tercapainya keefektifan komunikasi. Jelaskan dan beri contoh
beberapa faktor budaya tersebut !
JAWAB:

1. Mengabaikan Perbedaan antara Individu dan Kelompok yang secara Kultural Berbeda

Barangkali hambatan yang paling lazim adalah bilamana kita menganggap bahwa yang ada
hanya kesamaan dan bukanperbedaan. Ini terutama terjadi dalam hal nilai, sikap dan
kepercayaan. Kita dapat dengan mudah mengakui dan menerima perbedaan gaya rambut, cara
berpakaian, dan makanan. Tetapi, dalam hal nilai-nilai dan kepercayaan dasar, kita menganggap
bahwa pada dasarnya manusia itu sama. Ini tidak benar. Bila kita mengasumsikan kesamaan
dan mengabaikan perbedaan, kita secara implisit mengomunikasikan kepada lawan bicara
bahwa cara kitalah yang benar dan cara mereka tidak penting bagi kita.

Ambillah contoh sederhana. Seorang Amerika mengundang rekan sekerjanya, orang Filipina,
untuk makan malam di rumahnya. Orang Filipina ini dengan sopan menolak. Orang Amerika
tersebut merasa sakit hati dan merasa bahwa kawannya itu tidak ingin menjalin hubungan
persahabatan yang akrab. Orang Filipina, merasa sebaliknya, merasa sakit hati dan menganggap
bahwa undangan tadi tidak disampaikan dengan tulus. Di sini, tampaknya baik orang Amerika
maupun orang Filipina tersebut menganggap bahwa adat kebiasaan mereka dalam
mengundang seseorang untuk makan malam adalah sama, padahal, sebenarnya, berbeda.
Orang Filipina mengharapkan diundang beberapa kali sebelum ia menerimanya. Bila undangan
hanya dikemukakan sekali, ini dipandang sebagai undangan yang tidak tulus.

2. Mengabaikan Perbedaan antara Kelompok Kultural yang Berbeda

Dalam setiap kelompok kultural terdapat perbedaan yang besar dan penting. Seperti halnya
orang Amerika tidak sama satu sama lainnya, demikian pula orang Indonesia, Yunani, Meksiko,
dan seterusnya. Bila kita mengabaikan perbedaan ini kita terjebak dalam stereotipe. Kita
mengasumsikan bahwa semua orang yang menjadi anggota kelompok yang sama (dalam hal ini
kelompok bangsa atau ras) adalah sama. Contoh yang bagus untuk ini adalah reaksi kemarahan
terhadap film The Last Temptation of Christ. Di kalangan penganut Katolik Roma, terdapat
berbagai perasaan terhadap film ini. Sementara John Cardinal O'Conor, Uskup Agung New York,
mengecam film ini, Pastur Andrew Greeley, novelis dan profesor sosiologi, memuji film ini dan
menganggapnya sebagai "tantangan terhadap agama yang menuntut pemikiran mendalam"
(New York Times, 14 Agustus 1988, Sec. 2, hal. 1). Keduanya adalah penganut Katolik Roma dan
keduanya pemuka agama, tetapi mereka melihat pesan yang sama secara sangat berbeda.

3. Mengabaikan Perbedaan dalam Makna (Arti)

Sebelumnya telah dikemukakan bahwa makna tidak terletak pada kata-kata yang digunakan
melainkan pada orang yang menggunakan kata-kata itu. Kita perlu sangat peka terhadap prinsip
ini dalam komunikasi antarbudaya. Lihatlah, misalnya, perbedaan makna kata agama bagi
seorang penganut agama Islam dan bagi seorang atheis, atau kata makan malam bagi seorang
petani miskin dan bagi seorang eksekutif puncak sebuah perusahaan besar. Jadi, meskipun kata
yang digunakan sama, makna konotifnya akan sangat berbeda tergantung pada definisi kultural
pendengar.

Pada pesan nonverbal, kemungkinan perbedaan tampaknya bahkan lebih besar lagi. Misalnya
bertepuk tangan di atas kepala menggambarkan kemenangan bagi orang Amerika, tetapi
menggambarkan persahabatan bagi orang Rusia. Bagi orang Amerika, mengangkat dua jari
sehingga membentuk V mengisyaratkan kemenangan. Tetapi, bagi orang-orang Amerika
Selatan tertentu, ini merupakan isyarat cabul yang sama dengan bila kita di Indonesia
menyelipkan jari di antara jari tengah dan telunjuk.

Orang Amerika yang kidal yang makan dengan menggunakan tangan kirinya mungkin dianggap
janggal di Indonesia. Bagi kita di Indonesia, tangan kiri tidak boleh digunakan untuk makan atau
untuk berjabat tangan. Tangan kiri digunakan untuk membersihkan diri setelah melakukan
hajat besar. Jadi, menggunakan tangan kiri untuk makan atau untuk berjabat tangan dianggap
tidak sopan.

4. Melanggar Adat Kebiasaan Kultural

Setiap kultur mempunyai aturan komunikasi sendiri-sendiri. Aturan ini menetapkan mana yang
patut dan mana yang tidak patut. Misalnya saja, dalam kultur Amerika Anda harus membuat
janji kencan dengan teman kencan Anda tiga atau empat hari sebelumnya. Di beberapa negara
Asia Anda mungkin perlu memberi tahu orang tua teman kencan Anda beberapa minggu,
bahkan beberapa bulan sebelumnya. Dalam kultur Amerika orang biasa mengatakan, sebagai
basa basi persahabatan, "Datanglah ke rumah kami". Bagi orang dari kultur lain, perkataan ini
sudah cukup untuk membuatnya benar-benar datang bila ada waktu.

Pada beberapa kultur, orang menunjukkan rasa hormat dengan menghindari kontak mata
langsung dengan lawan bicaranya. Dalam kultur yang lain, penghindaran kontak mata seperti ini
dianggap mengisyaratkan ketiadaan minat. Jika seorang gadis Amerika berbicara dengan pria
Indonesia yang jauh lebih tua, ia diharapkan menghindari kontak mata langsung. Bagi orang
Indonesia, kontak langsung dalam situasi ini akan dianggap tidak sopan. Pada beberapa kultur
Eropa Selatan, pria berjalan sambil bergandengan tangan, kultur lain (Amerika Serikat,
misalnya), menganggap hal ini tidak pantas.

5. Menilai Perbedaan secara Negatif

Meskipun Anda menyadari perbedaan di antara kultur-kultur, Anda tidak boleh menilai
perbedaan ini sebagai hal yang negatif. Ambil contoh, misalnya, meludah. Dalam kebanyakan
kultur Barat, meludah dianggap sebagai tanda penghinaan dan ketidak-senangan (begitu pula di
Indonesia), yang tidak boleh dilakukan di muka umum. Tetapi, bagi suku Masai di Afrika ini
merupakan tanda afeksi, dan bagi suku Indian di Amerika ini dianggap sebagai isyarat keramah-
tamahan atau perkawanan. Sebagai contoh, dukun Indian meludahi orang sakit untuk
menyembuhkannya. Menjulurkan lidah merupakan contoh lain. Bagi orang Barat ini merupakan
penghinaan, tetapi bagi sebagian besar orang Cina di masa lalu, ini merupakan isyarat
mempermainkan orang lain yang sedang marah. Bagi orang Cina modern, menjulurkan lidah
merupakan ungkapan rasa malu karena telah membuat kesalahan besar.

Secara obyektif, meludah dan menjulurkan lidah bukanlah merupakan tindakan yang negatif
ataupun positif. Bila kita melihatnya sebagai hal yang negatif (jika Anda orang Barat) atau hal
yang positif (jika Anda orang Masai atau Indian), kita terperangkap dalam pemikiran
etnosentris. Bila kita berpikir seperti itu, kita menempatkan lawan bicara pada posisi yang
defensif. Kita menciptakan hubungan di mana kita berada di pihak yang unggul dan orang lain di
pihak yang lebih rendah. Perbedaan kultural merupakan perilaku yang dipelajari, bukan perilaku
kodrati atau perilaku yang dibawa sejak lahir. Karenanya kita memandang perilaku kultural ini
secara tidak evaluatif, sebagai berbeda tetapi setara.

6. Kesadaran dan Ketidaksadaran

Hambatan lain di dalam melakukan KAB adalah dengan memperatikan perbedaan antara
keadaan penuh kesadaran (mindful) dan ketidak-sadaran (mindless). Bila kita berada dalam
keadaan tidak sadar maka kita akan bertindak dengan asumsi yang biasanya tidak layak secara
intelektual.

Sebagai contoh, kita tahu bahwa kanker tidak menular, tetapi kita menghindari persentuhan
dengan pasien penderita kanker. Para peneliti menjumpai perilaku yang tidak realistik,
kemudian terjadi bahwa hampir sepertiga dari mahasiswa yang berpartisipasi dalam sebuah
penelitian mengatakan bahwa mereka tidak akan mau berenang di kolam renang yang
digunakan oleh pasien penderita sakit kanker. Mereka juga mengatakan bahwa mereka akan
mencuci tangan mereka setelan bersentuhan dengan pasien penderita sakit kanker. Bila
perbedaan antara bukti-bukti yang ada dan kecenderungan perilaku kita ditunjukkan dan
keadaan kesadaran diri kita dibangunkan, kita menyadari bahwa perilaku ini sebenarya tidak
logis atau realistis.
Ketika kita berhubungan dengan orang dari kultur yang berbeda, kita sering kali berada dalam
keadaan ketidak-sadaran diri dan karenanya kita cenderung untuk bertindak tidak rasional,
dalam banyak hal. Bila kesadaran diri kita dibangunkan, misanya dalam diskusi akademis seperti
dalam tulisan ini, kita dengan cepat tiba pada cara berpikir yang lebih logis dan rasional. Kita
menyadari bahwa orang lain dan sistem kultur lain memang berbeda, tetapi tidak lebih buruk
atau lebih baik daripada sistem kita.

3. Jelaskan apa yang harus dilakukan jika kita mengalami kesulitan atau hambatan
berkomunikasi berkaitan dengan pemahaman terhadap pesan nonverbal dan verbal yang
disampaikan dalam proses KAB ! Berikan contoh yang Anda alami dalam kehidupan sehari-
hari! Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, Anda harus menjelaskan terlebih dahulu apa
yang dimaksud dengan pesan verbal dan nonverbal
JAWAB:

-Pesan verbal adalah pesan yang disampaikan dengan menggunakan bahasa dari pengirim
pesan (komunikator) kepada penerima pesan (komunikan). Kata-kata yang kita ucapkan
merupakan isyarat verbal yang digunakan untuk tujuan komunikasi.

-Pesan nonverbal adalah suatu ekspresi yang sangat bermakna dari manusia. Pesan-pesan
nonverbal sering kali merupakan tujuan-tujuan pokok yang ingin dicapai melalui komunikasi
yang dilakukan dengan orang lain, yang tercermin melalui emosi-emosi, perilaku dan bentuk
hubungan kita dengan orang lain tersebut. (Stella Ting-Toomey, 1999).

Apa yang harus dilakukan:


1. Pengertian

Pengertian adalah penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksudkan oleh
komunikator. Dalam arti, komunikator menjadi efektif jika penerima memiliki pemahaman yang
akurat tentang pesan yang dikemukakan oleh komunikator. Kegagalan utama dalam komunikasi
adalah ketidak-mampuan untuk mencapai keakuratan atas isi pesan.

2. Kesenangan

Tidak semua komunikasi ditujukan untuk mencapai informasi dan membentuk pengertian.
Ketika kita mengucapkan "Selamat pagi, apa kabar?", kita tidak bermaksud mencari keterangan.
Komunikasi itu hanya dilakukan untuk mengupayakan agar orang lain merasakan rasa senang.
Komunikasi ini lazim disebut komunikasi fatis (phatic communication), dimaksudkan untuk
menimbulkan kesenangan atau memelinara kontak antarmanusia. Komunikasi inilah yang
menjadikan hubungan kita hangat, akrab dan menyenangkan. Sejauh mana kita merasakan
kesenangan dari kegiatan komunikasi ini sangat tergantung pada perasaan kita tentang lawan
bicara kita.
3. Mempengaruhi Sikap

Paling sering kita melakukan komunikasi untuk mempengaruhi orang lain, bahkan
mempengaruhi sikap orang lain merupakan bagian yang paling mendasar dari aktivitas
kehidupan kita shari-hari.

Dalam banyak situasi, pengaruh paling kecil yang diharapkan adalah bahwa lawan bicara kita itu
mengerti apa yang kita ucapkan. Kita barangkali gagal mempengaruhi atau mengubah sikap
seseorang, tetapi pemahaman dari lawan bicara atas isi pesan yang kita sampaikan sudah
merupakan sebuah kemenangan. Dengan kata lain, kegagalan untuk mengubah pandangan
seseorang tidak dapat dianggap sebagai kegagalan dalam meningkatkan pemahaman.

4. Hubungan Sosial yang Baik

Komunikasi juga ditujukan untuk menumbukan hubungan sosial yang baik. Manusia adalah
makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Kita ingin berhubungan dengan orang lain secara
positif. Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menumbukan dan mempertahankan
hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi, pengendalian
dan kekuasaan, dan cinta serta kash sayang. Secara singkat, kita ingin bergabung dan
berhubungan dengan orang lain, kita ingin mengendalikan dan dikendalikan, dan kita ingin
mencintai dan dicintai. Kebutuhan sosial ini hanya dapat dipenuhi dengan komunikasi yang
efektif.

Kegagalan berkomunikasi dapat membuat hubungan sosial menjadi tidak baik. Pada jangka
panjang, kegagalan komunikasi primer dapat menimbulkan salah pengertian di dalam
hubungan manusiawi, atau yang biasa disebut sebagai kegagalan komunikasi sekunder
(secondary breakdown in communication). Supaya manusia tetap dapat hidup secara sosial, ia
harus terampil dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi.

Efektivitas komunikasi yang sempurna menuntut iklim psikologis dan sosial yang positif. Ketika
hubungan sosial dilingkupi oleh ketidak-percayaan, banyak kemungkinan terjadi distorsi atau
kegagalan menangkap isi pesan sesual dengan yang dimaksudkan. Telah disebutkan
sebelumnya bahwa kegagalan komunikasi terjadi ketika isi pesan tidak dipahami secara akurat.
Tetapi kegagalan kedua yang mempengaruhi hubungan sosial terutama disebabkan oleh
kesalah-pahaman, yang pada akhirya akan mendorong rasa frustrasi, kemarahan, ataupun
kebingungan (bahkan mungkin saja ketiganya sekaligus).

5. Tindakan

Komunikasi untuk menimbulkan pengertian memang sukar, tetapi lebih sukar lagi
mempengaruhi sikap. Jauh lebih sukar lagi mendorong orang untuk bertindak. Tetapi efektivitas
komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang dilakukan oleh komunikan. Beberapa
orang bahkan menyatakan bahwa komunikasi adalah tidak berguna jika tidak mampu
menghasilkan tindakan nyata. Tetapi, tetap harus disadari bahwa semua tanda-tanda
komunikasi efektif yang telah dibahas sebelumnya - pengertian, kesenangan, mempengaruhi
sikap, hubungan sosial yang baik adalah sama pentingnya pada waktu-waktu tertentu atau di
tempat-tempat yang berbeda.

Menimbulkan tindakan nyata memang indiator efektivitas yang paling penting. Karena untuk
menimbulkan tindakan, kita harus berhasil lebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk
dan menguban sikap atau menumbunkan hubungan yang baik. Pada kesempatan awal,
mungkin cukup mudan untuk membuat orang mengerti isi pesan, tetapi bukan hal yang mudah
untuk membuat orang menyetujui isi pesan tersebut, bankan jaun lebin sukar lagi membuat
orang mau mengambil tindakan sesual dengan isi pesan tersebut. Ini bukan saja memerlukan
pemahaman tentang seluruh mekanisme psikologis dan sosiologis yang terlibat dalam proses
komunikasi, tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruni perilaku manusia.

Anda mungkin juga menyukai