Anda di halaman 1dari 23

PAPER

NUTRIENTS FOR COGNITIVE DEVELOPMENT IN SCHOOL-AGED


CHILDREN

PENGARUH NUTRISI UNTUK PERKEMBANGAN KOGNITIF PADA ANAK


USIA SEKOLAH

OLEH :

NAMA : SONDANG PURBA


NIM :
KELAS :A
MATA KULIAH : GIZI KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUPASCA SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2023

PENGARUH NUTRISI UNTUK PERKEMBANGAN KOGNITIF


PADA ANAK USIA SEKOLAH

Sondang Purba,
Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat

BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Status nutrisi merupakan suatu refleksi kecukupan zat nutrisi, hal ini
merupakan salah satu parameter penting dalam menilai tumbuh kembang anak dan
keadaan kesehatan anak pada umumnya (Supariasa, dkk, 2002). Khomsan (2003)
mengemukakan bahwa selain potensi genetik yang dimilikinya, pertumbuhan dan
perkembangan seorang anak juga dipengaruhi oleh intake nutrisi yang dikonsumsi
dalam bentuk makanan. Kekurangan atau kelebihan nutrisi akan dimanifestasikan
dalam bentuk pertumbuhan yang menyimpang dari pola standar.
Menurut Nelson (2000), anak usia sekolah adalah anak yang berusia antara 6-
12 tahun, periode yang kadang-kadang disebut sebagai masa anak-anak pertengahan
atau masa laten mempunyai tantangan baru. Kekuatan kognitif untuk memikirkan
banyak faktor secara simultan memberikan kemampuan pada anak usia sekolah untuk
mengevaluasi diri sendiri dan merasakan evaluasi teman-temannya (Behrman,
Kliegman, & Arvin, 2000).
Anak sekolah sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan oleh karena
itu diperlukan asupan makanan yang mengandung nutrisi seimbang, agar proses
tersebut tidak terganggu. Pada masa sekolah selain peran orang tua, peran dari anak
sendiri juga diperlukan karena mereka sudah mampu menentukan makanan mana
yang mereka sukai. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh
memperoleh cukup zat-zat nutrisi yang digunakan secara efisien, sehingga
memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan status
kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier, 2004).
Orang tua memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan nutrisi pada anak,
namun banyak faktor yang dapat menyebabkan orang tua tidak mampu memenuhi
kebutuhan nutrisi terbut, diantaranya kurangnya makanan di tingkat rumah tangga,
cara pemberian makanan yang kurang baik, anak tidak mau makan, atau faktor sosial
lainnya. Keadaan ini dapat mengakibatkan kekurangan nurisi pada anak yang pada
akhirnya dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan
kognitif anak.
Agar perkembangan anak khususnya perkembangan kognitif dapat optimal
harus didukung dengan status nutrisi yang baik. Perkembangan kognitif menunjukkan
perkembangan dari cara anak berpikir untuk menyelesaikan berbagai masalah, dapat
dipergunakan sebagai tolak ukur kecerdasan. Menurut para ahli, nutrisi merupakan
satu-satunya faktor paling penting yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak.
Anak dengan status nutrisi baik memungkinkan perkembangan kognitif secara
optimal dan sebaliknya, anak dengan asupan gizi yang kurang akan mengganggu
perkembangan otak dan menyebabkan terhambatnya perkembangan kognitif dan pada
akhirnya akan menyebabkan prestasi belajar yang buruk.

RUMUSAN MASALAH
Bagaimana pengaruh nutrisi untuk perkembangan kognitif pada anak usia sekolah?

TUJUAN
Untuk mengetahui pengaruh nutrisi untuk perkembangan kognitif pada anak usia
sekolah.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Perkembangan Anak
1. Pengertian Perkembangan dan Menurut Para Ahli
Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta
sosialisasi dan kemandirian. Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan
susunan saraf pusat dengan neuromuskuler, kemampuan bicara, emosi dan sosialisasi.
Semua fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh
Perkembangan bersifat kualitatif yang pengukuranya lebih sulit dari pada pengukuran
pertumbuhan.
Istilah perkembangan (development) dan pertumbuhan (growth) dalam
artiannya biasa memang hampir sama. Kedua dapat diartikan adanya perubahan dari
keadaan sesuatu keadaan yang lain. Namun pada istilah pertumbuhan dititik beratkan
pada perubahan fisik, sedangakan istilah perkembangan digunakan lebih menekankan
pada perubahan psikis. Dalam penjelasan mengenai teori perkembangan terdapat
perbedaan di dalam memahami apa yang termasuk dalam perkembangan dan
mengenai cara perkembangan berlangsung. Namum terdapat beberapa prinsip umum
yang didukung hampir semua ahli yaitu: Manusia berkembang dalam tingkat yang
berbeda. Perkembangan relatif orang cenderung mengembangkan kemampuan
tertentu sebelum kemampuan yang lain. Perkembangan berjalan secara gradual Sangat
jarang perubahan terjadi setiap hari jadi di dalam perkembangan manusia
membutuhkan waktu, dan perkembangan itu berjalan relatif sangat lambat dan tidak
setiap hari berlangsung. Menurut Piaget, Perkembangan merupakan proses spontan di
mana organisme memainkan peran aktif. Proses perkembangan terdiri atas empat
faktor yaitu maturasi, pengalaman transmisisosial, dan faktor ekuilibrasi yang bersifat
menyatukan semuanya.
Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang progresif dan kontinu
(berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati. Pengertian lain
dari perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami individu atau
organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation) yang
berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan baik menyangkut
fisik maupun psikis. Perkembangan manusia menurut psikologi berlangsung sejak
terjadinya konsepsi sampai mati, yaitu sejak terjadinya sel bapak- ibu sampai mati
individu senantiasa mengalami perubahan-perubahan atau perkembangan.
Perkembangan seseorang adalah hasil dari faktor bawaan dan lingkungan. Setiap
individu adalah makhluk yang unik dan setiap tahap perkembangan memiliki
karakteristik yang khas. Faktor bawaan mencakup ciri-ciri fisik, kecerdasan, bakat,
temperamen (yang akan menentukan bagaimana seseorang bertindak, bereaksi,
bersikap dari situasi satu ke situasi lain yang sifatnya relatif menetap). Perkembangan
psikis yang terjadi menurut psikologi dibagi menjadi empat stadium, yaitu Fase oral,
Fase anal, Fase falix, Fase terakhir adalah fase laten.
Seiring dengan masuknya anak ke sekolah dasar, maka kemampuan
kognitifnya turut mangalami perkembangan yang pesat. Karena dengan masuk
sekolah, dunia dan minat anak tambah luas, dan dengan meluasnya minat maka
bertambah pula pengertian tentang manusia dan objek-objek sebelumnya kurang
berarti bagi anak. Dalam keadaan normal pikiran anak usia sekolah berkembang
secara berangsur-angsur. Kalau pada masa sebelumnya daya pikir anak masih bersifar
imajinatif dan egosentris, maka pada usia sekolah dasar ini daya pikir anak
berkembang ke arah konkrit, rasional dan objektif. Daya ingat nya menjadi sngat kuat,
sehingga anak benar-benar berada dalam suatu stadium belajar. Perkembangan dapat
diartikan sebagai perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam
diri individu dari mulai lahir sampai mati Pengertian lain dari perkembangan adalah
"perubahan-perubahan yang dialami individu atauorganisme menuju tingkat
kedewasaannya atau kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis,
progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis
(rohaniah).
Istilah cognitive berasal dari dalam kata cognition berarti mengetahui, dalam
arti yang luas. Cognitive ialah perolehan, penataan dan penggunaan pengetahuan.
Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu
domain atau wilayah ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental
yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi,
pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Sebagian besar psikolog terutama
kognitivis berkeyakinan bahwa proses perkembangan kognitif manusia mulai
berlangsung sejak ia baru lahir.
2. Perkembangan Menurut Para Ahli
Para ahli psikologi telah mengkaji bahwa perkembangan manusia itu
kompleks, merupakan teka-teki dan tantangan untuk digali informasinya. Untuk
memahaminya terlebih dahulu harus dipahami bahwa psikologi adalah kajian ilmiah
tentang perilaku terutama perilaku manusia.
Menurut Santrok dan Yussen, perkembangan adalah pola gerakan atau
perubahan yang dimulai pada saat terjadi pembuahan dan berlangsung terus selama
siklus kehidupan. Psikologi perkembangan memusatkan perhatiannya pada
perubahan-perubahan perilaku dan kemampuan yang terjadi padasaat terjadinya
perkembangan. Para ahli psikologi perkembangan mempelajari perubahan-perubahan
perilaku yang terjadi sejak masa konsepsi sampai akhir hayat manusia.
Menurut F.J Monks, Perkembangan menunjukkan pada suatu proses ke arah
yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Perkembangan
menunjukkan pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali.
Perkembangan juga dapat diartikan sebagai proses yang kekal dan tetap yang menuju
ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi, berdasarkan
pertumbuhan, dan belajar.

3. Aspek Perkembangan Anak


Fase perkembangan anak sekolah dasar dapat dilihat dari beberapa aspek
utama kepribadian individu anak yaitu:
1. Fisik Motorik
Perkembangan fisik adalah pertumbuhan dan perubahan yang terjadi pada
tubuh seseorang. Perubahan yang paling jelas terlihat adalah perubahan pada bentuk
dan ukuran tubuh. Sedangkan Perkembangan motorik merupakan perkembangan dari
segala bentuk perubahan yang terjadi secara progresif pada kemampuan anak untuk
dapat melakukan berbagai gerakan yang diperoleh melalui interaksi antara faktor
kematangan (maturation) dan latihan atau pengalaman (experiences) selama
kehidupan yang dapat dilihat melalui perubahan atau pergerakan yang dilakukan.
Sehingga untuk memperhalus keterampilan-keterampilan motorik, anak-anak terus
melakukan berbagai aktivitas fisik. Aktivitas fisik ini dilakukan dalam bentuk
permainan yang kadang- kadang bersifat informal, permainan yang diatur sendiri oleh
anak, seperti permainan umpet-umpetan, dimana anak menggunakan keterampilan
motornya, disamping itu, anak-anak juga melibatkan diri dalam aktivitas permainan
olahraga yang bersifat formal, seperti olahraga senam, berenang, atau permainan hok.
Berdasarkan perkembangan fisik motorik mereka dalam proses pembelajaran,
terdapat lima kelompok perkembangan anak, yaitu kelompok pertama anak-anak yang
sudah terlihat memasuki masa pubertas dimana mereka sudah mulai bisa merawat diri
kemudian dari segi gerak geriknya sangat dijaga agar mereka terlihat gagah dan rapi.
Untuk kelompok yang kedua adalah anak-anak yang lebihsuka bermain daripada
belajar yang dimana terlihat ketika dalam proses pembelajaran mereka mendengarkan
namun masih terus bermain sambil berbisik-bisik dengan teman disampingnya
kemudian tertidur tanpa merasa bahwa mereka sedang belajar.
Untuk kelompok yang ketiga adalah anak-anak yang memang pemalu, jarang
bergerak mereka hanya duduk diam sambil mendengarkan guru menjelaskan
pelajaran dan ketika guru bertanya kepada mereka apakah sudah mengerti dengan
materi yang disampaikan mereka hanya diam dan menunduk. Adapula untuk
kelompok anak yang keempat yaitu kelompok anak-anak yang duduk didepan,
mereka adalah anak-anak yang dapat dikategorikan anak-anak yang berprestasi di
kelas, dapat kami lihat ketika guru bertanya dengan antusias mereka mengangkat
tangan dan menjawab pertanyaan dengan baik. Untuk kelompok yang terakhir yaitu
kelompok anak yang memiliki kemampuan menerima pelajaran sangat lambat dari
teman lainnya, ketika peneliti mengamati proses pembelajaran terlihat bahwa ada
anak yang melihat kedepan akan tetapi terlihat bahwa tidak ada respon gerak tubuh
atau mata yang menunjukkan bahwa anak tersebut mengerti apa yang guru sampaikan
tatapan mereka kosong seakan melihat ke depan tetapi tidak memperhatikan.
2. Moral
Istilah moral dapat diartikan sebagai peraturan, nilai-nilai, adat istiadat,
kebiasaan dan tatacara kehidupan. Sedangkan moralitas lebih mengarah pada sikap
untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai dan prinsip moral. Perkembangan
moral berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan
oleh individu dalam interaksinya dengan orang lain. Menurut kacamata teori
psikoanalisa, perkembangan moral adalah proses internalisasi norma-norma
masyarakat dan dipengaruhi oleh kematangan biologis individu. Sedangkan dari sudut
pandang teori behavioristik, perkembangan moral dipandang sebagai hasil rangkaian
stimulus-respons yang dipelajari oleh anak, antara lain berupa hukuman dan pujian
yang sering dialami oleh anak.
3. Kognitif
perkembangan kognitif berkaitan dengan potensi intelektual yang dimiliki
individu, yakni kemampuan untuk berfikir dan memecahkan masalah. Aspek kognitif
juga dipengaruhi oleh perkembangan sel-sel syaraf pusat di otak. Penelitian mengenai
fungsi otak dapat dibedakan berdasarkan ke-dua belahan otak, yakni otak kiri dan
otak kanan. Otak kiri berkaitan erat dengan kemampuan berfikir rasional, ilmiah,
logis, kritis, analitis, dan Konvergen (memusat). Dengan demikian kegiatan yang
banyak melibatkan fungsi otak kiri adalah membaca, berhitung, belajar bahasa dan
melakukan penelitian ilmiah. Sedangkan otak kanan berkaitan erat dengan
kemampuan berfikir intuitif, imajinatif, holistik dan divergen (menyebar). Kegiatan
yang dominan menggunakan otak kanan diantaranya adalah melukis, bermain music,
kerajinan tangan.
Ahli psikologi perkembangan kognitif Jean Piaget. Menurutnya, tahap
perkembangan kognitif menurut periode usia adalah adalah sebagai berikut:
sensorimotor usia 0-2 tahun, pra-operational, usia 2-7 tahun, operational konkrit, usia
7-12 tahun, dan operational formal, usia diatas 12 tahun. Selain berhubungan erat
dengan aspek perkembangan fisik dan motorik, perkembangan kognitif juga
dipengaruhi dan memengaruhi aspek perkembangan lainnya, seperti moral, dan
penghayatan agama, aspek bahasa, sosial, emosional. Sebagai contoh, peserta didik
yang memiliki perkembangan kognitif yang baik, diharapkan mampu memahami nilai
dan aturan sosial, memiliki penalaran moral yang baik dan mampu menggunakan
bahasa secara tepat dan efisien.

4. Bahasa
Aspek perkembangan bahasa, menurut para ahli, bahasa merupakan media
komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan (pendapat dan perasaan)
dengan menggunakan simbol-simbol yang disepakati berrsama, kemudian kata
dirangkai berdasarkan urutan membentuk kalimat yang bermakna, dan mengikuti
aturan atau tata bahasa yang berlaku dalam suatu komunitas atau masyarakat.
Tarigan menjelasakan perkembangan bahasa menjadi beberapa tahapan, yaitu tahap
meraban (pralinguistik) pertama dan tahap meramban (pralinguistik) kedua. Pada
tahap meraban pertama, selama berbulan-bulan awal kehidupan, bayi menagis,
mendekut, mendenguk, menjerit, dan tertawa. Mereka seolah-olah meghasilkan tiap-
tiap jenis bunyi yang mungkin dibuat.
Pada tahap meramban kedua, tahap ini disebut juga tahap omong kosong atau tahap
kata tanpa makna. Awal tahap meraban kedua ini biasanya dimulai pada permulaan
kedua tahun pertama kehidupan. Anak-anak menghasilkan suatu kata yang dapat
dikenal, tetapi mereka berbuat seolaholah mengatur ucapan mereka sesuai dengan
pola suku kata.

5. Emosi
Menurut Retno emosi adalah perasaan intens yang ditujukan kepada seseorang
atau suatu kejadian. Ragam emosi dapat terdiri dari perasaan senang mengenai
sesuatu, marah kepada seseorang, ataupun takut terhadap sesuatu. Kebanyakan ahli
yakin bahwa emosi lebih cepat beralu daripada suasana hati. Sebagai contoh, bila
seseorang bersikap kasar, manusia akan merasa marah.
Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi peserta
didik,sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa perkembangan
emosi mereka bergantung kepada faktor kematangan dan faktor belajar. Reaksi
emosional yang tidak muncul pada awal kehidupan berarti tidak ada, reaksi tersebut
mungkin akan muncul dikemudian hari, dengan berfungsinya system endokrin.
Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lainnya dalam mempengaruhi
perkembangan emosi. Untuk mencapai kematangan emosi, remaja harus belajar
memperoleh gambaran tentang situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional.
Adapun caranya adalah dengan membicarakan berbagai masalah pribadinya dengan
orang lain keterbukaan, perasaan dan masalah pribadi dipengaruhi sebagian oleh rasa
aman dalam hubungan sosial dan sebagian oleh tingkat kesukaannya pada orang
sasaran.

3. Faktor Perkembangan Kognitif Anak


Perkembangan kognitif secara umum diartikan sebagai suatu proses individu
dapat memperoleh cara berpikir sebagaimana layaknya manusia yang berakal. Untuk
melihat pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak dapat diamati dari kemampuan
simbolik ataupun abstrak, misalnya berkomunikasi, berinteraksi, bermain, membaca,
berhitung, dan lain-lain. Banyak faktor yang membuat tingkat perkembangan kognitif
seseorang berbeda-beda.
Menurut Piaget salah satu factor perkembangan kognitif pada anak ialah
kematangan organ tubuh dan lingkungan si anak. Menurut Piaget semakin
bertambahnya usia individu maka akan semakin berkembang pula sel tubuh yang
akan memberikan dampak pada perkembangan kemampuannya. Selain hal itu dengan
bertambahnya usia dan pengalaman seseorang, maka akan mengakibatkan terjadinya
adaptasi dengan lingkungannya secara natural sehingga struktur kognitifnya
mengalami perubahan ketaraf yang lebih tinggi. Manusia pada dasarnya pasti
bertumbuh dan berkembang sesuai apa yang telah diperolehnya (makanan, nutrisi,
tempat tinggal, kondisi sosial, interaksi, dan lain-lain) maka dari itu dapat dinyatakan
bahwasanya setiap anak akan memiliki tingkatan perkembangan kognitif yang
berbeda antar satu sama lain tergantung bagaimana lingkungan dan pemenuhan
kebutuhannya.
Untuk memudahkan dalam mengetahui hal-hal yang dapat mempengaruhi
perkembangan kognitif anak, maka penulis mengklasifikasikannya menjadi dua
faktor, yaitu faktor dalam (internal) dan luar (eksternal) yang penjelasannya sebagai
berikut:
1. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif dari
dalam diri seseorang tersebut. Beberapa hal yang menjadi faktor internal
perkembangan kognitif antara lain:
a. Faktor bawaan atau hereditas (keturunan), merupakan kepercayaan bahwa setiap
anak yang dilahirkan memiliki faktor-faktor bawaan sejak lahir yang tidak akan
terpengaruh oleh lingkungan yang ada di sekitarnya. Teori ini diperoleh dari teori
nativisme yang digagas oleh Schopenhauer, yaitu seorang ahli filsafat berkebangsaan
Jerman.
b. Faktor dari kematangan organ tubuh anak. Jadi semakin bertambah usia anak maka
tentunya organ-organ yang ada pada diri anak itu akan ikut berkembang pula secara
kualitas dan kuantitas. Begitu pula untuk sel-sel yang mempengaruhi aspek kogintif,
maka tingkat kematangan organ tersebut akan menentukan tingkat kecapaian
fungsinya secara maksimal. Dari hal tersebut maka pastinya sangat penting untuk
memastikan anak terpenuhi kebutuhan gizi dan nutrisinya agar pertumbuhan dan
perkembangan tubuh anak tidak terlambat dan mencapai kematangan sesuai usia
seharusnya.
c. Talents dan interest (bakat dan minat anak). Bakat ialah potensi bawaan yang sudah
dimiliki anak dari lahir namun masih perlu untuk ditingkatkan lebih lanjut. Sedangkan
minat merupakan sesuatu yang disukai anak dan menjadi dorongan untuknya agar
lebih berkembang lagi. Kedua aspek ini merupakan salah satu faktor kognitif seorang
anak dapat terbentuk, yaitu bagaimana anak tersebut
memilih jalan yang ia tempuh untuk memperkuat potensi berpikir yang kritis.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah hal-hal dari luar seseorang yang membawa pengaruh pada
perkembangan kognitif. Berikut merupakan beberapa hal yang menjadi factor
eksternal perkembangan kognitif.
a. Faktor lingkungan. Menurut John Locke, seorang anak dilahirkan layaknya kertas
yang belum ternoda sama sekali, tetapi kertas tersebut lama kelamaan akan
mulaidipenuhi dengan tulisan sesuai perkembangannya, seperti apa dan bagaimana isi
kertas itu akan ditetapkan oleh lingkungan si anak tadi. Jadi berdasarkan teori ini,
perkembangan kognitif yang dialami anak akan diperoleh dari berbagai pengetahuan
dan pengalaman yang dialami anak dari lingkungan disekitarnya.
b. Faktor pembentukan. Faktor ini merupakan usaha dari luar yang mempengaruhi
perkembangan kognitif individu baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Contoh
dari pembentukan secara sengaja ialah melalui Pendidikan di sekolah, ekstrakurikuler,
les privat, dan lain-lain. Sedangkan pembentukan secara tidak sengaja diperoleh dari
pengaruh alam sekitarnya seperti pengalaman adaptasi, tuntutan lingkungan, dan lain-
lain. Dalam arti faktor pembentukan ini merupakam salah satu insting manusia untuk
meningkatkan atau mempertahankan hidup.
c. Faktor kebebasan, faktor ini menyatakan bahwa manusia bebas dalam berpikir
divergen atau menyebar, yang artinya individu bisa menentukan metodenya dalam
menyelesaikan problem yang sedang dihadapi. Biasanya faktor ini erat kaitannya
dengan bagaimana pola asuh orang tua atau pendidik pada si anak. Jika orang tuanya
menerapkan pola asuh yang bermusyawarah atau demokratis, tidak semena-mena
menentang keputusan anak, maka faktor kebebasan ini akan muncul. Sedangkan jika
orang tuanya mengasuh dengan pola yang dictator, over protektif dan otoriter, tentu
kesempatan anak untuk berkembang secara kognitif akan terhambat. Karena tidak
adanya kesempatan untuk mengeksplor potensinya lebih jauh.

Jadi, berdasarkan pemaparan diatas ada dua faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan kognitif anak. Yang pertama ialah faktor internal atau yang berasal
dari dalam diri anak tersebut yang terdiri dari faktor hereditas, faktor kematangan
organ tubuh, terakhir faktor bakat dan minat yang dimiliki. yang kedua merupakan
faktor eksternal yaitu sesuatu yang berasal dari luar, terdiri dari faktor lingkungan,
faktor pembentukan, dan faktor kebebasan. Kedua faktor ini sangat mempengaruhi
potensi berpikir yang dimiliki maupun yang dikembangkan oleh seseorang. Semakin
mendukung faktor- faktor yang dimiliki seseorang, semakin baik pula tingkat kognitif
yang dimilikinya.

B. Intelligence Quotient (IQ)


a. Pengertian Intelligence Quotient (IQ)
Intelegensi merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi prestasi
akademik seseorang. Intelegensi sendiri dalam perspektif psikologi memiliki arti yang
beraneka ragam. Salah satu yang paling pokok adalah kemampuan menyesuaikan diri
dengan situasi baru secara cepat dan efektif atau kemampuan menggunakan konsep-
konsep abstrak secara efektif.
Menurut Wechsler (2013), intelegensi sebagai keseluruhan kemampuan individu untu
berfikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai
lingkungan secara efektif. Intelegensi sebagian dari pikiran yang terkait dengan
bermacam-macam kemampuan misalnya kapasitas untuk merencanakan dan
menganalisis sesuatu. Intelegensi sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk
berpikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai
lingkungan secara efektif. Intelegensi merupakan suatu proses kemampuan berfikir,
mengatasi pengalaman atau masalah baru dan penyesuaian terhadap situasi yang
dihadapi yang menunjukkan tingkah laku intelegen. Dengan kata lain, tingkah laku
intelegen itu merupakan produk (hasil) dan penerapan strategi berfikir, mengatasi
masalah-masalah baru secara kreatif, cepat dan penyesuaian terhadap konteks dengan
menyeleksi serta beradaptasi dengan lingkungan (Yusuf, 2013). Intelligence Quotient
(IQ) adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kesehatan. Dengan demikian, IQ
memberikaan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan
tidakmengambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan. Intelligence Quotient
(IQ) merupakan istilah pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali
dikenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada abad ke – 20
( Walgito, 2010).
Para ahli psikologi membagi tingkat intelegensi manusia berdaskan hasil tes
inteligensi, yang akan dikelompokan menjadi beberapa tingkatan yaitu:
1) > 120 : genius
2) 110-119 : baik
3) 100 - 109 : sedang
4) < 100 : kurang
Hasil intelegensi tersebut merupakan hasil kumulatif dari hasil tes masing-masing
bidang intelegen atau kecerdasan. Karena bidang intelegensi tersebut merupakan
akumulasi dari bidang-bidang tersebut: bidang pemahaman ruang, daya abstraksi,
bidang bahasa, bidang ilmu pasti, bidang penalaran, bidang verbal, kualitas dan
ketelitian.

b. Pengukuran IQ
Berdasarkan banyaknya perkembangan pengukuran IQ dalam tinjauan disiplin ilmu
psikologi maka ada beberapa tes untuk mengukur intelegensi antara lain sebagai
berikut: psychoanaliysis, gestalt therapy, cognitive behavioral therapy, body oriented,
expressive therapy, interpersonal psychotherapy, narrative therapy, neurologistic
programming therapy, conditioning mental unageri, laughter therapy, self
programming therapy, spiritual therapy, transpersonal psychotherapy, relaxation
therapy, forgiveness therapy, crance psychotherapy, neuro feed back therapy,
hypnotherapy.
Program-program diatas tidak semua digunakan oleh psikologi dalam melakukan
pengukuruan tes IQ, berikut ini adalah metode yang sering digunakan:
1) Psychoanaliysis
Metode ini digunakan untuk membuat diagnosa melalui obserasi terhadap klien secara
langsung (tatap muka) untuk mengetahui persoalan dan kesulitan yang dihadapi.
Contohnya konseling terhadap klien.
2) Neuroligic Program Penindakan terhadap klien di pandang dari perkembangan dan
keseimbangan antara otak kanan dan otak kiri disertai perkembangan otak tengah
(batang otak) yang di bisa diamati dari hasil tindakan klien yang bersangkutan baik
fisik maupun psikis. Contohnya perkembangan klien terhadap pertumbuhan fisik (TB)
dengan umur, tingkat kepandaian dengan kondisi umur.
3) Hpynotherapy
Penindakan dengan sistem menenangkan kondisi pasien maupun klien supaya dapat
diaktifkan sistem kerja metabolisme dengan cepat, sehingga menimbulkan hasil yang
diharapkan.Metode ini peruntukkannya kepada pasien yang mengalami ganguan pada
tingkat fokus dan konsentrasi supaya lebih mudah mendapatkan penindakan
secepatnya. Contoh dilakukan kepada pasien atau klien yang mengalami kesulitan
belajar terutama anak-anak, diberikan kepada pasien atau klien yang membutuhkan
penindakan cepat sembuh (pasien kecelakaan, anak-anak inklusi dan anak-anak yang
ingin berprestasi).

c. Faktor yang Mempengaruhi IQ


1) Faktor Sosial-budaya
a) Keluarga
Keluarga juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan
intelektual. Rumah yang kondusif untuk belajar, dapat mempengaruhi skor pada tes
kecerdasan. Penelitian dilakukan dengan Carol Dweck et al., telah menunjukkan
bahwa jenis umpan balik keluarga yang diberikan seorang anak dapat meningkatkan
kecerdasan mereka. Orang tua yang memuji tugas anak juga bisa meningkatkan
prestasi belajar dari anak tersebut. Tidak hanya itu pendidikan orang tua
meliputi ayah dan ibu juga berpengaruh terhadap kecerdasan anak-anak. Pendidikan
orang tua merupakan jenjang pendidikan yang diselesaikan ibu berdasarkan ijasah
yang diterima. Pendidikan ayah yang mempengaruhi kecerdasan anak hanya 19% dan
ibu 4%.
b) Lingkungan
Lingkungan yang kurang baik akan menghasilkan kemampuan intelektual yang
kurang baik pula. Lingkungan yang baik adalah lingkungan yang mempunyai
memberikan kebutuhan mental bagi si anak. Kebutuhan mental meliputi kasih sayang,
rasa aman, pengertian, perhatian, penghargaan serta rangsangan intelektual.
Kekurangan rangsangan inteletual pada masa bayi dan balita dapat menyebabkan
hambatan pada perkembangan kecerdasan intelektualnya.
c) Latar Belakang Sosial Ekonomi
Pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua dan faktor social ekonomi lainnya,
berkolerasi positif dan cukup tinggi dengan taraf kecerdasan seorang individu mulai
usia 3 tahun sampai dengan usia remaja. Anak yang tumbuh dengan penghasilan
orang tua yang rendah memiliki risiko tertundanya perkembangan kognitif yang lebih
tinggi dibandingkan anak yang tumbuh dengan penghasilan ekonomi orang tua yang
tinggi. Orang tua yang berpenghasilan rendah kesulitan mensekolahkan anaknya di
lingkungan yang dapat menstimulasi kecerdasan intelektual anaknya karena
keterbatasan biaya. Sekolah juga dapat mempengaruhi kecerdasan seseorang. Apabila
ditemukan sekelompok anak –anak yang sangat kekurangan pendidikan formal dalam
jangka waktu yang panjang memiliki efek akan terjadi penurunan pada
kecerdasannya. Sebuah studi yang dilakukan di Spanyol menunjukkan bahwa anak-
anak dari kelas sosial ekonomi rendah sering mengalami IQ rendah dan kinerja
akademis yang buruk dan memiliki prestasi rendah dibandingkan dengan anak yang
tergolong status ekonomi tinggi atau sedang.

2) Faktor biologis
a) Status Gizi
Gizi telah terbukti mempengaruhi kecerdasan sebelum lahir dan postnatal. Gizi
sebagai pengaruh intrauterine paling penting yang mempengaruhi pengembangan dan
yang kurang gizi permanen bisa mengubah fisiologi dan perkembangan anak. Telah
menunjukkan bahwa kurang gizi, terutama malnutrisi protein dapat menyebabkan
pematangan otak yang tidak teratur. Gizi yang baik sangat penting untuk pertumbuhan
sel-sel otak terutama pada saat hamil dan juga pada waktu bayi, di mana sel-sel otak
sedang tumbuh dengan pesatnya. Kekurangan gizi pada saat pertumbuhan, bisa
berakibat berkurangnya jumlah sel-sel otak dari jumlah yang normal. Hal ini tentu
saja akan mempengaruhi kerja otak tersebut di kemudian hari. Kekurangan gizi akan
menghambat atau mengganggu pertumbuhan otak, yang berakibatakan kurang
optimalnya perkembangan kecerdasan anak. Anak yang menderita kurang gizi berat
dimasa pertumbuhan otak ini akan mengalami berkurangnya jumlah sel otak sebanyak
15-20 %.
Sel-sel otak yang berhubungan dengan fungsi intelektual. Defisiensi gizi pada ibu
hamil dan anak balita, sangat besar kemungkinannya untuk memberikan hambatan
pada pertumbuhan sel-sel yang akan bersifat permanen, tidak dapat dikejar kembali
dengan perbaikan gizi pada umur yang lebih
tua. Ini akan menghasilkan kapasitas intelektualnya lebih rendah dari yang
seharusnya, akibatnya akan terjadi penerus bangsa yang memiliki kapasitas
intelektualnya lebih rendah.
b) Paparan Bahan Kimia Beracun dan Zat Lain
Paparan timbal telah terbukti memiliki efek yang signifikan pada perkembangan
intelektual anak. Di sebuah studi jangka panjang yang dilakukan oleh Baghurst et al.,
pada tahun 1992, anak-anak yang tumbuh banyak terpapar bahan kimia secara
signifikan nilai tes kecerdasan yang lebih rendah. Selanjutnya, paparan alkohol juga
mempengaruhi tes kecerdasan anak dan pertumbuhan intelektual mereka.
c) Faktor Genetik
Kecerdasan dapat diturunkan melalui gen-gen dalam kromosom. Oleh karena itu,
orang tua yang memiliki IQ tinggi akan menghasilkan anak dengan IQ yang tinggi
pula. Dr, Bernard dari Fakultas Universitas Pittsburg memperkirakan faktor genetik
memiliki peranan 48 % dalam membentuk IQ anak. Studi korelasi nilai-nilai tes
intelegensi diantara anak dan orang tua, menunjukkan adanya pengaruh faktor
keturunan. Seorang ibu mempengaruhi 41% kecerdasan verbal anak dan IQ ayah
mempengaruhi 36% kecerdasan verbal seorang anak.

C. Status Gizi
a. Pengertian Status Gizi
Ilmu gizi mempelajari kebutuhan makanan yang diperlukan untuk
mempertahankan kesehatan. Gizi yang baik mampu membangun sistem imun yang
kuat dan dapat mencegah penyakit, sehingga dapat membentuk kesehatan yang lebih
baik (Zarei, 2013). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi mempengaruhi proses pertumbuhan
dan perkembangan anak, salah satunya kemampuan intelektual yang akan berdampak
pada prestasi belajar di sekolah (Retno, 2015). Status gizi merupakan keadaan
kesehatan sekelompok atau individu yang ditentukan dengan derajat kebutuhan
fisik akan energi dan zat gizi yang diperoleh dari pangan dan makanan, yang dampak
fisiknya dapat diukur secara antropometri (Almatsier, 2011). Jadi status gizi adalah
suatu keadaan tubuh yang dapat diukur secara antropometri sebagai akibat dari
pemakaian, penyerapan dan penggunaan makanan.
b. Klasifikasi Status Gizi
Pengklasifikasian status gizi anak berdasarkan indeks masa tubuh menurut
umum:

Berikut ini pengklasifikasian status gizi anak berdasarkan indeks masa tubuh:
1) Sangat kurus
Sangat kurus dapat diartikan sesorang memiliki gizi yang sangat kurang. Status gizi
kurang merupakan suatu proses kurang makan ketika kebutuhan normal terhadap satu
atau beberapa nutrien tidak terpenuhi, atau nutrien-nutrien tersebut hilang dengan
jumlah yang lebih besar daripada yang didapat. Memiliki berat badan menurut usia
berdasarkan dari standar deviasi (SD) di bawah median kurva referensi tersebut
merupakan kriteria untuk menegakkan diagnosis keadaan gizi kurang. Kelompok
orang yang kekurangan nutrisi di dalam sebuah masyarakat akan memiliki hasil kerja
yang lebih rendah, produktifitas yang lebih rendah dan kurang serta memiliki potensi
kondisi stress fisiologis. Keadaan gizi kurang menghasilkan sejumlah konsekuensi
kesehatan yang menurunkan kualitas hidup perorangan dan prospek untuk kemajuan
sosial, antara lain sebagai berikut:
1 Kerentanan terhadap mortalitas dan morbiditas akut, 2 Penurunan produktivitas
ekonomi. Defisiensi mikronutrien, kususnya anemia, akan menurunkan produktivitas
pada berbagai pekerjaan industri dan pertanian, 3 Penurunan perkembngan konitif.
Keterkaitan antara tubuh yang tinggi dan kinerja kognitif yang lebih baik, sebagai
status gizi yang lebih baik selama periode perkembangan otak yang menghasilkan
perkembangan kognitif yang lebih maju.
2) Status Gizi Kurus
Gizi kurus (under weight) terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih
zat-zat nutrisi (Almatsier, 2011). Defisiensi nutrien tertentu juga menggangu
perkembangan kognitif, sebagai contoh keterkaitan antara defisiensi iodium dan
ganguan intelektual telah diketahui selama beberapa dasawarsa.
3) Status Gizi Normal
Status gizi baik atau status gizi normal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat
gizi secara cukup, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak,
kemampuan kerja memiliki risiko lebih kecil untuk menghasilkan IQ yang lebih
rendah (Almatsier, 2011).
4) Status Gizi Gemuk
Status gizi gemuk dapat diartikan sesorang tersebut kelebihan berat badan. Kelebihan
berat badan terjadi bila makanan yang dikonsumsi mengandung energi melebih
kebutuhan tubuh. Kelebihan energi tersebut akan disimpan tubuh sebagai cadangan
dalam bentuk lemak sehingga mengakibatkan seseorang menjadi lebih gemuk.
Kegemukan merupakan suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh yang
terakumulasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi
kesehatan, yang kemudian menurunkan harapan hidup dan atau meningkatkan
masalah kesehatan. Seseorang dianggap menderita kegemukan bila indeks massa
tubuh (IMT) >1 SD sampai dengan 2 SD.
5) Status Gizi Lebih/ Obesitas
Kelebihan gizi terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan dan pengeluaran
energi. Asupan energi yang terlalu berlebih dapat tejadi karena kelebihan asupan yang
mengandung lemak. Lemak makanan merupakan sumber yang kaya akan energi dari
makanan dan sebagai akibatnya, asupan lemak yang tinggi kemungkinan akan
mengakibatkan tubuh kita kelebihan gizi yang dapat dilihat dari pertambahan berat
badan seseorang. Kegemukan pada masa anak – anak di usia 4 sampai 12 tahun pola
pemberian makanan yang berlebih pada anaknya. Hal ini menyebabkan asupan gizi
yang berlebihan, kususnya lemak yang dapat mengakibatkan anak-anak menjadi
berstatus gizi lebih atau gemuk (Gibney, M dkk 2009).

c. Pengukuran Status Gizi Berdasarkan IMT


Indeks Masa Tubuh (IMT) merupakan alat sederhana untuk memantau status
gizi khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Dua
parameter yang berkaitan dengan pengukuran Indeks Massa Tubuh, terdiri dari berat
badan dan tinggi badan. Berat badan merupakan salah satu parameter massa tubuh
yang paling sering digunakan yang dapat mencerminkan jumlah dari beberapa zat gizi
seperti protein, lemak, air dan mineral. Untuk mengukur Indeks Massa Tubuh, berat
badan dihubungkan dengan tinggi badan (Prayitno dan Yudisto 2013). Berikut ini
adalah rumus pengukuran IMT:

d. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Status Gizi


UNICEF telah mengembangkan kerangka konsep gizi makro sebagai salah satu
strategi untuk menanggulangi masalah gizi kurang. Dalam kerangka tersebut
ditunjukan bahwa masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh penyebab langsung dan
penyebab tak langsung (Azwar, 2010):
1) Secara Langsung
Timbulnya gizi kurang secara langsung, tidak hanya dikarenakan asupan makanan
yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering
menderita sakit, pada akhirnya akan menderita gizi kurang. Demikian juga pada anak
yang tidak memperoleh asupan makanan yang cukup, maka daya tubuhnya akan
menjadi lemah dan akan mudah terserang penyakit (Azwar, 2010).
2) Secara Tidak Langsung
Ada 3 penyebab tidak langsung untuk terjadinya gizi kurang yaitu:
a) Ketersediaan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diharapkan
mampu untuk memenuhi kebutuhanpangan seluruh anggota keluarganya dalam
jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.
b) Pola pengasuh anak kurang memadai. Setiap keluarga dan masyarakat diharapkan
dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh
kembang dengan baik (fisik, mental, dan sosial).
c) Pelayanan kesehatan lingkungan kurang memadai. Sistem pelayanan kesehatan
yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan
kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Ketiga
faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan
keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, makin baik
ketersediaan pangan (Azwar, 2004).
3. Status Gizi pada Anak Sekolah Dasar
Kelompok anak sekolah pada umumnya mempunyai kondisi gizi yang lebih
baik dari pada kelompok balita, karena kelompok umur sekolah ini sudah mudah
dijangkau oleh berbagai upaya perbaikan gizi yang dilakukan oleh pemerintah melalui
berupa program suplementasi makanan tambahan di sekolah atau Program Makan
Siang Sekolah (School Lunch Program). Meskipun demikian masih terdapat berbagai
kondisi zat gizi anak sekolah yang tidak memuaskan, misalnya berat badan yang
kurang, anemia defisiensi Fe, defisiensi Vitamin C, dan di daerah–daerah tertentu juga
defisiensi yodium. Keluhan yang banyak disuarakan oleh kaum ibu mengenai anak
sekolah ini bahwa mereka kurang nafsu makan, sehingga sulit sekali di perintah untuk
makan yang cukup dan teratur. Anak usia sekolah yang kelaparan dan bergizi buruk
memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah.

4. Hubungan Status Gizi dengan IQ


Status gizi memiliki hubungan dengan kecerdasan seseorang. Gizi kurang
yang di derita oleh sesorang pada masa periode dalam kandungan dan periode anak-
anak akan mengambat perkembangan kecerdasan. Anak yang menderita gizi kurang
tingkat berat memiliki otak yang lebih kecil daripada ukuran otak rata – rata, dan
mempunyai sel otak yang jumlahnya 15-20% lebih rendah dibandingkan dengan anak
yang memiliki gizi yang baik. Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh
terhadap kemampuan berfikir. Kekurangan gizi dapat menyebabkan terganguanya
fungsi otak secara permanen (Almatzier, 2010).
Pada RAPGN 2011-2015 dikemukakan hubungan antara pangan gizi dengan
pertumbuhan dan kecerdasan sebagi berikut. Konsumsi makanan yang beragam,
bergizi seimbang aman dapat mempengaruhi kecukupan gizi individu untuk tumbuh
dan berkembang. Sejumlah penelitian mengatakan bahwa gizi tidak hanya penting
bagi petumbuhan fisik tapi berguna juga dalam pertumbuhan otak, perkembangan
prilaku, motorik dan kecerdasan. Kekurangan gizi pada masa kehamilan dan anak
usia dini, menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan fisik, perkembangan
motorik dan gangguan perkembangan kognitif (Aritonang, 2012).
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
Kelompok anak sekolah pada umumnya mempunyai kondisi gizi yang lebih
baik karena kelompok umur sekolah ini sudah mudah dijangkau oleh berbagai upaya
perbaikan gizi yang dilakukan oleh pemerintah melalui berupa program suplementasi
makanan tambahan di sekolah atau Program Makan Siang Sekolah (School Lunch
Program). Meskipun demikian masih terdapat berbagai kondisi zat gizi anak sekolah
yang tidak memuaskan, misalnya berat badan yang kurang, anemia defisiensi Fe,
defisiensi Vitamin C, dan di daerah–daerah tertentu juga defisiensi yodium. Keluhan
yang banyak disuarakan oleh kaum ibu mengenai anak sekolah ini bahwa mereka
kurang nafsu makan, sehingga sulit sekali di perintah untuk makan yang cukup dan
teratur. Anak usia sekolah yang kelaparan dan bergizi buruk memiliki kemampuan
kognitif yang lebih rendah.

SARAN
Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini bisa melalui
pemantauan asupan gizi terutama energi dan protein. Selain itu, pendidikan anak usia
dini perlu diperkenalkan agar mendukung perkembangan balita serta siap memasuki
jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Adnani. 2011. Buku Ajar : Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta : Nuha


Medika.
Almatsier. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM-UI. 2012. Gizi dan
Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Khomsan, Ali. (2003). Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.

https://repo.itskesicme.ac.id/1099/2/SKRIPSI%20LENGKAP.pdf diakses
pada tanggal 11 November 2023; 10.31 WITA

Anda mungkin juga menyukai