Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN SUNDA PADA SISTEM MATA


PENCAHARIAN DAN SISTEM ILMU PENGETAHUAN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Budaya Sunda
Dosen Pengampu: Siti Ruqoyyah, M. Pd.

:
Disusun Oleh:
Alin Nurahmayanti : (21060328)
Diki Hamdani : (21060223)
Eneng Yuliana : (21060222)
Izza Nuri Zakiyyah : (21060348)
Nada Nadya : (21060211)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
IKIP SILIWANGI BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT. Yang Maha Pengasih lagi


Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Kebudayaan Sunda yang
berjudul “Unsur-Unsur Kebudayaan Sunda pada Sistem Mata Pencaharian dan
Sistem Ilmu Pengetahuan”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembautan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.

Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakat ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Penulis

Anggota Kelompok

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1 Latar Belakang........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6
2.1 Sistem Mata Pencaharian Masyarakat Suku Sunda................................6
2.2 Sistem Pertanian Masyarakat Suku Sunda.............................................10
2.3 Alat-Alat Pertanian Tradisional Masyarakat Suku Sunda....................14
2.4 Sistem Ilmu Pengetahuan Masyarakat Suku Sunda..............................16
2.4.1 Pengetahuan tentang Alam................................................................18
2.4.2 Pengetahuan tentang Flora dan Fauna.............................................18
2.4.3 Pengetahuan tentang Tubuh Manusia..............................................19
2.4.4 Pengetahuan tentang Kelakuan Sesama Manusia...........................19
2.4.5 Pengetahuan tentang Ruang, Waktu, dan Bilangan........................22
2.4.6 Ramalan Tentang Barang yang Hilang............................................28
BAB III..................................................................................................................30
PENUTUP.............................................................................................................30
3.1 Kesimpulan.................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................31

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tidak dapat dipungkiri bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa,
karsa manusia yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia. Seperti
yang kita ketahui juga, bahwa bangsa Indonesia memiliki keberagaman yang
sangat melimpah, salah satunya dalam hal suku bangsa. Di setiap keberagam
suku bangsa memiliki kebiasaan, adat istiadat, ciri khas, atau kebudayaannya
masing-masing.
Salah satu suku bangsa di Indonesia adalah Suku Sunda. Suku Sunda
merupakan salah satu suku yang berada di Pulau Jawa, tepatnya di Provinsi
Jawa Barat. Suku Sunda memiliki karakteristik dan kebudayaan yang dapat
membedakannya dengan suku lain yang ada di Indonesia. Keunikan dari
karakteristik dan kebudayaan yang mereka miliki ada dalam unsur agama atau
religi, sistem bahasa, sistem pengetahuan, sistem perekonomian, sistem
kesenian, sistem teknologi dan peralatan hidup, sistem kekerabatan dan
organisasi sosial, sistem kemasyarakatan, dan sebagainya.
Kebudayaan daerah merupakan faktor utama berdirinya kebudayaan yang
lebih global, yang biasa kita sebut dengan kebudayaan nasional. Kebudayaan
daerah juga merupakan suatu kekayaan yang sangat bernilai, karena selain
menjadi ciri khas suatu daerah juga menjadi lambang dari kerpibadian suatu
bangsa atau suatu daerah. Maka dari itu, kita perlu menjaga, memelihara dan
melestarikan kebudayaan daerah agar kepribadian baik kita dapat terlihat dari
cara kita mengetahui kebudayaan daerah atau kebudayaan bangsa Indonesia.
Karena hal tersebut, penulis ingin mengenalkan salah satu kebudayaan
bangsa Indonesia yakni kebudayaan suku Sunda dalam unsur sistem mata
pencaharian dan sistem ilmu pengetahuan masyarakat suku Sunda.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana sistem mata pencaharian masyarakat suku Sunda?
b. Bagaimana sistem ilmu pengetahuan masyarakat suku Sunda?

4
1.3 Tujuan Penulisan
a. Mengetahui sistem mata pencaharian masyarakat suku Sunda.
b. Mengetahui sistem ilmu pengetahuan masyarakat suku Sunda.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sistem Mata Pencaharian Masyarakat Suku Sunda


Mata pencaharian masyarakat sunda sebagai mana disebutkan
dalam carita Parahyangan terdiri dari pahuma, panggerek, panyadap, dan
padagang. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, maka mata
pencaharian masyarakat sunda semakin beragam. Pada zaman
dahulu, dengan keadaan tanah yang subur karena banyaknya dataran tinggi
dan dengan gunung yang bersahabat, orang Sunda banyak yang terjun ke
dunia pertanian. Tidak mengherankan kalau mata pencaharian mereka,
salah satunya adalah huma. Huma adalah istilah bagi tanah olahan
pertanian. Tanah huma berupa ladang padi dan ladang palawija. Sehabis
panen, tanah dibiarkan dan ditinggalkan tanpa digarap sampai tanah itu
kembali berhumus.
Ngahuma artinya berladang. Penggarap tanah selalu berpindah dari
satu tanah ke tanah yang lain. Membuka lahan baru di hutan hingga
sehabis panen, penggarap kembali ke tanah atau huma yang telah
berhumus lagi. Kegiatan ini dilakukan pada musim-musim cocok tanam.
Praktik ini bukanlah praktik yang asing di tanah air apda masa itu. Bahkan
beberapa suku di pedalaman terutama di Papua, Kalimantan, Sumatera,
masih melakukannya. Di Banten pun masih ada terutama suku Baduy yang
dianggap masih suku Sunda.
Berladang dan bersawah banyak dilakukan oleh masyarakat Sunda.
Tetapi bagi masyarakat Sunda Kanékés, pertanian di sawah-sawah
merupakan kegiatan tabu bagi mereka. Sumber kehidupan dalam tradisi
Kanékés adalah menanam padi di ladang, berburu ikan dan binatang hutan,
menanam tanaman buah, dan menyadap air kawung di hutan. Hal ini telah
dipahami sejak dahulu kala hingga mereka pun tidak mau melanggarnya.

6
Mereka patuh kepada perintah Tetua dan hal-hal yang telah ditetapkan
lainnya.
Pertanian huma adalah satu-satunya sumber pencaharian pertanian
orang Sunda Kanékés. Tanah garapan diakui sebagai titipan dari Tuhan.
Mereka hanya diberi kepercayaan untuk memelihara dan
memanfaatkannya dengan baik dan bijaksana. Tidak boleh serakah dan
makan hanya secukupnya saja agar alam tetap lestari dan tidak habis
hingga ke anak cucu. Mereka cukup bijaksana dan sangat tahu bahwa
sesungguhnya bumi ini cukup memberikan segala yang dibutuhkan oleh
penduduknya asalkan tidak berlebihan.
Klaim kepemilikan pribadi hanya berupa padi hasil panen atau
buah tanaman keras yang ditanam oleh orang pertama. Dan ada
kecenderungan bahwa kebanyakan orang Kanékés menggarap tanah huma
dan melakukan perputaran garapan di sekitar garapan masing-masing.
Sebagai bentuk tanggung jawab dari amanat Tuhan. Hal inilah yang
membuat mereka tetap sejahtera dan merasa cukup dengan apa yang
mereka dapatkan. Mereka tampak bahagia dan tidak merasakan kesusahan
atau kemiskinan yang menyesakan dada.
Secara hukum adat, status kepemilikan tanah huma ditujukan bagi
orang yang pertama kali membuka dan menggarap tanah tersebut. Jika
akan digunakan oleh orang lain, maka itu harus sepengetahuan dan seizin
penggarap pertama. Ini juga merupakan salah satu penghargaan dan
penghormatan kepada yang pertama kali membuka hutan demi
mendapatkan hasil berladang yang dibutuhkan. Kalau kejujuran seperti ini
dimiliki oleh semua orang, maka tidak kejahatan dan perselisihan itu akan
terhindarkan.
Sayangnya tidak seperti itu yang dipahami oleh masyarakat
kebanyakan yang hidup diluar komunitas itu. Jangan heran kalau banyak
terjadi sengketa hingga menyebabkan terbunuhnya banyak orang. Bahkan
selain pertumpahan darah, juga ada keributan yang melibatkan banyak
keluarga inti hingga mereka bermusuhan. Sayang sekali bila hal ini sampai

7
terjadi di banyak tempat. Seharusnya kebersamaan dan saling
menghormati itu tetap dijunjung tinggi. Mungkin kehidupan modern telah
membuat hati menjadi tertutup. (Fadliansyah, 2015)
Untuk mata pencaharian suku Sunda untuk zaman sekarang yang
semuanya serba modern, sudah banyak sekali pekerjaan yang dilakukan
oleh orang-orang Suku Sunda. Penampilan fisik yang menarik, wajah yang
rupawan dengan talenta yang luar biasa, telah membuat orang Sunda
cukup disegani dalam industri kreatif. Pakaian kaos dari Bandung atau
industri penjualan dengan sistem factory outlet, bistro, distro, semuanya
kebanyakan berasal dari tanah Sunda sebelum akhirnya menyebar ke
seluruh Indonesia. Inilah salah satu bukti kalau orang Sunda itu begitu
terkenal dengan kepiawaiannya dalam menciptakan sesuatu.
Tidak ketinggalan juga dengan dunia keilmuan terutama arsitektur
dan seni merancang bangunan, baik intuk rancangan eksterior maupun
untuk rancangan interior. Kalau berkunjung ke Bandung dan sekitarnya,
hal ini bisa dibuktikan. Tidak hanya dari segi rancangan seperti itu. Orang
Sunda juga piawai dalam seni masak-memasak. Makanan dari tanah
Pasundan ini cukup terkenal. Misalnya, Batagor, Siomay, Brownies kukus,
Colenak, dan jenis makanan lainnya termasuk manisan dari Bogor yang
biasanya dibuat oleh orang Sunda.
Pejabat yang berasal dari tanah Sunda juga banyak. Mereka cukup
pemberani. Bahkan pahlawan yang berdarah Sunda juga ada. Intinya
adalah bahwa orang Sunda ini mempunyai jenis pekerjaan yang cukup
beragam dan mereka aktif dalam kemasyarakatan. Hal ini membuktikan
bahwa orang Sunda itu cukup aktif dan dinamis dalam menjalani
kehidupan mereka.
Keberagamaan mereka cukup bagus sehingga melahirkan banyak
ulama dan para cendikiawan muslim yang bagus. Satu hal yang membuat
mereka juga cukup terkenal adalah penampilan mereka secara fisik.
Kulitnya putih mulus dengan pipi yang ranum. Walaupun kebanyakan
tidak terlalu tinggi, tubuh mereka cukup bagus dan sintal. Ini juga yang

8
disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak mempunyai hati dan tidak
takut mati.
Lalu, masyarakat Sunda seringkali memilih untuk menjadi
pengusaha dan pedagang sebagai mata pencariannya, meskipun
kebanyakan berupa wirausaha kecil-kecilan yang sederhana, seperti
menjadi penjaja makanan keliling, membuka warung atau rumah makan,
membuka toko barang kelontong dan kebutuhan sehari-hari, atau
membuka usaha cukur rambut, di daerah perkotaan ada pula yang
membuka usaha percetakan, distro, cafe, rental mobil dan jual beli
kendaraan bekas. Profesi pedagang keliling dan jasa cukur rambut juga
banyak pula dilakoni oleh masyarakat Sunda.
Menurut salah satu penelitian yang dilakukan oleh Fadlilah (2010),
menjelaskan bahwa mayoritas masyarakat Sunda berprofesi sebagai petani
termasuk berhuma, penambang pasir,dan berladang. Sampai abad ke-19,
banyak dari masyarakat Sunda yang berladang secara berpindah-pindah.
Di wilayah perkotaan, banyak orang Sunda yang berprofesi sebagai buruh
pabrik, pegawai negeri, dan pembantu rumah tangga. Profesi pedagang
keliling banyak pula dilakoni oleh masyarakat Sunda, terutama asal
Tasikmalaya dan Garut. Mereka banyak menjual aneka perabotan rumah.
Kebanyakan tidak suka merantau atau hidup berpisah dengan orang-orang
sekerabatnya. Kebutuhan orang Sunda terutama adalah hal meningkatkan
taraf hidup. (Fadlilah, 2010)
Menurut data dari Bappenas (kliping Desember 1993) di Jawa
Barat terdapat 75% desa miskin. Secara umum, kemiskinan di Jawa Barat
disebabkan oleh kelangkaan sumber daya manusia. Maka yang dibutuhkan
adalah pengembangan sumber daya manusia yang berupa pendidikan,
pembinaan, dan lain-lain. Mata pencaharian pokok masyarakat Sunda
adalah sebagai berikut.
a. Bidang perkebunan, seperti tumbuhan teh, kelapa sawit, karet, dan kina.
b. Bidang pertanian, seperti padi, palawija, dan sayur-sayuran.
c. Bidang perikanan, seperti tambak udang, dan perikanan ikan payau.

9
Selain bertani, berkebun dan mengelola perikanan, ada juga yang
bermata pencahariansebagai pedagang, pengrajin, dan peternak.

2.2 Sistem Pertanian Masyarakat Suku Sunda


Pada masyarakat Sunda dikenal dua sistem pertanian bercocok
tanam padi, yaitu sistem perladangan berpindah (huma) dan sistem sawah.
Mata pencaharian masyarakat sunda yang dominan ditekuni adalah
bertani. Bertani yang merupakan kegiataan menanam padi, memiliki
symbol tidak hanya sekedar pertanian bagi masyarakat sunda akan tetapi
juga memiliki nilai simbol kepercayaan.
Padi atau dalam bahasa sunda disebut dengan pare, ada yang
berpendapat bahwa pare berasal dari kata pwah are yang artinya intinya
perempuan, untuk itu menanam padi sarat dengan kepercayaan mitos Dewi
Sri. Menanam padi pada masyarakat sunda terbagi menjadi dua macam
yaitu pahuma dan panyawah.
Pahuma adalah orang yang berladang atau menanam padi di darat
atau biasa disebut huma. Ngahuma adalah membuat huma. Jenis padi
huma terdapat 150 jenis, yang masing-masing jenis padi huma memiliki
nama, seperti badigal, baduyut, bagoan, bangban, beureum barudin,
beureum kapundung, beureum lopang, bubuay, cere kalapa, care pingpin
kasir, gandreng atau kolelet, ketan jalupang, ketan loyor, ketan ruyung,
ketan salompet, sisit naga dan lain-lain.
Sebagai orang nomad, orang sunda masa lalu menanam padi di
ladang secara berpindah-pindah (ngahuma) dilahan hutan daerah
pegunungan. Didalam memulai membuka hutan untuk ngahuma, para
peladang biasanya menggunakan petunjuk indikator alam, seperti
perputaran rasi bintang.

Urutan bertani dengan cara huma diantaranya;

10
1) Narawas, narawas merupakan kegiatan pada dasarnya merupakan kegiatan
memberi tanda pada area yang akan ditanami padi huma dengan cara
memotong atau memangkas ranting pohon menggunakan bedog atau
parang.
2) Nyacar. Selanjutnya nyacar, yaitu membersihkan lahan yang akan
ditanami padi dari gulma atau rumput. Dalam tradisi masyarakat Baduy
Dalam, kegiatan nyacar biasanya dilakukan pada bulan Sapar, pada
tanggal 18 di Cikeusik dan Cikartawarna, serta tanggal 19 di Cibeo.
Pekerjaan nyacar dikerjakan oleh ratusan orang terdiri dari penduduk
Baduy Dalam dan Baduy luar yang ingin ikut serta.
3) Nyukuh. Merupakan kegiatan mengumpulkan ranting pohon dan
rereumputan lantas dikumpulkan dibeberapa tempat untuk dikeringkan.
4) Duruk. Setelah semua ranting yang dikumpulkan dirasa sudah kering,
maka selanjutnya dibakar.
5) Ngaseuk adalah membuat lubang kecil ditanah untuk ditanami.
6) Muuhan, setelah tahapan ngaseuk selanjutnya lubang kecil tadi langsung
diisi dengan benih padi, yang melakukan kegiaan muuhan ini adalah
perempuan.
7) Ngored. Adalah proses membersihkan padi dari rumput-tumput liar.
8) Tunggu. merupakan kegiatan menunggu padi dari hama, terutama burung
pemakan padi.
9) Dibuat. Dibuat adalah proses memanen padi. Biasanya dilakukan oleh
perempuan, dengan menggunakan etem atau ani-ani.

Selain daripada urutan dari proses huma, dikenal juga tujuh tingkatan
utama dalam menggarap ladang, yaitu:
1) Mencari lahan garapan. Dengan melaksanakan upacara narawas.
2) Menyiapkan lahan garapan, termasuk didalamnya nebang semak belukar
(nyacar), dengan melaksanakan upacara nukuh, nebang kayu (nuar),
memangkas ranting-ranting (nutuh), mengeringkan sisa ranting

11
(ngaganggang), membakar ualng sisa tebangan (ngaduruk), dan
penyiangan rumput-rumput (nyasap).
3) Tanam padi, dengan melaksanakan upacara ngaseuk pare.
4) Masa pemeliharaan tanaman (ngarawat huma), menyiangi pertama (ngored
munggaran), dengan melaksanakna upacara ngirab sawah, dengan
menyiangi tahap kedua ngored ngarambas dengan menyelenggarakan
upacara ngubaran pare.
5) Panen hasil (dibuat atau panen), dengan upacara mipit.
6) Menyimpan hasil (ngaleuitkeun pare).
7) Memberakan lahan.

Tingkat Pertumbuhan Padi Ladang pada Masyarakat Baduy


Tingkat Pertumbuhan Padi Keterangan
Sumihung Tunas padi timbul seperti jarum; 1-2 minggu
setelah tanam padi
Buni Tikukur Pohon padi sudah berdaun, agak rimbun apabila
burung tekukur berjalan di ladang tersembunyi
tidak terlihat, kira-kira umur 1,5-2 bulan
Gede Pare Pohon padi sudah besar, kira-kira umur 3 bulan
Ngadiukkeun Pohon padi mulai ada ruas pendek-pendek, ruas
padi apabila tersenggol mudah patah
Reuneuh Laki Pohon padi sudah ada ruasnya 2-3, bagian pohon
yang di atas bunting
Reuneuh Pohon padi sudah semua bunting sesungguhnya
Culcel Beberapa pohon padi mulai ada yang
membengkak dan mulai timbul tangkai berpadi
Rampak Beukah Semua pohon-pohon padi mulai ada yang
membengkak dan memiliki tangkai padi
Beuneur Hejo Buah padi sudah keluar dan berisi, namun masih
hijau, umur 5 bulan

12
Koneng Tangkai-tangkai dengan biji-biji padi matang
pada bagian-bagian ujungnya, tiap hari tiap
rangkaian itu berubah kuning
Beurat Sangga Tangakai-tangkai padi sudah merata masaknya,
namun padi belum masak betul, dibiarkan 3 hari
3 malam padi masak, mulai dapat dipanen, umur
padi kurang lebih 5 bulan

Pada umumnya, dalam penggarapan sawah ada beberapa tahap-


tahapan yaitu sebagai berikut.
1) Memperbaiki saluran air.
2) Menyiapkan perbenihan disawah.
Pengerjaan sawah yang paling dulu adalah membuat tempat perbenihan,
yaitu petak sawah yang akan dijadikan tempat penebaran benih. Petak
sawah yang dipilih untuk perbenihan biasanya di sungapa, yakni petakan
sawah yang paling hulu yang pertanama kali mendapat air ini
dimaksudkan agar petak sawah tidak kekurangan air.
3) Menyiapkan benih padi di rumah.
Benih padi dipilih dari musim senelumnya, atau meminjam kepada kerabat
atau membeli dikios petani. Beberapa hari sebelum ditebarkan ditempat
perbenihan, benih padi sudah disiapkan dirumah. Biji padi selanjutnya
direndam (dikeueum) semalam dalam sebuah wadah, setelah direndam biji
padi di keringkan atau biasa di sebut dipeuyeum semalaman. Setelah dari
gabah padi keluar tunas. Maka selanjutnya siap ditebarkan di sawah.
4) Penyiapan lahan sawah.
Pertama-tama pematang sawah dibersihkan dengan parang atau biasa
disebut ngababad galeng, kemudian pematang sawah diperbaiki (mopok
galeng). Kemudian jumlah air di sawah dikurangi (disaatkeun), kemudian
jerami bekas panen kemarin di dibabat memakai parang (babad jarami).
Kemudian petak sawah dicangkul kasar atau disebut ngawalajar.
Selanjutnya lahan sawah dicangkul, kemudian meluluhkan tanah supaya

13
hancur menjadi lumpur atau disebut ngangler. Kemudian membuang
rumput dan kotorannya (ngacak) seklaigus meratakan (ngararata).
5) Tanam padi (tandur).
Penanaman padi biasanya dilakukan oleh para perempuan, baik kerabat
yang menolong maupun yang berburuh (ngabedug).
6) Menyiangi, pemberian pupuk dan pestisida.
Menyiangi dilakukan oleh wanita dengan cara mencabut rerumputan
menggunakan tangan.
7) Panen padi.
Sebelum memanen padi biasanya yang punya memasang sawen. Sawen
pada dasarnya adalah ciri atau tanda bahwa sawah itu akan dipanen.
Sawen biasanya berupa tali yang membentang sekeliling sawah yang akan
dipanen, maksudnya supaya jangan sampai salah panen kepada sawah
orang lain. Memotong padi biasanya dilakukan oleh perempuan memakai
etem (ani-ani). Tidak setiap padi yang ditanam di sawah dapat dipotong
menggunakan etem, jadi bisa juga menggunakan arit.
8) Penyimpanan padi di lumbung.
Padi yang sudah dipanen selanjutnya disimpan didalam sebuah ruangan.

2.3 Alat-Alat Pertanian Tradisional Masyarakat Suku Sunda


Dalam masyarakat sunda, terdapat banyak alat-alat tradisional yang
khusus dipergunakan dalam mengelola pertanian.
1) Bedog dan parang
Bedog dan Parang merupakan alat tradisional yang digunakan untuk
memangkas dahan serta ranting di hutan ketika akan membuka lahan
untuk perladangan (huma). Kedua alat ini dapat diguankan pada saat
proses narawas.
2) Kored
Kored merupakan alat seperti cangkul, namun ukurannya lebih kecil, serta
memiliki mata cangkul yang mengarah ke samping. Fungsi kored ini

14
digunakan pada saat proses ngored saat akan menanam padi dengan cara
ngahuma.
3) Etem atau Ani-ani
Bentuk dari etem itu lebih unik karena pada dasarnya terdiri dari tiga
bahan yaitu peso atau pisau nya, perah dan parungpung. Bentuk pisaunya
memanjang dan disetiap ujungnya ada tanduknya. Etem digunakan ketika
akan memanen padi.
4) Cangkul
Cangkul digunakan untuk mencangkul tanah di sawah ketika akan
mempersiapkan ladang untuk menanam padi. Cangkul ini sangat
diperlukan ketika proses penyiapan lahan sawah sebelum padi ditanam.
5) Wuluku
Wuluku merupakan alat yang digunakan untuk membuat tanah sawah
menjadi gembur. Penggunaan dari wuluku ini, biasanya memerlukan
tenaga bantuan dari kerbau untuk menariknya.
6) Caplak
Caplak merupakan alat yang digunakan pada saat setelah proses
mencangkul maupun menggenburkan tanah. Proses ini disebut ngangler
atau ngagaru yang merupakan proses meratakan pematangan sawah
dengan menggunakan caplak.
7) Arit
Arit merupakan alat potong yang agak melengkung, terbuat dari besi yang
tajam. Arit berfungi saat memanen padi, selain daripada etem, arit juga
dipakai untuk memotong padi yang telah siap panen.
8) Gebotan
Gebotan atau panggebot merupakan alat yang digunakan untuk menjadi
alas yang terbuat dari bilah bambu yang disatukan. Gebotan memiliki
fungsi untuk menjadi alas ketika akan merontokan bulir padi yang sudah
dipotong sebelumya. Cara merontokan padi tersebut dengan cara
memukulkan padi pada gebotan, dan bulir padi pun akan rontok.
9) Gasrok atau lalandakan

15
Gasrok atau lalandakan merupakan alat yang terbuat dari kayu atau besi
yang bagian bawahnya runcing. Alat ini memiliki fungsi hampir sama
dengan ngarambet, apabila ngarambet menyabuti rumput dengan tangan,
maka ngagasrok melindas rumput yang nantinya akan tercabut dengan
alat.
10) Bebegig
Bebegig merupakan orang-orangan sawah yang dibuat untuk menakut-
nakuti burung yang akan memakan padi. Bentuk bebegig dibuat
menyerupai petani.
11) Giribing
Giribing merupakan anyaman bambu yang menyerupai bilik. Fungsi dari
giribing ini digunakan sebagai alas untuk menjemur padi.
12) Lisung dan Halu
Lisung dan halu memiliki fungsi untuk menumbuk padi yang telah kering,
untuk kemudian hasilnya ditumbuk untuk membersihkan dan memisahkan
antara kulit padi dengan beras.
13) Nyiru
Nyiru merupakan alat yang terbuat dari anyaman bambu bagian kulit luar
berbentuk bulat dan ujungnya direkatkan dengan kayu. Funsi dari nyiru
atau nampan ini adalah untuk memisahkan kulit luar dan beras yang sudah
ditumbuk. (Asyari, 2016)

2.4 Sistem Ilmu Pengetahuan Masyarakat Suku Sunda


Sistem pengetahuan merupakan salah satu unsur kebudayaan
universal, artinya, unsur kebudayaan ini sudah pasti ada dan bisa
ditemukan di semua kebudayaan semua bangsa di seluruh dunia. Yang
dimaksud dengan sistem pengetahuan adalah segala macam pengetahuan
yang dimiliki individu-individu tentang alam, flora dan fauna, ruang dan
waktu, serta benda-benda yang terdapat di sekeliling tempat hidup
individu sebagai anggota masyarakat (Suhandi, 1997:157).

16
Sistem pengetahuan diperoleh manusia berdasarkan pengalaman
hidupnya yang kemudian diabstraksikan ke dalam konsep-konsep, teori-
teori, dan pendirian-pendirian, yang kesemuanya itu diwariskan dari nenek
moyang, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bukan hal yang
mengherankan bila di masa sekarang masih dijumpai pengetahuan-
pengetahuan yang diyakini telah ada sejak dulu dan tetap dipatuhi hingga
kini, seperti misalnya pengetahuan tentang tabu atau pantangan, serta
pengetahuan tentang pengobatan herbal.
Sistem pengetahuan berkaitan erat dengan seluruh kegiatan
manusia dalam kehidupan sehari-hari yang biasanya berasal dari
kebutuhan praktis seperti untuk berburu, bertani, berlayar, kesehatan,
perjalanan, berteman, dan lain sebagainya. Intinya, di dalam sistem
pengetahuan yang dimiliki setiap suku bangsa terkandung berbagai macam
pengetahuan tentang lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan
budaya, lingkungan dan kehidupan spiritual, tentang flora dan fauna, sifat-
sifat manusia, teknologi, dan lain-lain. Berbagai macam pengetahuan
tentang beragam hal ini tidak berkembang sendiri-sendiri, tetapi selalu
saling terkait. Dalam banyak hal, sistem pengetahuan sangat erat berkaitan
atau bersinggungan dengan sistem kepercayaan. Di samping sifatnya yang
universal, sistem pengetahuan juga pasti ditemukan dalam kebudayaan
dari bangsa-bangsa atau suku-suku bangsa yang hidupnya terpencil,
maupun pada bangsa-bangsa atau suku-suku bangsa yang sudah maju dan
modern (Suhandi, 1997: 160).
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, berikut ini akan
diketengahkan deskripsi tentang sistem pengetahuan yang dimiliki etnis
Sunda yang berhubungan dengan pengetahuan tentang alam, flora dan
fauna, zat-zat dan bahan mentah, tubuh manusia, kelakuan sesama
manusia, serta pengetahuan tentang ruang, waktu, dan bilangan, yang
berlangsung dalam rentang waktu di masa lalu, masa kini, dan masa yang
akan datang. (Z., 2011)

17
2.4.1 Pengetahuan tentang Alam
Pengetahuan tentang alam berkaitan dengan kebutuhan dan
pengalaman praktis dalam kehidupan sehari-hari seperti pengetahuan
tentang musim, angin, cuaca, hujan, dan lain sebagainya. Pengetahuan
tentang alam diperoleh dari pengalaman praktis dalam kehidupan sehari-
hari masyarakat suku bangsa Sunda. Petani suku bangsa Sunda akan
menghubungkan munculnya bintang wuluku dengan permulaan
mengerjakan sawah atau menanam padi, karena kemunculan bintang
wuluku menandakan awal musim penghujan. Lain halnya dengan
datangnya musim kemarau yang ditandai dengan terdengarnya suara
serangga yang dinamakan tonggeret.

2.4.2 Pengetahuan tentang Flora dan Fauna


Pengetahuan tentang flora dan fauna biasanya juga berhubungan
dengan kesehatan. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa aneka
rempah yang ada di wilayah Indonesia memiliki banyak manfaat atau
khasiat untuk kesehatan. Beberapa di antaranya adalah kunyit misalnya.
Kunyit telah diakui secara medis sebagai obat pelancar datang bulan, obat
sakit perut, penambah nafsu makan. Kencur diakui sebagai obat batuk,
pelega tenggorokan, dan menjaga suara agar tetap jernih. Demikian pula
dengan jeruk nipis yang bisa digunakan untuk mengobati batuk kering;
daun sirih, baik sirih hijau, terlebih sirih merah, dapat berfungsi sebagai
desinfektan, obat sakit gigi; daun handeuleum berfungsi sebagai obat
wasir; dan masih banyak jenis flora lain yang bermanfaat bagi kehidupan.
Pengetahuan tentang fauna lebih berkaitan dengan sistem
kepercayaan. Etnis Sunda percaya jika mendengar suara burung suit
uncuing berarti di dekat suara burung tersebut akan ada orang yang
meninggal. Apabila seseorang kejatuhan seekor cecak, artinya orang
tersebut akan mendapat sial. Apabila seseorang dihinggapi seekor kupu-
kupu, artinya dia akan kedatangan seorang tamu.

18
2.4.3 Pengetahuan tentang Tubuh Manusia
Pengetahuan tentang tubuh manusia erat kaitannya dengan sistem
kepercayaan, seperti misalnya seseorang yang mata kirinya tiba-tiba
bergerak- gerak atau berkedip-kedip, disebut kekedutan, pertanda akan
mendapatkan kesedihan, karena kekedutan mata kiri berarti menangis;
sebaliknya, jika yang kekedutan atau kekenyeredan itu mata kanan, maka
itu merupakan pertanda seseorang akan mendapatkan kebahagiaan.
Apabila telapak tangan kiri seseorang mengalami kekedutan, itu menjadi
pertanda baik karena orang tersebut akan memperoleh rezeki atau
memperoleh uang, sebaliknya jika telapak tangan kanan yang kekedutan,
maka itu pertanda kurang baik karena akan kehilangan rezeki atau
kehilangan uang.

2.4.4 Pengetahuan tentang Kelakuan Sesama Manusia


Dalam konteks kelakuan sesama manusia, sistem pengetahuan
yang dimiliki suku bangsa Sunda biasanya berhubungan dengan konsep-
konsep etis tentang diri, bagaimana diri di tengah lingkungan dalam
konsep tatakrama atau sopan santun, serta pemahaman tentang konsep
gotong royong.
Tatakrama, pada dasarnya, menyangkut tingkah laku, tutur kata,
cara bepakaian, atau berdandan. Dengan kata lain, tatakrama merupakan
serangkaian aturan interaksi sosial yang dikehendaki, yang baik, di antara
sesama warga masyarakat (Rosyadi ed., 1995/1996: 69). Interaksi sosial
tersebut ada yang bersifat verbal seperti tutur kata, dan interaksi yang
besifat nonverbal seperti tingkah laku dan sikap tubuh. Tatakrama
diwujudkan, didukung, dan dikembangkan etnis Sunda dalam rangka
mengatur kehidupan bersama. Seseorang akan dikatakan orang yang tahu
adat atau sopan, jika ia mematuhi tatakrama yang berlaku di dalam
masyarakatnya.
Tatakrama memiliki fungsi, pertama, fungsi normatif untuk
mewujudkan kehidupan bersama yang tertib, aman, dan tentram. Kedua,

19
tatakrama berfungsi sebagai sistem pengendalian sosial untuk
mengefektifkan komunikasi antar-warga masyarakat, antar-individu
dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan
kelompok . Ketiga, tatakrama memiliki fungsi pendidikan dalam arti,
pengetahuan ini diterapkan dan diwariskan dari satu individu ke individu
lain, dari satu generasi ke generasi berikutnya (Rosyadi ed., 1995/1996:
70).
Tatakrama berlaku bagi semua orang tanpa mengenal batas usia.
Tatakrama diajarkan mulai dari lingkungan keluarga, sejak seseorang
masih kanak-kanak. Sejak kecil, anak-anak dididik untuk bersikap handap
asor, yakni sikap rendah hati, sopan, tidak sombong. Kebalikan dari sikap
handap asor adalah sikap adab lanyap, yakni sikap yang kelihatan sopan,
namun di dalamnya terkandung sikap sombong dan takabur. Anak-anak
juga diajari, jika menerima pemberian dari orang lain atau memberikan
sesuatu kepada orang lain, harus dengan panangan sae, yakni tangan
kanan, karena tangan kiri dipandang kurang baik atau kurang sopan.
Setelah menerima sesuatu, anak-anak juga dididik untuk selalu
mengucapkan nuhun yang berarti terima kasih.
Dengan sesama teman anak- anak tidak boleh bersikap nakal atau
harak ka batur (suka berkelahi), tidak boleh mencuri, jika bermain tidak
boleh jarambah (main terlalu jauh) dan kamalinaan (tidak tahu waktu).
Anak-anak juga dilarang makan sambil berdiri atau berjalan, ketika
mengunyah makanan tidak boleh berbunyi atau ceplak, ketika duduk
tidak boleh edeg atau mengoyang-goyangkan kaki. Jika berbicara dengan
orang yang lebih tua harus menggunakan bahasa halus, sedangkan jika
berbicara dengan sesama teman sebaya digunakan bahasa sedang dan tidak
baik jika menggunakan bahasa kasar.
Pada intinya, anak-anak diharapkan menjadi orang soleh yang taat
beribadah, bertingkah laku sopan, taat kepada orang tua, dan selalu
mendoakan orang tua, bersikap jujur, baik hati, tidak berbohong, rendah
hati. Dalam kehidupan pribadi, seseorang akan dikatakan sopan bila ia

20
besikap lembut, tidak sombong, berbicara dengan bahasa yang halus,
menghormati orang lain. Dalam lingkungan yang lebih luas di masyarakat,
kehidupan bersama yang aman tenteram diwujudkan dalam ungkapan
repeh rapih, silih asah, silih asih, silih asuh (Rosyadi ed., 1995/1996: 29-
31, 69-70).
Keseluruhan pengetahuan tentang tatakrama, pada dasarnya,
merupakan perwujudan kebudayaan yang dimiliki setiap individu sebagai
anggota masyarakat. Pengetahuan tentang tatakrama dapat hidup dan
berkembang atas dasar kebiasaan hidup bersama yang dalam
pelaksanaannya menyangkut nilai kebersamaan, sehingga tatakrama
menjadi milik bersama. Tatakrama menjadi tolok ukur bagi kelayakan
perilaku seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.
Pengetahuan tentang kehidupan bermasyarakat juga tertuang dalam
konsep gotong royong, yakni konsep tolong menolong dalam kehidupan
masyarakat yang berakar pada perasaan saling membutuhkan.
Koentjaraningrat (dalam Rosyadi ed., 1995/1996: 70) mengemukakan
bahwa sistem tolong-menolong itu merupakan suatu teknik pengerahan
tenaga yang berhubungan dengan pekerjaan yang tidak membutuhkan
keahlian. Dengan demikian, jiwa gotong-royong dan tolong-menolong
dapat diartikan sebagai perasaan rela membantu dan sikap saling
pengertian terhadap kebutuhan sesama warga masyarakat (Rosyadi ed.,
1995/1996: 70). Dalam sikap gotong-royong terkandung prinsip timbal
balik yang menjadi pola kehidupan masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa gotong royong
berfungsi untuk mempererat hubungan dan memupuk solidaritas
kebersamaan dalam mewujudkan kehidupan yang harmonis, untuk
memelihara hubungan baik di antara sesama warga masyarakat. Prinsip
timbal balik dan tolong-menolong dalam konsep gotong-royong biasanya
terwujud dalam aktivitas pertanian seperti ngahiras atau hirasan yang
berlaku dalam masyarakat Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, yang

21
bermakna tolong-menolong dalam aktivitas becocok tanam, maupun
bentuk-bentuk kepentingan bersama lainnya di antara kerabat dan teman.
Ada pula aktivitas derep, yakni aktivitas yang dilakukan orang-
orang yang tidak memiliki sawah dengan cara membantu memanen padi,
ia akan mendapatkan imbalan sebanyak sepersepuluh dari hasil padi yang
dituainya, jika ikut mengangkut hasil panen ke rumah pemilik sawah,
maka ia akan mendapat imbalan lebih besar lagi. Gotong-royong juga
tampak dalam sistem bagi hasil, saling memberi sumbangan dalam pesta
dan upacara, kunjung-mengunjungi, menengok tetangga yang mendapat
musibah, memberikan perhatian kepada sesama anggota masyarakat
(Rosyadi ed., 1995/1996: 70-71), dan banyak kegiatan lain yang
berhubungan dengan kehidupan bersama.

2.4.5 Pengetahuan tentang Ruang, Waktu, dan Bilangan


Pengetahuan mengenai ruang dan waktu pada suku bangsa Sunda
berkaitan erat dengan kepercayaan yang menyatakan bahwa dunia ini
terbagi menjadi tiga bagian, yakni dunia atas, dunia tengah, dan dunia
bawah. Dunia atas adalah langit, dunia bawah adalah bumi, dan dunia
tengah adalah dunia tempat berlangsungnya kehidupan manusia. Dunia
tengah ini terbagi lagi menjadi empat bagian berdasarkan empat arah mata
angin dan ditambah dengan pusatnya di bagian tengah yang disebut
pancer. Pembagian dunia tengah ke dalam lima bagian ini dikenal dengan
sebutan madhab papat kalima pancer yang berarti empat arah mata angin
dan kelima pusatnya. Keempat mata angin (timur, barat, utara, selatan)
beserta pusatnya, masing-masing memiliki sifat, warna, hari pasaran, dan
logamnya sendiri-sendiri, yang maknanya akan berpengaruh terhadap
kehidupan dan diri manusia. Berikut ini merupakan gambaran
pengetahuan tentang hal tersebut.

22
Gambar 2.1 Arah mata angin dalam bahasa Sunda.

Gambar 2.2 Arah mata angina dengan pasaran dan warnanya.

Gambar 2.3 Arah mata angina dengan pasaran dan elemennya.

23
Makna yang terkandung dalam tiap arah mata angin merupakan
satu kesatuan yang pasti yang tidak bisa dipertukarkan. Jika seseorang
lahir pada pasaran legi atau manis misalnya, maka warna yang paling
cocok untuknya adalah putih, logamnya perak, memiliki sifat ingin
mencukupi, dan pekerjaan yang tepat untuknya adalah petani. Demikian
pula yang berlaku bagi pasaran- pasaran lainnya.

Keempat arah mata angin dijaga dan dikuasai oleh makhluk gaib
yang disebut kala. Kala akan selalu berpindah tempat dengan mengikuti
arah jarum jam. Dalam banyak kegiatan, seperti bepergian atau pindah
rumah, orang akan selalu berusaha menghindar agar tidak bertemu atau
berhadapan dengan kala karena pertemuan dengan kala akan berarti
malapetaka, sial, atau mengalami hal- hal buruk. Pertemuan dengan kala
ini disebut mapag kala. Untuk menghindari kala, orang harus pergi ke arah
yang berlawanan dengan keberadaan kala. Keberadaan kala ditentukan
menurut perhitungan tertentu. Jika berdasarkan perhitungan, kala sedang
berada di utara misalnya, maka orang yang akan bepergian atau pindah
rumah ke arah utara, harus menunda kepergiannya di waktu dan hari yang
lain. Seandainya kepergiannya itu tidak mungkin ditunda, maka orang
tersebut harus pergi ke arah lain dahulu, baru kemudian menuju ke tempat
yang ditujunya. Hal seperti ini disebut miceun salasah yang
artinya mengelabui.

Kala adalah sistem peredaran bulan, matahari, dan bintang ini,


menurut kepercayaan orang Sunda dapat menentukan kala, yaitu sesuatu
yang dapat menimbulkan bahaya atau malapetaka. Kepercayaan mengenai
perhitungan tersebut juga dimaksudkan agar tidak mapag
kala (menyambut kala) dalam segala perbuatan yang akhirnya dapat
merugikan diri sendiri atau sekelompok orang. Kala menurut kepercayaan
orang Sunda dapat menempati tempat atau arah mata angin tertentu dan

24
setiap hari kala itu akan berpindah tempat. Menurut perhitungan, tempat
kala berada adalah sebagai berikut.
1) Ketika masuk bulan Muharam, Safar, dan Rabiul awal kala berada
di sebelah timur lurus, artinya hari yang dilarang adalah Sabtu dan
Minggu.
2) Bulan Rabiul akhir, Jumadi Awal, Jumadi akhir, kala berada di
sebelah barat lurus dan barat miring, artinya hari yang dilarang
adalah Senin dan Selasa.
3) Bulan Rajab, Rewah, Puasa, kala berada di sebelah barat laut dan
timur, artinya hari yang dilarang adalah Rabo dan Kamis.
4) Bulan Syawal, Dulqaidah, Rayagung, kala berada di sebelah barat
daya, artinya hari yang dilarang adalah Jum'at.
Keberadaan kala itu menuntut atau memberi pengaruh agar
manusia dalam segala tindakannya sesuai dengan perhitungan kala.
Sehingga memberi hasil yang maksimal untuk mencapai
kebahagiaan lahir batin di samping untuk mencapai keseimbangan tujuan
yang dikehendaki. Dengan demikian, masyarakat Sunda akan mengetahui
kapan saat yang tepat untuk mengolah sawah atau menanam padi.
membangun rumah, menentukan hari pemikahan, memberikan nama
kepada bayi yang baru lahir, untuk mencari barang yang hilang, dan untuk
menentukan watak manusia baik berkaitan dengan nama maupun
dari tipologi manusia itu sendiri. Selain itu juga mengetahui arah mana
yang membawa keberuntungan dan malapetaka sesuai dengan perhitungan
naktu dari kelahiran, nama orang dan tempat tinggal. Demikian pula
mengenai tumbal-tumbal serta doa penolak bala dan doa keselamatan.[2]

Di samping pengetahuan tentang pembagian dunia/alam semesta,


etnis Sunda juga mengenal pengetahuan tentang adanya hari baik dan hari
buruk. Cara menghitung hari baik pada suku bangsa Sunda disebut
palintangan (Suhandi, 1997: 186). Pengetahuan tentang hari baik dan hari
buruk muncul karena suku bangsa Sunda mempercayai bahwa segala
pekerjaan, jika dilakukan dengan baik, maka akan memberikan hasil yang

25
baik pula. Untuk mendapatkan hasil yang baik yang akan memberikan
keberuntungan, kebahagiaan, dan kepuasan, seseorang yang akan
melakukan suatu pekerjaan atau aktivitas, harus mencari hari baik yang
bisa ditentukan berdasarkan perhitungan tertentu. Perhitungan untuk
menentukan hari baik bertumpu pada unsur-unsur hari, pasaran, bulan,
tahun, dan nilai dari masing-masing unsur yang disebut naktu. Dalam
menghitung hari baik ini digunakan alat yang disebut kolenjer, tunduk,
sastra (digunakan masyarakat Baduy, Banten) (Suhandi, 1997: 186).

Naktu adalah perhitungan repok yang diambil dari asal


nama aksara dengan angka yang setelah keduanya dijumlahkan akan
ketahuan bagus atau tidaknya perhitungan repok tersebut. Naktu berasal
dari bahasa arab nuqtah yang artinya
perhitungan repok berdasarkan angka. Cara mencari waktu yang baik
untuk melaksanakan suatu maksud seperti menikahkan anak, sunat,
bepergian, dan lain-lain. Biasanya dengan menghitung
berdasarkan nama yang bersangkutan kalau ditulis dengan
aksara Cacarakan ditambah dengan nilai hari yang sudah ada rumusnya.
Dari situ akan diketahui kapan waktu yang tepat untuk melaksanakan
maksud tersebut. Perhitungan repok naktu bisa ditentukan dengan rumus
berikut.

Gambar 2.4 Tabel hari, pasaran dan naktu/neptu.

Berdasarkan tabel tersebut jumlah angka hari dan angka pasaran


harus berjumlah besar dan tidak bersebrangan dengan kala atau larangan
bulan yang sudah ditentukan.

26
Selain penjelasan dari madhab yang terdapat pada mata angin,
masyarakat suku Sunda juga memiliki nama-nama tertentu dari setiap
nama-nama bulan pada kalender masehi, hasil penjumlahan weton pada
setiap tanggal, juga penamaan waktu setiap satu hari atau dalam 24 jam.
Penjelasan tersebut terdapat pada gambar di bawah ini. (ADH, 2021)

Gambar 2.5 Nama-nama bulan pada kalender Candra Sunda dan


kalender Masehi.

Gambar 2.6 Hasil penjumlahan weton setiap tanggal.

27
Gambar 2.7 Penyebutan waktu di setiap jam.

2.4.6 Ramalan Tentang Barang yang Hilang


Untuk meramal barang yang hilang dapat dihitung dari berbagai
macam hitungan, tergantung dengan niat orang yang kehilangan barang
tersebut. Misalnya siapa orang yang mengambilnya, dibawa ke arah mana
barang yang diambilnya. Apakah barang yang hilang itu dapat ditemukan
kembali, dan lain-lain. Perhitungannya diambil berdasarkan pertanggalan
tahun hijriah, hari pasaran dan waktu kehilangan barang tersebut. Untuk
lebih jelasnya di bawah ini akan diuraikan mengenai pedoman
perhitungannya.
Untuk mengetahui apakah barang yang hilang itu dapat ditemukan
kembali atau tidak, perhitungannya menggunakan pembagian angka 4,
yaitu tanggal waktu kehilangan dibagi dengan angka 4. Sisa dan hasil
pembagiannya merupakan angka penentu perhitungan. Perhitungan
dengan membagi angka 4 disebut hitungan panca kaopat. Adapun
pedoman perhitungannya adalah sebagai berikut.
1) Pengucap, lama-kelamaan akan mendapat kabar.
2) Panyambung, kadang-kadang suka hilang.

28
3) Paninggal, akhirnya akan ditemukan kembali.
4) Pangrungu, lama-kelamaan akan mendapat kabar.

Ada pula perhitungan lain untuk mencari kehilangan


orang, binatang, atau barang. Perhitungan dan ramalannya hampir sama,
hanya istilahnya yang berbeda. Contohnya untuk mencari kehilangan
seseorang atau binatang, menggunakan istilah kalang, kalong. kaling, mati.
Jika sampai jatuh pada perhitungan mati, orang yang hilang tersebut
bernasib sial akan ditemukan dalam keadaan celaka atau mungkin dalam
keadaan tewas. Selain dengan menggunakan perhitungan panca kaopat,
untuk mengetahui ciri-ciri orang yang mengambil barang dapat pula
dilihat dari hari pasaran ketika barang itu hilang.

1) Manis berarti orang yang mengambilnya mirip trenggiling,


orangnya pendiam dan necis.
2) Pahing berarti yang mengambilnya mirip marmut, orangnya
berbadan bidang.
3) Pon berarti orang yang mengambilnya mirip kura-kura,
orangnya pendek dan gemuk.
4) Wage berarti orang yang mengambilnya mirip monyet,
orangnya kecil dan pintar.
5) Kaliwon berarti orang yang mengambilnya mirip burung kutilang,
orang yang mengambilnya teman kita sendiri. (Wikipedia, 2023)

29
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Suku Sunda merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Jawa.
Suku Sunda memiliki karakteristik yang unik yang membedakannya
dengan masyarakat suku lain. Karakteristik tersebut tercermin dari
kebudayaan yang dimilikinya baik dari segi agama, bahasa, kesenian, adat
istiadat, mata pencaharian, dan lain sebagainya. Kebudayaan yang dimiliki
suku Sunda ini menjadi salah satu kekayaan yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia yang perlu tetap dijaga kelestariannya.
Dalam masyarakat sunda mengenal beberapa mata pencaharian,
diantaranya pahuma, panyawah, panggerek, panyadap, dan padagang. Lalu
seiring dengan perkembangan masyarakat Sunda, lahan yang dahulu
dipergunakan sebagai lahan pertanian, semakin menyempit dikarenakan
beberapa fakor, diantanya pertumbuhan masyarakat yang semakin banyak,
perkembangan industri yang semakin memakan lahan dari petani, serta
kebijakan pemerintah yang turut andil dalam perkembangan pertanian
masyarakat Sunda. Kemudian, dalam menjalankan setiap kegiatan
pertanian, masyarakat sunda tidak telepas dari berbagai macam alat-alat
pertanian tradisional yang dipergunakan dan juga tradisi yang menyelimuti
setiap proses yang dilakukan dalam pertanian.
Selain itu masyarakat suku Sunda juga mengenal sistem ilmu
pengetahuan, diantaranya adalah pengetahuan tentang alam, pengetahuan
tentang flora dan fauna, pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan
tentang kelakuan sesama manusia, pengetahuan tentang ruang, waktu, dan
bilangan, pengetahuan tentang ramalan, juga pengetahuan lainnya.
Dengan adanya pembuatan makalah suku Sunda ini diharapkan
dapat lebih mengetahui lebih jauh mengenai kebudayaan suku Sunda dan
dapat menambah wawasan serta pengetahuan yang pada kelanjutannya
dapat bermanfaat dalam dunia kependidikan.

30
DAFTAR PUSTAKA

ADH. (2021). Nama-nama Waktu dalam Bahasa Sunda. Retrieved November 14,
2023, from Guru Sumedang:
https://www.gurusumedang.com/2021/09/nama-nama-waktu-dalam-
bahasa-sunda.html?m=1#google_vignette

Asyari, I. H. (2016, November 28). Mata Pencaharian Masyarakat Sunda.


Retrieved November 14, 2023, from samasyari.blogspot:
https://samasyari.blogspot.com/2016/11/mata-pencaharian-masyarakat-
sunda.html?m=1

Fadliansyah. (2015, November 28). Mata Pencaharian Suku Sunda. Retrieved


November 14, 2023, from FD Blog:
https://fadliansyah97.blogspot.com/2015/11/mata-pencaharian-suku-
sunda-tugas-ibd.html?m=1

Fadlilah, R. R. (2010). Makalah Mata Pencaharian Suku Sunda. Retrieved


November 14, 2023, from Academia.edu:
https://www.academia.edu/35204174/Makalah_Mata_Pencaharian_Suku_
Sunda

Wikipedia. (2023). Palintangan Sunda. Retrieved November 14, 2023, from


wikipedia: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Palintangan_Sunda

Z., M. M. (2011). Kajian Identifikasi Permasalahan Kebudayaan Sunda Masa


Lalu, Masa Kini, Dan Masa Yang Akan Datang. Retrieved November 14,
2023, from 123dok: https://123dok.com/document/q7wk0rrz-kajian-
identifikasi-permasalahan-kebudayaan-sunda-masa-lalu-datang.html

31

Anda mungkin juga menyukai