:
Disusun Oleh:
Alin Nurahmayanti : (21060328)
Diki Hamdani : (21060223)
Eneng Yuliana : (21060222)
Izza Nuri Zakiyyah : (21060348)
Nada Nadya : (21060211)
Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakat ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.
Penulis
Anggota Kelompok
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1 Latar Belakang........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6
2.1 Sistem Mata Pencaharian Masyarakat Suku Sunda................................6
2.2 Sistem Pertanian Masyarakat Suku Sunda.............................................10
2.3 Alat-Alat Pertanian Tradisional Masyarakat Suku Sunda....................14
2.4 Sistem Ilmu Pengetahuan Masyarakat Suku Sunda..............................16
2.4.1 Pengetahuan tentang Alam................................................................18
2.4.2 Pengetahuan tentang Flora dan Fauna.............................................18
2.4.3 Pengetahuan tentang Tubuh Manusia..............................................19
2.4.4 Pengetahuan tentang Kelakuan Sesama Manusia...........................19
2.4.5 Pengetahuan tentang Ruang, Waktu, dan Bilangan........................22
2.4.6 Ramalan Tentang Barang yang Hilang............................................28
BAB III..................................................................................................................30
PENUTUP.............................................................................................................30
3.1 Kesimpulan.................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................31
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.3 Tujuan Penulisan
a. Mengetahui sistem mata pencaharian masyarakat suku Sunda.
b. Mengetahui sistem ilmu pengetahuan masyarakat suku Sunda.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Mereka patuh kepada perintah Tetua dan hal-hal yang telah ditetapkan
lainnya.
Pertanian huma adalah satu-satunya sumber pencaharian pertanian
orang Sunda Kanékés. Tanah garapan diakui sebagai titipan dari Tuhan.
Mereka hanya diberi kepercayaan untuk memelihara dan
memanfaatkannya dengan baik dan bijaksana. Tidak boleh serakah dan
makan hanya secukupnya saja agar alam tetap lestari dan tidak habis
hingga ke anak cucu. Mereka cukup bijaksana dan sangat tahu bahwa
sesungguhnya bumi ini cukup memberikan segala yang dibutuhkan oleh
penduduknya asalkan tidak berlebihan.
Klaim kepemilikan pribadi hanya berupa padi hasil panen atau
buah tanaman keras yang ditanam oleh orang pertama. Dan ada
kecenderungan bahwa kebanyakan orang Kanékés menggarap tanah huma
dan melakukan perputaran garapan di sekitar garapan masing-masing.
Sebagai bentuk tanggung jawab dari amanat Tuhan. Hal inilah yang
membuat mereka tetap sejahtera dan merasa cukup dengan apa yang
mereka dapatkan. Mereka tampak bahagia dan tidak merasakan kesusahan
atau kemiskinan yang menyesakan dada.
Secara hukum adat, status kepemilikan tanah huma ditujukan bagi
orang yang pertama kali membuka dan menggarap tanah tersebut. Jika
akan digunakan oleh orang lain, maka itu harus sepengetahuan dan seizin
penggarap pertama. Ini juga merupakan salah satu penghargaan dan
penghormatan kepada yang pertama kali membuka hutan demi
mendapatkan hasil berladang yang dibutuhkan. Kalau kejujuran seperti ini
dimiliki oleh semua orang, maka tidak kejahatan dan perselisihan itu akan
terhindarkan.
Sayangnya tidak seperti itu yang dipahami oleh masyarakat
kebanyakan yang hidup diluar komunitas itu. Jangan heran kalau banyak
terjadi sengketa hingga menyebabkan terbunuhnya banyak orang. Bahkan
selain pertumpahan darah, juga ada keributan yang melibatkan banyak
keluarga inti hingga mereka bermusuhan. Sayang sekali bila hal ini sampai
7
terjadi di banyak tempat. Seharusnya kebersamaan dan saling
menghormati itu tetap dijunjung tinggi. Mungkin kehidupan modern telah
membuat hati menjadi tertutup. (Fadliansyah, 2015)
Untuk mata pencaharian suku Sunda untuk zaman sekarang yang
semuanya serba modern, sudah banyak sekali pekerjaan yang dilakukan
oleh orang-orang Suku Sunda. Penampilan fisik yang menarik, wajah yang
rupawan dengan talenta yang luar biasa, telah membuat orang Sunda
cukup disegani dalam industri kreatif. Pakaian kaos dari Bandung atau
industri penjualan dengan sistem factory outlet, bistro, distro, semuanya
kebanyakan berasal dari tanah Sunda sebelum akhirnya menyebar ke
seluruh Indonesia. Inilah salah satu bukti kalau orang Sunda itu begitu
terkenal dengan kepiawaiannya dalam menciptakan sesuatu.
Tidak ketinggalan juga dengan dunia keilmuan terutama arsitektur
dan seni merancang bangunan, baik intuk rancangan eksterior maupun
untuk rancangan interior. Kalau berkunjung ke Bandung dan sekitarnya,
hal ini bisa dibuktikan. Tidak hanya dari segi rancangan seperti itu. Orang
Sunda juga piawai dalam seni masak-memasak. Makanan dari tanah
Pasundan ini cukup terkenal. Misalnya, Batagor, Siomay, Brownies kukus,
Colenak, dan jenis makanan lainnya termasuk manisan dari Bogor yang
biasanya dibuat oleh orang Sunda.
Pejabat yang berasal dari tanah Sunda juga banyak. Mereka cukup
pemberani. Bahkan pahlawan yang berdarah Sunda juga ada. Intinya
adalah bahwa orang Sunda ini mempunyai jenis pekerjaan yang cukup
beragam dan mereka aktif dalam kemasyarakatan. Hal ini membuktikan
bahwa orang Sunda itu cukup aktif dan dinamis dalam menjalani
kehidupan mereka.
Keberagamaan mereka cukup bagus sehingga melahirkan banyak
ulama dan para cendikiawan muslim yang bagus. Satu hal yang membuat
mereka juga cukup terkenal adalah penampilan mereka secara fisik.
Kulitnya putih mulus dengan pipi yang ranum. Walaupun kebanyakan
tidak terlalu tinggi, tubuh mereka cukup bagus dan sintal. Ini juga yang
8
disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak mempunyai hati dan tidak
takut mati.
Lalu, masyarakat Sunda seringkali memilih untuk menjadi
pengusaha dan pedagang sebagai mata pencariannya, meskipun
kebanyakan berupa wirausaha kecil-kecilan yang sederhana, seperti
menjadi penjaja makanan keliling, membuka warung atau rumah makan,
membuka toko barang kelontong dan kebutuhan sehari-hari, atau
membuka usaha cukur rambut, di daerah perkotaan ada pula yang
membuka usaha percetakan, distro, cafe, rental mobil dan jual beli
kendaraan bekas. Profesi pedagang keliling dan jasa cukur rambut juga
banyak pula dilakoni oleh masyarakat Sunda.
Menurut salah satu penelitian yang dilakukan oleh Fadlilah (2010),
menjelaskan bahwa mayoritas masyarakat Sunda berprofesi sebagai petani
termasuk berhuma, penambang pasir,dan berladang. Sampai abad ke-19,
banyak dari masyarakat Sunda yang berladang secara berpindah-pindah.
Di wilayah perkotaan, banyak orang Sunda yang berprofesi sebagai buruh
pabrik, pegawai negeri, dan pembantu rumah tangga. Profesi pedagang
keliling banyak pula dilakoni oleh masyarakat Sunda, terutama asal
Tasikmalaya dan Garut. Mereka banyak menjual aneka perabotan rumah.
Kebanyakan tidak suka merantau atau hidup berpisah dengan orang-orang
sekerabatnya. Kebutuhan orang Sunda terutama adalah hal meningkatkan
taraf hidup. (Fadlilah, 2010)
Menurut data dari Bappenas (kliping Desember 1993) di Jawa
Barat terdapat 75% desa miskin. Secara umum, kemiskinan di Jawa Barat
disebabkan oleh kelangkaan sumber daya manusia. Maka yang dibutuhkan
adalah pengembangan sumber daya manusia yang berupa pendidikan,
pembinaan, dan lain-lain. Mata pencaharian pokok masyarakat Sunda
adalah sebagai berikut.
a. Bidang perkebunan, seperti tumbuhan teh, kelapa sawit, karet, dan kina.
b. Bidang pertanian, seperti padi, palawija, dan sayur-sayuran.
c. Bidang perikanan, seperti tambak udang, dan perikanan ikan payau.
9
Selain bertani, berkebun dan mengelola perikanan, ada juga yang
bermata pencahariansebagai pedagang, pengrajin, dan peternak.
10
1) Narawas, narawas merupakan kegiatan pada dasarnya merupakan kegiatan
memberi tanda pada area yang akan ditanami padi huma dengan cara
memotong atau memangkas ranting pohon menggunakan bedog atau
parang.
2) Nyacar. Selanjutnya nyacar, yaitu membersihkan lahan yang akan
ditanami padi dari gulma atau rumput. Dalam tradisi masyarakat Baduy
Dalam, kegiatan nyacar biasanya dilakukan pada bulan Sapar, pada
tanggal 18 di Cikeusik dan Cikartawarna, serta tanggal 19 di Cibeo.
Pekerjaan nyacar dikerjakan oleh ratusan orang terdiri dari penduduk
Baduy Dalam dan Baduy luar yang ingin ikut serta.
3) Nyukuh. Merupakan kegiatan mengumpulkan ranting pohon dan
rereumputan lantas dikumpulkan dibeberapa tempat untuk dikeringkan.
4) Duruk. Setelah semua ranting yang dikumpulkan dirasa sudah kering,
maka selanjutnya dibakar.
5) Ngaseuk adalah membuat lubang kecil ditanah untuk ditanami.
6) Muuhan, setelah tahapan ngaseuk selanjutnya lubang kecil tadi langsung
diisi dengan benih padi, yang melakukan kegiaan muuhan ini adalah
perempuan.
7) Ngored. Adalah proses membersihkan padi dari rumput-tumput liar.
8) Tunggu. merupakan kegiatan menunggu padi dari hama, terutama burung
pemakan padi.
9) Dibuat. Dibuat adalah proses memanen padi. Biasanya dilakukan oleh
perempuan, dengan menggunakan etem atau ani-ani.
Selain daripada urutan dari proses huma, dikenal juga tujuh tingkatan
utama dalam menggarap ladang, yaitu:
1) Mencari lahan garapan. Dengan melaksanakan upacara narawas.
2) Menyiapkan lahan garapan, termasuk didalamnya nebang semak belukar
(nyacar), dengan melaksanakan upacara nukuh, nebang kayu (nuar),
memangkas ranting-ranting (nutuh), mengeringkan sisa ranting
11
(ngaganggang), membakar ualng sisa tebangan (ngaduruk), dan
penyiangan rumput-rumput (nyasap).
3) Tanam padi, dengan melaksanakan upacara ngaseuk pare.
4) Masa pemeliharaan tanaman (ngarawat huma), menyiangi pertama (ngored
munggaran), dengan melaksanakna upacara ngirab sawah, dengan
menyiangi tahap kedua ngored ngarambas dengan menyelenggarakan
upacara ngubaran pare.
5) Panen hasil (dibuat atau panen), dengan upacara mipit.
6) Menyimpan hasil (ngaleuitkeun pare).
7) Memberakan lahan.
12
Koneng Tangkai-tangkai dengan biji-biji padi matang
pada bagian-bagian ujungnya, tiap hari tiap
rangkaian itu berubah kuning
Beurat Sangga Tangakai-tangkai padi sudah merata masaknya,
namun padi belum masak betul, dibiarkan 3 hari
3 malam padi masak, mulai dapat dipanen, umur
padi kurang lebih 5 bulan
13
hancur menjadi lumpur atau disebut ngangler. Kemudian membuang
rumput dan kotorannya (ngacak) seklaigus meratakan (ngararata).
5) Tanam padi (tandur).
Penanaman padi biasanya dilakukan oleh para perempuan, baik kerabat
yang menolong maupun yang berburuh (ngabedug).
6) Menyiangi, pemberian pupuk dan pestisida.
Menyiangi dilakukan oleh wanita dengan cara mencabut rerumputan
menggunakan tangan.
7) Panen padi.
Sebelum memanen padi biasanya yang punya memasang sawen. Sawen
pada dasarnya adalah ciri atau tanda bahwa sawah itu akan dipanen.
Sawen biasanya berupa tali yang membentang sekeliling sawah yang akan
dipanen, maksudnya supaya jangan sampai salah panen kepada sawah
orang lain. Memotong padi biasanya dilakukan oleh perempuan memakai
etem (ani-ani). Tidak setiap padi yang ditanam di sawah dapat dipotong
menggunakan etem, jadi bisa juga menggunakan arit.
8) Penyimpanan padi di lumbung.
Padi yang sudah dipanen selanjutnya disimpan didalam sebuah ruangan.
14
digunakan pada saat proses ngored saat akan menanam padi dengan cara
ngahuma.
3) Etem atau Ani-ani
Bentuk dari etem itu lebih unik karena pada dasarnya terdiri dari tiga
bahan yaitu peso atau pisau nya, perah dan parungpung. Bentuk pisaunya
memanjang dan disetiap ujungnya ada tanduknya. Etem digunakan ketika
akan memanen padi.
4) Cangkul
Cangkul digunakan untuk mencangkul tanah di sawah ketika akan
mempersiapkan ladang untuk menanam padi. Cangkul ini sangat
diperlukan ketika proses penyiapan lahan sawah sebelum padi ditanam.
5) Wuluku
Wuluku merupakan alat yang digunakan untuk membuat tanah sawah
menjadi gembur. Penggunaan dari wuluku ini, biasanya memerlukan
tenaga bantuan dari kerbau untuk menariknya.
6) Caplak
Caplak merupakan alat yang digunakan pada saat setelah proses
mencangkul maupun menggenburkan tanah. Proses ini disebut ngangler
atau ngagaru yang merupakan proses meratakan pematangan sawah
dengan menggunakan caplak.
7) Arit
Arit merupakan alat potong yang agak melengkung, terbuat dari besi yang
tajam. Arit berfungi saat memanen padi, selain daripada etem, arit juga
dipakai untuk memotong padi yang telah siap panen.
8) Gebotan
Gebotan atau panggebot merupakan alat yang digunakan untuk menjadi
alas yang terbuat dari bilah bambu yang disatukan. Gebotan memiliki
fungsi untuk menjadi alas ketika akan merontokan bulir padi yang sudah
dipotong sebelumya. Cara merontokan padi tersebut dengan cara
memukulkan padi pada gebotan, dan bulir padi pun akan rontok.
9) Gasrok atau lalandakan
15
Gasrok atau lalandakan merupakan alat yang terbuat dari kayu atau besi
yang bagian bawahnya runcing. Alat ini memiliki fungsi hampir sama
dengan ngarambet, apabila ngarambet menyabuti rumput dengan tangan,
maka ngagasrok melindas rumput yang nantinya akan tercabut dengan
alat.
10) Bebegig
Bebegig merupakan orang-orangan sawah yang dibuat untuk menakut-
nakuti burung yang akan memakan padi. Bentuk bebegig dibuat
menyerupai petani.
11) Giribing
Giribing merupakan anyaman bambu yang menyerupai bilik. Fungsi dari
giribing ini digunakan sebagai alas untuk menjemur padi.
12) Lisung dan Halu
Lisung dan halu memiliki fungsi untuk menumbuk padi yang telah kering,
untuk kemudian hasilnya ditumbuk untuk membersihkan dan memisahkan
antara kulit padi dengan beras.
13) Nyiru
Nyiru merupakan alat yang terbuat dari anyaman bambu bagian kulit luar
berbentuk bulat dan ujungnya direkatkan dengan kayu. Funsi dari nyiru
atau nampan ini adalah untuk memisahkan kulit luar dan beras yang sudah
ditumbuk. (Asyari, 2016)
16
Sistem pengetahuan diperoleh manusia berdasarkan pengalaman
hidupnya yang kemudian diabstraksikan ke dalam konsep-konsep, teori-
teori, dan pendirian-pendirian, yang kesemuanya itu diwariskan dari nenek
moyang, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bukan hal yang
mengherankan bila di masa sekarang masih dijumpai pengetahuan-
pengetahuan yang diyakini telah ada sejak dulu dan tetap dipatuhi hingga
kini, seperti misalnya pengetahuan tentang tabu atau pantangan, serta
pengetahuan tentang pengobatan herbal.
Sistem pengetahuan berkaitan erat dengan seluruh kegiatan
manusia dalam kehidupan sehari-hari yang biasanya berasal dari
kebutuhan praktis seperti untuk berburu, bertani, berlayar, kesehatan,
perjalanan, berteman, dan lain sebagainya. Intinya, di dalam sistem
pengetahuan yang dimiliki setiap suku bangsa terkandung berbagai macam
pengetahuan tentang lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan
budaya, lingkungan dan kehidupan spiritual, tentang flora dan fauna, sifat-
sifat manusia, teknologi, dan lain-lain. Berbagai macam pengetahuan
tentang beragam hal ini tidak berkembang sendiri-sendiri, tetapi selalu
saling terkait. Dalam banyak hal, sistem pengetahuan sangat erat berkaitan
atau bersinggungan dengan sistem kepercayaan. Di samping sifatnya yang
universal, sistem pengetahuan juga pasti ditemukan dalam kebudayaan
dari bangsa-bangsa atau suku-suku bangsa yang hidupnya terpencil,
maupun pada bangsa-bangsa atau suku-suku bangsa yang sudah maju dan
modern (Suhandi, 1997: 160).
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, berikut ini akan
diketengahkan deskripsi tentang sistem pengetahuan yang dimiliki etnis
Sunda yang berhubungan dengan pengetahuan tentang alam, flora dan
fauna, zat-zat dan bahan mentah, tubuh manusia, kelakuan sesama
manusia, serta pengetahuan tentang ruang, waktu, dan bilangan, yang
berlangsung dalam rentang waktu di masa lalu, masa kini, dan masa yang
akan datang. (Z., 2011)
17
2.4.1 Pengetahuan tentang Alam
Pengetahuan tentang alam berkaitan dengan kebutuhan dan
pengalaman praktis dalam kehidupan sehari-hari seperti pengetahuan
tentang musim, angin, cuaca, hujan, dan lain sebagainya. Pengetahuan
tentang alam diperoleh dari pengalaman praktis dalam kehidupan sehari-
hari masyarakat suku bangsa Sunda. Petani suku bangsa Sunda akan
menghubungkan munculnya bintang wuluku dengan permulaan
mengerjakan sawah atau menanam padi, karena kemunculan bintang
wuluku menandakan awal musim penghujan. Lain halnya dengan
datangnya musim kemarau yang ditandai dengan terdengarnya suara
serangga yang dinamakan tonggeret.
18
2.4.3 Pengetahuan tentang Tubuh Manusia
Pengetahuan tentang tubuh manusia erat kaitannya dengan sistem
kepercayaan, seperti misalnya seseorang yang mata kirinya tiba-tiba
bergerak- gerak atau berkedip-kedip, disebut kekedutan, pertanda akan
mendapatkan kesedihan, karena kekedutan mata kiri berarti menangis;
sebaliknya, jika yang kekedutan atau kekenyeredan itu mata kanan, maka
itu merupakan pertanda seseorang akan mendapatkan kebahagiaan.
Apabila telapak tangan kiri seseorang mengalami kekedutan, itu menjadi
pertanda baik karena orang tersebut akan memperoleh rezeki atau
memperoleh uang, sebaliknya jika telapak tangan kanan yang kekedutan,
maka itu pertanda kurang baik karena akan kehilangan rezeki atau
kehilangan uang.
19
tatakrama berfungsi sebagai sistem pengendalian sosial untuk
mengefektifkan komunikasi antar-warga masyarakat, antar-individu
dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan
kelompok . Ketiga, tatakrama memiliki fungsi pendidikan dalam arti,
pengetahuan ini diterapkan dan diwariskan dari satu individu ke individu
lain, dari satu generasi ke generasi berikutnya (Rosyadi ed., 1995/1996:
70).
Tatakrama berlaku bagi semua orang tanpa mengenal batas usia.
Tatakrama diajarkan mulai dari lingkungan keluarga, sejak seseorang
masih kanak-kanak. Sejak kecil, anak-anak dididik untuk bersikap handap
asor, yakni sikap rendah hati, sopan, tidak sombong. Kebalikan dari sikap
handap asor adalah sikap adab lanyap, yakni sikap yang kelihatan sopan,
namun di dalamnya terkandung sikap sombong dan takabur. Anak-anak
juga diajari, jika menerima pemberian dari orang lain atau memberikan
sesuatu kepada orang lain, harus dengan panangan sae, yakni tangan
kanan, karena tangan kiri dipandang kurang baik atau kurang sopan.
Setelah menerima sesuatu, anak-anak juga dididik untuk selalu
mengucapkan nuhun yang berarti terima kasih.
Dengan sesama teman anak- anak tidak boleh bersikap nakal atau
harak ka batur (suka berkelahi), tidak boleh mencuri, jika bermain tidak
boleh jarambah (main terlalu jauh) dan kamalinaan (tidak tahu waktu).
Anak-anak juga dilarang makan sambil berdiri atau berjalan, ketika
mengunyah makanan tidak boleh berbunyi atau ceplak, ketika duduk
tidak boleh edeg atau mengoyang-goyangkan kaki. Jika berbicara dengan
orang yang lebih tua harus menggunakan bahasa halus, sedangkan jika
berbicara dengan sesama teman sebaya digunakan bahasa sedang dan tidak
baik jika menggunakan bahasa kasar.
Pada intinya, anak-anak diharapkan menjadi orang soleh yang taat
beribadah, bertingkah laku sopan, taat kepada orang tua, dan selalu
mendoakan orang tua, bersikap jujur, baik hati, tidak berbohong, rendah
hati. Dalam kehidupan pribadi, seseorang akan dikatakan sopan bila ia
20
besikap lembut, tidak sombong, berbicara dengan bahasa yang halus,
menghormati orang lain. Dalam lingkungan yang lebih luas di masyarakat,
kehidupan bersama yang aman tenteram diwujudkan dalam ungkapan
repeh rapih, silih asah, silih asih, silih asuh (Rosyadi ed., 1995/1996: 29-
31, 69-70).
Keseluruhan pengetahuan tentang tatakrama, pada dasarnya,
merupakan perwujudan kebudayaan yang dimiliki setiap individu sebagai
anggota masyarakat. Pengetahuan tentang tatakrama dapat hidup dan
berkembang atas dasar kebiasaan hidup bersama yang dalam
pelaksanaannya menyangkut nilai kebersamaan, sehingga tatakrama
menjadi milik bersama. Tatakrama menjadi tolok ukur bagi kelayakan
perilaku seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.
Pengetahuan tentang kehidupan bermasyarakat juga tertuang dalam
konsep gotong royong, yakni konsep tolong menolong dalam kehidupan
masyarakat yang berakar pada perasaan saling membutuhkan.
Koentjaraningrat (dalam Rosyadi ed., 1995/1996: 70) mengemukakan
bahwa sistem tolong-menolong itu merupakan suatu teknik pengerahan
tenaga yang berhubungan dengan pekerjaan yang tidak membutuhkan
keahlian. Dengan demikian, jiwa gotong-royong dan tolong-menolong
dapat diartikan sebagai perasaan rela membantu dan sikap saling
pengertian terhadap kebutuhan sesama warga masyarakat (Rosyadi ed.,
1995/1996: 70). Dalam sikap gotong-royong terkandung prinsip timbal
balik yang menjadi pola kehidupan masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa gotong royong
berfungsi untuk mempererat hubungan dan memupuk solidaritas
kebersamaan dalam mewujudkan kehidupan yang harmonis, untuk
memelihara hubungan baik di antara sesama warga masyarakat. Prinsip
timbal balik dan tolong-menolong dalam konsep gotong-royong biasanya
terwujud dalam aktivitas pertanian seperti ngahiras atau hirasan yang
berlaku dalam masyarakat Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, yang
21
bermakna tolong-menolong dalam aktivitas becocok tanam, maupun
bentuk-bentuk kepentingan bersama lainnya di antara kerabat dan teman.
Ada pula aktivitas derep, yakni aktivitas yang dilakukan orang-
orang yang tidak memiliki sawah dengan cara membantu memanen padi,
ia akan mendapatkan imbalan sebanyak sepersepuluh dari hasil padi yang
dituainya, jika ikut mengangkut hasil panen ke rumah pemilik sawah,
maka ia akan mendapat imbalan lebih besar lagi. Gotong-royong juga
tampak dalam sistem bagi hasil, saling memberi sumbangan dalam pesta
dan upacara, kunjung-mengunjungi, menengok tetangga yang mendapat
musibah, memberikan perhatian kepada sesama anggota masyarakat
(Rosyadi ed., 1995/1996: 70-71), dan banyak kegiatan lain yang
berhubungan dengan kehidupan bersama.
22
Gambar 2.1 Arah mata angin dalam bahasa Sunda.
23
Makna yang terkandung dalam tiap arah mata angin merupakan
satu kesatuan yang pasti yang tidak bisa dipertukarkan. Jika seseorang
lahir pada pasaran legi atau manis misalnya, maka warna yang paling
cocok untuknya adalah putih, logamnya perak, memiliki sifat ingin
mencukupi, dan pekerjaan yang tepat untuknya adalah petani. Demikian
pula yang berlaku bagi pasaran- pasaran lainnya.
Keempat arah mata angin dijaga dan dikuasai oleh makhluk gaib
yang disebut kala. Kala akan selalu berpindah tempat dengan mengikuti
arah jarum jam. Dalam banyak kegiatan, seperti bepergian atau pindah
rumah, orang akan selalu berusaha menghindar agar tidak bertemu atau
berhadapan dengan kala karena pertemuan dengan kala akan berarti
malapetaka, sial, atau mengalami hal- hal buruk. Pertemuan dengan kala
ini disebut mapag kala. Untuk menghindari kala, orang harus pergi ke arah
yang berlawanan dengan keberadaan kala. Keberadaan kala ditentukan
menurut perhitungan tertentu. Jika berdasarkan perhitungan, kala sedang
berada di utara misalnya, maka orang yang akan bepergian atau pindah
rumah ke arah utara, harus menunda kepergiannya di waktu dan hari yang
lain. Seandainya kepergiannya itu tidak mungkin ditunda, maka orang
tersebut harus pergi ke arah lain dahulu, baru kemudian menuju ke tempat
yang ditujunya. Hal seperti ini disebut miceun salasah yang
artinya mengelabui.
24
setiap hari kala itu akan berpindah tempat. Menurut perhitungan, tempat
kala berada adalah sebagai berikut.
1) Ketika masuk bulan Muharam, Safar, dan Rabiul awal kala berada
di sebelah timur lurus, artinya hari yang dilarang adalah Sabtu dan
Minggu.
2) Bulan Rabiul akhir, Jumadi Awal, Jumadi akhir, kala berada di
sebelah barat lurus dan barat miring, artinya hari yang dilarang
adalah Senin dan Selasa.
3) Bulan Rajab, Rewah, Puasa, kala berada di sebelah barat laut dan
timur, artinya hari yang dilarang adalah Rabo dan Kamis.
4) Bulan Syawal, Dulqaidah, Rayagung, kala berada di sebelah barat
daya, artinya hari yang dilarang adalah Jum'at.
Keberadaan kala itu menuntut atau memberi pengaruh agar
manusia dalam segala tindakannya sesuai dengan perhitungan kala.
Sehingga memberi hasil yang maksimal untuk mencapai
kebahagiaan lahir batin di samping untuk mencapai keseimbangan tujuan
yang dikehendaki. Dengan demikian, masyarakat Sunda akan mengetahui
kapan saat yang tepat untuk mengolah sawah atau menanam padi.
membangun rumah, menentukan hari pemikahan, memberikan nama
kepada bayi yang baru lahir, untuk mencari barang yang hilang, dan untuk
menentukan watak manusia baik berkaitan dengan nama maupun
dari tipologi manusia itu sendiri. Selain itu juga mengetahui arah mana
yang membawa keberuntungan dan malapetaka sesuai dengan perhitungan
naktu dari kelahiran, nama orang dan tempat tinggal. Demikian pula
mengenai tumbal-tumbal serta doa penolak bala dan doa keselamatan.[2]
25
baik pula. Untuk mendapatkan hasil yang baik yang akan memberikan
keberuntungan, kebahagiaan, dan kepuasan, seseorang yang akan
melakukan suatu pekerjaan atau aktivitas, harus mencari hari baik yang
bisa ditentukan berdasarkan perhitungan tertentu. Perhitungan untuk
menentukan hari baik bertumpu pada unsur-unsur hari, pasaran, bulan,
tahun, dan nilai dari masing-masing unsur yang disebut naktu. Dalam
menghitung hari baik ini digunakan alat yang disebut kolenjer, tunduk,
sastra (digunakan masyarakat Baduy, Banten) (Suhandi, 1997: 186).
26
Selain penjelasan dari madhab yang terdapat pada mata angin,
masyarakat suku Sunda juga memiliki nama-nama tertentu dari setiap
nama-nama bulan pada kalender masehi, hasil penjumlahan weton pada
setiap tanggal, juga penamaan waktu setiap satu hari atau dalam 24 jam.
Penjelasan tersebut terdapat pada gambar di bawah ini. (ADH, 2021)
27
Gambar 2.7 Penyebutan waktu di setiap jam.
28
3) Paninggal, akhirnya akan ditemukan kembali.
4) Pangrungu, lama-kelamaan akan mendapat kabar.
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Suku Sunda merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Jawa.
Suku Sunda memiliki karakteristik yang unik yang membedakannya
dengan masyarakat suku lain. Karakteristik tersebut tercermin dari
kebudayaan yang dimilikinya baik dari segi agama, bahasa, kesenian, adat
istiadat, mata pencaharian, dan lain sebagainya. Kebudayaan yang dimiliki
suku Sunda ini menjadi salah satu kekayaan yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia yang perlu tetap dijaga kelestariannya.
Dalam masyarakat sunda mengenal beberapa mata pencaharian,
diantaranya pahuma, panyawah, panggerek, panyadap, dan padagang. Lalu
seiring dengan perkembangan masyarakat Sunda, lahan yang dahulu
dipergunakan sebagai lahan pertanian, semakin menyempit dikarenakan
beberapa fakor, diantanya pertumbuhan masyarakat yang semakin banyak,
perkembangan industri yang semakin memakan lahan dari petani, serta
kebijakan pemerintah yang turut andil dalam perkembangan pertanian
masyarakat Sunda. Kemudian, dalam menjalankan setiap kegiatan
pertanian, masyarakat sunda tidak telepas dari berbagai macam alat-alat
pertanian tradisional yang dipergunakan dan juga tradisi yang menyelimuti
setiap proses yang dilakukan dalam pertanian.
Selain itu masyarakat suku Sunda juga mengenal sistem ilmu
pengetahuan, diantaranya adalah pengetahuan tentang alam, pengetahuan
tentang flora dan fauna, pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan
tentang kelakuan sesama manusia, pengetahuan tentang ruang, waktu, dan
bilangan, pengetahuan tentang ramalan, juga pengetahuan lainnya.
Dengan adanya pembuatan makalah suku Sunda ini diharapkan
dapat lebih mengetahui lebih jauh mengenai kebudayaan suku Sunda dan
dapat menambah wawasan serta pengetahuan yang pada kelanjutannya
dapat bermanfaat dalam dunia kependidikan.
30
DAFTAR PUSTAKA
ADH. (2021). Nama-nama Waktu dalam Bahasa Sunda. Retrieved November 14,
2023, from Guru Sumedang:
https://www.gurusumedang.com/2021/09/nama-nama-waktu-dalam-
bahasa-sunda.html?m=1#google_vignette
31