DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
ii
iii
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
iv
v
Disetujui oleh
Diketahui
Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus:
vi
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Pusat Teknologi Farmasi dan Biomedika (PTFM) adalah salah satu unit
kerja di dalam lingkup Deputi Bidang Agroindustri dan Bioteknologi Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Tugas dari PTFM adalah melakukan
inovasi dan pelayanan di bidang teknologi farmasi dan medika. Pelaksanaan tugas
ini diarahkan untuk mendorong kemandirian daya saing industri farmasi nasional,
termasuk industri herbal dan kosmetik (PTFM 2016).
Di antara fungsi PTFM adalah sebagai adalah melaksanaan pengkajian dan
penerapan di bidang teknologi produksi bahan baku farmasi, melaksanaan
pengkajian dan penerapan di bidang teknologi formula dan sediaan farmasi,
melaksanaan pengkajian dan penerapan di bidang teknologi rekayasa biomedika,
menyiapan bahan rumusan kebijakan teknologi farmasi dan medika, dan
melaksanaan perencanaan, monitoring, evaluasi program dan anggaran di
lingkungan PTFM (PTFM 2016).
Sejarah Institusi
Organisasi Institusi
Fasilitas
Beberapa mitra kerja dari PTFM adalah PT. Indofarma, Tbk., PT Kimia
Farma, Biofarma, PT. SOHO Industri Pharmasi, DeltoMed, PT. Martina Berto,
Tbk
5
(Martha Tilaar Group), Phapros, dan Jamu jago (PTFM 2018). BPPT-PTFM
memiliki beberapa inovasi. Inovasi-inovasi tersebut diantaranya adalah inovasi
teknologi garam farmasi dan garam industry (PTFM 2016), inovasi teknologi
produksi sediaan obat herbal terstandar penurun asam urat (PTFM 2017), dan
inovasi teknologi produksi nanopartikel bahan aktif farmasi, kosmetika, dan
antiacne (PTFM 2017).
Inovasi teknologi garam farmasi dan garam industri dari garam rakyat.
BPPT bekerja sama dengan PT Kimia Farma (Persero) Tbk untuk mendirikan
pabrik garam farmasi dengan kapasitas 2000 ton/tahun di PT Kimia Farma Plant
Watudakon Mojokerto. BPPT juga bekerjasama dengan pabrik Groundbreaking
yang merupakan pabrik garam farmasi dengan kapasitas garam 4000 ton/tahun.
BPPT juga bekerja sama dengan PT Garam (persero) dalam perencanaan pendirian
2 pabrik garam industri kapasitas 2 ton/jam dan 10 ton/jam di Sampang Madura
(PTFM 2016).
Inovasi teknologi produksi sediaan obat herbal terstandar penurun asam
urat yang dilakukan BPPT bekerja sama dengan Jamu Jago (PTFM 2017). Inovasi
teknologi produksi nanopartikel bahan aktif farmasi, kosmetika, dan antiacne yang
dilakukan BPPT bekerja sama dengan PT Mustika Ratu mengembangkan produk
dari ekstrak pegagan dan mangosteen yang menghambat pertumbuhan bakteri dan
memiliki aktivitas antioksidan sehingga efektif untuk mengobati jerawat (PTFM
2017).
Layanan
Lokasi Institusi
TINJAUAN PUSTAKA
Adjuvant Aluminium Hidroksida
Alhydrogel®
Uji Toksisitas
MTT Assay
metode yang umum digunakan untuk uji sitotoksisitas dan viablilitas sel (Bahi et
al. 2016). Panjang gelombang yang digunakan adalah 570-590 nm (Nastiti et al.
2015).
Sel hidup dapat mereduksi garam tetrazolium karena adanya enzim
dehidrogenase pada mitokondria. Enzim ini akan mereduksi senyawa tetrazolium
menjadi formazan akibat pemutusan cincin pada struktur tetrazolium. Hal ini
mengakibatkan perubahan warna dari kuning menjadi ungu dan membentuk kristal
formazan yang tidak larut air. Intensitas warna ungu yang terbentuk berkolerasi
langsung dengan jumlah sel yang hidup (Dona et al. 2016).
Sel RAW264.7
METODE
untuk uji MTT assay adalah pipet volume (Gilson), pipet serologis, tube 15 mL,
botol T-flask 25 mL dan 75 mL, autoklaf, Eppendorf, mikroskop, sentrifus, water
bath microplate, pipet serologi, mikropipet, pipet volume (Gilson),
haemocytometer, tally counter, dan ELISA reader.
Bahan yang digunakan adalah untuk produksi adjuvant adalah air reverse
osmotic (RO), NaOH, AlCl3.6H2O, dan kalium fosfat monobasal. Bahan yang
digunakan untuk pembuatan media dan PBS 1x adalah media basal RPMI
(Roswell Park Memorial Institute), serum FBS (Fetal Bovine Serum), antibiotik
PenStrep (Penicillin Streptomycin), NaCl, KCl, Na2HPO4, KH2PO4, dan air steril.
Bahan yang digunakan untuk penumbuhan sel RAW264.7 dan uji MTT assay
adalah media kompleks RPMI, PBS (Phosphate Buffer Saline) 1x, sel RAW264.7,
tripsin, trypan blue, reagen MTT (Microtetrazolium), SDS (Sodium Dodeccyl
Sulfate) 10%, adjuvant Al(OH)3 produksi, dan Alhydrogel®komersial.
Prosedur
Pembuatan Larutan
Dapar Fosfat pH 6.8. Larutan stok kalium fosfat monobasal dicampur
dengan larutan stok NaOH 0.2 M. Kemudian pH diadjust dan diukur dengan pH
meter hingga pH mencapai 6.8 dengan menambah larutan kalium fosfat monobasal
atau NaOH 0.2 M (Gozali et al. 2014).
RPMI FBS 10%. Media RPMI FBS 10% digunakan sebagai media
pertumbuhan sel. Sebanyak 500 mL media RPMI FBS 10% dibuat dari campuran
1% pen strep, 10% serum FBS, dan 89% media basal RPMI (Bahi et al. 2016).
PBS. Sebanyak 81.8 g NaCl, 20.1 g KCl, 14.2 g Na 2HPO4, dan 2.45 g
KH2PO4 dimasukan ke dalam botol 1 L, lalu ditambahkan air steril sebanyak 1 L.
PBS disimpan sebagai stok. Kemudian, sebanyak 50 mL PBS stok diambil dan
ditambahkan dengan 450 mL air steril lalu di autoklaf atau difilter dengan syringe
0.45 µm dalam laminar air flow (Alvianti et al. 2012).
selama 1 malam, gel Al(OH)3 yang terbentuk dipisahkan dari larutan garam
dengan menggunakan pipet serologis untuk pengambilan larutan garam.
Kemudian, gel ditambahkan dengan dapar fosfat pH 6.8 dengan perbandingan
Al(OH)3 : dapar fosfat sama dengan 1 : 1. Suspensi Al(OH)3 kembali didiamkan
selama 2 hari, kemudian dicuci kembali dengan dapar fosfat. Setelah itu
pencucian dilakukan sehari sekali. Hasil pencucian kemudian disimpan sebagai
stok (Mardliyati et al. 2017).
Perhitungan Rendemen Al(OH)3. Sebanyak 4 Eppendorf ditimbang.
Kemudian sebanyak 1 mL Al(OH)3 masing-masing dimasukan ke dalam
Eppendorf yang berbeda dan ditimbang hingga beratnya mencapai 1 gram. Setelah
itu, Al(OH)3 disentrifus dengan kecepatan 10000 rpm 25°C selama 15 menit.
Supernatan dibuang dan sisa larutan diseka dengan tissue. Lalu, endapan Al(OH)3
ditimbang kembali sebagai berat pellet. Setelah itu, endapan difreeze drying
hingga membentuk serbuk kemudian ditimbang kembali (Shah et al. 2013).
Subkultur/Pasase
Media pada T-flask dibuang kemudian dicuci dengan PBS sekitar 3 mL.
PBS dibuang, lalu ditambahkan 1.5 mL tripsin. Kemudian tripsin diratakan ke
seluruh permukaan T-flask (perlakuan ini tidak boleh berlangsung lama) dan
dibuang. Sebanyak 3 mL PBS ditambahkan lalu diinkubasi pada suhu 37ºC selama
3 menit. T-flask ditapping. Sel yang telah didetach bersama PBS dimasukan ke
dalam tube 15 mL kemudian disentrifus dengan kecepatan 1200 rpm 25ºC selama
5 menit. Supernatan dibuang dan ditambahkan 5 mL media. Tube didisperse
dengan mikropipet kemudian sebanyak 1 mL campuran sel dan media dipindah ke
dalam T-flask 75 mL yang sebelumnya telah diisi dengan 15 mL media dan T-
flask 25 mL yang sebelumnya telah diisi dengan 5 mL media (Freshney 2005).
Penggantian Media
Media dalam T-flask dibuang lalu dicuci dengan PBS. Kemudian
ditambahkan media RPMI FBS 10% sebanyak 15 mL lalu diinkubasi pada suhu
37ºC (Fernanda et al. 2010).
tube dan di sentrifus 12000 rpm 25ºC selama 5 menit. Supernatan dibuang lalu
ditambahkan 5 mL media RPMI FBS 10% agar sel terdispersi. Sel dihitung dengan
menggunakan hemocytometer. Sebanyak 1 mL sel dimasukkan ke dalam
Eppendorf sebagai stok. Kemudian sel diencerkan 5 kali dengan trypan blue lalu
dihomogenisasi. Sel diteteskan pada hemocytometer dan diamati dibawah
mikroskop. Sel pada tiap kuadran dihitung lalu jumlah sel didapatkan dengan
perhitungan (1). Untuk memenuhi kebutuhan sel sebanyak 1,5 x 10 4sel/well, stok
sel diencerkan dengan media RPMI FBS 10% dengan memenuhi perhitungan (2).
Sebanyak 100 µl sel dimasukkan ke dalam well pada microplate. Sel diamati di
bawah mikroskop lalu diinkubasi dalam inkubator selama 1 hari (Bahi et al. 2016,
Freshney 2005).
Jumlah sel = n (jumlah sel) x Df (faktor delusi) x 2500 (1)
Volume sel stok (ml) = Kebutuhan sel yang digunakan (sel) (2) Jumlah sel yang
diperoleh (sel/ml)
HASIL
Rendemen Al(OH)3
1 1.0133 1.0182 0.2424 0.0145 1.4240817 2 1.0139 0.2430 0.0142 1.3899765 4 1.0124 1.0204 0.1906
1.0182 0.2129 0.0145 1.4240817 3 1.0130 1.0216 0.0135 1.3230106
Perkembangan Sel RAW264.7 1.390 ± 0.048
dipermukaan T-flask.
Foto sebelum
penggantian media
H1 (H1 Seeding)
Media
Setelah penggantian
media
H3 Pasase 1 H7 Pasase 2
PEMBAHASAN
Kemudian sel dibagi dan ditumbuhkan lagi pada media baru. Proses ini perlu
dilakukan dengan cepat karena aktivitas proteolitik dari tripsin dapat merusak sel
dengan cara membelah permukaan reseptor faktor pertumbuhan sel atau membran
protein (Huang et al. 2010). Sel yang telah dipasase beberapa kali akan semakin
hommogen dan stabil serta memiliki kemampuan beradaptasi yang baik terhadap
lingkungan in vitro (Kaiin dan Djuwita 2016)
Toksisitas Al(OH)3
Uji MTT assay digunakan dalam uji sitotoksisitas. Uji ini didasarkan pada
kemampuan sel untuk mereduksi garam tetrazolium (3-(4,5-dimethyl thiazol-2-yl)-
2,5-diphenyltetrazolium bromide) yang kemudian akan membentuk kristal
formazan yang berwarna violet. Kristal yang terbentuk tidak dapat larut dalam air.
Warna violet yang terbentuk disebabkan oleh reduksi sel secara metabolik oleh
enzim dehidrogenase yang kemudian membentuk NADH atau NADPH. Warna
yang terbentuk ini kemudian diukur absorbansinya menggunakan ELISA reader.
Nilai absorbansi yang dihasilkan menunjukkan viabilitas sel. Nilai absorbasi
sampel yang lebih kecil dari absorbansi kontrol menunjukkan sel mengalami
reduksi dan memiliki kemampuan proliferasi yang rendah dan sebaliknya, jika
absorbansinya tinggi maka kemampuan proliferasi sel tinggi. Proliferasi sel yang
sangat tinggi mengakibatkan perubahan morfologi sel sehingga sel akan mati (Bahi
et al. 2016).
Jumlah sel yang diinginkan pada uji MTT assay ini adalah 1,5 x
4
10 sel/well. Perhitungan sel menggunakan trypan blue assay yang menggunakan
zat pewarna trypan blue. Prinsip dari metode ini adalah sel normal memiliki
membran sel yang utuh sehingga dapat menahan zat asing berupa pewarna seperti
trypan blue. Kemudian suspense sel yang telah diberi pewarna diamati dibawah
mikroskop (Bahi et al. 2016). Perhitungan sel ini bertujuan menentukan jumlah
sel yang akan diuji dalam MTT assay.
Sel ditumbuhkan pada media RPMI yang diberi tambahan FBS dan
antibiotik seperti penicillin dan streptomycin kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC
(Fernanda et al. 2010). Setelah diinkubasi, sel ditambahkan dengan reagen MTT
kemudian kembali diinkubasi hingga terbentuk kristal formazan yang berwarna
ungu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 570 nm. Hasil absorbansi ini
menunjukan nilai OD yang selanjutnya dianalisis menggunakan program
Graphpad software PRISM (Bahi et al. 2016).
Uji MTT assay dilakukan dengan mengukur Optical Density (OD)
sehingga diperoleh data absorbansi sampel (Bahi et al. 2016). Merujuk Tabel 3
dan menunjukkan data bahwa alum standar/komersial lebih toksik daripada alum
yang diproduksi oleh BPPT yang ditandai dengan kematian sel. Perbedaan
signifikan ditunjukkan oleh data 0.25%. Hasil OD yang diperoleh ditunjukkan
oleh Tabel 3. Konsentrasi Al(OH)3 0.00% adalah kontrol dengan tidak diberi
perlakuan penambahan adjuvant Al(OH)3, tetapi diberi perlakuan media. Sampel
dengan perlakuan 0% Al(OH)3 menunjukan hasil OD yang tinggi. Hal ini berarti
masih banyak sel RAW264.7 yang hidup. Sampel adjuvant standar atau
Alhydrogel® komersial memiliki OD yang lebih rendah dari sampel Al(OH) 3
produksi.
Semakin besar intensitas warna ungu maka semakin tinggi nilai
absorbansinya dan jumlah sel yang hidup semakin banyak. Hal ini disebabkan sel
17
yang hidup masih aktif melakukan metabolisme garam tetrazolium menjadi kristal
formazan (Dona et al. 2016). Kemudian data OD tersebut dikonversi ke dalam
bentuk persen sehingga diperoleh data viabilitas atau kehidupan sel (Nastiti et al.
2015).
Hasil viabilitas ditunjukkan oleh Tabel 4. Viabilitas sel RAW264.7 pada
konsentrasi Al(OH)3 0% menunjukkan hasil 100%. Hal ini berarti konsentrasi
Al(OH)3 0% sebagai kontrol menunjukkan hasil sel masih hidup atau tidak mati.
Hasil viabilitas sel pada sampel adjuvant Al(OH)3 standar memperoleh nilai yang
lebih kecil daripada Al(OH)3 hasil produksi. Hal ini menunjukkan bahwa Al(OH) 3
standar lebih toksik dibandingkan Al(OH)3 produksi. Hal ini dapat disebabkan
karena adanya kandungan zat lain pada Al(OH)3 komersial. Hasil perbandingan
OD dan viabilitas sel RAW264.7 yang diberi Al(OH)3 produksi dan Al(OH)3
komersial terdapat pada Lampiran 13 dan 14 yang menunjukkan gambar grafik
OD dan viabilitas sel. Kadar toksik tersebut berbeda nyata pada data konsentrasi
0.25%
Menurut Eidi et al. (2015) suatu sampel dikategorikan non-
toksik jika viabilitas sel > 90%, sedikit toksik jika
viabilitas sel 65-90%, toksik jika viabilitas sel 35-65%,
dan sangat toksik jika viabilitas sel ≤ 35%. Hasil viabilitas
sel yang terdapat pada Tabel 4 menunjukkan bahwa sampel
Al(OH)3 produksi dikategorikan toksik pada konsentrasi 0.125%, 0.25%, dan 1%.
Sampel Al(OH)3 produksi dikategorikan sangat toksik pada konsentrasi 0.5%.
Standar Al(OH)3 atau Al(OH)3 komersial memiliki viabilitas sel dibawah 35% pada
semua konsentrasi. Hal ini menunjukkan bahwa Al(OH)3 komersial yang
digunakan sebagai standar termasuk kategori sangat toksik. Grafik rentang
toksisitas Al(OH)3 sebagai adjuvant terdapat pada Lampiran 12. Parameter yang
digunakan dalam uji toksisitas ini adalah nilai LD 50 yang menunjukkan dosis atau
konsenrasi sampel yang dapat membunuh 50% populasi, akan tetapi dari hasil
yang diperoleh nilai LD50 tidak dapat dicari dengan rentang konsentrasi yang
kecil, yaitu 5 variasi konsentrasi 0%, 1%, 0.5%, 0.25%, dan 0.125% pada Praktik
Lapangan ini (Khairan et al. 2016).
Simpulan
Saran
is
gr
S
.
ip
a
L
26
Mikroskop
Produksi Adjuvant
Al(OH)3
Perhitungan Rendemen
AlCl3.6H2O
M = 3.6 mg/mL
Bobot AlCl3
3.6 mg AlCl3.6H2O = m
1 mL H2O 1 L H2O
m = 3.6 gram
NaOH 0.04 M
M = 0.04 M Mr = 40 gr/mol V = 1 L
M = n/V
n = m/Mr
m = M x V x Mr
= 0.04 x 1 x 40
= 1.6 gram
NaOH 0.2 M
M = 0.2 M Mr = 40 gr/mol V = 1 L
m = M x V x Mr
= 0.2 x 1 x 40
= 8 gram
Ulangan 1
%R = 0.0145 x 100% = 1.4240817%
1.0182
Ulangan 2
%R = 0.0145x 100% = 1.4240817%
1.0182
Ulangan 3
%R = 0.0142 x 100% = 1.3899765%
1.0216
28
Ulangan 4
%R = 0.0135 x 100% = 1.3230106%
1.0204
Reagen A = 3000 µL
Reagen B = 3000/50 = 60 µL
0.700
y = 0.0004x + 0.0284
is
a
0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0 200 400 600 800 1000 1200 1400
b
r
1600 Konsentrasi (ppm)
0.000
o
R² = 0.9876
29
Y = Absorbansi
X = Konsentrasi protein tak teradsorpsi
30
Alhydrogel®
Lampiran 10. Raw Data MTT Assay
Perhitungan Sel
Perhitungan
Perhitungan
1. Al(OH)3 standar komersial (2%)
800 µL x 1% = 2% x V
V = 400 µL Al(OH)3
~ + 400 µL media
31
al. 2015)
Lampiran 13. Grafik Optical Density (OD) Al(OH)3 Produksi dan Standar
34