Anda di halaman 1dari 14

Panas terasa menyengat di geladak KRI Teluk Amboina, satu persatu prajurit berbaris antri untuk

mengambil senjata yang selama 14 hari pelayaran digudangkan. Tampak sedikit karat pada Senapan
Serbu buatan Pindad tersebut akibat paparan angin laut.Prajurit Dua Teguh Prabowo mengambil
senjata miliknya lalu segera mencari tempat yang agak lapang diatas geladak untuk membersihkan
senjatanya agar siap digunakan untuk bertempur.

Dari atas geladak, sambil melantak laras senapannya, Teguh memperhatikan warung nasi yang
berjajar dengan spanduk masing-masing. “Keude Bang Sulaiman” tampak mencolok diantara yang
lain dengan spanduk berwarna kuning.

Bukan cita-citanya menjadi prajurit, namun sensasi menembak dan membunuh sepertinya akan
menjadi pengalaman yang tidak semua orang akan merasakannya. Apalagi ini legal. Karena yang
dihabisi memang musuh negara. Dan tidak apa menjadi prajurit dengan pangkat terendah, toh di
medan pertempuran tamtama yang berada di garis depan. Dan itu yang dicari.

Selesai membersihkan senjata dan menyiapkan 3 magasen munisi, tepat tanggal 13 Februari 2002
pukul 11.15 WIB Prajurit Dua Teguh Prabowo menginjakan kaki di Pelabuhan Krueng Geukuh
Lhokseumawe. Pelabuhan Kolinlamil milik Angkatan Laut yang digunakan selama Operasi Militer di
Aceh.

Terik matahari membuat badan bercucuran keringat, haus tidak tertahankan Teguh bergegas
menuju Keude Bang Sulaiman.

“Guh, mau kemana kamu?” Kopral Duseng berteriak

“Ijin Bang, ayo kita ke warung. Haus Bang.” Jawab Teguh

“Oke, abang ikut. Lapar juga aku Guh, makan di kapal nasinya cuma sekepal pakai telor granat terus
setiap hari.” Kopral Duseng mengikuti langkah Teguh

Setibanya di Keude Bang Sulaiman nampak meja kayu berderet rapih. Dimasing-masing meja
nampak teko air dan baskom kecil.

Teguh yang sangat kehausan langsung mengambil teko dan menenggaknya langsung. Glek glek glek.
Kopral Duseng melongo sambil menahan senyum.

Belum selesai minum, tiba-tiba dari dalam berlari seorang gadis sambil berteriak “abang, abang itu
bukan air minum!” teriaknya

“Hah”. Teguh hampir keselek berhenti minum

“Hahahahahaha” Kopral Duseng tertawa ngakak

“Itu air kobokan Guh” Kata Kopral Duseng

“Iya abang, itu air mentah buat cuci tangan, sakit perut abang nanti.” Tambah si Gadis

“Ga apa apa Guh, waktu abang tahun 2000 kesini juga minum air kobokan. Tapi ga apa apa kok.
Sehat. Hahaha” Kopral Duseng masih tertawa

Tinggallah Teguh terduduk sambil nyengir, hausnya hilang tapi malunya datang.

“Aduh abang, ko ga bilangin saya sih. Dikira dimana-mana sama, teko ya buat air minum.” Gumam
Teguh sambil nyengir
“Abang sih terburu-buru. Hati-hati Abang, sekarang abang-abang mau minum apa? Ada Teh Manis,
Es Jeruk, Extra Joss susu, Kuku Bima dingin atau Krating Daeng? Nanti Mita buatkan” tawar gadis itu

Gadis itu bernama Mita, anak kedua Bang Sulaiman yang sehari-hari membantu ibunya berjualan di
Keude.

“Kalau Extra Joss pakai susu enak gitu?” tanya Teguh

“Nah biar abang paham rasanya, Mita buatkan yah.” Mita sungguh ramah dan lincah ditambah
wajah khas melayu dan senyum manisnya membuat Teguh merasa nyaman di warung nasi Bang
Sulaiman.

Dengan lahap Teguh bersama Kopral Duseng menikmati ikan bandeng tumis, masakan ikan berkuah
khas Aceh.

Malam suara tembakan

Upacara penyambutan dilanjut lajuran di hadang teguh mengejar

Tiba di Tangse

Pengumuman darurat militer

Pos di serang

Gerak ke Jimjim jumpa calon

Di rekrut

Target 1

Target 2

Kisah ini terjadi, setelah Presiden Republik Indonesia saat itu mengumumkan status Darurat Militer
di suatu daerah konflik di Indonesia.
Dua Minggu, sebelum pengumuman darurat militer.

Tersebutlah seorang prajurit muda yang baru lulus pendidikan, diberangkatkan ke daerah konflik
tersebut dengan semangat masih menggebu, jiwa muda yang bergelora, membulatkan tekad
berjuang bersama tentara, bertempur sekuat tenaga menghancurkan musuh negara

Sama seperti prajurit lainnya, tugas mereka adalah menumpas gerakan separatis dengan
menghilangkan sebanyak mungkin para Kombatan dan merebut senjata dari mereka.

Setelah diumumkan status darurat militer, terjadi perlawanan sengit dari kelompok separatis,
hampir setiap hari terjadi kontak tembak.

Dan seperti yang kita semua ketahui, dalam setiap konflik bersenjata yang menjadi korban terbanyak
adalah masyarakat sipil.

Karena itu mari semua kita berdoa, semoga konflik bersenjata ini tidak akan pernah terjadi lagi di
bumi Indonesia.

Untuk menghindari korban di pihak sipil, akhirnya tentara memutuskan menghindari kontak tembak
di wilayah pemukiman penduduk. Dan membentuk pos pos keamanan di perkampungan.

Sementara banyak Kombatan dari kelompok separatis berkeliaran di perkotaan. Informasi intelijen
sudah membuat profil identitas dan kegiatan mereka.

Salah satu komandan kesatuan, akhirnya membentuk tim khusus untuk menumpas Kombatan
separatis yang berkeliaran di perkotaan, di pasar, di warung kopi, di rumah makan memeras para
kepala instansi dan saudagar kaya.

Dipilihlah beberapa prajurit untuk tugas itu, termasuk si prajurit muda.

Ada keahlian khusus yang dimiliki prajurit muda tersebut, kemampuan yang dimiliki sejak masih
berstatus masyarakat sipil dan diasah ketika menjalani pendidikan militer.

Si prajurit muda lebih suka bertempur dengan pisau dibandingkan senapan.

Bersama beberapa rekannya, mereka akan meyakinkan identitas musuh, mengintai lawannya
berhari-hari dan ketika didapat waktu serta kesempatan yang tepat dan yakin bahwa itu adalah
Kombatan separatis maka lawan dieksekusi dengan cepat, tanpa letusan senjata, tanpa mengganggu
ketenangan warga, cukup dengan sebilah pisau sangkur.
Menghilangkan nyawa lawan dalam hitungan menit, lalu kabur meninggalkan lawan dalam keadaan
sekarat.

Ada satu ciri khas apabila prajurit muda itu yang mengeksekusi lawan. Cukup dua luka efektif, satu
Luka sayatan di leher dan satu luka tusukan di dada.

Lawan akan mati dalam keadaan sesak nafas karena darah masuk ke tenggorokan menutup jalan
nafas.

Sudah banyak lawan yang dieksekusi dengan cara demikian,

akhirnya berbulan-bulan setelah diberlakukan status darurat militer perlawanan gerakan separatis
mereda.

Mereka mundur ke hutan. Dan tentara menambah pos-pos keamanan di di wilayah berpenduduk.

Tim itupun bubar, mereka tersebar bergabung dengan pos-pos keamanan dan tugas mereka
selanjutnya adalah pembinaan teritorial.

Menarik simpati masyarakat agar tidak mendukung gerakan separatis. Sedangkan pengejaran musuh
dihutan, diserahkan ke pasukan Raider.

Sampai suatu hari si prajurit muda bersama beberapa rekannya bertandang ke rumah Kepala
Kampung. Rumahnya paling besar di kampung itu, karena selain kepala kampung beliau juga seorang
pengusaha tambak udang.

Mereka dijamu diruang tamu, Bapak dan Ibu kepala kampung berbincang bersama mereka.

Setelah ngobrol kesana kemari,

Salah seorang rekan prajurit muda bertanya kepada Bapak Kepala Kampung,

"Anak Bapa sudah besar ya Pa. Berapa orang punya anak Pa?" tanya nya

Mendapat pertanyaan itu Bapak Kepala Kampung malah diam

Ibu kepala kampung yang jawab

"Punya anak satu satunya, laki laki. Sudah meninggal"

Kami terdiam (pertanyaan yang salah)

Ketika kami semua terdiam datang seorang wanita berkerudung membawakan kopi untuk kami.

Dibelakangnya seorang gadis kecil mengikuti sambil memegang rok panjang si wanita.
Sungguh manis senyum gadis kecil itu, umurnya sekitar 4 tahunan. Sepantaran anak TK.

Bapak Kepala Kampung berkata

"Ini anak mantu kami, sekarang tinggal bersama kami. Biar kami bisa rawat juga cucu kami." Katanya

"Kami juga sudah bilang sama si cut ini, kalau mau berumah tangga lagi, ya silakan. Kalau bisa bawa
nanti suaminya disini. Biar rumah kami tidak sepi." Ibu kepala kampung menambahkan

Sungguh dua orang tua yang baik hati

Karena Bapak Kepala Kampung mau bercerita, salah seorang kawan prajurit muda bertanya lagi

"Meninggal sakit apa Bu?" Tanyanya

Bapak kepala kampung yang menjawab

"Itulah anak kami ini, dia punya pendirian lain sama kita" katanya

"Diajak kawan kawannya, maulah ikut dia."

Kami sudah paham, anak Bapak Kepala Kampung rupanya ikut kelompok separatis

Bapak kepala kampung melanjutkan ceritanya

"Dia meninggal ditusuk orang. Entah sama kawannya sendiri entah sama siapa. Diakan diangkat jadi
Panglima Sagoe. Mungkin banyak juga kawannya yang tidak suka"

Mendengar kata-kata ditusuk

Prajurit muda jadi bertanya

"Meninggal dimana Pa?" Katanya

Meninggal di ... (Menyebutkan nama pasar di daerah utara) samping Keude si fulan... (Menyebutkan
nama warung) mau maghrib hari Kamis, 20 November"

Deug

Sang prajurit muda terkejut mendengar jawaban Bapak Kepala Kampung.

Jangan jangan
Anaknya Bapa Kepala Kampung...

Prajurit muda terdiam

Tak sanggup berkata lagi

Banyak sudah yang dilenyapkan olehnya

Tapi

Yang ini lain

Yang lain tidak kenal, tapi yang ini setelah tau betapa baik orang tuanya

Betapa manis senyum anak gadis kecilnya

Ko timbul perasaan berdebar

Mengapa timbul perasaan bersalah

Mengapa timbul perasaan takut

Mengapa timbul perasaan tidak karuan

Sampai mereka pamit pulang, sang prajurit muda tak pernah berkata lagi.

Bingkisan lemang dan timpan dari Bapak Kepala Kampung dipandanginya sepanjang jalan.

Itu ayah bundanya orang yang aku bunuh

Itu jandanya orang yang aku bunuh

Itu anak gadis kecilnya orang yang aku bunuh

Itu keluarga yang aku rampas kebahagiaan nya

Itu keluarga yang aku buat sedih

Itu wanita yang aku buat menderita

Itu anak kecil yang aku buat menjadi yatim

Mengapa perasaan ini datang

Sebelumnya aku tak pernah peduli

Kata sang prajurit muda

Berhari-hari berminggu-minggu
Ia memikirkan itu

Dia selalu menolak jika diajak ke rumah kepala kampung

Luka sayatan di leher, luka tusukan di dada

Luka sayatan di leher, luka tusukan di dada

Membayangi terus dimalam malam sunyinya

Ini karena perintah

Ini karena tugas

Ini untuk negara

(3kali)

Beratus kali diucapkan

Tidak membuat perasaan bersalah itu hilang

Tidak membuat perasaan takut itu hilang

Tidak membuat perasaan was was itu hilang

Tidak membuat dirinya terbebas dari siksa perasaan

Akhirnya

Sang prajurit muda menetapkan hati

Kalaupun harus dihukum, lebih baik sekarang

Jangan nanti

Selagi aku masih muda katanya

Akhirnya disuatu malam, selepas Maghrib ia minta ijin kepada Komandan Posnya

Untuk menyelesaikan masalah pribadi

Minta ijin berangkat sendiri

Berpakaian sipil tanpa senjata

Iapun berangkat menuju rumah Kepala Kampung, dengan berjalan kaki. Karena jaraknya hanya 15
menit perjalanan dari Posnya bertugas.
Diperjalanan ia melihat ke belakang, ternyata jauh dibelakang tampak 2 orang bersenjata mengikuti.

Ia perhatikan langkah dan gerak gerik mereka. Rupanya kawannya di pos.

Sepertinya Komandan Pos memerintahkan 2 orang untuk mengawalnya dari kejauhan.

Sampai di rumah kepala kampung, tidak nampak lagi 2 orang kawan yang mengikuti nya tadi. Entah
dimana mereka sembunyi.

"Assalamualaikum"

Sambil perlahan mengetuk pintu

"Waalaikum salam"

Jawab suara wanita menjawab, sambil membukakan pintu

Sang prajurit muda tertunduk

Tidak berani menatap wanita itu

"Bapak ada? Saya dari Pos.. (menyebutkan nama posnya) Saya ada perlu sama Bapa." Kata prajurit
muda perlahan

"Sebentar Abang. Bapak sedang mengaji. Siap mengaji saya panggilkan. Abang masuk dulu" kata
wanita itu

"Biar saya nunggu diluar saja Ka" kata si prajurit muda

Tetap tertunduk

"Oom" sapa gadis kecil tersenyum

"Iya" kata prajurit muda tercekat suaranya

Prajurit muda duduk di teras.

Gadis kecil bermain main mengejar kucing

Sementara ibunya masuk ke dalam


"Oom tentra ya?" Gadis kecil berkata

"Iya De" jawab si prajurit muda

"Ayahku pun tentra lah om. Sekarang lagi perang. Jadi belum pulang. Kata bunda kalau sudah siap
perang, baru ayahku pulang."

Kata kata si gadis kecil tidak mampu ia jawab

Prajurit muda hanya terdiam

Jantungnya berdebar tidak karuan

"Ayahmu aku bunuh de" katanya dalam hati, kata kata yg tidak mampu ia ucapkan

Bapak kepala kampung keluar menemui prajurit muda, cucunya disuruh masuk ke dalam

"Assalamualaikum, ada apa kah Pa. Jarang jumpa kita ya." Sapa bapa kepala kampung sambil
mengajak bersalaman

"Waalaikum salam" sang prajurit muda segera menyambut tangan bapa kepala kampung dan
menciumnya.

Bapa kepala kampung jauh lebih tua tentunya.

"Maaf Bapa, saya mengganggu malam-malam" kata sang Prajurit muda

"Iya iya tak apa" kata Bapa kepala kampung

"Maaf Pa. Bapa tau yang menusuk anak Bapa?" Kata sang prajurit muda sambil menunduk langsung
pada tujuannya

Bapak kepala kampung agak kaget nampaknya mendengar pertanyaan itu

"Itulah entah Pa. Namanya kita di daerah konflik begini. Manalah kita tau. Sudah nasib dia pilih
gabung dengan mereka itu" kata bapak kepala kampung
"Saya yang membunuhnya Pa. Karena tugas saya memang itu" kata sang prajurit muda

"Saya minta maaf Pa. Saya mohon ampunan Bapa." Sang prajurit muda bersujud ke kaki Bapak
Kepala Kampung

Sebelum sampai kepalanya dibawah, Bapak kepala kampung meraih tubuh sanga prajurit muda, dan
memeluknya.

Sang prajurit muda menangis, ia pasrah

Jikapun akan dilaporkan ke Koops atau CoHA. Lalu ia dihukum, ia sudah siap.

Ia tidak berani menghadapi perasaan bersalah seumur hidupnya.

Bapak kepala kampung ikut menangis

Entah bagaimana perasaan nya

Mengetahui orang yang membunuh anaknya

Kini ada dihadapannya

Seorang prajurit muda yang masih cengeng

Setelah lama berpelukan

Bapak Kepala Kampung berkata

"Aku maafkan. Aku maafkan."

Sang prajurit muda bersimpuh dihadapan Bapak Kepala Kampung

Bapak kepala kampung meraih tangannya

Menyuruhnya duduk kembali

Sambil menyeka air matanya. Bapak Kepala Kampung berkata

"Kalaupun engkau dihukum, tidak akan mengembalikan anakku"

"Trimong kasih sudah mau mengaku."

"Akupun sadar kamu lakukan itu karena tugas"

"Semoga Allah mengampuni kita semua"


Sang prajurit muda diam, tertunduk

Dia tidak berani berkata apa apa lagi

Mulutnya membisu

Perasaannya tetap campur aduk

Dia tidak berani lagi menatap wajah kepala kampung

"Apa yang sudah terjadi, jadi pelajaran buat kita semua..... Dan kata kata lainnya sudah lupa
diingatnya.

Dengan tangan gemetar, prajurit muda berpamitan.

Dia akan terima jika esok atau lusa Bapak Kepala Kampung melaporkannya ke Koops atau Tim CoHA.
Ia akan tanggung sendiri. Tak akan melibatkan timnya.

Toh yang mengeksekusi akhir adalah dia sendiri.

Diperjalanan menuju pos, tiba-tiba kedua kawannya sudah berada disampingnya. Mereka bertiga
pulang, tanpa ada yang berkata apa-apa.

Sudah satu Minggu sejak sang Prajurit muda membuat pengakuan dosa kepada orangtua lawan yang
ia habisi.

Tak ada panggilan dari Komando Operasi maupun Tim CoHA, tim yang mengawasi konflik.

Akhirnya tiba saatnya pergantian personel, sang prajurit muda bersiap pulang. Mereka bersama
sama berpamitan kepada Bapak Kepala Kampung.

Selama berbincang disana, sang prajurit muda tertunduk tidak mampu bicara. Bapak kepala
kampung mungkin paham, sehingga iapun tidak mengajak ngobrol si prajurit muda.

.....

Satu tahun setelah kejadian itu, sang prajurit muda kembali ditugaskan ke daerah konflik tersebut.
Namun di wilayah yang berbeda.

Menjelang perjanjian damai di Helsinki, situasi sangat kondusif disana.

Sang prajurit muda, tetap ingat akan dosanya kepada keluarga Bapak Kepala Kampung.
Dengan mobil pinjaman, dia menuju ke rumah Bapak Kepala Kampung lewat kilometer 36, lurus
melewati sungai simpang jaya, sampai Bireuen belok kanan melewati Matang Gelumpang Dua lalu
belok kanan.

Baru setahun ditinggalkan, daerah tersebut sudah berubah total. Bencana tsunami meluluh lantakan
daerah tersebut. Jalan yang dulu biasa dilalui sudah berubah.

Setelah bertanya ke beberapa orang, jalan menuju kampung tersebut, akhirnya sampailah ia kesana.

Alhamdulillah gelombang tsunami tidak sampai di kampung ini

Tidak ada yang berubah dari rumah bapak kepala kampung, 4 kotak kopi khas Takengon dan sebuah
tas sekolah khas Gayo ia bawa sebagai bingkisan.

Setelah parkir mobil dipinggir jalan, ia bergegas menuju rumah Bapak Kepala Kampung, perasaannya
tetap sama

Dag-dig-dug tidak karuan. Tapi agak sedikit tenang.

"Assalamualaikum"

Tidak mengetuk pintu karena pintu rumah dalam keadaan terbuka.

"Waalaikum salam"

Seorang wanita berjilbab, keluar menyambut.

"Oo Abang yang dulu di Pos ya Bang. Mari masuk bang"

"Terimakasih Ka"

Sang prajurit tertunduk sambil melangkah masuk, tidak mampu melihat wajah sang wanita.

Duduk di ruang tamu, ada sedikit yang berbeda, sekarang terpasang foto berendeng seorang Polisi
dengan seorang wanita. Cantik dan ganteng. Sangat cocok.

Bapak dan Ibu kepala kampung menyambut

Sang prajurit mencium tangan mereka

Kemudian menyerahkan bingkisan


Lalu berbincang saling menanyakan kabar

Suasana sudah mencair

Namun sang prajurit tetap tidak bisa tersenyum lepas

Ketika berbincang, datang motor dikendarai seorang pemuda gagah berseragam Polisi bersama anak
gadis kecil, cucu sang Bapak Kepala Kampung yang dulu pernah berbincang dengannya.

"Ini mantu kami" kata Ibu kepala kampung mengenalkan, tugasnya di Polres

Merekapun bersalaman.

"Inong ini ada tas dari om" kata Bapak Kepala Kampung

"Makasih Oom. Buat aku sekolah ya" kata di gadis kecil

Si prajurit hanya tersenyum.

Mereka berbincang berlima, sang wanita ikut duduk di samping suami barunya setelah menyediakan
teh manis hangat.

Sang prajurit tetap tak mampu menatap wajah sang wanita.

Meskipun perbincangan kadang disertai gelak tawa, namun ia tidak tau apakah si wanita
menatapnya dengan tersenyum atau penuh kebencian.

Setelah agak lama, sang prajurit berpamitan.

Bapak kepala kampung mengantar sampai ke mobil, membawakan bingkisan lemang dan timpan.
Makanan khas daerah tersebut.

Agak berbisik sang prajurit bertanya

"Apakah kak cut sudah tau pa kalau saya..."

Belum sempat sang prajurit meneruskan kata-katanya

Bapak kepala kampung sudah menjawab


"Waktu kamu datang malam itu, dia sudah tau. Dia ada dengar dari balik tirai."

Sang prajurit membayangkan betapa bencinya sang wanita kepada dirinya yang sudah memisahkan
tali kasih mereka berdua.

Sepanjang jalan menuju Takengon, dia membayangkan dosa dosanya dimasa lalu. Dia melewati
beberapa tempat dimana dulu dia mengeksekusi lawan.

Konflik hanya melahirkan kesedihan dan penyesalan.

Cerita itu sudah lama berlalu.

Sudah 16 kali tanggal 20 November dilalui.

Bayangan itu masih tetap membekas

Tetap terbayang dibawa dalam doa sang prajurit setiap malam

Makin terbayang ketika melihat lemang dan timpan

Makin nyata ketika melihat gadis kecil tersenyum

Dan serasa menjadi nyata kembali ketika ia mendengar berita Yodi Prabowo

Luka sayatan di leher

Luka tusukan di dada

sayatan di leher

tusukan didada

Sayatan dileher

Tusukan didada

Anda mungkin juga menyukai