Para insan berlalu lalanh di tepian Memaksa tuk tetap tenang ta berkutik Membuat kompas diri tak berfungsi
Tak bisakah hanya termenung sejenak?
Menikmati panorama yang awam Kolaborasi pahit kopi dan puding purin Serta buku penuh luapan emosi di hadapan Siap menyelami delusi yang tiada akhir
Alih-alih seperti diet
Jika terlalu gemuk, tak bisa menikmati apapun Jika terlalu larut, tak bisa kembali pulang Tak perlu berdalih, cukup berpura-pura bodoh Dan hayati kopi dengan kepulan uap panasnya
Pada bulan kelahiran bangsa ini di Kota Istimewa
Aliran keran langit yang kunanti tak kunjung menyapa Yang ada hanya desiran angin penuh karbon dioksida Ibarat Huckleberry yang tunawisma Aku tetap padu dalam fatamorgana
Realitas memang serupa
Tenggelam dalam arus gelap malam Durasi singkat kopi yang menyejuk dan purin yang terkikis Namun, masih tersisakah waktu untukku? Untuk leluasakan diri dari emosi tak terdeskripsi
Ku tak mengerti, sungguh tak mengerti
Seperti menggoyang pena ke sana kemari yang tampak bias Jika asa masih berkemungkinan terwujud Ku mohon, yakinkan hatiku bahwa itu dapat dipercaya