Anda di halaman 1dari 8

WAYANG TOPENG

DRAMA WAYANG topeng malangan


merupakan seni tradisi berupa drama
dan tari yang dinarasikan seorang
dalang. Kesenian itu merupakan ikon
Malang dan telah ditetapkan sebagai
warisan budaya takbenda nasional
pada 2014. Wayang topeng
malangan bukan sekadar seni
pertunjukan, melainkan juga menjadi
generator suatu dusun untuk
membentuk sifat guyub. Sejak 1970-
an, keberadaan komunitas-komunitas
wayang topeng malangan mulai
terkikis dan memudar. Kelompok-
kelompok di daerah Dampit, Precet, Wajak, Ngajum, Jatiguwi, Senggreng, Puncangsanga,
Jabung, dan Kedungmonggo perlahan menghilang dan hanya tersisa dua komunitas di dua
tempat, yaitu di Jabung dan Kedungmonggo. Bersyukur, Padepokan Kedungmonggo bisa
dikatakan aktif dalam menjaga wayang topeng malangan dan setiap bulan selalu
mengadakan gebyak, atau pertunjukan secara mandiri, yaitu pada malam Senin Legi. “Setiap
bulan kami selalu mengadakan gebyak, sejak Dusun Kedungmonggo ini ada. Tahunnya saya
enggak tahu pasti, tapi yang jelas mbah-mbah dulu juga seperti itu,” kata Handoyo, ahli waris
wayang topeng malangan yang mendapat warisan ilmu dari maestro wayang topeng
malangan, almarhum Mbah Karimun, beberapa waktu lalu. Wayang topeng malangan
merupakan seni tradisi yang bersifat religius dan dipercaya ada sejak Kerajaan Majapahit.
Menurut Robby Hidajat dalam Wayang Topeng Malangan dalam Perubahan Kebudayaan
(2012), fungsi kesenian itu menurut catatan sejarah ialah sebagai media komunikasi antara
pelaku dan roh leluhur. Menurut Handoyo, aktivitas-aktivitas pendukung kesenian itu pun
selalu dikaitkan dengan peran leluhur. Fungsi itu sebenarnya masih berlaku hingga sekarang.
Aktivitas di Padepokan Asmorobangun Kedungmonggo bukan hanya mengadakan gebyak
atau pertunjukan seni tradisi. Ada aktivitas pengiring yang masih berhubungan dengan
wayang topeng malangan dan jika aktivitas itu tidak dilakukan, tentu pakem yang ada juga
tercederai. Aktivitas-aktivitas utama di Padepokan Asmorobangun, yaitu pembuatan topeng,
ritual Senin legi, dan gebyak wayang topeng malangan. Hal yang paling penting ialah
tujuannya, bahwa wayang topeng malangan ibarat hanya sebuah alat. Tujuannya ialah
nyambung roso (menyambung rasa) dengan sesama dan komunikasi dengan leluhur-leluhur.

Sumber: https://mediaindonesia.com/weekend/437102/wayang-topeng-malangan-bukan-sekadar-
seni-tradisi

DRAMA LUDRUK
Ludruk adalah suatu kesenian drama tradisional dari Jawa Timur. Ludruk merupakan suatu
drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang dipergelarkan di
sebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita
perjuangan, dan sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan
sebagai musik. Ludruk termasuk dalam drama.
Dialog/monolog dalam ludruk bersifat menghibur dan membuat penontonnya tertawa,
menggunakan bahasa khas Surabaya, meski kadang-kadang ada bintang tamu dari daerah
lain seperti Jombang, Malang, Madura, Madiun dengan logat yang berbeda. Bahasa lugas
yang digunakan pada ludruk, membuatnya mudah dimengerti oleh semua orang.
Sebuah pementasan ludruk biasa dimulai dengan Tari Remo dan diselingi dengan
pementasan seorang tokoh yang memerankan "Pak Sakera", seorang jagoan Madura. Juga
disisipi lawakan. Semua tokoh diperankan oleh laki-laki. Untuk tokoh wanita diperankan oleh
laki-laki yang berdandan wanita (tandak).
Kartolo adalah seorang pelawak ludruk legendaris asal Surabaya, Jawa Timur. Ia sudah lebih
dari 40 tahun hidup dalam dunia seni ludruk. Nama Kartolo dan suaranya yang khas, dengan
banyolan yang lugu dan cerdas, dikenal hampir di seluruh Jawa Timur, bahkan hingga Jawa
Tengah.
Ludruk merupakan seni teater tradisional asli Jawa Timur. Ludruk sangatlah berbeda
dengan ketoprak dari Jawa Tengah maupun Yogyakarta, lenong dari DKI Jakarta, maupun
longser dari Jawa Barat. 4 kesenian tersebut selalu mengambil kisah zaman dulu (sejarah
maupun dongeng) dan bersifat menyampaikan pesan tertentu. Sementara ludruk
menceritakan cerita hidup sehari-hari dari kalangan wong cilik, bersifat sangat menghibur
sehingga membuat penontonnya tertawa terpingkal-pingkal.

https://id.wikipedia.org/wiki/Ludruk

DRAMA LEROK JOMBANG


Latar belakang
terbentuknya tradisi Besutan pada
tahun 1910 berasal dari pemikiran
seorang petani yang bernama Pak Santik
asal Diwek. Ketika Jombang sebagai
daerah agraris sedang mengalami musibah karena kekurangan hasil panen, maka Pak Santik
berinisiatif menambah penghasilan dengan cara mengamen yang mana berpindah tempat
dari satu keramaian ke keramaian lainnya untuk menyuguhkan pementasan (Ditwdb, 2019).
Awal terbentuknya tradisi Besutan terdiri atas empat pemain atau berkelompok, yaitu Pak
Santik, Pak Amir, Pak Pono, dan Marpuah. Ketika mengamen, nama panggung Pak Santik
menjadi Besut dengan gambaran tokoh yang memiliki sikap kritis, cerdas, terbuka,
transformatif, dan perhatian, sehingga dari situ lebih dikenal dengan tradisi Besutan.

Selain itu, juga terdapat pendapat bahwa Besutan sebenarnya berasal dari kata besut yaitu
be (mbeto) dan sut (maksut) dalam bahasa Indonesia diartikan dengan membawa maksud
atau tujuan, sehingga adanya tradisi Besutan menceritakan sebuah perjuangan nasionalisme
dalam melawan penjajah untuk meraih kemerdekaan bagi bangsa Indonesia (Putri dan Irma,
2016:33).

Hal tersebut didorong dengan pementasan tanpa menggunakan busana atas yang
melambangkan kemiskinan yang diderita oleh rakyat. Besut hanya penggunaan kain putih
untuk menutup perut, di mana warna tersebut dalam keyakinan masyarakat Jombang
dipercayai sebagai lambang niat kesucian dan keikhlasan dalam perjuangan yang diharapkan
mampu menggenggam tujuan dengan diikat tali lawe yang meilit di perut yang bermakna
kesatuan yang utuh dan kuat. Ciri khas dari tokoh Besut ialah wajah dengan penuh bedak
sehingga menjadi sebuah komedi bagi penontonnya, tak luput topi panjang ke atas bewarna
merah bersimbol keberanian yang tinggi.

Lakon tradisi Besutan menghadirkan Besut, Rusmini, Sumo Gambar, Man Gondo, dan
Pembawa Obor, sedangkan tokoh lainnya akan dimunculkan tergantung kebutuhan ceritanya.
Besut dengan menonjolkan kegagahannya dan Rusmini yang cantik menjadi sepasang suami
istri dengan menggunakan busana khas Jombangan, sedangkan Sumo Gambar berperan
sebagai sosok lelaki antagonis yang cintanya bertepuk sebelah tangan oleh Rusmini dengan
menggunakan baju khas Madura.

Selain itu, Man Gondo yang berperan sebagai paman Rusmini selalu berpihak kepada Sumo
Gambar karena cinta kekayaannya dengan menggunakan pakaian Jawa Timuran. Apapun
peran yang dimainkan, tentunya terdapat pesan yang membangkitkan nasionalisme
masyarakat Indonesia dengan adanya perbedaan karakter dan busana mendorong adanya
ajaran nilai saling menghargai akan kebudayaan setiap daerah.

Sebelum memainkan peran, tradisi Besutan akan selalu diawali dengan ritual Pembawa Obor
yang di belakangnya terdapat Besut dengan memejamkan mata dalam artian tidak boleh
banyak tahu, mulutnya tersumbat susur dalam artian tidak boleh berpendapat, dan berjalan
merayap mengikuti arah obor bergerak.
Hal ini memiliki makna bahwa Besut hidup terjajah, terbelenggu, dibutakan, dan selalu
menuruti kemauan penguasa. Tetapi, ketika terdapat peluang untuk bangkit. Besut merebut
obor dengan meloncat berdiri yang kemudian memadamkan apinya, sehingga mata terbuka,
mulut bebas, dan pementasan akan segera dimulai (Madji dalam Firmansyah, 2015:2325).

Hal tersebut memiliki makna bahwa dimana Besut menjadi pelopor dalam kebangkitan di
tengah kegelapan panggung dengan menyanyikan tembang yang berisi pantun serta syair
sindiran yang menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat di bawah zaman
penjajahan dan feodalisme, kesulitan yang dihadapi rakyat dalam kehidupan sehari-hari
dengan mendambakan sebuah kemerdekaan (Ibid, 2017:14).

https://yoursay.suara.com/news/2020/12/16/110025/asal-usul-besutan-tradisi-khas-jombang

DRAMA GLIPANG
Dalam laman
kebudayaan.kemendikbud.go.id disebutkan
bahwa awalnya tari Glipang bukan sekedar
tarian melainkan sebagai gambaran
keberanian prajurit yang gagah berani untuk
mengusir penjajah Belanda. Ada semboyan
khusus untuk menggambarkan keberanian
tersebut, yakni katembheng poteh mata
angok poteh tolang. Artinya lebih baik mati
daripada menanggung malu di tangan
penjajah. Perjalanan tari Glimbang bermula dari seniman Madura bernama Sardan yang
hijrah ke Desa Pendil, Kecamatan Banyuanyar, Kabupaten Probolinggo. Baca juga: Tari
Remo: Gerakan, Pola Lantai, Properti, Iringan, dan Maknanya Maksudnya adalah untuk
mengembangakan tari Topeng. Karena di Madura, tari Topeng saling berebutan. Rupanya,
tari Topeng ditolak warga setempat, karena tarian tersebut menggunakan gamelan yang
identik dengan aurat penarinya terbuka. Sebab, masyarakat Probolinggo memiliki nilai religius
yang tinggi. Kemudian, Sardan berupaya menyesuaikan dengan kebiasaan masyarakat lokal.
Sayangnya sebelum karya terwujud, dia meninggal dunia. Keinginan untuk mewujudkan
karya dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Seno. Seno berkerja sebagai mandor tebu di
Pabrik Gula Gending yang dikuasai Belanda. Seno yang berjuluk Sari Truno memiliki jiwa
nasionalisme yang tinggi dan sering berkonflik dengan Belanda yang dikenal sewenang-
wenang. Dengan jiwa nasionalisme itu, ia menghimbun para pribumi membentuk
perkumpulan pencak silat. Namun, upayanya tersebut dituduh hendak memberontak
Belanda. Untuk mengelabuhi Belanda, gerakan pencak silat diiringi dengan musik supaya
Belanda tidak menaruh curiga. Upayanya tersebut berhasil dan Belanda tidak curiga. Baca
juga: Tari Gandrung Asal Banyuwangi: Sejarah, Gerakan, dan Ciri Khas Akhirnya, Sari Truno
berhasil mewujudkan cita-cita ayahnya membuat tarian yang sesuai dengan budaya
setempat pada tahun 1935. Tarian tersebut berasal dari gerakan pencak silat dengan iringan
musik dalam nuansa muslim gholiban. Dalam bahasa Arab gholiban berarti kebiasaan.
Ekspresi perlawanan dalam bentuk seni tersebut terwujud dalam bentuk tarian yang bernama
Tari Glimpang.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tari Glipang: Sejarah, Gerakan, dan
Musik Pengiring", Klik untuk
baca: https://surabaya.kompas.com/read/2023/02/22/214058278/tari-glipang-sejarah-
gerakan-dan-musik-pengiring?page=all#page2.

DRAMA KENTRUNG
Kentrung adalah kesenian asli Indonesia yang
berasal dari pantai utara Pulau Jawa. Kesenian ini
menyebar dari
wilayah Semarang, Pati, Jepara, Blora hingga Tuba
n –tempat kesenian ini dinamai Kentrung Bate.
karena berasal dari desa Bate, Bangilan,
Tuban. Kentrung Bate pertama kali dipopulerkan
oleh Kiai Basiman pada zaman
penjajahan Belanda tahun 1930-an.
Seni Kentrung diiringi alat musik berupa tabuh
timlung (kentheng) dan terbang besar (rebana). Seni Kentrung sarat muatan ajaran kearifan
local. Dalam pementasannya, seorang seniman menceritakan urutan pakem dengan
rangkaian parikan dan menyelipkan candaan-candaan lucu di tengah-tengah pakem, tetap
dengan parikan yang seolah dilakukan luar kepala. Parikan berirama ini dilantunkan dengan
iringan dua buah rebana yang ditabuh sendiri. Beberapa lakon yang dipentaskan di antaranya
Amat Muhammad, Anglingdarma, Joharmanik, Juharsah, Mursodo Maling, dan Jalak Mas.
Berdasarkan pernyataan yang didapat dari situs forum budaya, Kesenian Kentrung dianggap
terancam punah karena gagal melakukan regenerasi. Sejumlah orang yang masih mampu
memainkan kesenian ini kebanyakan sudah lanjut usia. Isu yang kini ada di antara para
pemain Seni Kentrung adalah permintaan agar pemerintah segera mendokumentasikan
kesenian tradisi, termasuk kentrung bate, dengan harapan terdokumentasinya (tidak hilang)
budaya dan kesenian asli daerah. Dokumentasi kentrung dianggap oleh pemainnya sangat
penting mengingat sudah tidak ada penerus dalam kesenian ini.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kentrung

DRAMA TOPENG DHALANG

Pada Masa Kolonial Hindia Belanda sekitar


tahun 1884 adanya berbagai keluhan yang
dirasakan Resident Madiun dan Resident
Kediri terkait berbagai keonaran di kota-kota
kedua resident ini yang dilakukan oleh para
pembangkang pemerintah, para
pembangkang ini dilakukan oleh warok-
warok yang terkordirir dari Ponorogo.
sehingga membuat resident Madiun dan
Kediri melaporkan kepada Governeur Jawa
Timur untuk menghentikan keonaran.
Maka dilakukanlah penelitian terkait kasus yang sering terjadi di kedua resident ini, yang
menghasilkan bahwa para pembangkang ini mayoritas adalah komplotan warok yang gemar
bahkan memiliki perkumpulan seni Reog. Pada seni Reog terdapat tokoh tari seorang raja
bernama Klana Sewandana yang berdasarkan historinya berasal dari bantarangin, Ponorogo
yang mampu mengalahkan barongan dengan topeng besar.
Setelah dari penelitian terkait kasus yang beredar berdasarkan sosial budaya, maka
Governeur Jawa Timur menyarankan resident Madiun dan Kediri untuk membuat sebuah
kesenian tandingan, yang dimana tokoh idola para komplotan ini untuk direndahkan. Tetapi
kedua Resident tidak berani akan saran tersebut karena terlalu beresiko, sehingga Governeur
memberi mandat kepada Assisten Resident Malang karena dirasa jauh dan aman dari kedua
resident yang bermasalah.
Tahun 1885 Assisten Resident M.Stolk dan adipati Malang Raden Aryo Adiningrat
Soeriohadiningrat IV membuat kesenian tandingan yang dimaksud dengan berlatarkan cerita
panji yang dibuat dengan lakon raja Ponorogo Klana sewandana sebagai tokoh antagonis
yang disamarkan sebagai raja dari Nusa Barong, yang kemudian raja Klana Sewandana
kalah oleh raden panji Asmarabangun dalam memperebutkan Putri Sekartaji yang kemudian
disebut wayang topeng hingga berganti nama menjadi Topeng Dalang Malang.
Adipati Malang memberi tugas kepada bawahannya Tjondro Suwono untuk membuat topeng-
topeng yang dimaksud, Tjondro Suwono membuat topeng antara tahun 1885 sampai tahun
1935 untuk disebarkan ke berbagai daerah di Malang. Keberadaan topeng dalang ini
membuat gerah para warok yang mendiami Malang, sehingga banyak intimidasi kepada para
pelaku topeng dalang meski dalam program pemerintah. Maka dari itu Topeng Dalang kurang
bisa berkembang meskipun selalu didukung oleh Pemerintah Hindia Belanda.

https://id.wikipedia.org/wiki/Topeng_Dalang_Malang
KLIPING DRAMA TRADISIONAL

Nama anggota :
1. ACHMAD ASRAFUL FAWAIZ / 01 / 9B
2. BRILLIANT PRINCO EKANANDA / 06 / 9B
3. ELUZAI YUKIKAZE MALAKAUSEIYA / 08 / 9B
4. FAHRILL SAPUTRA ARDIANSYAH / 09 / 9B
5. FIKRIANSYAH NAJWAN RAMADHANI / 11 / 9B
6. YUDA SURYA BIMANTARA ARRASYID / 31 / 9B

Anda mungkin juga menyukai