Anda di halaman 1dari 45

PERUBAHAN PENGETAHUAN KELUARGA SETELAH DIBERI PROMOSI

KESEHATAN PADA ANAK REMAJA

Dosen pembimbing :

Dr. Arif Widodo, S.St., M.Kes

Disusun Oleh :
Yeni Rahmawati
J210200147

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHETAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2023


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang World Health Organitation

(WHO) mendefinisikan remaja adalah penduduk usia 10- 19 tahun.

Menurut United State Cencus jumlah remaja didunia tahun 2018 sekitar 1,2

milyar jiwa atau 16% dari total penduduk dunia adalah remaja. Indonesia

merupakan lima negara dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu melebihi 250

juta jiwa. Remaja di Indonesia merupakan kelompok umur dengan presentase

tertinggi yaitu 17,1% dari total penduduk Indonesia (Nabila, 2022).

Masa remaja adalah masa pertumbuhan dan perkembangan fisik,

psikologis dan intelektual. Marmi membagi tahapan tumbuh kembang remaja

berdasarkan kematangan psikososial dan seksual menjadi tiga tahapan, yaitu

remaja awal, remaja pertengahan dan remaja lanjut. Remaja memiliki sifat yang

khas yaitu rasa ingin tahu yang tinggi dan perilaku tanpa pertimbangan yang

matang, jika pada masa ini remaja tidak dapat mengontrol perubahan dan sifat

khas yang dialaminya secara baik dan benar, maka hal ini akan menempatkan

remaja pada berbagai masalah, salah satunya adalah masalah kesehatan (Nabila,

2022).

Menurut survei BKKBN tahun 2017 rata-rata umur remaja Indonesia yang

pernah punya pacar dan pernah melakukan hubungan seksual adalah 17,1 tahun.

Rata-rata usia remaja Indonesia yang pernah melakukan ini berada pada tahap

remaja lanjut atau remaja yang sedang berada pada tingkat Sekolah Menengah

Atas (SMA). Hal ini disebabkan karena remaja lanjut memiliki ciri khas yaitu

mulai mengungkapkan kebebasan diri. Salah satu cara remaja untuk

mengungkapkan kebebasan dirinya adalah dengan melakukan hubungan seksual.

Pada saat sekarang


permasalahan remaja akhir dipicu dengan berkembangnya teknologi dan

informasi, serta perubahan gaya hidup. Sebagai generasi penerus bangsa remaja

lanjut merupakan sasaran yang rentan akan dampak negatif dari perubahan-

perubahan yang terjadi. Permasalahan remaja saat ini yang berhubungan dengan

kesehatan reproduksi adalah TRIAD KRR yaitu seksualitas, HIV/AIDS dan

NAPZA (Umami, 2019).

Survei tahunan BKKBN 2017 menyatakan bahwa 3,7% remaja di

Indonesia pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah, dimana 2,2%

diantaranya adalah remaja usia 15-19 tahun. Sebanyak 7,6% remaja usia 15-19

tahun pernah mengonsumsi narkoba. Sedangkan menurut laporan Kementrian

Kesehatan tahun 2017 menyatakan bahwa kasus HIV-AIDS pada remaja usia 15-

19 tahunsebanyak 3,2% (Nabila, 2022). Menurut BKKBN perilaku seksual remaja

yang digolongkan berisiko atau tidak sehat adalah jika remaja yang berpacaran

sudah berciuman, necking (bercumbu), petting, dan Intercourse (berhubungan

seksual). Menurut survei BKKBN tahun 2017 salah satu permasalahan remaja

adalah masih rendahnya pengetahuan remaja tentang Kesehatan Reproduksi

Remaja (KRR). Hasil penelitian Nursal tentang Faktor-faktor yang berhubungan

dengan perilaku seksual murid SMU negeri di Kota Padang tahun 2017 bahwa

tingkat pengetahuan memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku seksual

remaja. Remaja dengan pengetahuan realatif rendah mempunyai peluang 11 kali

berperilaku seksual berisiko.

Generasi Berencana (GenRe) adalah program yang diselenggarakan oleh

BKKBN untuk mengatasi permasalahan remaja dalam hal kesehatan reproduksi.

Pembinaan kesehatan reproduksi remaja bertujuan untuk memberikan informasi


dan pengetahuan yang berhubungan dengan perilaku hidup sehat bagi remaja,

disamping mengatasi masalah yang ada. Dengan adanya pengetahuan yang

memadai dan adanya motivasi untuk menjalani masa remaja secara sehat,

diharapkan remaja mampu memelihara kesehatan dirinya agar dapat memasuki

kehidupan berkeluarga dengan reproduksi yang sehat (Nabila, 2022).

Indeks pengetahuan remaja tentang KRR di Indonesia sudah melebihi

target nasional yaitu 50,0. Dimana pengetahuan mengenai miras dan narkoba

merupakan indeks tertinggi, hal ini dapat diartikan bahwa remaja di Indonesia

sudah memiliki pengetahuan yang baik mengenai miras dan narkoba termasuk

dampaknya bagi kesehatan reproduksi remaja. Sedangkan pengetahuan mengenai

masa subur dan PMS merupakan pengetahuan dengan indeks terendah.

Rendahnya pengetahuan remaja mengenai Kesehatan Reproduksi dapat

menyebabkan remaja berprilaku seksual berisiko. Perilaku ingin mencoba-coba

pada masa remaja jika didorong dengan rangsangan seksual dapat membawa

remaja kepada hubungan seksual pranikah dengan berbagai akibatnya. Pada saat

sekarang ini untuk meningkatkan pengetahuan remaja mengenai kesehatan

reproduksi perlu adanya komunikasi, edukasi dan konseling mengenai dampak

KRR yang tegas dan konsisten.

Penelitian yang dilakukan oleh Wustha dkk pada tahun 2017 tentang

pengaruh penyuluhan tentang bahaya seks bebas pada remaja, bahwa terjadi

peningkatan pengetahuan remaja sebanyak 56,7 % setelah diberikan penyuluhan

Penyuluhan kesehatan atau sering disebut dengan promosi kesehatan adalah

kegiatan penyampaian pesan, menanamkan keyakinan, sehingga objek tidak

hanya sadar, tahu dan mengerti tetapi mau dan dapat melakukan suatu anjuran

yang ada hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan atau promosi

kesehatan yang dilakukan dapat memberikan informasi yang benar dan akurat

sehingga remaja dapat memahami pentingnya masalah kesehatan reproduksi


remaja. Dalam memberikan penyuluhan peran petugas kesehatan sangatlah

penting. Petugas kesehatan selaku edukator berperan dalam melaksanakan

bimbingan atau penyuluhan kepada remaja, keluarga ataupu masyarakat

(Kairupan, 2019).

Pada perkembangannya dalam mencapai keefektifan sebuah komunikasi

atau penyampaian informasi perlu adanya media. Di era milenial salah satu media

yang banyak diminati adalah telepon pintar atau yang populer disebut smartphone.

Smartphone merupakan wujud dari perkembangan teknologi pada saat sekarang

ini. Smartphone dengan berbagai program didalamnya dapat menghubungan

jutaan orang dimanapun dan kapanpun. Pada saat sekarang interaksi antar

manusia sudah bergeser ke interaksi antara manusia dan smartphone. Smartphone

menyajikan berbagai macam aplikasi jejaring sosial yang dapat digunakan sebagai

media berkomunikasi (Kairupan, 2019).

Menurut Noersangsoko jejaring sosial adalah situs yang memungkinkan

interaksi sosial antar manusia secara luas didunia maya. Seperti BBM, Line,

WhatsApp, Twitter, Facebook, Instagram, Wechat, Skype, Path dan lain

sebagainya. Pada tahun 2017 pengguna media sosial di Indonesia mencapai 96

juta pengguna. Meningkatnya pengguna media sosial di Indonesia seiring dengan

membaiknya infrastruktur teknologi digital menjadikan media sosial sebagai alat

komunikasi yang efektif. Menurut detiknet pada tahun 2017 pengguna WhatsApp

didunia mencapai satu miliar pengguna aktif setiap harinya. Jumlah pesan yang

dikirim melalui WhatsApp mencapai 55 miliar setiap harinya, dimana 4,5 miliar

diantaranya merupakan pesan berupa foto dimana mayoritas pengiriman pesan

adalah berupa teks.

WhatsApp merupakan media komunikasi dengan biaya murah. Kontens


pada aplikasi WhtasApp dinilai sederhana sehingga dapat digunakan dengan

mudah.Penelitian yang dilakukan oleh Ida Sanjaya tentang Pemanfaatan

WhatsApp Messenger sebagai media komunikasi pada remaja akhir

menyimpulkan bahwa WhatsApp merupakan media yang lebih simpel dan efisien

untuk saling bertukar informasi bagi remaja akhir (Kairupan, 2019)

Penelitian yang dilakukan oleh Nopryan tahun 2017 tentang promosi

kesehatan menggunakan gambar dan teks dalam aplikasi whatsApp pada kader

posbindu menyatakan bahwa program edukasi melalui pemanfaatan media sosial

WhatsApp efektif untuk meningkatkan pengetahuan kader posbindu tentang

diabetes melitus tipe 2. WhatsApp dapat menjadi media edukasi berbasis dimana

media sosial dapat menjadi fasilitas komunikasi antara educator dan learner

dengan sistem edukasi. Kelebihan menggunakan WhatsApp sebagai mendia

promosi kesehatan adalah materi mudah diakses dan cots effective.

Peran narasumber sebagai mediator dalam menyajikan materi penyuluhan

dituntut untuk memiliki inovasi agar siswa dapat lebih tertarik untuk memahami

materi yang diberikan. Inovasi yang dapat dilakukan oleh mediator adalah dengan

menggunakan berbagai macam media atau menciptakan media baru yang lebih

menarik. Media tersebut seperti media sosial yang pada saat sekarang ini banyak

diminati oleh remaja salah satunya adalah media sosial WhatsApp. Kegiatan

promosi kesehatan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan siswa tentang

Perilaku Hidup Sehat. Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan, maka

peneliti memfokuskan penelitian tentang “ Perubahan Pengetahuan Keluarga

Setelah Diberi Promosi Kesehatan pada Anak Remaja “


B. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perubahan pengetahuan

keluarga setelah diberi promosi kesehatan pada anak remaja tujuan penelitian?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan perubahan pengetahuan keluarga setelah diberi

promosi kesehatan pada anak remaja tujuan penelitian melalui penyuluhan

dengan media penkes

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui perbedaan rata-rata tingkat pengetahuan sebelum diberi

penyuluhan dan sesudah diberi penyuluhan pada keluarga .

b. Untuk mengetahui bagaimana kondisi mental pada anak remaja

c. Untuk mengetahui peran keluarga tentang kesehatan mental pada anak

remaja

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan ilmu

pengetahuan tentang promosi kesehatan yang dilakukan pada remaja.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi Instansi Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

perbedaan tingkat pengetahuan siswa tentang promosi kesehatan yang

dilakukan pada remaja melalui penyuluhan dengan media sosial


WhatsApp. Informasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar

dalam perencanaan program promosi kesehatan.

b. Manfaat bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

keterampilan peneliti dalam melakukan penelitian

c. Manfaat bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Promosi Kesehatan

1. Definisi

Promosi kesehatan secara umum adalah segala upaya yang

direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok,

atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh

pelaku pendidikan atau promosi kesehatan. Dan batasan ini tersirat

unsur-unsur input (sasaran dan pendidik dari pendidikan), proses (upaya

yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain) dan output

(melakukan apa yang diharapkan). Hasil yang diharapkan dari suatu

promosi kesehatan adalah perilaku kesehatan, atau perilaku untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif oleh sasaran dari

promosi kesehatan (Purwarini, 2021) .

2. Promosi kesehatan sekolah

Menurut Notoatmodjo (2010), promosi kesehatan di sekolah pada

prinsipnya adalah menciptakan sekolah sebagai komunitas yang mampu

meningkatkan kesehatan (health promoting school) sekurang-kurangnya

mencakup usaha pokok, yaitu (Purwarini, 2021):

a. Menciptakan lingkungan sekolah sehat (healthfull school living)

1) Aspek non-fisik (mental-sosial) :

Lingkungan mental-sosial yang sehat terjadi apabila

hubungan yang harmonis, dan kondusif diantara komponen

masyarakat, sekolah dan akan menjamin terjadinya pertumbuhan

dan perkembangan anak atau peserta didik dengan baik, termasuk

tumbuhnya perilaku hidup sehat.


2) Lingkungan fisik terdiri dari :

a. Bangunan sekolah dan lingkungannya.

b. Pemeliharaan kebersihan perorangan dan lingkungan :

pemeliharaan kesehatan perorangan dan lingkungan

merupakan faktor yang sangat penting dalam menciptakan

lingkungan kehidupan sekolah yang sehat.

b. Pendidikan kesehatan (health education)

Pendidikan kesehatan khususnya bagi peserta didik utamanya untuk

menanamkan kebiasaan hidup sehat agar dapat bertanggung jawab terhadap

kesehatan diri sendiri dan lingkungannya serta ikut aktif dalam usaha-usaha

kesehatan. Guna mencapai tujuan tersebut diperlukan tahap-tahap (Yuningsih,

2019) :

1) Memberikan pengetahuan tentang prinsip dasar hidup sehat.

2) Menimbulkan sikap dan perilaku hidup sehat.

3) Membentuk kebiasaan hidup sehat.

Menurut Notoatmodjo (2010), sekolah adalah sebagai perpanjangan

tangan keluarga dalam meletakkan dasar perilaku kesehatan. Promosi

kesehatan di sekolah merupakan langkah yang strategis dalam upaya

peningkatan kesehatan masyarakat, hal ini didasarkan pemikiran bahwa

(Rachmawati, 2021) :

1) Sekolah merupakan lembaga yang dengan sengaja didirikan untuk

membina dan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik

fisik, mental, moral, maupun intelektual.

2) Promosi kesehatan melalui komunikasi sekolah ternyata paling efektif

diantara upaya kesehatan masyarakat yang lain dalam pengembangan


perilaku hidup sehat, karena :

a) Anak usia sekolah (6 tahun sampai 18 tahun) mempunyai prsentase

yang palingtinggi dibandingkan dengan kelompok umur lain.

b) Sekolah merupakan komunikasi yang telah terorganisasi sehingga

mudah dijangkau dalam rangka pelaksanaan usaha kesehatan

masyarakat.

c) Anak sekolah merupakan kelompok yang sangat peka untuk

menerima perubahan atau pembaharuan karena kelompok anak

sekolah sedang berada dalam taraf pertumbuhan dan

perkembangan. Pada taraf ini anak dibimbing, diarahkan, dan

ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik termasuk kebiasaan

hidup sehat.

Mengingat pentingnya promosi kesehatan di sekolah maka

dapat dirumuskan bahwa tujuan promosi kesehatan di sekolah

sekurang-kurangnya sebagai berikut :

a) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya masyarakat


sekolah.

b) Mencegah dan memberantas penyakit menular dikalangan

masyarakat sekolahdan masyarakat umum.

c) Memperbaiki dan memulihkan kesehatan masyarakat sekolah

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi promosi kesehatan

Faktor – faktor yang perlu diperhatikan dalamkeberhasilan

penyuluhan kesehatan pada sasaran adalah sebagai berikut (Tumurang, 2018):


a. Tingkat pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang

terhadap informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan

bahwa semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah

seseorang menerima informasi didapatnya.

b. Tingkat sosial ekonomi

Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin

mudah pula dalammenerima informasi baru.

c. Adat istiadat

Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru

merupakan hal yang tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita

masih sangat menghargai dan menganggap sesuatu yang tidak boleh

diabaikan.

d. Kepercayaan masyarakat

Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang

disampaikan oleh orang- orang yang sudah mereka kenal, karena

sudah timbul kepercayaan masyarakat dengan penyampai informasi.

e. Ketersediaan waktu di masyarakat

Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat

aktifitas masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat

dalam penyuluhan.
B. Dasar Perubahan Perilaku

1. Pengetahuan (knowledge)

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia,atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata,

hidung, telingga). Pengetahuan juga merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau

tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besar dibagi dalam enam

tingkatan (Bucher, 2017):

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik

dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima (Bucher, 2017).

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang telah

paham harus menjelaskan, menyebutkan contoh menyimpulkan

dan meramalkan (Bucher, 2017).

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi

rill (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi


atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip dalam

konteks atau situasi yang lain (Bucher, 2017).

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih

dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya

satu dengan lain (Bucher, 2017).

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukan pada suatu kemampuan untuk

meletakan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Sebagai contoh dapat menyusun,

merencanakan, dapat meringkas dan dapat menyusuaikan terhadap

suatu teori atau rumusan yang telah ada (Bucher, 2017).

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu sumber atau

objek. Penilaian dilakukan dengan menggunakan kriteria sendiri

atau kriteria yang telah ada (Bucher, 2017).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain :

1) Umur

Umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam

penelitian-penelitian epidemiologi yang menjadi salah satu hal yang

mempengaruhi pengetahuan. Umuradalah lamanya hidup seseorang dalam

tahun yang dihitung sejak dilahirkan. Semakin tinggi umur seseorang,

maka semakin bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang dimiliki


karena pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman sendiri maupun

pengalaman yang diperoleh dari orang lain (Robert & Brown, 2018).

2) Pendidikan

Pendidikan merupakan proses menumbuh kemabangkan seluruh

kemampuan dan perilaku manusia melalui pengetahuan, sehingga dalam

pendidikan perlu dipertimbangkan umur (proses perkembangan klien) dan

hubungan dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seorang atau lebih mudah

menerima ide-ide dan teknologi. Semakin tinggipendidikan, hidup manusia

akan semakin berkualitas karena pendidikan yang tinggiakan membuahkan

pengetahuan yang baik yang menjadikan hidup berkualitas (Robert &

Brown, 2018).

3) Paparan media massa

Melalui berbagai media massa baik cetak maupun elektronik maka

berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang

yang lebih sering terpapar media massa akan memperoleh informasi yang

lebih banyak dan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki

(Irwan, 2017).

4) Sosial ekonomi (pendapatan)

Dalam memenuhi kebutuhan primer dan skunder keluarga, status

ekonomi yang baik akan lebih mudah tercukupi dibanding dengan orang

yang memiliki status sosial ekonomi rendah, semakin tinggi status sosial

ekonomi seseorang semakin mudah dalam mendapatkan pengetahuan

(Irwan, 2017).
5) Hubungan sosial

Faktor hubungan sosial mempengaruhi kemampuan individu

sebagai komunikan untuk menerima pesan menurut model komunikasi

media. Apabila hubungan sosial seseorang dengan individu baik maka

pengetahuan yang dimiliki juga akan bertambah (Rodiah et al., 2022).

6) Pengalaman

Pengalaman adalah suatu sumber pengetahuan atau suatu cara

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara

mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

2. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat secara langsung dilihat,

tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Sikap secara nyata menunjukan adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus

tertentu, dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat

emosional terhadap stimulus social (Kusumasari, 2015). Seperti halnya

pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat – tingkat berdasarkan

intensitasnya, sebagai berikut (Simbolin, 2015):

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Menanggapi (responnding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dan sikap.

c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap

tingkat tiga.

d. Bertangung jawab (responsibility)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi (Prakoso & Fatah,

2018)

3. Praktik atau tindakan

Praktik adalah cara untuk melihat tindakan yang dilakukan seseorang

apakah sudah sesuai dengan yang diinstruksikan. Praktik perlu terwujud

dengan suatu tindakan yaitu dengan adanya fasilitas atau sarana dan

prasarana. Praktik atau tindakan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu

(Bucher, 2017):

a. Respon terpimpin (guided respons)

Melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai

dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua.

b. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis, atau sendiri itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah

mencapai praktik tingkat tiga.

c. Adaptasi (adaptation)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah

berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya

sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.


C. Metode atau Teknik Promosi Kesehatan

Metode atau teknik penyuluhan adalah sutau kombinasi antara cara-

cara dan alat-alat bantu atau media yang digunakan dalam setiap pelaksanaan

promosi kesehatan (Kairupan, 2019). Metode dan teknik promosi kesehatan

dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Metode promosi kesehatan individual

Metode ini digunakan apabila antara promotor kesehatan dan

sasaran atau kliennya dapat berkomunikasi langsung, baik bertatap muka

(face to face) maupun melalui sarana komunikasi lainnnya, misalnya

telepon (Kairupan, 2019).

2. Metode promosi kesehatan kelompok

Teknik dan metode promosi kesehatan kelompok ini digunakan

untuk sasaran kelompok. Sasaran kelompok dibedakan menjadi dua, yaitu

(Gayatri Setyabudi & Dewi, 2017):

a. Metode dan teknik promosi kesehatan untuk kelompok kecil, disebut

kelompok kecil karena terdiri dari 6-15 orang. Misalnya; diskusi

kelompok, metode curahan pendapat (brain storming), bola salju

(snow ball), bermain peran (role play) dan metode permainan

simulasi (simulation game) .

b. Metode dan teknik promosi kesehatan untuk kelompok besar,

disebut kelompok besar karena terdiri dari 15 sampai dengan 50

orang. Misalnya; ceramah, seminar dan loka karya .

3. Metode promosi kesehatan massa

Metode dan teknik promosi kesehatan untuk massa yang sering


digunakan adalah (Dachmiati, 2015):

a. Ceramah umum (public speaking), misalnya di lapangan terbuka dan

tempat- tempat umum (public places).

b. Penggunaan media massa elektronik, seperti radio dan televisi.

c. Penggunaan media cetak, seperti koran, majalah dan buku.

d. Penggunaan media di luar ruang, misalnnya; billboard, spanduk dan

umbul- umbul.

D. Media dalam Penyuluhan

1. Pengertian media

Media pembelajaran merupakan perantara atau alat untuk

memudahkan proses belajar mengajar agar tercapai tujuan pengajaran secara

efektif dan efisien (Leilani et al., 2021). Hal yang harus diperhatikan dalam

sebuah media adalah pengetahuan atau bahan yang diberikan dapat diterima

atau ditangkap melalui panca indra (Jatmika et al., 2019).

2. Manfaat media dalam penyuluhan pendidikan

Manfaat media dalam penyuluhan pendidikan sebagai berikut (Ida Nuraeni,

2014):

a. Menimbulkan minat sasaran pendidikan.

b. Mencapai sasaran yang lebih baik.

c. Membantu dalam mengatasi banyak hambatan dalam pemahaman.

d. Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan pada

orang lain

e. Memudahkan penyampaian informasi.

f. Memudahkan penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan.

g. Mendorong keinginan untuk mengetahui, mendalami, dan mendapatkan


pengertian yang lebih baik.

h. Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh, yaitu menegakkan

pengetahuan yang telah diterima sehingga apa yang diterima lebih lama

tersimpan dalam ingatan.

3. Macam-macam media penyuluhan

Alat bantu pendidikan adalah alat-alat yang digunakan oleh petugas

dalam menyampaikan bahan materi atau pesan kesehatan. Secara garis

besarnya ada tiga macam alat bantu pendidikan (Leilani et al., 2021).

a. Alat bantu lihat (visual aids) yang berguna membantu menstimuluskan

indra mata (pengelihatan) pada waktu terjadinnya proses penerimaan pesan.

Alat iniada dua bentuk yaitu (Jatmika et al., 2019):

1) Alat yang diproyeksikan, misalnya slide, film, dan film strip.

2) Alat-alat yang tidak diproyeksikan yaitu: dua dimensi seperti gambar

peta, bagan dan sebagainnya, dan tiga dimensi misalnya bola dunia

dan boneka.

b. Alat bantu dengar (audio aids), yaitu alat yang dapat membantu

menstimulasi indra pendengaran, pada waktu proses penyampaian bahan

penyuluhan misalnya piringan hitam, radio dan pita suara (Nurfatiyah &

Jamaluddin, 2018).

c. Alat bantu lihat-dengar (audio visual aids), yaitu alat ini dapat berguna

dalam menstimulasi indra penglihatan dan pendengaran pada waktu proses

penyuluhan, misalnya televisi dan video cassette.

E. Anak Remaja

1. Pengertian Remaja

Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan

perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual.


Sifat khas remaja mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai

petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang (Nabila, 2022).

Menurut World Health Organization (WHO), remaja adalah penduduk

dalam rentang usia 10-19 tahun, menurut Peraturan Kesehatan RI Nomor 25

tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan

menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang

usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah (Nur Haerani, 2020).

Remaja adalah seseorang yang tumbuh menjadi dewasa mencakup

kematangan mental, emosional sosial dan fisik. Dimana remaja mempunyai

rasa keingintahuan yang besar dan sedang mengalami proses perkembangan

sebagai persiapan memasuki masa dewasa (Jannah, 2017).

2. Ciri – Ciri Remaja

a. Masa remaja sebagai periode yang penting

Pada periode remaja, baik akibat langsung maupun akibat jangka

panjang tetaplah penting. Perkembangan fisik yang begitu cepat disertai

dengan cepatnya perkembangan mental, terutama pada masa awal remaja.

Semua perkembangan ini menimbulkan perlunya penyesuaian mental serta

perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru (Umami, 2019).

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Pada fase ini, remaja bukan lagi seorang anak dan bukan juga orang

dewasa. Kalau remaja berperilaku seperti anak-anak, ia akan diajari untuk

bertindak sesuai dengan umurnya. Kalau remaja berusaha berperilaku

sebagaimana orang dewasa, remaja seringkali dituduh terlalu besar

ukurannya dan dimarahi karena mencoba bertindak seperti orang dewasa.

Di lain pihak, status remaja yang tidak jelas ini juga menguntungkan
karena status memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang

berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai, dan sifat yang paling sesuai

bagi dirinya (Nabila, 2022).

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja

sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika

perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga

berlangsung pesat. Kalau perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap

dan perilaku juga menurun (Saputro, 2018) .

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Setiap periode perkembangan mempunyai masalahnya sendiri-sendiri,

namun masalah masa remaja sering menjadi persoalan yang sulit diatasi

baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Ketidakmampuan

mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya menurut cara yang mereka

yakini, banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak

selalu sesuai dengan harapan mereka (Saputro, 2018).

f. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri terhadap

kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat

laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan

menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti sebelumnya.

Status remaja yang mendua ini menimbulkan suatu dilema yang

menyebabkan remaja mengalami “krisis identitas” atau masalah-masalah

identitas ego pada remaja. (Saputro, 2018)

g. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan


Anggapan stereotip budaya bahwa remaja suka berbuat semaunya

sendiri, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku merusak,

menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi

kehidupan remaja yang takut bertanggung jawab dan bersikap tidak

simpatik terhadap perilaku remaja yang normal (Nabila, 2022).

h. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Masa remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamata

berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain

sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih

dalam hal harapan dan cita-cita. Harapan dan cita-cita yang tidak realistik

ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-

temannya, menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri dari

awal masa remaja. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain

mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang telah

ditetapkannya sendiri (Saputro, 2018).

i. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja

menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk

memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan

bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh karena itu,

remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan

status dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-

obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks bebas yang cukup meresahkan.

Mereka menganggap bahwa perilaku yang seperti ini akan memberikan

citra yang sesuai dengan yang diharapkan mereka (Saputro, 2018).


B. Kerangka Konsep

Pengetahuan
Saifudin Azwar (2010: 3) sikap
diartikan sebagai suatu reaksi atau
respon yang muncul dari sseorang
individu terhadap objek yang
kemudian memunculkan perilaku Kesehatan Mental Pada Anak Remaja
individu terhadap objek tersebut Masa remaja sebagai periode yang
dengan cara-cara tertentu penting Masa remaja sebagai periode
Saifudin Azwar (2010: 23-28) peralihan Masa remaja sebagai periode
menjelaskan komponen dalam perubahan Masa remaja sebagai usia
struktur sikap yaitu: bermasalah Masa remaja sebagai masa
8. Komponen kognitif, mencari identitas Masa remaja sebagai usia
9. Komponen afektif yang menimbulkan ketakutan Masa remaja
10. Komponen perilaku atau konatif sebagai masa yang tidak realistic Masa
remaja sebagai ambang masa dewasa
Ciri remaja menurut (Putro, 2017),
yaitu:
1. Masa remaja sebagai periode yang
penting
2. Masa remaja sebagai periode peralihan
Sikap Keluarga 3. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Kesehatan mental merupakan 4. Masa remaja sebagai masa mencari
kondisi individu yang terbebas dari identitas
segala bentuk gejala gangguan 5. Masa remaja sebagai usia yang
mental. Individu yang sehat secara menimbulkan ketakutan
mental akan dapat berfungsi secara 6. Masa remaja sebagai masa yang tidak
normal dalam menjalankan realistic
kehidupan dan dapat beradaptasi 7. Masa remaja sebagai ambang masa
untuk menghadapi masalah-masalah dewasa
sepanjang kehidupan dengan
menggunakan kemampuan
pengolahan stres (Putri et al, 2015)
Aspek-aspek Kesehatan mental
menurut Veit dan Ware (1983).
Kesehatan Mental terdiri dari dua
aspek antara lain:
11. Psychological Distress
12. Psychological Well-Being
Mental health
C. Kerangka Teori

Faktor lainnya meliputi pendidikan dan pekerjaan yang buruk, hubungan pertemanan
dan kekeluargaan yang buruk, kaum minoritas, mengalami kondisi fisik yang buruk,
mengalami atau saksi pada kekerasan rumah tangga, serta mempunyai orang yang
menderita penyalahgunaan obat atau penyakit mental lainnya

Sasaran :
1.Sasaran Mental
primer pada anak Pengetahuan keluarga
2.Sasaran remaja
sekunder
3.Sasaran
tesier
Dampak positif :
1.Pengetahuan meningkat Anak, menyediakan
2.Norma subjektif baik kesempatan untuk
3.Kesadaran keluarga mempraktikkan,
member tanggung
jawab, mengawasi
dan mengarahkan
anak agar selektivitas
dalam bergaul.
Hambatan – hambatan
peran orang tua dalam
pendidikan.

Hipotesis :

1. Ho : Tidak ada perbedaan tingkat pengetahuan terhadap promosi kesehatan yang

dilakukan pada remaja.

2. Ha : Ada perbedaan tingkat pengetahuan terhadap promosi kesehatan yang

dilakukan pada remaja.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Rancangan ini menggunakan jenis penelitian pre- eksperimental design

dengan pendekatan one group pre-post test design. Rancangan ini tidak

menggunakan kelompok kontrol. Peneliti memberikan pretest untuk mengukur

tingkat pengetahuan dan sikap responden sebelum dilakukan intervensi, kemudian

responden diberikan intervensi penyuluhan tentang kesehatan mental. Setelah

dilakukan intervensi peneliti melakukan posttest untuk mengukur tingkat

pengetahuan dan sikap responden dengan menggunakan kuisioner.

O1 X O2

Pre Test Perlakuan Post Test


Gambar 3.1 : Rancangan Desain Penelitian One Group Pre-Post Test Design
Keterangan :

O1 : Tingkat pengetahuan dan sikap responden sebelum perlakuan

X : Intervensi pemberian promosi tentang kesehatan mental remaja kepada

keluarga

O2 : Observasi tingkat pengetahuan dan sikap responden setelah dilakukan

perlakuan

Pre-experimental design ialah rancangan yang meliputi hanya satu

kelompok atau kelas yang diberikan pra dan pasca uji. Rancangan one grup

pretest and posttest design ini, dilakukan terhadap satu kelompok tanpa adanya

kelompok control atau pembanding (Gazadinda et al., 2023).


B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Nurzeta,

2020). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini seluruh keluarga

dengan anak remaja Desa Gonilan Kec. Kartasura Kab. Sukoharjo Jawa

Tengah yang berjumlah 99 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi (Nurzeta, 2020). Adapun kriteria inklusi dalam

sampel yaitu :

a. Keluarga dengan anak remaja Desa Gonilan Kec. Kartasura Kab.

Sukoharjo

b. Keluarga dengan anak remaja Desa Gonilan Kec. Kartasura Kab.

Sukoharjo yang bersedia untuk menandatangani lembar persetujuan

atau informed consent untuk menjadi responden.

c. Keluarga yang mengikuti jalannya penelitian dari awal sampai akhir

d. Keluarga yang dapat bekerja sama dan kooperatif

e. Keluarga yang tidak menderita ketulian

Sedangkan yang termasuk kriteria eksklusi yaitu :

a. Keluarga di Desa Gonilan Kec. Kartasura Kab. Sukoharjo yang tidak

mempunyai anak usia remaja


b. Keluarga dengan anak remaja di Desa Gonilan Kec. Kartasura Kab.

Sukoharjo yang tidak bersedia menjadi responden

c. Keluarga yang tidak mengikuti penelitian dari awal sampai akhir

2.1 Jumlah Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah rumus slovin, yaitu :

Keterangan :

n : Jumlah Sampel

N : Jumlah Populasi

e : Standart Error (10%)

Maka sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah

n=99/(1+99(0,1)2= 49,74 dibulatkan menjadi 50 orang tua. Untuk mencegah

kriteria drop out, peneliti menambah 10% dari jumlah sampel. Dengan

rumus tersebut didapatkan jumlah minimal sebesar 55 orang.

2.2 Teknik Sampling

Teknik sampling dibagi menjadi dua kelompok yaitu probability

sampling dan non probability sampling. Pada penelitian ini, peneliti

menggunakan probability sampling. Probability sampling adalah teknik

pengambilan sampel yang memberikan peluang atau kesempatan yang sama

bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.

Probability sampling terdiri dari simple random sampling, proponate


stratified random sampling, disproportionate stratified random, sampling

area (cluster sampling) (Dian, 2019).

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple

random sampling. Simple random sampling adalah pengambilan anggota

sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan

strata yang ada dalam populasi itu (Dian, 2019) .

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan selama satu bulan yaitu pada bulan . Tempat penelitian

berada di Desa Gonilan Kec. Kartasura Kab. Sukoharjo.

D. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel dependen

dan independen.

a. Variabel Bebas (Independen)

Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang

nilainya menentukan variabel-variabel lain (Nursalam, 2020). Variabel

independen dalam penelitian ini adalah promosi kesehatan mental.

b. Variabel Terikat (Dependen)

Variabel dependen atau variabel tergantung adalah variabel yang

nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2020). Variabel

dependen dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan dan sikap.


2. Definisi Operasional

Definisi
Variabel Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
Variabel Cara Aspek-aspek SOP dan SAP -
Independen: penyampaian kesehatan mental
Promosi pembelajaran
Kesehatan kepada keluarga
dengan cara
ceramah
tentang
kesehatan
mental remaja di
Desa Gonilan
Kec. Kartasura
Kab. Sukoharjo
dalam satu
kelompok besar.
Variabel Tingkat Mental Health Kuesioner tertutup Ordinal
Dependen: pemahaman Knowledge 1) Baik : Hasil
Tingkat keluarga tentang Questionnaire Presentase
pengetahuan pengetahuan (MHKQ) 76-100%
kesehatan 2) Cukup : Hasil
mental remaja Presentase
56-75%
3) Kurang : Hasil
Presentase
<56%
Variabel Respon berupa Sikap Kuesioner tertutup Ordinal
Dependen: keyakinan dan keluarga yang 1) Sikap baik : Hasil
Sikap kecenderungan mempengaru Presentase
keluarga untuk hi kesehatan 76-100%
melakukan mental 2) Sikap cukup :
tindakan yang remaja Hasil Presentase
berhubungan 56-75%
dengan 3) Sikap kurang :
kesehatan Hasil
mental remaja Presentase<56%

3. Instrumen Penelitian

Teknik untuk pengumpulan data adalah suatu teknik pendekatan kepada

subjek dan proses karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu


penelitian (Nursalam, 2020). Teknik pengumpulan data pada penelitian ini

menggunakan kuesioner.

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya

atau hal-hal yang diketahui (Arikunto, 2019). Kuesioner dalam penelitian

ini menggunakan pertanyaan tertutup (close questions) yaitu bentuk

pertanyaan dalam kuesioner dimana responden tinggal memilih jawaban

dari alternative-alternatif jawaban yang telah disediakan (Budiman &

Riyanto, 2014).

Variabel dependen yang pertama dalam penelitian ini adalah

pengetahuan kesehatan mental. Pengetahuan kesehatan mental merupakan

pengetahuan seseorang mengenai kesehatan mental yang mencakup

kemampuan mencari dan memahami informasi tentang kesehatan mental,

serta menyelesaikan suatu masalah mengenai kesehatan mental (penerapan

dari pengetahuan yang telah dimiliki) (Amiliyati, 2022). Instrumen yang

digunakan untuk mengukur variabel pengetahuan kesehatan mental ini

adalah skala Mental Health Knowledge Questionnaire (MHKQ) yang telah

diadaptasi oleh Widayana (2019) dengan subjek mahasiswa.

Variable dependen yang kedua adalah sikap keluarga mengenai

kesehatan mental remaja. Instrumen yang digunakan untuk mengukur

variabel sikap ini adalah kuesioner tertutup Kuesioner yang digunakan pada

penelitian ini ada 20 soal menggunakan skala ordinal.


E. Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner pengetahuan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 20

item yang setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas terdapat 9 item yang tidak

valid, sehingga item yang dapat digunakan adalah 11 item. Item-item disusun

berdasarkan aspek-aspek yaitu knowledge (pengetahuan), belief (kepercayaan),

dan attitude (sikap). Skala ini berbentuk skala Guttman dengan dua pilihan

jawaban.

Contoh item pada skala ini ialah “Hampir seluruh gangguan mental tidak

dapat disembuhkan”, item tersebut disajikan dengan pilihan jawaban “Ya” atau

“Tidak”. Dari 11 item yang digunakan, terdapat 3 item (2, 4, dan 6) yang

merupakan item unfavorable (respon yang benar dan bernilai 5 adalah “Tidak”).

Sedangkan 8 item lainnya (3, 7, 11, 12, 15, 16, 17, dan 19) adalah item favorable

(respon yang benar dan bernilai 5 adalah “Ya”).

Tinggi dan rendahnya tingkat pengetahuan kesehatan mental akan dilihat

dari total skor item. Semakin besar skor yang diperoleh maka semakin tinggi

tingkat pengetahuan kesehatan mental yang dimiliki. Sebaliknya, semakin kecil

skor yang diperoleh maka semakin rendah juga tingkat pengetahuan kesehatan

mental yang dimiliki. Hasil jawaban responden yang telah diberi skor

dijumlahkan dan dibandingkan dengan jumlah tertinggi lalu dikalikan 100%,

dengan rumus :
Keterangan:

n : Presentase

∑Sp : Jumlah skor yang didapat

∑Sm : Skor maksimal

Nilai koefisien Alpha Cronbach’s (reliabilitas) instrumen ini sebesar 0,857.

Hal ini berarti ke 11 item skala pengetahuan kesehatan mental tersebut dapat

dinyatakan reliabel dan layak untuk digunakan dalam penelitian.

Pada kuesioner sikap keluarga terhadap kesehatan mental remaja peneliti

melakukan uji validitas terhadap 20 sampel diluar responden penelitian.

Reabilitas alat ukur pada prinsipnya menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat

memberikan hasil pengukuran yang relatif tidak berbeda bila dilakukan

pengukuran kembali terhadap subjek yang sama (Arikunto, 2019).

Reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini dapat diuji dengan alat uji

reliabilitas Alpha Cronbach Test, yaitu :

Keterangan :

r11 : reliabilitas instrumen

K : banyaknya pertanyaan

: jumlah varians

: varian total

Semakin tinggi koefisiensi korelasi berarti koefisin antara hasil pengenalan

dua tes tersebut dikatakan reliable. Sebaliknya apabila dianggap parallel


menghasilkan skor yang satu sama lainberkorelasi rendah maka dapat dikatakan

reliabilitas hasil ukur tersebut tidak tinggi (Arikunto, 2019).

F. Etika Penelitian

1. Autonomy atau kemandirian

Partisipan memiliki hak untuk membuat keputusan secara sadar untuk

menerima atau menolak menjadi partisipan. Peneliti menjelaskan kepada

partisipan tentang proses penelitian selanjutnya partisipan diberi kebebasan

untuk menentukan apakah bersedia atau menolak berpartisipasi dalam

penelitian.

2. Informed Consent atau lembar persetujuan

Subyek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan

penelitian yang akan dilakukan dan juga mempunyai hak untuk bebas

berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed consent juga

perlu dicantumkan bahwa data diperoleh hanya dipergunakan untuk

mengembangkan ilmu.

3. Anonimity atau tanpa nama

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, pada lembar

pengumpulan data atau observasi yang diisi adalah kode responden atau

hanya nama inisialnya saja dan lembar tersebut hanya diberi kode.

4. Confidentiality atau kerahasiaan

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari subjek dijamin oleh

peneliti. Data tersebut hanya akan disajikan atau dilaporkan kepada orang

yang berhubungan dengan penelitian.


5. Beneficience atau tidak membahayakan

Penelitian ini tidak membahayakan partisipan dan peneliti telah berusaha

melindungi partisipan dari bahaya ketidaknyamanan (protection from

discomfort). Peneliti menjelaskan tujuan, manfaat, pengolahan, dan

penggunaan data penelitian sehingga dapat dialami oleh partisipan dan

bersedia menandatangani surat ketersediaan berpartisipasi atau Informed

Consent. Selama proses promosi kesehatan berlangsung peneliti

memperhatikan beberapa hal yang dapat merugikan partisipan.

6. Justice atau keadilan

Peneliti memberikan kesempatan yang sama bagi pasien yang memenuhi

kriteria untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Selain itu, peneliti

memberikan kesempatan yang sama dengan partisipan untuk bertanya saat

promosi kesehatan berlangsung.

G. Pengolahan Data

1. Editing : dilakukan dengan cara mengoreksi data yang telah diperoleh

sehingga dapat dilakukan perbaikan data yang kurang.

2. Coding : pemberian kode dimaksudkan untuk mempermudah dalam

pengolahan data dan proses selanjutnya melalui tindakan

pengklasifikasian data.

3. Entry data : proses pemasukan data dalam suatu program komputer.

4. Tabulating : data distribusi, disusun dan disajikan dalam bentuk tabel

yang selanjutnya data ini digunakan untuk analisis data.


H. Analisa Data Penelitian

Mengingat penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh promosi

kesehatan terhadap perubahan dan sikap pengetahuan keluarga tentang kesehatan

mental pada anak remaja. Dimana tingkat pengetahuan menggunakan skala

ordinal dan menggunakan uji wilcoxon.

Pada uji statistik dilakukan dengan Uji Wilcoxon dengan α ≤0,05, α

diartikan sebagai tingkat kesalahan atau tingkat kekeliruan yang ditolerir peneliti,

yang diakibatkan oleh kemungkinan adanya kesalahan dalam pengambilan

sampel.

Rumus :

Atau

Keterangan :

Z = Hasil uji Wilcoxon

T = Jumlah ranking dari nilai selisih yang negatif atau positif

N = Jumlah data

Dengan menggunakan perangkat lunak komputer program Statistical

Product and Service Solution (SPSS) 22 for window. Bila α≤0,05 maka H0

ditolak, berarti ada perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap keluarga sebelum

dan sesudah pemberian promosi kesehatan mental anak remaja di Desa Gonilan

Kec. Kartasura Kab. Sukoharjo. Bila α>0,05 maka H0 diterima, berarti tidak ada

perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap keluarga sebelum dan sesudah


pemberian promosi kesehatan mental anak remaja di Desa Gonilan Kec. Kartasura

Kab. Sukoharjo.

I. Jalannya Penelitian

Rencana pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap :

1. Tahap Persiapan

Kegiatan padatahap ini adalah :

a. Pengajuan judul tanggal 20 Januari 2023

b. Pembuatan proposal tanggal 12 November 2023

c. Permohonan ijin tempat penelitian tanggal 30 Agustus 2023

d. Uji validitas dan reabilitas penelitian tanggal 20 September 2023,

dilakukan terhadap 20 sampel diluar responden penelitian di desa

gonilan.

2. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan pada tahap pelaksanaan meliputi langkah langkah sebagai

berikut :

a. Pengambilan kelompok perlakuan sesuai dengan kriteria sampel

dengan terlebih dahulu dilakukan skoring kemudian diambil

responden yang masuk kategori untuk mengikuti penyuluhan

kesehatan mental remaja. Responden yang terpilih kemudian mengisi

informed consent sebagai pernyataan kesediaan menjadi responden

selama penelitian. Pada tahap ini dilakukan oleh peneliti tanggal 25

september 2023.

b. Pengumpulan data
Penelitian ini dilakuan oleh peneliti sendiri dalam satu kelompok

besar. Setelah itu akan diberikan kuesioner untuk mengukur tingkat

pengetahuan dan sikap sebelum diberikan intervensi. Kemudian

responden dikumpulkan lagi menjadi satu kelompok untuk diberikan

intervensi berupa ceramah atau penyuluhan tentang kesehatan mental

remaja dan melakukan sesi tanya jawab. Setelah intervensi responden

diberikan kuesioner posttest tentang pengetahuan dan sikapkeluarga

terhadap kesehatan mental remaja. Selanjutnya, nilai pre test dan post

test direkap oleh peneliti untuk ditabulasi.

3. Tahap Analisa Data

Terdiri dari tahapan analisa pengumpulan data terdiri dari :

a. Proses skoring yaitu menganalisis data hasil penelitian dilakukan pada

tanggal 15 november 2023

b. Menyusun laporan hasil pembahasan penelitian dilakukan pada

tanggal 25 november 2023 menginterpretasikan data kemudian setelah

diinterpretasikan antara variable bebas dan variable terikat secara

univariat dan bivariat yang dianalisis, kemudian direlevansikan

dengan beberapa teori terkait. Penyajian hasil penelitian dalam bentuk

tertulis dan dilanjutkan dengan seminar hasil penelitian.


DAFTAR PUSTAKA

Amiliyati, A. (2022). HUBUNGAN PENGETAHUAN KESEHATAN MENTAL


TERHADAP KECEMASAN PADA REMAJA YANG BERADA PADA MASA
GAP YEAR [Universitas Muhammadiyah Malang].
https://eprints.umm.ac.id/87979/

Arikunto, S. (2019). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka


Cipta.

Bucher, H. U. (2017). Perilaku Manusia Dalam Perspektif Psikologi Sosial.


Gynakologisch-Geburtshilfliche Rundschau, 44(1), 25–30.
https://doi.org/10.1159/000074314

Dachmiati, S. (2015). Program Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan


Sikap Dan Kebiasaan Belajar Siswa. Faktor Jurnal Ilmu Kependidikan,
II(1), 10–21.

Dian, W. (2017). Metode Penelitian Metode Penelitian. Metode Penelitian


Kualitatif, 17, 43.

Gayatri Setyabudi, R., & Dewi, M. (2017). Analisis Strategi Promosi Kesehatan
dalam Rangka Meningkatkan Kesadaran Hidup Sehat oleh Rumah Sakit
Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah. Jurnal
Komunikasi, 12(1), 81–100.
https://doi.org/10.20885/komunikasi.vol12.iss1.art6

Gazadinda, R., Putri, G. W., & Maulana, H. (2023). Reducing Loneliness in


Undergraduate Students through E-Journaling Intervention: A Pre-
Experimental Study. Bulletin of Counseling and Psychotherapy, 5(1), 58–
68. https://doi.org/10.51214/bocp.v5i1.448

Jannah, M. (2017). Remaja Dan Tugas-Tugas Perkembangannya Dalam Islam.


Psikoislamedia : Jurnal Psikologi, 1(1), 243–256.
https://doi.org/10.22373/psikoislamedia.v1i1.1493

Jatmika, S. E. D., Maulana, M., Kuntoro, & Martini, S. (2019). Buku Ajar
Pengembangan Media Promosi Kesehatan. In K-Media.

Kairupan. (2019). Metode dan Media Promosi Kesehatan.

Kusumasari, R. N. (2015). Lingkungan Sosial Dalam Perkembangan Psikologis


Anak. Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA), II(1), 32–38.
Leilani, A., Nurmalia, N., & Patekkai, M. (2021). Efektivitas Penggunaan Media
Penyuluhan (Kasus pada Kelompok Ranca Kembang Desa Luhur Jaya
Kecamatan Cipanas Kabupaten Lebak Provinsi Banten). Jurnal Penyuluhan
Perikanan Dan Kelautan, 9(1), 43–54.
https://doi.org/10.33378/jppik.v9i1.79

Nabila, S. (2022). Perkembangan Remaja. March.


https://www.researchgate.net/publication/359369967_PERKEMBANGAN_
REMAJA_Adolescense

Nur Haerani, N. D. (2020). Dinamika Perkembangan Remaja. In Buku Sikologi


Remaja (Vol. 346, Issue ISBN 978-623-218-764-1, pp. 1–337).

Nurfatiyah, P., & Jamaluddin, J. (2018). Desain Media Penyuluhan Untuk


Penyuluh Pertanian Berbasis Website Di Kecamatan Berbak Kabupaten
Tanjung Jabung Timur. JALOW | Journal of Agribusiness and Local
Wisdom, 1(1), 117–134. https://doi.org/10.22437/jalow.v1i1.5452

Nursalam. (2020). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis


Edisi.5. Salemba Medika.

Nurzeta, D. F. (2020). Pengaruh Promosi Kesehatan Melalui Media Video Remaja


Putri Tentang Pernikahan Dini Kesehatan Tahun 2020. Politeknik
Kesehatan Kemenkes Bengkulu, 1–121.

Prakoso, G. D., & Fatah, M. Z. (2018). Analisis Pengaruh Sikap, Kontrol


Perilaku, Dan Norma Subjektif Terhadap Perilaku Safety. Jurnal
PROMKES, 5(2), 193. https://doi.org/10.20473/jpk.v5.i2.2017.193-204

Purwarini, J. (2021). PENGARUH PROMOSI KESEHATAN REPRODUKSI


TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SISWA DI SMA KALIMANTAN
BARAT. June.

Rachmawati, W. C. (2021). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku.

Robert, B., & Brown, E. B. (2018). MODIFIKASI PERILAKU. 1, 1–14.

Rodiah, S., Ulfiah, U., & Arifin, B. S. (2022). Perilaku Individu dalam Organisasi
Pendidikan. Islamika, 4(1), 108–118.
https://doi.org/10.36088/islamika.v4i1.1602

Saputro, K. Z. (2018). Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa Remaja.


Aplikasia: Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama, 17(1), 25.
https://doi.org/10.14421/aplikasia.v17i1.1362

Simbolin, S. (2015). Aplikasi Theory Of Reasoned Action. Cakrawala


Pendidikan, November, 19.
Tumurang, N. M. (2018). Buku Promosi Kesehatan-dikonversi (pp. 52–53).

Umami, I. (2019). PSIKOLOGI REMAJA. IDEA Press Yogyakarta, 82–143.

Widayana, D. (2019). HUBUNGAN ANTARA LITERASI KESEHATAN MENTAL


DENGAN MENTAL ILLNESS STIGMA PADA MAHASISWA
KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA.
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL.

Yuningsih, R. (2019). Strategi Promosi Kesehatan dalam Meningkatkan Kualitas


Sanitasi Lingkungan Health. 10(2), 107–118.
KUESIONER

Skala Pengetahuan Kesehatan Mental

Mental Health Knowledge Questionnaire (MHKQ) oleh Nikmah D. (2019).

Petunjuk Pengerjaan:

Dibawah ini terdapat beberapa pernyataan dengan dua pilihan jawaban yaitu “Ya”
dan “Tidak”. Tugas anda adalah pilihlah satu jawaban yang menurut anda benar
dan sesuai dengan apa yang anda ketahui.

Pilihan Jawaban
No. Pernyataan
Ya Tidak
1 Gangguan mental disebabkan oleh pikiran-pikiran
yang tidak benar/salah
2 Banyak orang yang memiliki masalah terhadap
mentalnya akan tetapi tidak menyadarinya
3 Layanan Psikolog dan Psikiater seharusnya selalu
tersedia jika ada orang yang terindikasi memiliki
masalah psikis atau gangguan mental
4 Sikap positif, hubungan nterpersonal yang baik,
dan gaya hidup yang sehat dapat memelihara
kesehatan mental
5 Individu yang memiliki riwayat keluarga dengan
gangguan jiwa akan memperoleh resiko yang lebih
tinggi untuk mendapatkan masalah psikologis dan
gangguan jiwa
6 Individu yang memiliki temperament yang buruk
lebih mungkin untuk mendapatkan masalah
kesehatan mental.
7 Masalah atau gangguan mental mungkin dapat
terjadi ketika individu tersebut mendapatkan
tekanan secara psikis yang besar di hidupnya,
seperti kematian anggota keluarga
8 Semua gangguan mental disebabkan oleh tekanan
eksternal
9 Hampir seluruh gangguan mental tidak dapat
disembuhkan
10 Apakah anda pernah mendengar tentang the
International Mental Health Day?
11 Apakah anda pernah mendengar tentang the
International Suicide Prevention Day?

Informasi skor
Pernyataan favorable: Ya = 1 Tidak = 0
Pernyataan unfavorable : Ya = 0 Tidak = 1
Lembar Kuesioner Sikap Keluarga

Petunjuk: Lembar instrumen ini diisi oleh orang tua untuk mengetahui apakah

terdapat pola asuh toxic yang dilakukan oleh orang tua dalam mengasuh anak.

Berilah tanda ceklis pada kolom yang sudah disediakan sesuai dengan rubrik,

dengan kriteria sebagai berikut: TS : Tidak Setuju KS : Kurang Setuju S : Setuju

SS : Sangat Setuju

Penilaian
No. Indicator Soal Butir
STS TS KS S SS
1 Memiliki Saya mengharapkan anak
ekspektasi saya selalu mendapatkan
tinggi prestasi di sekolah
2 Saya beranggapan bahwa
keberhasilan saya jika anak
saya juga berhasil di sekolah
3 Suka mengatur Saya merasa kecewa jika
keinginan anak anak saya mengabaikan
perintah saya
4 Jika anak saya
mengutarakan pendapatnya,
saya akan tetap
menggunakan pendapat saya
5 Sulit Saya membebaskan anak
membangun saya tanpa ingin terlibat
kedekatan dalam dunianya
6 emosional Saya jarang bercanda
dengan anak dengan anak saya
7 Saya merasa baik -baik saja
ketika saya sedang jauh
dengan anak saya
8 Sulit Saya hanya dapat
menumbuhkan memahami anak saya jika ia
sikap empati mengutarakannya
9 terhadap anak Jika anak saya menangis,
menengkannya bukanlah
kewajiban saya
10 Meremehkan Saya merasa biasa saja
anak ketika anak saya
mengerjakan sesuatu yang
bagus
11 Jika anak saya melakukan
kesalahan, saya merasa itu
sepenuhnya adalah
kesalahan mereka
12 Mengumbar Saya sering menyampaikan
keburukan anak kesalahan yang pernah
dilakukan anak saya
13 Saya mengingat-ingat
kesalahan yang pernah
dilakukan anak saya
14 Saya merasa apa yang telah
dicapai oleh anak saya tidak
sebanding dengan
pencapaian anak lain
15 Selalu Saya sulit memberikan
menyalahkan apresiasi terhadap apa yang
anak dilakukan anak saya
16 Apapun yang dikerjakan
oleh anak saya, saya merasa
itu sesuatu yang tidak
semestinya
Lembar Kisi-Kisi dan Kuesioner Sikap Keluarga

Kisi-kisi Instrumen Sikap Keluarga

No. Aspek Indikator Nomor Butir Jumlah


1 Pageant Parents Memiliki ekspektasi 1,2 2
tinggi
Suka mengatur 3,4 2
keinginan anak
2 Dismissive Parents Sulit membangun 5,6,7 3
kedekatan
emosional dengan
anak
Sulit menumbuhkan 8,9 2
sikap empati
terhadap anak
3 Contemptous Meremehkan anak 10,11 2
Parents Mengumbar 12,13,14 3
keburukan anak
Selalu menyalahkan 15,16 2
anak

Anda mungkin juga menyukai