Anda di halaman 1dari 12

“HUKUM ISLAM DI DUNIA”

(HUKUM ISLAM DI IRAN, FOKUS KAJIAN HUKUM KELUARGA ISLAM)

Diajukun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Hukum Islam di Dunia

Dosen pengampuh :
Prof. Dr. Hamzah Kamma., M.H.I

Kamal Khatib (2105030015)

PROGRAM STUDI HUKUM ISLAM PASCA SARJANA FAKULTAS SYARIAH


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALOPO 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis sampaikan kepada Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga

makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai.

Tak lupa mengucapkan terima kasih kepada empunya gagasan atau ide secara

teoritis dari beberapa sumber buku dan sumber-sumber lainnya (internet). Penulis sangat

berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi setiap

responden atau pembaca. Bahkan berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa menjadi

salah satu konsep yang dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari-sehari. Sebagai

peserta didik (mahasiswa) merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu, penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar ke depannya

dapat menyampaikan keilmuan-keilmuan yang lebih baik lagi.

Palopo, 16 April 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................3

C. Tujuan..........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. Ketentuan hukum waris di Negara Iran.......................................................4

B. Pembaruan hukum keluarga di Negara Iran.................................................6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................................7

B. Daftar Pustaka..............................................................................................8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Iran sebagai Negara pernah mengalami pengaruh derasnya modernisasi dan


westernisasi. Iran juga pernah mengadopsi berbagai hukum dari Barat dan diperaktekkan
dalam kehidupan bemegara, akan tetapi hal ini menimbulkan reaksi dari masyarakat yang
mayoritas adalah Muslim Syi'ah yang menginginkan untuk tetap menerapkan hukum
Islam. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang melakukan modernisasi dan westernisasi
akhirnya membuat masyarakat Iran menggalang kekuatan untuk melakukan revolusi.
Revolusi ini sebagai upaya Islamisasi total syariat Islam dalam konstitusi, sehingga
hukum positif yang ada menjadi islami dan seluruh peraruran atau perundang-undangan
yang pernah tebaratkan dirubah menjadi hukum-hukum yang islami dan menjadikan
syari'at Islam sebagai landasan dasar seluruh perundang-undangan.1

Praktik hukum Islam dalam perundang-undangan di Iran Sejak Dinasti


Syafawiyah berkuasa atas Islam Syi'ah, Iran menjadi negara Syi'ah dengan melaksanakan
hukum Islam yang berpedoman pada Fiqih Ja'fari atau mazhab Syi'ah Itsna Asyariah.
Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya,-sebagaimana bangsa lain- bersentuhan
dengan bangsa bangsa barat juga memberi pengaruh dalam penerapan hukum di Iran.
Kode pinal yang diundangkan pada tahun 1912 di Iran, misalnya, adalah undang-undang
hukum pidana yang disusun oleh ahli hukum dari Prancis.

Terlepas pengaruh dari beberapa Negara lain yang masuk ke Iran, maka sekiranya
Idealisme yang dibangun secara mayoritas ialah hukum Islam. Adapun semua
perundangan perdata, perundangan pidana, keuangan, ekonomi, administrasi, budaya,
militer, politik dan semua perundang-undangan lainnya harus sejalan dengan hukum
Islam.2

Dewasa ini, tidak hanya bagaimana pengaruh sistem perundang-undangan di Iran


secara umum yang kemudian dibahas, melainkan terkait mengenai Hukum keluarga atau
hukum perdata yang diterpakan di Iran. Hukum Perdata Iran mencakup berbagai macam

1
Elvi Soeradji, ”Dinamika Hukum Islam Di Iran” Jurnal Himmah, Vol. 8, No. 22, Mei-Agustus 2007,
h. 37
2
Muhammad Fauzinudin, “Kontribusi Iran Terhadap Sejarah Pembaharuan Hukum Keluarga Islam:
Potret Sistem Kewarisan Islam Dan Wasiat Wajibah Di Iran” (Jember, Institut Agama Islam Negeri Jember :
2017), Jurnal Ulul Albab, Vol. 18, No. 2 Tahun 2017, h. 208

1
aspek hukum yang berkenaan dengan hukum waris diatur dalam pasal 861 s/d 949,
sementara seluruh buku VII mengatur masalah-masalah hukum keluarga didasarkan pada
hukum tradisional Syi‘ah Itsna ‘Asyariyah (Ja‘fari) menteri hukum waris sebagaimana
diatur dalam hukum perdata berlaku sampai sekarang, tanpa ada perubahan. Sementara
itu, hukum yang mengatur perkawinan dan perceraian tidak terhindar dari reformasi
hukum. Hukum keluarga yang diatur dalam bab VII hukum perdata tahun 1935
mengalami reformasi beberapa kali pada tahun berikutnya. Hukum yang mengatur
perkawinan dan perceraian, secara terpisah telah diundang-undangkan pada tahun 1931.
Undang-undang tersebut memasukkan prinsip-prinsip yang diatur oleh aliran-aliran
hukum selain aliran Itsna ‘Asyariyah. Sebagian materinya didasarkan pada pertimbangan
sosial budaya dan administratif. Pada tahun 1937 dan 1928 juga ditetapkan undang-
undang yang mengatur masalah perkawinan dan perceraian lebih lanjut Reformasi hukum
yang lebih penting lagi dilakukan Lembaga Legislatif Iran pada tahun 1967. Pada tanggal
24 juni 1967 diundang-undangkan hukum perlindungan keluarga. Undang-undang ini
bertujuan mengatur institusi perceraian dan poligami agar terhindar dari tindakan
sewenang-wenang. Pada tahun 1975, hukum perlindungan keluarga yang baru ditetapkan,
undang-undang ini dimaksudkan untuk mengganti hukum perlindungan keluarga tahun
1967. Undang-undang tahun 1975 ini, di samping memasukkan ketentuan-ketentuan
mengenai perceraian dalam UU sebelumnya, juga memasukan perubahan-perubahan yang
penting yang berkenaan dengan perceraian. UU ini juga membatasi memberi izin
poligami oleh pengadilan hanya pada kondisi-kondisi yang spesifik.3

A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ketentuan hukum waris di Iran
2. Bagaimana pembaharuan hukum keluarga di Iran
B. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui ketentuan hukum waris di Iran
3
Muhammad Fauzinudin, “Kontribusi Iran Terhadap Sejarah Pembaharuan Hukum Keluarga Islam:
Potret Sistem Kewarisan Islam Dan Wasiat Wajibah Di Iran” (Jember, Institut Agama Islam Negeri Jember :
2017), Jurnal Ulul Albab, Vol. 18, No. 2 Tahun 2017, h. 210-211

2
2. Untuk mengetahui bagaimana pembaharuan hukum keluarga di Iran

BAB II

PEMBAHASAN

A. Ketentuan Hukum Waris Di Iran

Ketentuan hukum waris dalam perundangan Iran diatur dalam Bab IX


Undang Undang No. 188 tahun 1959 tentang Personal Status Law and
Amendments. Pengaturan tentang waris mulai pasal 86 s/d pasal 93. Pasal

3
sebelumnya diatur tentang wasiat, tetapi dalam tulisan ini wasiat wajibah akan
dibahas pada pembahasan berikutnya, Pada pasal 86 ayat (1) mengatur tentang
rukun-rukun waris, yang meliputi :

1. Orang yang mewariskan atau orang yang meninggal disebut pula


dengan Murits;
2. Ahli waris tentu orang yang berhak dan masih hidup setelah matinya
pewaris;
3. Adanya warisan atau harta yang ditinggalkan oleh pewaris ( Ayat (1)
Pasal 86 Undang-Undang No. 188 Tahun 1959 Tentang Personal Status
Law and Amendments).

Ketentuan ayat 2 yang mengatur sebab-sebab terjadinya warisan yaitu

1. Adanya hubungan kekerabatan yang dekat;


2. (2) perkawinan yang sah (Lihat Ayat (2) Pasal 86 Undang-Undang No.
188 Tahun 1959 Tentang Personal Status Law and Amendments).
3. Selanjutnya pada ayat (3) mengatur tentang syarat (penyebab)
terjadinya warisan yaitu meliputi:
a. meninggalnya orang yang mewariskan secara nyata; (2)
hidupnya pewaris yang nyata setelah meninggalnya orang
yang mewariskan;
b. dan (3) menguasai tentang pembagian warisan (Lihat Ayat
(2) Pasal 86 Undang-Undang No. 188 Tahun 1959 Tentang
Personal Status Law and Amendments). Adapun pasal 87
mengatur tentang hak-hak yang berhubungan dengan harta
warisan setelah meninggalnya orang yang mewariskan itu
ada empat, sebagiannya didahulukan dari sebagian yang lain
yakni; (1) mengurus orang yang meninggal sesuai hukum
syara; (2)menunaikan kewajiban dunia dan dikeluarkan dari
hartanya seperti hutang piutang dan lain sebagainya; (3)
melaksanakan wasiat dan dikeluarkan sepertiga dari harta
warisan; (4) memberikan sisanya kepada yang berhak (pasal
87 Undang-Undang No. 188 Tahun 1959). Pasal 88
mengatur tentang penerima (orang atau badan) yang berhak

4
menerima warisan. Dalam aturannya, orang yang berhak di
antaranya: (1) ahli waris kerabat dekat dan melalui
pernikahan yang sah; (2) mempunyai hubungan nasab; (3)
penerima wasiat/orang yang diwasiati oleh si mati; (4)
baitulmal (Pasal 88 Undang-Undang No. 188 Tahun 1959).

Terhitung sejak tahun 1928 hingga 1935 hukum keluarga di negara Iran
telah dikodifikasi sebagai bagian dari hukum perdata. Ini semua bermula ketika
pada tahun 1927, menteri keadilan Iran membentuk komisi yang bertugas
menyiapkan draf hukum keluarga. Ketentuan-ketentuan selain hukum keluarga
dan hukum waris diambil dari ketentuan-ketentuan Napoleon selama tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Sedangkan untuk hukum keluarga
dan hukum waris lebih mencerminkan sebagai unifikasi dan kodifikasi hukum
syariah. Draf yang disusun oleh komisi tersebut disebut sebagai Qanun Madani.

Hukum perdata Iran mencakup berbagai aspek hukum. Hukum


keperdataan yang berkenaan dengan hukum waris diatur dalam pasal 861–949
dan masalah wasiat diatur dalam pasal 843, sementara seluruh buku VII mengatur
masalah hukum keluarga. Semua materi hukum waris dan keluarga didasarkan
pada hukum keluarga Syi‘ah Itsna ‘Asyariyah (Ja‘fari).4

B. Pembaruan Hukum Keluarga di Negara Iran


1. Pencatatan Perkawinan

Setiap perkawinan, sebelum dilaksanakan harus dicatatkan pada


lembaga yang berwenang. Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan dihukum
dengan hukuman penjara selama satu hingga enam bulan.

Pencatatan perkawinan merupakan salah satu materi reformasi hukum


keluarga yang dilakukan di Iran. Dalam hal ini, setiap perkawinan, sebelum
dilaksanakan harus dicatatkan pada lembaga yang berwenang sesuai dengan
aturan yang berlaku. Aturan tentang pencatatan perkawinan ini merupakan
pembaruan yang bersifat regulatory (administratif). Pelanggaran terhadap
ketentuan ini tidak sampai mengakibatkan tidak sahnya pernikahan, namun
terhadap pelanggarnya dikenai hukuman fisik, yaitu penjara selama satu
4
Muhammad Fauzinudin, “Kontribusi Iran Terhadap Sejarah Pembaharuan Hukum Keluarga Islam:
Potret Sistem Kewarisan Islam Dan Wasiat Wajibah Di Iran” (Jember, Institut Agama Islam Negeri Jember :
2017), Jurnal Ulul Albab, Vol. 18, No. 2 Tahun 2017, h. 212-217

5
hingga enam bulan (Hukum Perkawinan 1931, Pasal 1). Peraturan seperti ini
tidak ditemui dalam pemikiran fiqh klasik, baik dalam mazhab Syi`i maupun
Sunni.

2. Perkawinan Dibawah Umur

Usia minimum boleh melaksanakan perkawinan bagi pria adalah 18


dan 15 tahun bagi wanita.bagi seseorang yang mengawinkan seseorang yang
masih di bawah usia minimum nikah dapat dipenjara antara enam bulan
hingga dua tahun. Jika seorang anak perempuan dikawinkan di bawah usian 13
tahun, maka yang mengawinkannya dapat di penjara selama dua hingga tiga
tahun. Di samping itu, bagi orang yang melanggar ketentuan ini dapat
dikenakan denda 2-20 riyal

Usia minimum boleh melaksanakan perkawinan tersebut berbeda


dengan pandangan hukum mazhab Ja’fari. Menurut mazhab Ja’fari, seseorang
telah dipandang dewasa (karenanya dapat melangsungkan pernikahan) jika
telah berumur 15 tahun bagi pria dan 9 tahun bagi wanita. Mazhab Ja’fari juga
memandang bahwa seorang wali boleh mengawinkan anak yang masih
dibawah umur. Dengan begitu ancaman hukuman bagi wali yang
mengawinkan anak di bawah umur merupakan pembaharuan hukum keluarga
di Iran yang bersifat administratif.

3. Perjanjian Kawin

Dalam hukum perkawinan Iran pasal 4 dijelaskan pasangan yang


berniat untuk melangsungkan perkawinan boleh membuat perjanjian dalam
akad perkawinan, sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan perkawinan.
Perjanjian tersebut dilaksanakan di bawah perlindungan pengadilan.

4. Poligami

Suami yang akan menikah lagi harus memberitahukan kepada calon


istri tentang statusny, pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan
sanksi hukum perlindungan keluarga tahun 1967. Selain itu juga harus
mendapat ijin dari istri, jika ketentuan ini dilanggar, istri dapat mengajukan
permohonan cerai ke pengadilan. Suami juga harus mendapat ijin dari
pengadilan yang sebelumnya akan memeriksa apakah suami dapat menafkahi

6
lebih dari seorang istri dan apakah dia mampu berbuat adil. Pelanggaran
ketentuan ini akan dikenakan hukuman kurungan selama 6 bulan hingga 2
tahun.

Sekali lagi persoalan ini juga merupakan reformasi regulatory atau


administrative belaka karena hanya mendapatkan sanksi fisik tanpa
mebatalkan status perkawinannya. Aturan-aturan seperti ini tidak didapatkan
dalam madzhab ja’fari maupun madzhab hukum yang lain.

5. Perceraian

Masalah perceraian telah terjadi reformasi administrative dan


substantive dengan lahirnya Hukum perlindungan keluarga tahun 1967 yang
menghapus wewenang suami mengiklarkan talak secara sepihak. Menurut
pasal 8 UU tersebut setiap perceraian, apapun bentuknya harus didahului
dengan permohonan kepada pengadilan agar mengeluarkan sertifikat “tidak
dapat rukun kembali”. Sedangkan pengadilan dapat mengeluarkan sertifikat
tersebut dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Salah satu pasangan Gila permanen atau berulang-ulang.


b. Suami menderita impotensi, atau dikebiri atau alat fitalnya
diamputasi.
c. Suami atau istri dipenjara 5 tahun.
d. Suami atau istri memiliki kebiasaan yang membahayakan pihak lain
yang diduga akan terus berlangsung dalam kehidupan rumah
tangga.
e. Seorang pria tanpa persetujuan istri, kawin dengan wanita lain.
f. Salah satu pihak menghianati pihak lain.
g. Kesepakatan suami dan istri untuk bercerai.

Adanya perjanjian dalam akad perkawinan yang memberikan


kewenangan pada pihak istri untuk menceraikan diri dalam kondisi tertentu.

Suami atau istri dihukum, berdasarkan keputusan hukum yang tetap


karena melakukan perbuatan yang dapat dipandang mencoreng kehormatan
keluarga.5
5
Diakses melalui, Pecinta Baginda Rasulullah: Pembaharuan hukum Keluarga Islam di negara Iran
(insanperindurasul.blogspot.com) pada tanggal 9 Mei 2022

7
Pemberlakuan hukum keluarga di Iran melalui tiga tahap. Pertama
hukum keluarga berdasarkan madzhab Ja’fari tanpa reformasi, kedua hukum
keluarga yang terkodifikasi dengan reformasi. Ketiga kembali dengan hukum
keluarga klasik. Reformasi hukum keluarga di Iran terjadi ketika rezim yang
berkuasa menjalankan kebijakan modernisasi, westernisasi, dan sekulerisasi.
Reformasi hukum yang dilakukan ada yang bersifat regulatory, substantif, dan
dua-duanya. Aturan hukum yang ditetapkan pada masa ini, setelah berhasilnya
revolusi Iran, kemudian dicabut karena dipandang melewati batas hukum
islam yang mapan. Selanjutnya kembali pada mazhab hukum ortodoks.

Pembaharuan hukum keluarga di Iran pra revolusi telah banyak


mengatur permasalahan-permasalahan dalam hukum keluarga seperti
pencatatan perkawinan, perkawinan di bawah umur, perjanjian perkawinan,
poligami, nafkah keluarga, perceraian hingga penyelesaian perselisihan
melalui juru damai (Arbitrator).

8
DAFTAR PUSTAKA

Elvi Soeradji, ”Dinamika Hukum Islam Di Iran” Jurnal Himmah, Vol. 8, No. 22, Mei-
Agustus 2007

Muhammad Fauzinudin, “Kontribusi Iran Terhadap Sejarah Pembaharuan Hukum


Keluarga Islam: Potret Sistem Kewarisan Islam Dan Wasiat Wajibah Di Iran”
(Jember, Institut Agama Islam Negeri Jember : 2017), Jurnal Ulul Albab, Vol.
18, No. 2 Tahun 2017

Muhammad Fauzinudin, “Kontribusi Iran Terhadap Sejarah Pembaharuan Hukum


Keluarga Islam: Potret Sistem Kewarisan Islam Dan Wasiat Wajibah Di Iran”
(Jember, Institut Agama Islam Negeri Jember : 2017), Jurnal Ulul Albab, Vol.
18, No. 2 Tahun 2017

Muhammad Fauzinudin, “Kontribusi Iran Terhadap Sejarah Pembaharuan Hukum


Keluarga Islam: Potret Sistem Kewarisan Islam Dan Wasiat Wajibah Di Iran”
(Jember, Institut Agama Islam Negeri Jember : 2017), Jurnal Ulul Albab, Vol.
18, No. 2 Tahun 2017

Diakses melalui, Pecinta Baginda Rasulullah: Pembaharuan hukum Keluarga Islam di


negara Iran (insanperindurasul.blogspot.com) pada tanggal 9 Mei 2022

Anda mungkin juga menyukai